Red Bobblehead Bunny

Sunday, March 24, 2013

GLS 3rd

Posted by Feren Marcelina at Sunday, March 24, 2013
GLS, the fanbase is>> https://twitter.com/GreysonYeah
The writer is >> https://twitter.com/shaffatasyani
Follow them now!!

"Happy endings were never handed out. You had to fight for them, earn them with bruised hearts and sacrifices."



***

Maya Aristy Nayore. Gadis berusia empat belas tahun ini senang sekali menghabiskan waktu sehari-hari bersama sahabat-sahabat tersayangnya. Maya, itulah panggilan dari nama panjangnya. Kedua orang tua Maya asli Indonesia. Namun berbeda dengan Maya. Pada saat Papa Maya ditugaskan untuk berpindah pekerjaan keluar negeri selama beberapa bulan, tanpa disadari istrinya telah mengandung. Dan mereka memutuskan untuk tidak kembali ke Tanah Air sebelum melahirkan anak mereka. Disinilah awal bermulanya nama Maya yang sering dijuluki 'kebarat-baratan' oleh teman-temannya. Rambut panjang coklat kehitaman, mata dengan warna yang sama dengan rambutnya, serta kulit putih kemerahan.

Ketiga sahabat Maya. Lola Redinia, Shalia Maresta dan Andrea Nathaniel. Mereka sahabat yang selalu mewarnai hidup Maya dengan penuh tawa dan canda. Kadang Maya sering merasa kesal dengan sikap mereka, namun kadang Maya bersyukur akan anugerah yang telah diberi Tuhan untuknya. Sahabat yang selalu ada untuknya dan memahami perasaannya.

Hidup Maya akan berubah total ketika semua yang dikatakan salah satu Tante sahabatnya menjadi kenyataan. Apakah itu?

***
TING TONG!

Bel rumah Maya berbunyi. Dengan mata yang masih belum bisa terbuka sepenuhnya, Maya membuka pintu rumahnya sambil menutup mulutnya yang tak henti-henti menguap.
"MAYA!!" Mata Maya membelalak kaget ketika mendengar suara seseorang yang memanggil namanya dengan kencang.
"Astaga, cantik-cantik jam sembilan pagi baru bangun tidur? Ngalah-ngalahin kebo lo May," Ejek Shalia. Ternyata Shalia, Lola dan Andrea yang datang kerumahnya pagi ini.
"Berisik ah, lo lo pada ngapain kesini? Gue ngantuk maksimal nih. Ntar aja mainnya ya.." Ucap Maya lesu sambil menutup kembali pintu rumahnya. Namun Shalia mencegatnya
"Eit eit. Nggak bisa, nggak gitu dong caranya. Gue udah bela-belain bangun pagi hanya untuk lo, buat lo dan demi looo." Ucap Shalia dengan gaya overnya. Maya memutar kedua bola matanya.
"Ayolah May, masa lo tega ngusir sahabat lo sendiri." Lanjut Shalia. Maya hanya bisa menatapnya dengan tatapan datar.
"Hhh iya deh iya, tapi mau ngapain dan kemana? Ada acara apa?"
Semua sahabatnya saling menatap
"Kita mau ngajak lo kesuatu tempat. Lo pasti excited banget,"
Maya mengangkat alis kanannya, "Kemana sih?"
"Ntar lo juga tau. Sekarang lo mandi dulu oke. Kita tunggu disini. Jangan lama-lama," Suruh Lola sambil melirik Andrea yang sejak daritadi tak berkomentar apa-apa. Gadis keturunan Amerika itu sibuk membaca majalah yang menganggur dimeja ruang tamu.
"Males ih," Jawab Maya singkat. Shalia merengut, "Mandi sekarang atau nggak gue yang mandiin lo?"
"Wtfff! Nggak banger ya" Jawab Maya cepat. Semua sahabatnya tertawa.
"Mandi sekarang!"
Maya memutar kedua bola matanya dan bergegas mandi. Entah ulah apa lagi yang akan diberikan semua sahabatnya kepadanya. Tapi tanpa mereka, pasti hidup Maya akan hampa layaknya angin yang berhembus sehari-hari.

Maya bukan tipe anak yang suka berlama-lama dikamar mandi. Yang penting mandi sampai semuanya bersih. Setelah membersihkan diri, Maya mengenakan pakaian simple nya. Jeans selutut berwarna hitam dengan kaus putih. Setelah menyisir sebentar, ia keluar dari kamarnya menuju ruang tamu tempat teman-temannya berkumpul.

"Nah, gitu dong kan keliatan lebih fresh." Puji Lola seraya menghampiri Shalia yang sedang duduk disalah satu sofa. Maya hanya tersenyum tipis mendengarnya
"Yuk, let's go!" Ajak Shalia langsung. Namun, Maya mencegatnya, "Tunggu! Mau kemana dulu?"
"Ntar lo juga tau Maaay. Btw, lo gak izin dulu?"
Maya menoleh kebelakang, rumahnya sepi sekali. "Gak. Biarin aja, nyokap bokap juga palingan tau gue pergi."
Lola menghampiri Maya, "Kenapa? Mereka ada masalah lagi?" Tanyanya. Orang tua Maya memang sering bertengkar akhir-akhir ini.
"Gatau gue Lol. Semalem sebelum mereka pulang gue sama Mario udah tidur duluan," Jawab Maya sambil memasukkan tangannya kedalam kantung celana yang ia kenakan. Andrea menepuk-nepuk bahu Maya beberapa kali. Menyarankan bahwa Maya harus sabar.

Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi sekarang. Maya yang wajahnya terlihat gusar akhir-akhir ini, sudah bisa tertawa lagi berkat sahabat-sahabat tersayangnya.

Disepanjang perjalanan mereka tak henti-hentinya mengeluarkan candaan satu sama lain. Andrea, anak pindahan yang berasal dari Amerika ini memang jarang bicara. Dia sedikit nerd, gemar sekali membaca. Tak usah ditanyakan lagi tentang prestasinya. Namun walaupun begitu, tak jarang ia mengeluarkan lelucon yang membuat perut Maya dan yang lainnya terkocok.
Lola. Anak yang gampang lupa, namun aktif sekali. Ia mengikuti ekstrakuliker basket. Badannya tinggi, bagus dan berisi. Lola tidak terlalu pintar dalam pelajaran, namun ia pandai memasak. Maya sering diberikan masakan kesukaannya.
Shalia. Kadang ia dipanggil Shale. Entah apa maksudnya, mungkin panggilan jail. Anak yang bawel, terbuka, pandai berbicara dan pandai dipelajaran Sejarah. Wow.
Maya. Termasuk anak yang talk active namun tak seaktif Shalia. Maya termasuk anak yang cuek, namun perhatian terhadap sesuatu yang menurutnya menarik. Semua sahabatnya dan ia, tak pernah kehabisan akal untuk berkata-kata atau meluncurkan lelucon aneh. Satu lagi, kejelekan Maya adalah, susah bangun pagi dan agak keras kepala. Sedangkan Shalia, anak yang sangat perasa. Atau istilahnya, gampang bersedih.

***
Supir Shalia berhenti disuatu tempat. Maya sempat kebingungan melihat tempat ini. Rumah. Namun kenapa sepi sekali? Apa tak ada penghuninya? Ini rumah apa? Hantu? Itulah pertanyaan2 yang ada dibenaknya.
"Ini apa?" Tanya Maya seketika turun dari mobil
"Kuburan," Celetuk Lola. Maya merengut lalu tertawa, disusul temannya yang lain.
"Ini rumah yang dibeli sama bokap gue, May. Tadinya mau disewain, atau dijadiin kos-kosan. Tapi nyokap gue gak setuju. Gue juga. Yaudah akhirnya gue pake aja ini rumah," Terang Shalia santai.
"Wow, jadi ini rumah lo?"
"Sebenarnya ini bukan buat gue sendiri, May"
Maya merengutkan dahinya, menatap Shalia yang sedang merangkulnya.
"Trus?"
"Ini rumah emang buat gue. Tapi gak mungkin kan gue tinggal sendiri. So....ini rumah kita berempat. Kita tinggal bareng."
Maya terbelak kaget namun hatinya senang luar biasa. "Demi apa lo Shal? Aaahh mau banget banget!"
Shalia tersenyum lebar. Begitu juga Lola dan Andrea.
"Bagus! Kalo gitu, lo izin dulu sama bokap nyokap. Gimana?"
Maya terdiam sejenak. Lola menyenggol bahu Shalia. "Eh, eh sorry maksud gue biar lo dapet izin yang jelas gitu dari bonyok lo, May. Sorry banget,"
Maya mengangguk pelan, "Nggak apa-apa. Oke, nanti gue bilang," Ujarnya sambil tersenyum.

***
Maya tak bisa menghentikan lamunannya saat ini. Lagi lagi orang tuanya bertengkar. Ia bingung, apa sebenarnya yang ada dipikiran kedua orang tua mereka. Tidakkah mereka memikirkan perasaan kedua anaknya?

Maya terus terusan melamun dikamarnya. Mario, adiknya belum pulang sampai sekarang. Entah pergi kemana. Mungkin saja bermain dirumah temannya atau menginap lagi. Adiknya pun sudah jarang pulang kerumah karena tidak tahan dengan keributan yang ada dirumahnya. Maya tak bisa berbuat apa-apa. Hanya melamun, diam, dan menangis.

Maya berusaha untuk menahan semuanya. Semua ini cobaan. Cobaan yang diberikan Tuhan untuknya. Maya berusaha untuk tidak mendengar apa yang ia dengar oleh ocehan kedua orang tuanya. Dengan langkah berat, Maya membuka sedikit pintu kamarnya, mengintip sedikit apa yang terjadi disana. Papa dan Mama nya tak henti-hentinya bertengkar. Mereka benar-benar tak mengerti apa yang dirasakan oleh anak sulungnya itu. Mereka terlalu memikirkan urusan mereka masing-masing. Egois. Satu kata itu yang selalu Maya katakan tentang kedua orang tuanya.

***

Hari ini senyum Maya mengembang kembali. Tanpa izin kedua orang tuanya, Maya bergegas kesekolah. Ia belum izin tentang kepindahannya ke rumah Shalia. Menatap saja tak mau, apalagi berbicara. Maya lebih banyak membisu akhir-akhir ini. Lebih baik diam, batin Maya.

"Morning Maya yang cantik baik dan rajin menabung. Senyum dooong," Sapa salah satu sahabatnya, Lola. Maya tersenyum.
"Naah gitu kan lebih manis. Eh, kok mata lo sembab gitu deh? Habis nangis lagi ya? Kenapa?" Lanjut Lola. Maya terdiam.
"It's okay. Kalo kamu nggak mau cerita sama kita juga nggak apa-apa kok," Tambah Andrea dengan bahasa Indonesianya yang masih kaku. Maya tersenyum tipis. "Kayaknya kalian udah tau deh kenapa gue nangis semaleman," Jawabnya lesu.
"Orang tua lo lagi?" Sambung Shalia.Maya mengangguk
"Nggak tau deh. Gue udah nggak tahan dirumah. Mungkin izin nggak izin gue akan pindah dirumah lo Shal,"
"Gue sih welcome welcome aja,tapi...Nggak apa-apa lo gak izin?"
Maya terdiam. Dia menopang dagunya dengan tangan kirinya, "Siapa sih yang tahan kalo orang tua nya berantem terus? Apalagi sampe nggak negur anaknya. Mikirin urusan masing-masing. Palingan negur nyuruh belajar atau makan. Gue bener-bener kangen kehidupan gue yang dulu. Yang tanpa pertengkaran. Semuanya bisa ngumpul bareng. Sekarang? Mario udah jarang pulang kerumah, di hubungin susah, kalo gue telfon selalu di reject, kalo gue mention gapernah dibales. Pokoknya gue bagaikan angin lalu dimata dia. Bokap gue pulang gak nentu, nyokap pulang malem. Cuma gue doang yang bener dirumah. Palingan sama Bibi doang. Gak tahan gue, capek. Sumpah," Rintih Maya sambil menahan air matanya. Semua sahabatnya terlihat ibaaa sekali.
"May, gue tau lo bener-bener tertekan dengan ini, maka itu gue mutusin untuk ngajak lo ditinggal dirumah yang sama. Biar lo bisa terbebas dari beban-beban lo itu," Saran Shalia. "Iya, May. Sekarang semua terserah lo deh. Kita semua dukung kok," Sambung Lola. Shalia dan Andrea mengangguk setuju.
"Thanks. Mungkin tanpa izin mereka gue akan pindah kerumah itu hari ini juga,"

***
Sepulang sekolah, Maya mengepaki barang-barangnya. Ia memasukan semua pakaiannya kekoper. Tak lupa juga ia membawa barang-barang yang penting. Maya masih bingung, apakah ia harus meminta izin? Atau tidak? Haruskah ia meminta izin?
Maya duduk dipinggir tempat duduknya. Tatapannya kosong, ia mendesah selama beberapa kali. Lalu menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Maya menatap langit-langir ruangan, sambil berpikir "Akankah kejadian kayak gini akan terus terjadi dengan diri gue? Akankah kedepannya nanti gue akan bahagia kalo pada awalnya aja gue udah rapuh?"

Maya menelpon Mamanya, ia berniat untuk izin dengan Mamanya saja. Setelah menunggu telfon itu diangkat, tak lama terdengar suara Mamanya, "Halo? Kenapa May?"
"Ma, aku mau pindah. Aku mau tinggal dirumah temanku."
"Apa? Pindah? Dirumah siapa?"
"Shalia. Rumah itu untuk aku, dia, Lola dan Andrea."
"Kau tega meninggalkan Mama berdua dengan Papamu?"
Maya terdiam. Ia tak tau harus menjawab apa. Ini. Ini dia yang paling ia takuti. Ia takut kalo ia akan mengurungkan niatnya kembali.
"Maaf, Ma. Tapi Maya bener-bener nggak kuat dengan keadaan dirumah. Aku bener-bener kangen sama keluarga kita yang dulu. Yang damai, tentram, kompak, selalu penuh sama canda tawa. Nggak kayak sekarang. Ini nyiksa batin aku, Ma. Aku capek. Aku masih nganggep Mama sebagai Ibu terbaik yang pernah ada. Dan kuharap kalau aku sudah balik kerumah nanti, Mama sama Papa sudah baikan." Jawab Maya jujur. Tanpa disadari ia telah mengeluarkan semua unek-unek yang ada dihatinya.
Mamanya terdiam. Sepertinya ia sudah tak tau harus menjawab apalagi. Tak lama percakapan dimatikan. Maya menarik dua kopernya dan masuk kemobil, ia akan diantarkan supirnya untuk pergi kerumah Shalia.

Disepanjang perjalanan, yang dilakukan Maya hanyalah menatap jalanan luar sambil menitikkan air mata. Entah sudah berapa puluh kali air mata itu keluar dari matanya. Namun Maya berusaha untuk tetap tegar. Ia berusaha untuk tetap tersenyum menghadapi segalanya. Ia juga berusaha untuk tidak menitikkan air mata didepan sahabat-sahabat terbaiknya.

Tak lama, Maya sampai dirumah Shalia. Dengan senyum yang meregah namun mata yang sembab, Maya keluar dari mobil dan memeluk satu per satu sahabatnya. Pak Supir membantu Maya mengeluarkan semua barang-barang yang Maya bawa.
"Udah Maaay. Lo tenang aja. Selama lo tinggal sama kita-kita, hidup lo gaakan ada air mata setetes pun!" Oceh Shalia. Maya tersenyum lebar.
"Mata lo sembaaab banget. Masuk yuk! Lo cuci muka, abis itu kita main." Bujuk Lola sambil merangkul Maya. Setelah berterima kasih dan mengucapkan salam terakhir kepada Pak Supir, Maya melangkah masuk kedalam rumah Shalia.
"Anggap aja kayak rumah kalian sendiri." Kata Shalia sambil menoleh kebelakang. "Kamar kita diatas, May! Kita sekamar. Satu kamar ada 4 tempat tidur. Kita sekamar tapi tidurnya masing-masing." Jelas Lola. Maya mengangguk
"Kamar mandinya disana, May. Kamu cuci muka dulu saja," Bujuk Andrea. Betapa bersyukurnya Maya punya sahabat sebaik mereka.
Maya meletakkan kopernya sebentar diruang tamu, lalu berjalan kekamar mandi untuk mencuci muka dan tangannya. Setelah itu ia kembali ke ruang tamu tempat teman-temannya berkumpul.
"Kalo gini kan enak. Kita bisa begadang bareng, masuk sekolah bareng. Telat juga bisa bareng kan?" Ucap Shalia santai. "Yep. Kerjain pr bareng juga bisa." Sambung Andrea.
"Iya, asyik ya. Kekamar yuk? Gue mau liat." Ajak Maya. Matanya terlihat sangat berbinar. "Ayo ayo!" Shalia merangkul Maya sambil menaiki anak tangga menuju kamar. Setelah berjalan sebentar, mereka sampai dikamar. Maya terkagum-kagum akan dekorasi kamar yang akan ditiduri iya selama beberapa hari kedepan. "Kereeen! Gue tidur dimana?"
Shalia tersenyum, "Gue dekor kamar ini sesuai sama warna favorit kita masing-masing. Dan tempat tidurnya sesuai sama warna lo, gue merah sama oranye, Lola kuning sama ijo, Andrea biru sama lavender dan lo item sama putih," Tutur Shalia sambil menunjuk tempat tidur. Maya menghampiri ranjangnya yang didominasikan dengan warna putih dan selimut berwarna hitam. Ditambah lagi dengan sandal kelinci lucu yang terletak dilantai persis dibawah tempat tidurnya. Warnanya pun hitam putih. "Lucu. Ini punya lo?"
Shalia menggeleng, "Itu buat lo. Gue adalagi," Jawab Shalia santai. "Thanks Shal buat semuanya. Gue pasti betah disini."
Shalia tersenyum, "Sama-sama. Lo tau nggak Lola excited gitu pas gue kasih tau kalo kasurnya warna kuning. Lol banget ya," Ejek Shalia pada Lola yang daritadi memandang ranjang kuningnya. "Apaan sih lo sotoy banget." Jawabnya mengelak. Shalia tertawa, "Dih, emang bener kan? Ngaku aja. Jangan bohong nanti gue bilangin Niko lho," Niko adalah pacar Lola. Maklum saja Lola suka dijuluki Niko oleh teman-temannya. "Aaahh Shaleee!" Teriak Lola malu-malu. Maya hanya tersenyum dari ranjangnya.

Makan siang kali ini adalah makan siang yang sangat mengocok dirinya dan perutnya. Bayangkan saja, disepanjang mengunyah, sahabat-sahabatnya selalu mengablu, selalu memberikan lelucon konyol. Dan Maya paling tak tahan dengan itu. Alhasil makanan mereka pun tidak habis karena ini.

Maya dan sahabatnya berjalan keruang teater. Rumah ini memang punya teater kecil untuk menonton film bersama. Sesampai disana mereka sempat berdebat akan film apa yang akan mereka tonton siang ini. Akhirnya semua setuju dengan film Final Destination. Maya yang termasuk anak phobia dengan film horror maupun film semacam Final Destination, agak ragu ketika sahabat-sahabatnya akan menyetel film itu. Namun mereka menjamin kalau mereka akan menemani Maya nanti malam sampai Maya bisa tidur. Akhirnya Maya setuju.

***

Film itu benar-benar mengerikan. Dengan jalan cerita yang mendebarkan. Tentunya Maya makin tak bisa tidur jika mengingat semua jalan cerita film itu. Tepat pukul jam 5, mereka mandi secara bergantian. Sampai tepat pukul setengah 7 malam, mereka berkumpul bersama diruang keluarga.
"Ada film seru gak malem ini?" Tanya Lola pada yang lain. Maya mengangkat bahu, Shalia menggeleng, Andrea terus terpaku dengan novel yang ia bawa.
"Heeeh pada ngapain sih gue sampe dikacangin?"
"Gaada yang ngapa-ngapain kok Lol. Cuma Andrea doang baca buku,"
"Bete deh. Nonton film lagi yuk?"
"Begadang mau gak?"
"Ide bagus tuh!"
Semua ide-ide sahabat-sahabat Maya terus terlontarkan. Maya hanya bisa mengikuti apa kemauan mereka semua, yang penting, dengan terus bersama dengan sahabatnya, hidup Maya akan penuh dengan senyum, canda dan tawa.

Maya dan sahabat-sahabatnya menaiki anak tangga menuju kamar. Sesampainya dikamar Maya dan teman-temannya duduk dikarpet dan mulai berbincang lagi.
"Eh Shal. Tadi, Tante gue sms, katanya dia mau nemuin gue Selasa depan. Tapi dia bingung mau temuin gue dimana. Kan gue udah gak tinggal dirumah. Gue suruh kesini gak apa-apa?"
Shalia mengangguk, "Ajak aja lagi. Gausah pake izin gue. Anggap aja kayak rumah lo," Jawab Shalia sambil tersenyum. Lola membalas senyumnya.
"Eh dari pada bosen mendingan narsis-narsisan aja!" Usul Shalia sambil mengeluarkan laptop miliknya. Maya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sahabatnya yang satu ini memang doyan foto-foto. Berbeda dengan Maya yang jarang sekali memotret dirinya.
"Ayolah Maaay, lo itu cantik gausah malu-malu gitu untuk narsisin diriiiii" Ucap Shalia sambil menyenggol bahu Maya berkali-kali. Maya hanya memutar kedua bola matanya, "Tiga kali saja ya," Tawarnya.
"Up to you. Andreaaa ayoo!" Ajak Lola kepada Andrea. Dia menggeleng
"Why?"
"Aku belum selesai membaca buku ini,"
Lola bangkit dari duduknya, menarik tangan Andrea dan menutup buku yang ia baca, "Lupain dulu bukumu sejenak. Kita narsisin diri." Ajak Lola sambil bercanda. Andrea tersenyum lalu mengangguk.
Pose pertama, mereka mengeluarkan gaya aneh, pose kedua mereka saling merangkul, pose ketiga mereka mengeluarkan gaya masing-masing dan pose terakhir mereka tersenyum. Dan begitu seterusnya sampai Maya dan Andrea berhenti. Tinggal Shalia dan Lola.
"Eh iya, Tante gue bisa ngeramal loh. Nanti kalian gue kasih kesempatan untuk ramalin diri kalian," Ucap Lola. Maya melirik kearah Lola, "Ramal tentang apa? Percintaan? Kehidupan? Keuangan?"
"Tiga-tiganya bisa. Siapa tau bisa jadi petunjuk lo buat dimasa depan," Terang Lola. Maya mengangguk. Ia jadi tak sabar akan kedatangan Tante Lola untuk mengetahui kehidupannya dimasa depan. Apakah dimasa depan nanti ia akan bahagia?

***
Tepat jam 12 malam, Maya tak kunjung dapat tidur. Pasti ini semua dikarenakan film yang ia tonton tadi siang. Masih terngiang dibenaknya. Dan satu-satunya orang yang setia menemaninya sampai sekarang hanyalah Lola.
"Lol, lo kalo ngantuk tidur aja. Gak apa-apa kok gue sendiri. Udah biasa," Tutur Maya sambil mengganti-ganti channel tv dengan remote tv yang ia genggam.
"Gapapa May. Lagipula gue gabisa tidur. Eh iya, kalo misalnya Tante gue dateng nanti, lo mau tanya apa?"
Maya terdiam sejenak, mencoba merangkai kata-kata yang akan ia jawab. "Mungkin kehidupan gue dimasa depan akan jadi pertanyaan pertama. Kedua kesehatan mungkin, ketiga keuangan keempat baru percintaan."
"Idih, kenapa percintaan terakhir?"
"Well, gue nggak terlalu mikirin tentang percintaan untuk saat ini," Jawab Maya santai. Lola menyenggol bahu Maya selama beberapa kali.
"Lo sendiri?"
"Hem, gue udah sering tanya-tanya sama Tante gue. Jawabannya kadang bagus kadang nggak. Contohnya sebelum gue jadian sama Niko, Tante gue bilang gue akan jadian sama anak yang jago main bola. Eh, ternyata itu Niko. Itu yang bagusnya, yang jeleknya pernah waktu itu, Tante gue ngeramal lagi tentang kesehatan gue, dia bilang gue harus banyak-banyak makan sayur. Secara gue gak suka sayur, gak gue laksanain tuh. Eh dua hari setelah itu gue sakit." Ucap Lola. Maya mengangguk, "Berarti Tante lo jarang meleset dong ya?"
"Kadang-kadang. Tapi, dia bilang, sebener-benernya ramalan dia, kepercayaan kita sepenuhnya harus tetep sama Tuhan." Tutur Lola sambil menyenderkan badannya kesofa. Maya tersenyum mendengarnya.
"Lol, semoga di masa depan gue nanti, gaakan ada air mata ya." Ucap Maya. Lola agak sedih mendengar ucapannya, ia menatap Maya dengan iba.
"Ih, maksudnya lo mau gitu gak bisa nangis lagi? Widiiih gue sih ogah," Jawab Lola bercanda. Maya menatapnya dengan tatapan sebal. "Bukan itu maksudnya. Maksud gue, hari-hari gue itu banyak senyumnya. Nggak banyak air mata kayak sekarang."
Lola membenahi cara duduknya, menghadap kearah Maya, "May, kapanpun dan dimanapun, gue akan selalu doain sahabat gue sendiri. Dan menurut gue, di masa depan lo nanti, gaakan ada air mata yang menggenangi mata lo lagi. Percaya deh sama gue. Lo itu cewek kuat, cewek tegar dan sabar. Lo selalu munculin senyum tulus lo walaupun batin lo bener-bener tertekan. Dan semoga, dengan kehadiran kita semua disini lo bisa ngelupain masalah lo sejenak. Jangan terlalu terbebani May." Terang Lola sambil tersenyum. Maya membalas senyumnya dan memeluknya erat.

***
Hari Kamis adalah hari dimana guru jarang sekali masuk untuk mengajar. Setelah sarapan bersama, Maya dan sahabatnya berangkat kesekolah bersama. Sesampai disekolah, mereka menyapa beberapa teman dekat mereka serta guru-guru yang lewat.
"Liburan sebentar lagi ya?"
"Iya. Setelah ulangan semester nanti. Kemana ya enaknya?"
Maya terdiam sejenak, "Ke luar kota aja, ke Bandung misalnya? Pasti seru."
"Bisa tuh! Atau ke Bali?"
"Ntar bisa kita tentuin lagi. Sekarang masuk dulu yuk, 10 menit lagi bel." Lerai Andrea sambil berjalan mendahului Maya dan yang lainnya.

Menjadi seorang anak yang sedang dalam masalah kekeluargaan memang sulit. Terkadang kita sering sekali melamun karena memikirkan hal itu, kadang kita tak nyambung jika kita diajak berbicara, atau bahkan kita tak dapat berkonsentrasi dalam pelajaran. Inilah yang sedang dirasakan Maya. Batinnya sangat gelisah. Untung pelajaran saat ini adalah Bimbingan Konseling. Dimana para guru hanya menjelaskan saja, jarang memberi pekerjaan. Tatapan Maya kosong, datar, gusar tanpa senyum. Bisa dirasakan bagaimana perasaan Maya saat ini. Namun tak tau mengapa, tiba-tiba Maya merasakan rindu pada kedua orang tuanya. 'Ada baiknya gue nelfon nyokap nanti,' Ucap Maya dalam hati.

***
"Serius? Lo mau nelfon Nyokap lo? Gak main-main?"
Maya mengangguk pasti. Keputusannya sudah bulat untuk menelfon Mamanya dan menanyakan keadaannya.
Ia menekan nomor Mamanya yang memang sudah ia hafal, lalu Maya meletakkan ponselnya di telinga kanannya. Sembari menunggu telfon itu diangkat, Maya memakan makanan yang ia beli.
Tak lama telfon itu diangkat,
"Halo? Mama?"
"Maya! Apa kabar sayang? Mama kangen. Pulang dong." Sapa Mamanya. Terdengar suaranya yang sehabis menangis namun ia masih memaksakan dirinya untuk menyapa anaknya dengan riang.
"Aku baik. Gimana sama Mama? Dan Papa?"
"Baik. Ya kamu pasti tau."
Maya terdiam. Sahabatnya terus menatapnya.
"Mama.....sudah membaik?"
"Apa maksudmu?"
"Dengan Papa,"
"Sedikit." Jawab Mamanya singkat. Maya menghela napas lega. Walaupun hanya sedikit tapi itu sudah bisa membuat batinnya lega.
"Oke kalo gitu, nanti aku hubungin Mama lagi. Bye Ma,"
Mamanya tak menjawab kata sapaan akhir Maya. Maya langsung mengakhiri pembicaraan.
"Gimana?"
Maya mengangguk, "Pas gue tanya gimana sama Bokap, dia jawabnya lesu banget. Tapi bilang 'sedikit'. Bagus deh gue bisa agak legaan sekarang."

Jawab Maya. Semua sahabatnya mengangguk dan meneruskan makannya.
"Semoga aja mereka tambah membaik ya," Kata Andrea sambil menepuk bahu Maya. Maya mengangguk dibarengi dengan senyuman.

***

"Gue gak sabar sama kedatengan Tante lo deh Lol,"
"Kenapa emangnya?"
"Gue pengen tau kedepannya gue gimana. Hehe,"
"Eh, tapi inget loh kepercayaan sepenuhnya sama Tuhan. Jangan sama Tante gue. Dia kan cuma jadi petunjuk aja,"
"Iya Lola tercintaaa,"
"Maya dimana ya?"
"Lagi ngehubungin adeknya. Semoga aja adeknya ngerespon ya."

Maya sedang tak bisa berkutik saat ini. Ia sedang berusaha untuk menghubungi Mario, adiknya. Karena dari kemarin hingga sekarang tak ada kabar tentang adiknya.
"Duh Mario ayo angkat," Maya menggigit kuku jari kirinya. Wajahnya terlihat sangat khawatir. Ia sangat menyayangi adiknya itu walau terkadang sering bertengkar.
Tak lama telpon itu diangkat,
"Halo?"
"Mario!" Spontan Maya. Hatinya terlega sedikit karena adiknya mengangkat telponnya.
"Lo dimana? Pulang!"
"Gue dirumah temen kak. Lo dirumah emang?"
"Nggak. Gue pindah. Lo pulang ya, lo udah sering banget gak pulang."
"Males," Ucap Mario singkat
"Kenapa sih?"
"Lo juga pasti pindah karna nggak tahan kan? Gue juga. Udah lah, kita balik kerumahnya pas mereka udah baikan aja."
"Tapi kapan?"
Mario terdiam. "Gatau gue juga. Kita tunggu aja Kak. Udahan ya, gua mau pergi."
Mario mengakhiri pembicaraan. Maya meletakkan ponselnya dimeja ruang tamu. Ia mengangkat kakinya dan memeluknya. Tanpa disadari, air matanya mengalir.

***

Sore ini Maya dan sahabatnya memutuskan untuk menjernihkan pikiran. Mereka berjalan-jalan ke suatu Mall yang sudah sering mereka kunjungi. Maya dan Andrea pergi ke toko buku sedangkan Lola dan Shalia bermain games di arena permainan.

Maya memutari rak-rak toko buku. Sesekali tangannya mengambil satu buku dan membaca cover bagian belakang. Maya memutuskan untuk membeli satu novel dan satu komik. Sedangkan Andrea membeli buku ensiklopedia.

Setelah membayar, Maya dan Andrea menghampiri Lola dan Shalia di arena permainan. Mereka sempat kebingungan mencari sosok Lola dan Shalia yang entah sedang memainkan permainan apa. Akhirnya Andrea menemukan mereka yang sedang memainkan permainan basket.
Lola terlihat mahir dalam memainkan permainan itu. Maya dan Andrea memutuskan untuk tidak mengganggu mereka sampai batas waktu permainan itu habis.

"Yeaaa!" Teriak Lola dan Shalia girang. Maya tersenyum.
"Maya, Andrea udah selesai beli bukunya? Udahan yuk Lol gue laper ganahan nih. Lanjut ntar kan bisa. Yuk ah!" Ajak Shalia sambil berjalan duluan meninggalkan ketiga sahabatnya. Maya dan yang lainnya hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Mereka sampai di salah satu Restaurant. Setelah memesan makanan, mereka mulai makan.
"Greyson Chance katanya mau kesini."
Sontak Shalia dan Lola menatap Andrea yang baru saja mengatakan hal itu. Shalia menelan makanannya dengan buru-buru meninggalkan Lola yang sedang mengunyah.
"SERIUS?!"
"Baru katanya, Shal. Aku dapet beritanya dari temanku. Nih dia barusan kirim pesan."
Shalia menyambar ponsel Andrea dan membaca pesannya. Matanya membulat kaget.
"Dia kesini, 3 bulan lagi?!!"
Lola menyambar ponsel Andrea. Dia juga terlihat sangat terkejut.
"Siapa promotornya?" Tanya Maya yang daritadi terlihat biasa-biasa saja. Dia memang tidak terlalu fanatik dengan artis-artis luar negeri maupun dalam negeri. Ia hanya sekedar menyukai lagu-lagu atau bakat-bakat fantastis mereka.
"Gak tau. Semoga bokap gue semoga bokap gue!" Harap Lola. Papanya memang bekerja sebagai promotor. Terkadang Lola diberi kesempatan untuk meet 'n greet, atau berfoto bersama serta mendapatkan tiket.
"Amin amin! Kalo beneran bokap lo sabi ya Looool,"
"Pasti Shal pasti! Kalian juga!" Lola menoleh kearah Maya dan Andrea. Maya hanya mengangguk sambil meminum soda yang ia beli.

***

"Mau kentang goreng?"
Maya mengangguk. Ia memakan beberapa kentang goreng yang baru dibeli oleh Andrea tadi.
"Kamu suka Greyson Chance juga May?"
"Aku suka lagu-lagunya. Cara dia main piano juga keren. Tapi mungkin aku nggak segila Shalia dan Lola," Jawab Maya santai. "Kamu?"
"Lumayan. Style nya cool, kan? Dan teman-teman ku di Amerika banyak sekali yang menyukainya. Dia berbakat,"
Maya mengangguk. "Berita dia kesini itu benar?"
"Belum tau. Kata temanku, nanti atau minggu depan akan diberi tau oleh promotor nya."
Maya mengerutkan dahi, "Promotornya kan belum diketahui?"
"Memang. Masih menjadi kejutan sepertinya," Balas Andrea sambil tersenyum misterius. Maya menatapnya sambil tersenyum tipis.
"Lalu nanti diumumkannya dimana?"
"Disalah satu jejaring sosial. Twitter, atau mungkin Facebook. Kita lihat saja nanti." Jawab Andrea. Maya mengangguk

Lola dan Shalia sedang sibuk menonton televisi, sedangkan Maya sedang membaca komik yang baru ia beli dan Andrea sedang mendengarkan lagu.
"Semoga bisa meet 'n greet."
Shalia dan Maya menoleh kearah Lola, "Maksudnya?"
"Semoga bisa meet 'n greet sama Greyson, Shaliaaa!!"
Shalia terkejut, "Promotor nya fix bokap lo?!"
Lola terdiam sejenak, "Nggak tau. Gue sms bokap gak dibales sampe sekarang. Gue bener-bener butuh info pasti!"
"Sama!" Sambung Shalia. "Pokoknya gue harus paling depan!"
"Bener!" Shalia dan Lola melakukan tos. Maya hanya tersenyum memandangnya.
"May May, kalo Greyson beneran konser lo ikut kan?"
Maya mengangguk, "Tapi gue nggak hafal semua lagunya."
"Gapapa! Yang penting lo tau. Nanti pas lo liat dia secara langsung beeeh mati."
Maya mengerutkan dahinya, "Mati?"
"Iya, May. Dia itu ahh menawan parah!"
"Kalo gitu gue gamau dateng ah. Masa kalo liat dia gue mati gue nggak mau," Ucap Maya polos. Lola dan Shalia tertawa.
"Bukan itu maksudnya! Itu kan cuma perumpamaan hadoooh," Maya hanya tertawa kecil sambil menatap Lola dan Shalia.

***

Maya mengenakan sepatu roda nya. Ia hendak berjalan-jalan sebentar untuk melihat isi perumahan ini. Siapa tau ada taman atau tempat indah yang bisa ia kunjungi.

Maya berjalan dengan santainya. Sekali-kali ia mengebut dengan sepatu rodanya. Ia menghirup udara sore hari ini sambil tersenyum. Ia menatap kedepan melihat pemandangan sekelilingnya. Terkadang ia melihat kearah jalanan untuk memastikan tidak ada jalanan yang rusak.

Perumahan sekitar sini tidak terlalu sepi dan tidak terlalu ramai. Maya menemui beberapa anak kecil yang sedang bermain bersama teman-teman sebayanya. Membawa boneka-boneka lucu dan peralatan masak mainan. Maya berhenti sejenak dan menatap anak-anak itu. Ia membayangkan dirinya seperti mereka. Tidak ada masalah, pikiran jauh dari kepenatan, senyum, ceria, jarang ada air mata, senyum yang benar-benar mengartikan kebahagiaan. Intinya adalah tidak ada masalah yang menghampiri mereka. Maya merindukan masa kecilnya. Masa-masa polosnya. Masa-masa riangnya. Masa-masa dimana hanya ada kesenangan bersama teman-teman dan keluarganya. Saat kecil dulu, Maya sering berandai-andai jika sudah besar nanti ia akan menjadi wanita yang bahagia. Namun saat ini, kalimat itu belum terbuktikan. Saat kecil Maya selalu menanti-nantikan dirinya untuk jadi dewasa. Untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi bebas. Namun sepertinya kebebas itu tidak ada artinya jika dibandingkan dengan masalah keluarga yang sedang dihadapinya saat ini.

Maya meneruskan perjalanannya untuk terus mengelilingi sekitar perumahan. Banyak anak-anak perempuan sebayanya yang mengajaknya berkenalan. Senang rasanya punya teman baru disekitar perumahan sini.

Tepat pukul setengah lima sore, Maya sampai dirumah.
"Abis darimana lo May?"
"Jalan-jalan tadi,"
"Ih gak ngajak-ngajak ya jahat." Terka Shalia sambil memanyunkan bibirnya. Maya tertawa kecil sambil meminta maaf, "Maaf Shaal, tadi gue butuh waktu buat sendiri hehe. Maaffff lain kali gue ajak lo kok,"
"Bener ya? Wihii sip deh."
Maya tersenyum dan meninggalkan Shalia menuju kamar. Ia duduk dipinggir ranjang dan meraih ponselnya.
"Hah? 5 missed call? Mario?"
Pikirannya mulai tak tenang sekarang. Maya memutuskan untuk menelpon Mario kembali, namun, tak ada jawaban. Maya mencoba sekali lagi, nadanya sibuk. Ia mencoba untuk mengirim pesan singkat.

To: Mario
Ri, kenapa? Sorry tadi gue lagi keluar dan lupa bawa hp. Kenapa telpon gue gak diangkat?

Send. Maya berharap Mario membaca pesan itu dan membalasnya segera. Maya bangkit dari duduknya, meraih handuknya dan berjalan kearah kamar mandi.

***

"Demiapa? Gue gak denger sama sekali kalo hand phone lo bunyi,"
Maya tak menjawab. Ia sedang berbincang bersama sahabat-sahabatnya diruang keluarga. Seperti biasa, menonton tv.
"Beneran nggak ada yang denger?"
"Gue nggak May, gue tadi emang masuk kekamar, tapi gaada bunyi hp atau getar atau apa." Jawab Shalia.
"Apalagi gue. Gue aja nanya sama lo tadi," Tambah Lola.
"Aku sama sekali nggak dikamar dari tadi sore," Sambung Andrea. Maya menunduk dan mengelus-ngelus dahinya. "Harusnya tadi gue bawa hp.."
"Udah May yang udah berlalu biarin aja. Semua ini juga bukan salah lo, pasti cuma karna kelupaan lo doang. Setiap manusia pasti punya lupa."
Maya mengangguk, dipandangnya layar ponselnya yang tak berdering sejak sore tadi. Ia masih menunggu adiknya itu untuk membalas pesan atau menelponnya kembali.
"Tapi Mario nggak pernah nelpon gue sampe lima kali. Sekali aja jarang banget, itu juga kalo ada sesuatu yang penting. Ini sampe lima kali, berarti udah dangerous banget." Rintih Maya. Ia mendesah selama beberapa kali. Batinnya sangat gelisah. Sahabatnya hanya bisa menenangkan Maya agar tidak merasa gelisah.
"Tenang May. Gue akan nungguin adek lo sampe dia nelpon atau bales sms lo. Gue tungguin!" Pekik Lola. Shalia dan Andrea mengangguk tanda setuju. Maya tersenyum.
"Kenapa gak kamu coba telpon lagi sekarang?"
Maya memikir-mikir saran Andrea, apa salahnya untuk mencoba menelpon lagi?
Maya memilih kontak telepon bernama 'Mario' lalu meletakkan ponsel ditelinga kanannya. 'Tolong Mario tolong jawab.' Batinnya.
Tak lama, telpon itu diangkat. Sontak Maya langsung meneriakkan nama adiknya,
"Mario!!"
Semua sahabatnya menatap Maya dengan hening,
"Kenapa? Ada apa?"
Mario tak menjawab. Ada apa dengannya?
"Mario? Hoi? Lo disana gak sih? Ini siapa yang ngangkat kok gaada suaranya,"
"Ini gue."
Maya mengerutkan dahinya, "Kenapa? Ada apa? Kok lo nelpon gue sampe lima kali tadi sore?"
"Kemana lo tadi?"
"Sorry tadi gue keluar trus gue lupa bawa hp sorry banget. Emang kenapa sih?"
"Gue dirumah."
Maya terkejut, "Se..serius?"
"Iya."
"Lo pulang?"
"Iya." Jawabnya singkat
"Kenapa lo pulang?"
"Kan lo yang nyuruh gue pulang."
Maya tersenyum tipis, "Iya. Bagus deh kalo gitu. Gimana Papa sama Mama?"
Mario terdiam, tidak ada respon sedikitpun dari pertanyaan Maya.
"Ri? Mario?"
Tak tersadari, percakapan telah terputus. Mario telah mengakhiri pembicaraannya dengan kakaknya. Maya menatap layar ponselnya dengan sejuta kebingungan.
"Kenapa?"
"Mario pulang. Dia dirumah sekarang,"
Semua sahabatnya terkejut, "Serius?!"
"Dapet hidayah apa dia?!"
Maya tertawa kecil mendengar pertanyaan konyol Shalia, "Waktu itu gue nyuruh dia untuk pulang. Eh nggak taunya dia pulang beneran."
"Bagus dong berarti dia nurut sama kakaknya," Ucap Andrea sambil menyenggol lengan Maya. Maya tersenyum kecil, "Tapi, anehnya, pas gue tanya 'Gimana Papa Mama?' Dia....dia gak jawab trus langsung dimatiin."
Semua sahabatnya menatap Maya dengan bingung, "Kok gitu?"
"Makanya itu. Penasaran deh, ada apa ya?"
"Mungkin Mario ngantuk kali,"
"Apa hubungannya sih Lol?" Pekik Shalia kesal. Maya dan yang lainnya tertawa
"Ada baiknya lo pulang, May."
Maya menatap Lola, "Kok gitu?"
"Mumpung adek lo ada dirumah. Siapa tau, kalian bisa ngerujukin ortu lo biar gak berantem lagi."
Maya memikirkan saran Lola. Benar juga, ia bisa bekerja sama dengan Mario untuk membantu orang tuanya membaik.
"Tapi gak bisa sekarang." Sergah Andrea. Semua tatapan tertuju padanya.
"Kenapa?"
"Seminggu lagi ujian kenaikkan kelas, Lol. Kasian Maya kalo harus bolak balik dari rumahnya kesini."
"Bener juga. Abis ujian aja gimana?"
Maya terdiam sejenak, lalu ia membuka mulut, "Nanti gue coba untuk hubungin Mario lagi, sampe kapan dia disananya."
Semua sahabatnya mengangguk tanda setuju.

***

Pukul 9 malam. Maya dan sahabatnya baru saja selesai dengan program bimbingan belajar. Kini semua pekerjaan rumah telah selesai. Maya dan sahabatnya tinggal bersantai-santai.
"Gila, capek banget." Keluh Shalia sambil mengusap wajahnya berkali-kali.
"Banget banget." Sambung Lola. Matanya sudah tak bisa menahan kantuk. Maya meraih ponselnya untuk memeriksa apakah ada pesan atau missed call lagi.
"Mau ngapain nih malem ini?" Tanya Andrea sambil menutup bukunya.
"Tidur" Ucap Shalia dan Lola berbarengan. Andrea mengangkat alis kanannya,
"Tidur?"
"Capek banget Ndreeee, otak perlu istirahat nih. Duluan yaa nite semua." Shalia menarik selimutnya dan memeluk guling diranjangnya
"Gue juga. Daaah" Lanjut Lola. Maya dan Andrea saling bertatapan,
"Kamu mau tidur juga?"
Maya menggeleng, "Masih jam setengah sepuluh. Belum,"
"Oke kalo gitu aku ada temannya." Andrea menghampiri Maya diranjangnya sambil membawa novel kesukaannya dan orange juice yang dibuatkan Lola untuknya.
"Kamu lagi ngapain?" Tanya Andrea yang sedang kebingungan melihat Maya
"Mau buka Twitter nih, laptopku dimana ya, kamu liat gak?"
Andrea mengangkat bahunya, Maya meneruskan pekerjaannya, yaitu mencari laptopnya.
"Terakhir kamu taruh dimana?"
"Lupa" Jawab Maya polos.
"Haduuuh Mayaaa ketularan Lola ya?"
Maya tertawa kecil, "Hahaha mungkin."

Setelah memakan waktu sampai 15 menit, Maya menemukan laptopnya dibawah rak televisi kamarnya. Sungguh mencengangkan.
"Siapa yang taruh disini" Keluhnya. Ia menyalakan laptopnya, dan membuka Twitter. Jejaring sosial favoritnya.

Ia membaca timeline, membuka profile temannya, membuka mention, dan lain semacamnya. Matanya terhentak ketika ia melihat sebuah berita yang berkata:

"Greyson Chance, anak yang sangat mahir bermain piano, akan datang ke Indonesia 3 bulan mendatang?"

Sontak Maya langsung memanggil Andrea yang kebingungan karna Maya memanggilnya dengan sangat kencang. Mata Andrea membelalak kaget ketika melihat berita itu.
"Buka linknya deh,"
Maya mengklik link yang tersedia, setelah menunggu beberapa detik, muncullah berita yang jelas tentang kabar itu.
'Greyson Michael Chance dikabarkan akan mengunjungi Indonesia tiga bulan mendatang. Namun, hingga sekarang masih dirahasiakan tentang promotor dan harga tiket.'
"Masih dirahasiain," Ucap Maya. Andrea mengangguk.
"Ini Shalia sama Lola kalo dibangunin tentang kabar ini pasti langsung lompat dari tempat tidur,"
Maya tertawa mendengar ocehan Andrea. Dan itu membuat Shalia terbangun.
"Eh lo berdua, berisik ah. Jangan teriak-teriak," Kata Shalia lesu sambil melemparkan gulingnya kearah Maya dan Andrea.
"Ssst, tidur-tidur aja deh gausah bawel," Balas Maya sambil menyingkirkan guling Shalia. Lalu Andrea kembali kepekerjaan sebelumnya, membaca buku. Begitu juga dengan Maya.

***

Maya mengangkat tangan kanannya, meregangkan otot-otot tangannya. Tepat pukul setengah sembilan pagi, ia baru bangun. Untung saja hari ini hari Sabtu.
Maya meraih ponselnya, ia membuka pesan pesan yang masuk. Matanya membulat kaget ketika ia membaca pesan terakhir.

From: Mama
Maya, Mama mau minggu depan kamu pulang. Mama mau bicara. Nanti kamu boleh balik lagi kesana. Jangan sampe lupa.

Maya membalas pesan itu dan beranjak turun dari ranjangnya menuju ruang keluarga. Pasti semua sahabatnya sedang berkumpul disana.

Sesampainya ia dia ruang keluarga, Maya mengerutkan dahinya. Sahabatnya tak berada disana, Maya mencoba pergi ke dapur dan sahabatnya tak berada disana juga. Maya memutuskan untuk pergi ke ruang tamu.

Sahabatnya tak ada diruang tamu. Namun Maya mendengar suara tawa canda diluar, masih dengan rambut yang berantakan dan mengenakan piyama, Maya pergi keluar dengan santainya.
"Hahahaha sukurin lo kena!"
Maya mengenali suara itu. Maya melihat sedikit, Shalia sedang menggenggam selang yang airnya mengucur deras.
Maya menghampiri mereka, belum saja Maya menyapa, Shalia sudah berteriak, "Eeh ada tukang tidur baru banguuun. Siram siraam!"
Spontan Maya langsung berlari jauh menjauhi Shalia yang sedang bermain air. "Shale Shale jangaaan!" Teriaknya. Namun semua sahabatnya malah terus mengejarnya. Alhasil Maya tertangkap dan basah kuyup.
"Hahahahahaha"
"Nggak lucu sumpah. Dingin woy gue baru banguun" Rintih Maya sambil menarik bajunya yang basah.
"Haha lagian lo May bangunnya siang banget. Sekalian mandi ajaaa." Pekik Shalia sambil terus menyirami Maya.
"Shaleeee!"
Maya mengejar Shalia sampai masuk kedalam rumah. Dan pada akhirnya, rumah mereka benar-benar berantakan.

***

Maya terkena flu ringan karna pagi ini. Semua sahabatnya telah meminta maaf berkali-kali sampai Maya bosan.
"Iya iya. Nggak apa-apa cuma flu ringan."
"Minum obaat!" Ucap Lola yang lari tergopoh-gopoh membawa obat. Maya menerima obat itu dan langsung meminumnya.
"Thanks Lol,"
Lola mengangguk. Maya membenahi cara duduknya dan mulai berbicara lagi,
"Kemarin malem gue liat berita Greyson gitu."
Lola dan Shalia langsung menoleh dan menatap Maya dengan terkejut,
"APAAN APAAN?!"
"DIA BENERAN KESINI?! SIAPA PROMOTORNYA?!"
Maya menutup kedua telinganya, "Biasa aja Lol, Shal gue denger kok."
"Ahh, kenapa dia kenapa?"
"Pokoknya di berita itu bilang, katanya 'Greyson Chance akan datang tiga bulan mendatang?' Gitu doang. Trus masalah promotor dan bener atau nggaknya berita itu masih misteri."
"Misteri?"
"Iya, masih dirahasiain."
"Aduh aduh please semoga Bokap gueee."
"Amiiiin" Ucap Shalia sambil berlagak atau berakting gaya berharap.
"Semoga aja ya." Sambung Maya. "Btw, masa Nyokap gue sms, bilang gini." Maya menunjukkan pesan singkat Mamanya itu pada ketiga sahabatnya.
"Loh, kok gitu? Jangan pergi Maaay," Kata Shalia memohon. "Iya, gue pasti balik lagi kok, palingan cuma dua hari atau bahkan sehari doang. Gue bingungnya, tumben banget Nyokap misterius gini biasanya dia langsung ngomong gitu sama gue,"
"Nah lo. Berarti yang mau dia omongin penting kali tuh," Komentar Lola disambung dengan anggukan kepala Andrea.
"Nggak tau. Sampe sekarang gue masih kepikiran. Gue takut, gue takut kalo yang mau diomongin Nyokap itu tentang......"
"Ssst!" Lola memotong kalimat Maya. "Jangan nethink duluan. Pikir yang positif, May."
Maya mengangguk pelan. Sebenarnya batinnya merasa sangat terbebani saat ini, apa sebenarnya yang mau dibicarakan Mama Maya padanya?

***
Malam minggu adalah malam yang paling pas untuk mereka berempat. Paling pas untuk melakukan suatu hal yang menyenangkan.

Jam dua tepat. Mereka baru saja menyudahi kesenangan mereka masing-masing. Setelah melakukan hal yang sangat seru, mereka memutuskan untuk beristirahat untuk memulai aktivitas esok hari.

***

Maya baru saja bangun. Andrea baru saja selesai mandi, Shalia sedang sarapan, lantas, apa yang dilakukan Lola?

"AAAAAAAAA!!!!"

Maya terbelalak kaget. Ia langsung turun dari ranjangnya dengan kecepatan super, Andrea langsung keluar kamar mandi masih dengan keadaan mengenakan handuk yang menutupi tubuhnya, dan Shalia berlari pelan sambil membawa segelas air putih ditangan kanannya. Semua panik karena mendengar teriakan Lola.

"Kenapa Lol kenapa?!"
"BOKAP GUE BOKAP GUE!" Teriak Lola sambil berloncat-loncat kegirangan.
"Kenapa Bokap loooo?!"
"BOKAP GUE PROMOTOR GREYSON SHAAAAL ASTAGAAA"
Shalia mengoper gelas yang ia genggam pada Maya lalu langsung mengikuti Lola yang sedang berloncatan kegirangan. Maya dan Andrea hanya saling menatap.
"Kirain ada apaan, aku sampeburu-buru tadi."
"Ini berita membahagiakan banget Ndreee!" Sela Shalia sambil terus kegirangan. Maya hanya bisa tersenyum tanpa kata.
"Trus jadinya konser dia kapaaan?!"
"Bukan tiga bulan lagi, tapi dua bulan!" Jawab Lola sambil memperlihatkan pesan yang dikirim oleh Papanya tersebut. Shalia kembali berloncatan kegirangan.
"Keren ya," Komentar Maya datar. "Tiket gratis dong?"
"Gatau deh, kalo bayar separuh harga kalian mau?"
"Tergantung tiketnya berapa, Lol. "
Lola mengacungkan jempolnya, "Gue udah bilang juga sama Bokap gue, diusahain tiketnya jangan mahal-mahal biar Enchancers lain gak kewalahan."
"Lo nonton kan May?"
"Gue ngikut aja sih. Kalo kalian nonton gue nonton." Jawab Maya. Dia berjalan kembali menuju kamarnya. Meninggalkan Lola dan Shalia yang masih bergirangan, serta Andrea yang sedang kembali masuk kekamar mandi.

***

Hari Senin adalah hari termalas bagi Maya. Untung semua pekerjaan rumah telah diselesaikan dengan baik. Maya mengikat tali sepatunya dan berjalan menuju mobil. Semua sahabatnya telah menunggunya daritadi. Maya membuka pintu mobil belakang sebelah kanan, masuk dan kembali menutup pintu.
"Abis ngapain May?"
"Nyari sepatu gue tadi. Masa ilang satu,"
Semua sahabatnya tak menjawab. Tak lama Maya mendengar Lola yang cekikikan, "Kenapa?"
"Gapapa" Jawab Lola sambil menutup mulutnya. Shalia berkali-kali menyenggol lengannya namun Lola masih tak bisa berhenti untuk tertawa.
"Kenapa siiih?" Tanya Maya lagi.
"Gapapaa May, Lola aja yang lagi gila."
Maya mengerutkan dahinya. Ia tak yakin jika ada apa-apa. Maya memperhatikan bajunya, rambutnya, sepatunya, kaus kakinya, atribut sekolah yang ia kenakan, bahkan tasnya dan isi dalam tasnya. Semuanya terlihat baik, tak ada yang aneh, apa yang ditertawakan Lola?
"Nyari apa May?"
"Nggak, cuma mastiin aja lo nggak ngisengin gue."
Mendengar jawaban Maya, Lola dan Shalia tertawa kencang, Maya semakin bingung.
"Kenapa sih? Penasaran gue," Maya kembali memperhatikan penampilannya. Tak ada yang aneh.
"Hahahahaha, May May tau gak yang ngumpetin sepatu lo itu siapa?"
"Siapa?"
"Shalia!"
Maya tersenyum sinis pada Shalia, Shalia menunjukannya senyumnya sambil menunjukkan tanda "Peace" pada kedua jarinya.
"Jadi itu yang lo ketawain?"
"Bukan itu aja sih tapi ada...."
"Ssst!" Shalia memotong ucapan Lola. Maya menaikkan alis kanannya, pikirannya mulai curiga. Ia mengeluarkan cermin yang berada dikantung jok mobil, lalu ia tertawa melihat tampangnya sendiri. Ditepi mulutnya banyak sekali krim kue! Maya memang sarapan kue tadi pagi, karna tidak sempat memakan nasi.
"Yaampun, kok bisa nggak nyadar ya?"
"Mana gue tau, lo aja yang dodol. Ah coba tadi gak diingetin, kan seru!"
Maya menyipitkan mata pada Shalia, Shalia kembali nyengir. Maya melemparkan tissue yang habis ia pakai untuk membersihkan mulutnya pada Shalia sambil cengengesan.

***

Waktu memang berjalan cepat. Besok tanggal merah, jadinya mereka tak masuk sekolah. Dan besok adalah hari dimana Tante Lola akan datang untuk berkunjung kerumah mereka berempat.

Maya berjalan kearah mobil sambil membaca majalah, Lola berjalan santai, Andrea berjalan sambil membenarkan jam tangannya yang menunjukkan waktu yang salah, sedangkan Shalia berjalan sambil memainkan ponselnya.

Mereka sampai dimobil. Tak lama mereka sampai dirumah. Mereka menuju kekamar dan berbaring di ranjang masing-masing,
"Capek.." Rintih Lola
"Banget." Sambung Maya
"Makan yuk?" Ajak Andrea yang bangkit dari ranjangnya, "Ayo ayo!" Shalia menarik tangan Andrea dan Lola, "May, ikut gak?"
"Gak. Gue capek"
Ketiga sahabatnya meninggalkan Maya yang sedang berbaring diranjangnya. Ia mengeluarkan ponselnya yang ia letakkan dikantung roknya, ada 7 pesan yang belum dibaca. Maya tersentak. Dibukanya pesan itu satu persatu, Maya membacanya dengan cepat. Semua pesan itu rata-rata dari operator, tapi ada empat pesan dari adiknya dan papanya,

From: Papa
Pulang minggu ini. Papa, Mama dan MArio akan membicarakan sesuatu

Pesan itu dikirim oleh Papa Maya hingga dua kali.

From: Mario
Kak, pulang minggu ini jgn lupa.

Pesan itu juga dikirim dua kali oleh Mario. Maya membalasnya dengan singkat. "Ok"
Setelah memastikan pesan itu terkirim, Maya mengganti seragamnya dengan pakaian biasa, lalu menyusul teman-temannya di dapur.

***

"Oh, iya Tante. Aku tunggu. Iya sip sip. Oke deh, bye Tante sampe ketemu besok!"

"Telpon dari siapa Lol?" Tanya Shalia setelah melihat Lola yang baru saja menyudahi percakapan di telepon.
"Tante gue, besok dia dateng jam 10, dia kesini sama supirnya, gue minta alamat rumah ini deh Shal. Biar Tante gue gampang kesininya." Jawab Lola. Shalia mengangguk.

"Oh iya, sehari atau dua hari setelah Tante lo dateng, gue pulang ya." Ucap Maya. Semua sahabatnya saling menatap,
"Serius?"
"Lo yakin mau balik kerumah? Beneran yakin?"


“Iya. Kenapa sih? Lo jadi nakutin gue gitu tau gak,” Jawab Maya sambil merengutkan dahinya
“Ih, pengen banget ditakutin, lagian gue cuma pengen mastiin aja lo itu udah fix apa belom pulangnya. Kok cepet banget sih?”
“Cepet apanya?” Maya balik bertanya
“Cepet banget lo baliknya,” Jawab Lola
“Yaampun kan gue udah bilang nanti gue pasti balik lagiii.” Ucap Maya sambil tersenyum lebar. Semua sahabatnya memblasa senyumnya
“Tapi May, gue masih penasaran loh, apa yang mau diomongin sama ortu lo ya?”
“Gatau makanya itu gue pengen cepet pulang. Gue udah berusaha untuk nanya sama Mario, mau ngomongin tentang apa. Tp dia bilang juga gatau,” Jawab Maya sambil menyenderkan badannya disofa.
“Suruh Mario Tanya bokap atau nyokap lo aja,” Usul Shalia.
“Udah gue suruh, Mario nya nggak mau. Lagi males ngomong katanya. Sempet gue tanya juga kan dirumah mereka masih ribut atau nggak kata dia udah jarang. Ya ada perubahan lah ya seenggaknya,” Kata Maya. Semua sahabatnya mengangguk
“Kenapa gak kamu coba untuk tanya ke mama mu? Bukannya kamu deket sama mama mu, May?” Ucap Andrea memberi usul. “Nah gue setuju tuh sama idenya Andrea! Kenapa gak lo aja yang nyoba nanya?”
Maya menghela napas, “Gue emang deket sama nyokap tapi itu dulu. You know. She’s totally changed now,” Jawab Maya sambil tertegun sejenak. Semua sahabatnya megerti bagaimana rasanya berada diposisi Maya saat ini. Lola mengelus ngelus bahu kiri Maya pelan, Shalia menggenggam tangan Maya dan Andrea mengelus bahu kanan Maya. Maya hanya bisa menatap kedepan dengan tatapan kosong. Hatinya penuh harap. Harapan besar yang akan membawanya kedalam sebuah kebahagiaan yang besar.

***

Selasa, pukul 9 pagi. Maya dan semua sahabatnya berpakaian agak rapi hari ini. Lola mengatakan Tante nya senang melihat orang yang berpakaian rapi. Maya dan Lola sedang menunggu kedatangan Tante Lola. Sambil terus menunggu dibarengi dengan menonton televisi, sesekali Maya mengetik keypad ponselnya, ia sedang membalas pesan teman SDnya, Keyla.

Tante Lola sedang kebingungan sepertinya. Ia terus-terusan meletakkan ponselnya ditelinga kanannya. Tantenya tak henti-hentinya menanyakan alamat pasti rumah Shalia. Sampai pusingnya, Lola membiarkan Tantenya sendiri yang berbicara pada Shalia.

Pukul 10 tepat, mobil berwarna hitam yang mewah memasuki garasi rumah Shalia. Sang supir membukakan pintu, keluarlah seorang wanita berpakaian dress simple panjang, menutupi lengannya, bermotif kulit macan. Sambil menggenggam tas hitamnya dan melepas kacamata hitamnya, dia menyapa Lola dengan hangat.

“Lola!”
Lola menghampiri Tantenya dan memberikan pelukan. “Kangen Tante banget! Makasih ya udah mau ngunjungin Lola,” Ucap Lola sambil tersenyum. Tantenya membalas senyumnya.
“Masih punya kebiasaan ngeramal kan, Tan?”
“Ssst, kamu. Diem-diem aja deh.” Jawab Tante Lola malu-malu. Maya dan yang lainnya tertawa
“Ayo masuk.” Ajak Shalia. Semuanya masuk hingga Lola menutup pintu.

“Rumahnya enak sekali. Adem. Sepertinya kalian termasuk anak-anak yang bersih ya,” Ucap Tante Lola. “Wes iya dong Taaan, kita kan empat kawan terajin.” Jawab Lola. “Eh iya, Tante gue namanya Riva, panggil aja Tante Riva. Tante, ini Maya, ini Shalia, dan ini si bule, Andrea.” Kata Lola memperkenalkan semua sahabatnya. Maya dan yang lainnya tersenyum. “Hai kalian, wah cantil-cantik ya. Mereka masih single semua loh, emangnya kamu Lol” Ejek Tante Riva pada Lola. Lola hanya memutar kedua bola matanya.
“Tapi ada satu tuh yang lagi pdkt alias pendekatan,”
Semua tatapan tertuju pada Shalia.
“Apa? Kok ada ngeliatin gue?”
“Lo lagi pdkt kan?”
Shalia terdiam. Namun muncul senyum kecil yang merengah diwajahnya. “Ngngngng…” Komentarnya sambil menggoyang goyangkan tangannya.
“Gausah malu-malu sama Tante, santai aja. Anggap aja Tante kayak Tante kalian juga. Tua tua gini Tante juga asik loh kalo diajak ngobrol, buktinya Lola sering curhat sama Tante.”
“Tante....please deh ah. Udaah”
Tante Riva tertawa melihat tingkah Lola yang sangat menggelikan itu. “Tante laper nih, kamu masak gak Lol?”
“Masak dong! Dibantuin yang lain juga tadi. Ayo makan dulu, Tan!” Jawab Lola girang. Ia menggandeng Tantenya menuju meja makan.

Sesampainya di meja makan, mereka mengambil makanan masing-masing, berdoa lalu mulai makan. Canda tawa menemani makan mereka kali ini, namun tidak dengan Maya. Entah kenapa hari ini ia sangat berbeda. Ia sangat pendiam. Tidak seperti biasanya. Ia sama sekali tidak terbuka pada yang lainnya. Maya menyuap makanannya tanpa nafsu, seperti tak niat untuk makan. Dan, Tante riva menyadari hal itu. Ia memerhatikan Maya sejak tadi.

***

Maya dan yang lainnya sedang menonton televisi sembari menunggu kue yang akan dibuat Tante Riva matang. Lola berniat membantunya, tapi dia menolak. Tante Riva menyuruhnya untuk bergabung dengan yang lain, lagipula Tante Riva sudah biasa memasak sendiri.

“Nggak ada acara yang seru apa ya?” Tanya Shalia sambil menopang dagunya
“ Gatau nih, gaseru banget gaada apa-apa di tv.” Sambung Lola
“Mungkin nanti jam sembilanan, sekarang masih jam setengah delapan,” Jawab Andrea. Lola dan Shalia mengangguk.
“May, kamu kenapa? Sakit?”
“Hah? Nggak, cuma lagi bingung aja.”
“Bingung kenapa? Kamu bisa tanya ke aku,”
Maya menggaruk garuk rambutnya, “Em, gimana ya, ya gitu deh tentang…….”
“Ini dia kue kita!” Teriak Tante Riva dari kejauhan. Yang membuat Maya berhenti bercerita. Maya dan yang lainnya berjalan agak cepat menuju dapur.

“Wow! Browniees!” Kata Shalia girang. Ia langsung memotong kue brownies menjadi beberapa bagian dan mengambilnya satu bagian. Begitu juga yang lain.
“Enak, Tan! Rasanya pas banget.” Komentar Shalia. Disetujui dengan anggukan Maya dan Andrea. “Iya dong, Tante gueee. Hahaha,” Sambung Lola. Semua ikut tertawa.

“Abis ini, sesi ramal ya Tan?”
“Hmm..Iya deh,” Jawab Tante Riva. Lola tersenyum lebar. Setelah memakan kue, Maya dan yang lainnya mengikuti Tante Riva dari belakang menuju kamar. Sesampai dikamar, Tante Riva mulai memilih satu orang pertama yang akan ia ramal.

“Kamu” Ia menunjuk Andrea, “Kamu yang pertama, Andrea ya?”
Andrea mengangguk, lalu berdiri dan duduk disebelah Tante Riva. Tate Riva memandang wajahnya dan ia juga melihat telapak tangan Andrea,
“Kehidupan kamu saat ini sepertinya sedang normal, buku adalah keseharianmu. Jangan pernah berhenti untuk membaca dan percaya, karna itulah kunci untuk masa depanmu. Oiya, hilangkan juga sifat burukmu, kau terlalu sibuk dengan buku jadi jarang bersosialisasi. Lain kali, bagilah waktu untuk membaca dan untuk bergaul. Oke?”
Andrea mengangguk dan tersenyum. Baru saja ia mau beranjak dari situ, Tante Riva mencegatnya.
“Belum selesai. Tentang laki-laki. Tak mau tau ya?”
“Eh, mau Tante.”
Tante Riva tersenyum kecil, “Laki-laki yang akan menjadi pacarmu sepertinya suka membaca buku juga, namun ia tidak serajin dirimu, dia lebih sering menghabiskan waktunya bersama teman-teman. Kesamaannya denganmu adalah, masih susah untuk membedakan waktu antara membaca buku dan bersosialisasi.”
Andrea tertegun. Ia menatap telapak tangannya sejenak, lalu tersenyum. “Terima kasih, Tante.”
Tante Riva tersenyum, “Jangan terlalu pendiam juga, Andrea.”
Andrea menengok sebentar lalu mengangguk

Kini orang yang kedua. Tante Riva menunjuk Shalia.
Shalia duduk disamping Tante Riva, sama seperti Andrea, Tante Riva menatap wajah Shalia terlebih dahulu, baru membaca tangannya.
“Saat saat ini, hidupmu dipenuhi dengan tawa dan canda. Tapi jangan terlalu senang, karena kau termasuk orang yang perasa dan gampang menangis. Akan ada air mata nantinya, tapi aku tak tau kapan. Semoga kamu bisa menyelesaikan masalahmu dengan baik dan benar. Dan jangan lupa untuk terus pandai berbicara, karena pasti itu berguna untuk kedepannya. Ingat-ingatlah dengan sesuatu, dan jangan lupa untuk terus berkarya,”
Shalia tersenyum dan mengangguk, lalu Tante Riva meneruskan,
“Laki-lakimu sepertinya anak basket. Dia akan menyukaimu tanpa kau ketahui. Aku tidak tau kamu sedang pendekatan dengan siapa saat ini.Tapi yang jelas, semoga laki-laki yang diberikan Tuhan untukmu dapat membuatmu bahagia. Dan laki-lakimu nanti akan terus memberikan barang-barang yang lucu sebagai tanda cintanya padamu,”
Shalia tersenyum lebar. “Thanks Tante Riva!”
Tante Riva tersenyum dan mengangguk

Dan sekarang, yang ketiga. Maya.
Sama seperti Shalia dan Andrea,Tante Riva menatap wajah Maya, namun kali ini lebih lama. Ia menatap kedua bola mata Maya dengan dalam. Setelah itu, ia kembali membaca telapak tangan.
“Kehidupan kamu saat ini benar-benar tragis. Dipenuhi banyak kegelisahan dan air mata, dan semuanya berhubungan dengan keluarga mu. Aku sarankan kamu untuk tetap tegar dan jangan tertutup pada semua sahabatmu, dan jangan pernah menahan air matamu untuk tidak keluar. Karena seseorang pasti merasakan kesedihan yang mendalam. Kamu harus sabar ya, May. Mungkin saat saat ini, kehidupanmu memang sangat menyedihkan. Tapi tidak untuk di masa depanmu.”
Maya menatap Tante Riva penuh harap, Tante Riva melanjutkan, “Di masa depanmu, kamu akan jauh lebih baik dari ini. Senyum yang merengah diwajahmu, kebahagiaan, akan datang. Percaya lah pada Tuhan dan berdoa setiap saat. Pasti ini bisa terwujud,”
Maya tersenyum lalu mengangguk,
“Dan satu hal lagi. Ini benar-benar membuatku tercengang.”
Jantung Maya berdetak tak menormal. Apa itu? Apakah tentang laki-laki?
“Te..Tentang apa Tan?”
“Laki-laki.”
Maya menoleh sebentar kesemua sahabatnya, lalu kembali menatap Tante Riva.
“Kenapa emangnya Tan?”
Tante Riva menoleh kearah Maya, lalu tersenyum dam berkata

“Kamu akan menjalin hubungan dengan seorang super star.”

Wajah Maya terlihat sangat terkejut. Begitu juga dengan sahabatnya,
“SERIUS TAN?! ASTAGA SIAPAAA?” Teriak Lola sambil mendekati Tante Riva dan Maya. Maya hanya bisa mematung dan diam tanpa kata-kata.
“Astaga itu bener?! Cie bangeeeet. Siapa Tan siapa?!” Sambung Shalia
“Aduh aduh kalian penasaran banget ya, Maya sampe gak bisa berkata-kata tuh,” Ucap Tante Riva sambil menunjuk Maya yang sedang mematung. Ia hanya tersenyum tipis. Pikirannya penuh pertanyaan namun hatinya ada rasa senang mendengar ucapan Tante Riva. Kini semua tatapan hanya tertuju pada Maya.
“Tan, bisa diketahui nggak siapa cowoknya?”
Tante Riva tersenyum, “Tante gak bisa bilang. Tante juga nggak tau itu bener atau nggak. Intinya, dia akan mencuri hati seorang Maya nantinya.”
Jantung Maya berdegup kencang. Entah apa maksudnya, pikirannya penuh dengan pertanyaann-pertanyaan membingungkan. Semua sahabatnya menatapnya,
“May, siapapun cowoknya, dia beruntung bisa dapetin cewek setegar lo.”
“Setuju banget!”
Maya tersenyum.

“Pesan Tante untuk kalian, jangan berhenti untuk menggapai cita-cita kalian, dan jangan terlalu percaya dengan ramalan Tante ini. Ini belum tentu benar, ini hanya jadi petunjuk saja bagi kalian. Kepercayaan sepenuhnya harus kepada Tuhan, bukan Tante.”
Maya dan semua sahabatnya mengangguk.

***

Malam ini terasa memusingkan bagi Maya. Pikirannya benar- benar tak bisa berhenti memikirkan semuanya. Mulai dari perkataan Tante Riva yang mengatakan bahwa aka nada tangisan lagi, namun akan membaik dimasa depan. Namun yang paling membuat Maya benar-benar pusing adalah, apakah benar ia akan menjalani hubungan dengan seorang super star?

“Hoi,” Sapa Shalia. Maya langsung membuayarkan lamunannya karna kaget.
“Ahahaha, kaget ya? Sorry Mayi”
Maya mengangkat alis, “Mayi? Jelek banget. Maya aja udah gausah ganti-ganti nama.”
“Iiih unyu tau Mayiii hahaha. Btw, lo ngapain sih daritadi gue perhatiin dari jauh ngelamuuuun mulu.”
Maya terdiam sejenak, lalu membuka mulut, “Gatau deh. Kata-katanya Tante Riva masih melayang-layang dipikiran gue.”
“Oh ituu, masih kepikiran? Sama sih gue juga kepikiran. Gimana ya caranya Tante Riva ngebacanya?”
“Bukan bukan ituu!” Ucap Maya menentang, “Maksud gue, bener atau nggaknya itu loh. Soalnya gimana ya masa iya gue….”
Lagi-lagi Shalia memotong ucapan Maya, “Pacaran sama super star itu yaaa? Hahahaha yaampun itu ternyata yang lo lamunin sejak tadi?”
Maya memutar kedua bola matanya, “Neng Shalia, gue belom selesai ngomong udah dipotong. Kerjaan lo sering banget motong-motong omongan orang.” Protes Maya.
“Tapi Mayaaaa benerkan apa yang gue? Ngaku hayo,”
“Ya pokoknya itu termasuk yang gue pikirin juga..”
“CIEEE MAYA PENASARAN YAA?”
“Sssst Shalia Shalia!” Maya menutup mulut Shalia dengan panik,
“Jangan teriak-teriak!” Ucap Maya. Shalia membuka mulutnya dari dekapan tangan Maya, “Yaampun, gausah malu-malu Maay sama gue ini.”
Maya tertegun. “Tapi yang paling gue pikirin, bener gak ya di masa depan nanti gue bahagia?”
Shalia memandang sahabatnya itu dengan tatapan penuh arti, “May,”
“Kalo misalnya dimasa depan gue tetep kayak gini, sama aja boong dong ya?”
“May, dengerin gue. Gaada yang gak mungkin kalo lo mau berusaha dan berdoa. Besok kan lo pulang, lo bisa kan bicara sama kedua orang tua lo kalo lo nggak kuat sama keadaan rumah yang kayak begitu? Lo bisa jujur. Terlebih lagi besok itu kan semuanya ngumpul, jadi Mario juga bisa lo ajak kerja sama biar orang tua lo rujuk. Lo bisa juga mohon-mohon sampe nangis. Setau gue sih, gaada orang tua yang tega liat anaknya nangis,”
Maya terdiam. Ia memikirkan dan mengingat semua kata-kata Shalia, termasuka sarannya. Besok adalah hari dimana ia akan datang kerumah. Sepulang sekolah, Maya tak pulang bersama sahabat-sahabatnya namun akan dijemput oleh supirnya.

“Udah sekarang lo nggak udah mikirin itu dulu. Kita makan dulu, abis itu belajar buat besok. Yuk, mumpung mbak Lola yang masak nih,” Ajak Shalia sambil menggandeng tangan Maya. Maya mengikuti Shalia dari belakang berjalan menuju ruang makan.

***

Hari Rabu. Maya telah membawa dua stel baju dan celana, untuk berjaga-jaga jika ia akan menginap dirumahnya. Pagi ini Maya bangun lebih pagi dan beranjak untuk pergi kesekolah, sesampainya disekolah..
“Greyson Chance mau dateng ke Indonesia ya?!”
“Iya! Dua bulan lagi katanya!”
“Lah, katanya tiga bulan lagi. Yang bener yang mana?”
“Eh kayaknya belum pasti deh, promotornya juga siapa?”
“Nggak tau. Belum jelas gitu. Gue aja dapet infonya dari Twitter, belum ada yang jelasin bener-bener jelas tuh.”
“Trus katanya itu konser. Dan ada kejutannya juga. Apaan kejutannya ya?”

Percakapan itu didengar oleh Maya dan semua sahabatnya. Lola meminta semua sahabatnya untuk tutup mulut tentang konser Greyson dan papanya sebagai promotor. Ia tak mau semua orang tau sebelum papanya sendiri yang menyuruh Lola untuk menyebar luaskan.

Maya meletakkan tasnya dan duduk dikursinya,
“Beritanya udah mulai kesebar. Tapi promotornya belum,”
“Kenapa gak dikasih tau aja sih Lol?”
“Kalo dikasih tau sekarang takutnya mereka langsung booking tiket gitu. Ntar susah, bilang sama bokap gue gimana? Kalo satu dua orang mending, tapi kalo sampe satu sekolah yang booking gimana coba?”
“Iya ada benernya juga sih. Tapi kalo misalnya udah kesebar juga sama aja kali Lol, pasti mereka tau itu bokap lo dan langsung tanya tanya gitu sama lo.”
“Mengkepo ya?” Sambung Maya. Semua tertawa kecil.
“Ya semacam itulah.”
“Bener juga sih. Yah, maklumin aja lah. Yang penting gaada yang booking tiket. Karna pasi dilarang sama bokap gue. Pernah waktu itu ada yang mau konser, trus pada booking tiket sama gue dan akhirnya gue dimarahin sama bokap gara-gara main bilang iya aja pas pada mau booking. Akhirnya yaudah deh batal,”
“Batal gimana maksudnya? Yang kesini batal gitu?”
“Bukan neng Andrea, maksudnya yang booking batal gitu. Ngomelnya ke gue,”
“Haha yaiyalah itu salah lo, siapa suruh gak tanya bokap lo dulu tentang booking tiket.”
Tiba-tiba ada seorang anak yang datang menghampiri Maya dan sahabatnya, mereka menanyakan tentang konser Greyson. Sepertinya, itu adik kelas karna Maya jarang melihat wajahnya disekitar kelasnya.
“Halo, kamu yang namanya Lola ya?”
“Iya. Kamu siapa?”
“Salam kenal kak. Aku Himaya. Aku kesini mau tanya tentang konser Greyson. Aku penggemar berat dia, denger-denger, Papa Kakak promotornya ya?”
Lola tercengang. Ia menatap semua sahabatnya, Maya menghampiri Lola dan berbisik pelan, “Bilang saja nggak tau. Belum tentu,”
“Nggak tau deh, belum tentu papaku,”
“Tapi kak, kalo emang itu papa kakak, bilangin ya kak tiketnya jangan mahal-mahal.”
“Iya nanti kubilangin.” Jawab Lola. Anak itu pun pergi dan kembali kekelasnya. Maya kembali duduk ditempat duduknya,
“Aduh, udah pada tau ya?”
“Siapa aja emang yang udah tau?”
“Anak itu. Kalo dia bilang ketemennya gimana? Bisa-bisa gak dibolehin pulang gue.”
“Apa hubungannya?”
“Udah, nanti kita lanjutin lagi. Dua menit lagi bel masuk, balik ke tempat duduk kalian gih,” Sergah Andrea sambil memasukkan bukunya kedalam laci meja. Maya membenarkan posisi duduknya sambil mengeluarkan buku yang telah ia bawa.

***

“Bye May! Besok pulang yaa. Gausah nginep kalo perlu!”
“Jaga diri baik-baik May! Pinter-pinter ngomong. Sekali-kali bawel demi kebaikan gapapa kan?”
“Jangan malu-malu buat ngeluarin unek-unekmu May.”
Maya tersenyum mendengar semua ucapan semangat dari ketiga sahabatnya, “Thanks semua. Gue pasti balik lagi. Gausah kangen ya, tinggal telpon gue aja.”
“Sip nona Maya!” Jawab Shalia. Maya tersenyum lebar lalu masuk kedalam mobil.
Ia merasa sangat rindu pada mobil ini. Mobil yang sudah biasa mengantarkan ia pergi kesekolah, atau kemanapun. Tempat ia menangis bahkan juga pernah. Yang paling ia rindukan adalah, bantal anjing kecil yang lucu. Untung saja Pak Supir tidak mengeluarkan itu dari mobil.
“Pak, kabar baik?”
“Baik, nona. Nona sendiri bagaimana?”
Maya tersenyum, “Sama. Bapak tau nggak kenapa saya disuruh pulang?”
“Waduh, bapak juga nggak tau non, Papa sama Mama non kan, nggak pernah cerita sama saya.”
Maya mengangguk tanda mengerti, “Iya deh pak kalo gitu. Agak cepetan dikit ya pak.”
Pak Supir mengangguk dan kecepatan mobil sedikit lebih kencang.

***
Maya merasa tubuhnya seperti diguncang-guncangkan. Perlahan Maya membuka matanya yang berat.
“Non, sudah sampai dirumah.” Ucap Pak supir pelan. Maya mengangguk lalu segera bangun. Ia meregangkan otot otot tangannya. Sesekali tangan kirinya ia gunakan untuk menutup mulutnya yang terus-terusan menguap.

Maya turun sambil membawa tasnya. Ia menatap rumahnya sejenak. Tersenyum. Entah senyum bahagia, bangga, haru atau sedih. Intinya, Maya baru saja memperlihatkan senyum manisnya.

Maya melangkah masuk kedalam rumah, setelah menoleh kesegala penjuru arah, ia mendapati pintu kamarnya yang terbuka sedikit. Maya mengintip, tak ada siapa-siapa disana. Maya memutuskan untuk masuk dan meletakkan tasnya.

Maya berbaring di ranjang kesayangannya. Ia menatap seluruh isi ruangan kamarnya. Kosong, sepi. Tidak ada apa-apa. Sunyi sekali. Tidak seperti biasanya.

“Maya?”

Maya menoleh, Ibunya memanggil namanya dengan lembut. Ibunya menghampirinya dan memeluk Maya. “Mama kangen.”
“Sama.” Jawab Maya singkat. Maya menatap wajah Mamanya, benar-benar berbeda. Jauh berbeda. Sembab. Matanya bengkak. Dan Maya bisa melihat masih ada air mata yang menggenang dimata Mamanya itu.
“Mama habis nangis? Kenapa?” Perasaan Maya mulai tidak enak. ‘Tolong jangan berita buruk lagi’ batinnya.

"Mama nggak apa-apa." Jawab Mama Maya. Suaranya terdengar serak-serak basah, terdengar sekali sehabis menangis.
"Bohong." Jawab Maya keras. "Mama kenapa sih? Kenapa berubah sama aku? Dulu Mama nggak kayak gini. Mama terbuka sama aku, kalo ada apa-apa Mama selalu cerita sama aku. Sekecil apapun masalah itu pasti Mama ngasih tau aku. Tapi sekarang? Apa Ma? Mama berubah 180 derajat. Mama gapernah cerita sama aku. Mama nggak pernah nyambut aku kalo lagi pulang sekolah. Mama nggak pernah bangunin aku pas pagi-pagi, Mama juga nggak pernah masakin sarapan pagi lagi buat aku. Selalu Bibi yang ngelakuin semuanya. Aku kangen sama semunya Ma. Kenapa sekarang semuanya berubah? Kenapa?" Tanpa disadari Maya telah mengeluarkan semua kekesalan didalam hatinya. Tak sedikit air mata yang jatuh dari matanya. Mama Maya menatap Maya dalam, air mata dibendungnya. Mama Maya mencoba untuk berkata-kata namun sepertinya ia sudah tak tau harus berbicara apa lagi.
"Maya...."
Maya menatap Mamanya.
"Maya, dengerin Mama. Semuanya emang udah berubah. Kita nggak akan bisa kayak dulu lagi, kita...kita...kita memang lagi renggang saat ini. Dan kamu harus ngerti gimana perasaan Mama."
Maya membuka mulutnya lagi, "Ma, sampai kapanpun aku akan selalu ngerti gimana perasaan Mama. Gimana perasaan seorang wanita. Gimana perasaan Mama kalo aku diposisi Mama sekarang. Aku ngerti. Tapi nggak dengan pertengkaran semuanya berakhir sempurna. Semuanya selesai. Enggak, Ma. Nggak dengan cara yang kayak gini. Nggak dengan cara yang membuat Mama sedih berlarut-larut. Nggak buat Mama kehilangan senyum Mama. Aku ngerti perasaan Mama, tapi Mama juga harus ngerti gimana perasaan anak-anak Mama. Aku, dan Mario."
Maya berhenti berbicara. Ia menatap Mamanya yang sedang menunduk sambil menghapus air matanya dengan tissue yang ia genggam. Maya berdiri dan meninggalkan Mamanya sendiri. Ia benar-benar butuh waktu untuk menjernihkan pikirannya saat ini.

Maya berlari keluar, mengenakan sepatu roda miliknya. Tak lama Mario datang dan menyapanya. Namun, Maya sama sekali tak menoleh dan menyapa Mario. Maya langsung berdiri meninggalkan adiknya yang sedang bertanya-tanya ada apa dengan kakaknya sehingga membuatnya terdiam seperti itu.

Maya memacu sepatu rodanya dengan cepat. Entah pergi kemana, intinya ia ingin menyendiri. Tak lama ia menemukan sebuah taman bermain yang sepi, hanya ada angin sepoi-sepoi dan bunyi air mancur disana. Maya memutuskan untuk menetap disana selama beberapa menit. Maya duduk disalah satu ayunan dan menggoyang-goyangkannya sendiri. Saat ini hidupnya sangat hampa, pikiran Maya penuh dengan kegelisahan. Maya terus-terusan mengeluarkan air matanya, sesekali ia menggunakan tangan kanannya untuk menghapus air matanya yang jatuh ke pipi. Maya terus berusaha untuk tegar dan sabar. Tapi apa daya, dia tak bisa menahan semua ini.

***

Makan malam terasa sangat sepi. Maya duduk disalah satu kursi bersama Mario disebelahnya. Maya menyuap makanan dengan lesu, seperti tidak ada nafsu sama sekali untuk mengisi perutnya. Papanya belum pulang, sedangkan Mamanya terus mengurung diri dikamar.
"Kak,"
Maya menoleh,
"Makan dong. Lesu banget. Kenapa sih? Tadi siang pas gue sore pas gue sapa lo juga mukanya sembab banget."
Maya mengalihkan pandangan dari Mario, kembali menatap makanannya.
"Kak?"
Maya tak menjawab. Tak ada sepatah kata pun yang ia lontarkan pada Mario.
"Gue nganterin makan ke Mama dulu ya," Ucap Mario sambil membawakan nampan berisi sepiring nasi dan lauk pauk serta air putih. Ia meninggalkan Maya yang sama sekali tak menyuap makanannya.

Maya merasa bosan sekali saat ini. Kalau bisa, ia ingin pulang sekarang juga. Namun, orang tuanya belum mengatakan apa-apa. Bahkan Papa Maya belum pulang, pasti ia akan pulang pagi lagi. Seperti biasanya.

Berkali-kali semua sahabat Maya mengirimkan pesan singkat, namun Maya tak ada hasrat satupun untuk membalas. Entah apa yang sedang dirasakannya saat ini. Benar-benar campur aduk. Maya tak tau harus melakukan apa saat ini. Dari pada membuang waktu, Maya memutuskan untuk tidur.

***
Pagi ini Maya memutuskan untuk kembali kerumah sahabatnya. Maya menggosok gigi dan mencuci mukanya. Ia termasuk anak yang malas untuk mandi pagi. Setelah itu, Maya kembali kekamarnya namun Mama Maya memanggil.
"Maya."
Maya menoleh.
"Sini sayang."
Maya menutup pintu kamarnya dan berjalan kearah ruang keluarga. Semuanya berkumpul disana. Mama, Papa serta adik Maya. Sebenarnya muncul perasaan tidak enak dan pikiran negatif dibenak Maya, namun ia mencoba untuk menenangkan diri dan membuang jauh-jauh pikiran negatif tersebut.
Maya menduduki kursi kosong disebelah Mario. Lalu Papa Maya menatap Maya dengan penuh arti.
"Maya, Mario, Papa tau kalian sudah dewasa dan mulai mengerti tentang masalah keluarga. Jadi Papa akan memberi tau semuanya pada kalian."
Maya menggenggam tangan Mario dengan erat, entah apa maksudnya namun yang dirasakan Maya saat ini adalah, detak jantung yang tak teratur.
"Maya, Mario. Papa dan Mama nggak bisa bersama lagi. Papa dan Mama sudah memutuskan untuk berpisah. Kalian pasti sudah tau masalah kita selama ini. Dan menurut kami ini keputusan yang tepat. Mama dan Papa mengerti bagaimana perasaan kalian. Dan dari itu Papa dan Mama memutuskan untuk, tidak bersama lagi."
Maya tak bisa mengatakan apa-apa. Hatinya hancur benar-benar hancur. Air mata pecah dimatanya. Mengucur deras di pipinya. Mama Maya menghampiri Maya dan menggenggam tangan Maya dengan erat.
"Maya, maafin Mama, Mama nggak pernah cerita sama kamu. Mama nggak bermaksud untuk menutup-nutupi semuanya. Mama nggak menginginkan semua ini, tapi, kalau memang kita semua udah nggak bisa bersatu lagi dan hanya bisa bertengkar, itu hanya bisa menyakiti batin kita semua. Terutama batin kalian juga. Mama mengerti bagaimana perasaan kalian berdua....."
Maya berdiri dan memotong pembicaraan Mamanya.
"TERSERAH! Aku udah nggak peduli sama semuanya. Terserah. Aku udah capek, Ma, Pa. Kalian sama aja mikirin perasaan kalian sendiri! Kalian gak mikirin gimana perasaan aku sama Mario. Aku emang selalu nangis dan itu emang nyiksa batin aku, tapi harapan aku itu kalian BALIK KAYAK DULU! Nggak kayak gini. Nggak dengan PERCERAIAN! Kalian cuma bisa mikirin perasaan kalian aja. Ini emang menyelesaikan masalah, tapi ini sama sekali diluar batas harapanku. Dan benar-benar tambah menyiksa batinku. TERSERAH! Aku udah capek, Ma, Pa. Berkali-kali aku bilang jujur sama kalian, dan aku ngeluarin semua uneg-uneg dalam hatiku, dan aku harap kalian itu sadar dengan perasaanku. Bukan menambah batinku tersiksa!" Ucap Maya dengan emosi meluap-luap namun air matanya terus mengalir deras.
"Aku cuma bisa ngikut semua takdir yang kuterima. Tapi, aku nggak akan ikut salah satu dari kalian."
Papa dan Mama Maya menatap Maya.
"Maya!!" Mama dan Papa Maya berusaha untuk membujuk Maya untuk kembali duduk, namun Maya menolak dan Maya berlari keluar dan kembali ke taman kemarin. Ia menduduki rumput taman sambil terus menangis. Tangisannya meluap-luap saat ini. Ia tak tau harus melakukan apa selain menangis. Ia tak peduli dengan orang-orang berjalan yang menatapnya dengan bingung. Maya terus menangis hingga puas, dan ia pun berteriak sekencang-kencangnya. Meneriakkan dunia agar semua orang tau bahwa perasaannya hancur, menyedihkan, dan Maya merasa ia bukanlah orang yang tegar, bukan perempuan yang selalu menjalani hidup dengan senyum yang merengah diwajahnya, bukanlah perempuan yang sabar dan selalu bahagia. Maya merasa dirinya tak berguna dan hampa. Merasa dirinya lemah dan tak berarti.

Kalian tau? Semua pikiran Maya tentang dirinya itu salah.
Don't ever underestimate at yourself, because what you're doing is good for you and useful to you. Never mind what they bad opinion say to you, believe in yourself and you will be a good person for those people around you. (:

Kini Maya harus membiasakan diri untuk kehidupannya yang baru. Dimana hidupnya tak akan ada canda tawa bersama kedua orang tuanya lagi. Maya memutuskan untuk tidak ikut bersama salah satu dari mereka. Maya akan tinggal bersama Tante nya yang rumahnya tidak jauh dari rumah Maya dan sahabatnya. Tapi Maya akan tetap berada dirumah para sahabatnya. Maya tak ingin tinggal bersama Papa atau Mama nya. Tapi ketika ditanyakan, Maya tak mau menjawab. Maya tetap menganggap Papa dan Mama nya adalah orang tua terbaik yang ada didunia, namun Maya membutuhkan waktu untuk membiasakan diri dengan semua ini. Maya tak ingin berpisah dengan Mario, namun Mario lebih memilih untuk tinggal bersama Neneknya yang tinggal di Surabaya.

Setelah pulang dari taman tempat ia melepaskan semua perasaan, Maya kembali kerumah tanpa melihat kedepan, Maya menunduk dan berjalan secara tergesa-gesa menuju kamarnya. Maya langsung meraih tasnya dan pergi begitu saja tanpa memedulikan panggilan orang tuanya.

“Aku nggak mau datang ke perceraian kalian. Titik.”

Hanya itu yang Maya katakan. Kalimat terakhir dari Maya untuk kedua orang tuanya. Maya memasuki mobil dan kembali kerumah para sahabatnya. Sewaktu dalam perjalanan, lagi-lagi Maya menangis sambil meratapi jalanan.

***
“May? Kenapa May ada apa?”
“May kok lo nangis?”
“May, May lo kenapa May?”
Maya tak menjawab semua pertanyaan sahabatnya. Sewaktu datang Maya langsung memeluk ketiga sahabatnya tersebut.
“May, sumpah gue bingung. Sekarang gini aja deh lo duduk dulu, lo tenangin diri lo dulu abis itu baru lo cerita sama gue. Ada apa sebenernya,” Pinta Shalia. Maya mengangguk dan menduduki salah satu sofa. Berkali-kali ia menghapus air matanya yang jatuh, namun air matanya tak bisa berhenti untuk tidak mengalir.
“May…”
Maya terisak. Ia mencoba menceritakan sedikit demi sedikit,
“Orang tua gue….”
“Kenapa, May?”
“Pisah…” Jawab Maya pelan sambil kembali terisak. Semua sahabatnya sangat terkejut ketika mendengar jawaban Maya. Satu persatu dari mereka mencoba untuk menghibur Maya dan memberikan saran untuk tidak memikirkan semuanya. Untuk melupakan semuanya.
“Gue bisa aja lupa sama mereka, tapi memori? Gaakan pernah lupa.” Terka Maya dengan suara seraknya. Sahabatnya menatapnya dengan perasaan yang iba. Mereka tak menyangka jika akhirnya akan seperti ini.
“May, gue ngerti perasaan lo. Pasti nyesek nggak karuan. Gue ngerti banget. Memori bisa lo kenang untuk selamanya, May. Memori terindah lo. Memori membahagiakan lo.”
Maya mengangguk dan mulai tersenyum.
“May jujur aku ini semua diluar perkiraan aku. Kirain aku mereka akan rujuk tapi….May, tetep senyum ya. Aku tau kamu lagi kayak apa sekarang, tapi nggak dengan sedih yang berlarut-larut kamu bisa ngelupain memori indah kamu kan?”
Maya terdiam dan mengangguk pelan.
“Lagipula untuk apa ngebuang memori. Memori indah lo sama keluarga lo itu patut untuk disimpen. Untuk dikenang dibenak lo. Walaupun sekarang lo nggak bisa kayak dulu, tapi gue yakin dikedepannya nanti lo akan bahagia.”
Maya memeluk lagi ketiga sahabatnya yang telah membuat perasaannya lebih baik. Betapa bersyukurnya ia mempunyai sahabat yang selalu mendukung apa yang ia lakukan dan selalu menghiburnya jika sedang rapuh seperti saat ini.

***
Maya telah menghubungi Tante nya dan menyanyakan bagaimana jika ia menjadi orang tua atau wali Maya saat ini. Tante Maya yang dimata para sahabatnya terlihat ramah, tentu tak akan menolak kemauan Maya. Maya nyaman jika bercerita atau sharing dnegan Tante nya. Tante nya juga sudha menganggap Maya seperti anaknya sendiri.

“Jadi…sekarang lo sama Tante lo?”
Maya mengangguk, “Better than with one of them.”
Semua sahabatnya mengacungkan jempol pada Maya. “Agree.”
Maya tersenyum. “Eeeeh! Akhirnya Bokap gue ngumumin hari ini,” Terka Lola. “Ngumumin apa?” Tanya Maya.
“Konser Greyson May. Eh gila yang excited banyak banget. PAsti pada rebutan tiket deh nih.”
“Btw, kita bayar setengah harga aja? Berapa jadinya?”
“Gue udah tanya bokap. Katanya sekitar 500-an. Gapapa?”
Semua sahabatnya mengangguk.
“Oke deh!”
“Gue jadi gasabar.”
“Apalagi gue.”
“Tapi bokap gue juga bilang, aka nada kejadian yang seru nanti pas konser. Tapi bokap gue nggak bilang itu kejadian apa.”
Maya dan semua sahabatnya menatap Lola.
“Diajak nyanyi bareng?”
“Feeling gue sih gitu. Sama dikasih bunga dan jadi cewek idaman. Mungkin sih ya. Itu baru feeling gue doing,”
“Eh gila lo May gue mau bangeeet.”
“Samaa. Tapi itu belum tentu bener kok. Gue kan cuma nebak. Tapi kira-kira kalo bener siapa ya kira-kira?”
Maya dan semuanya berpikir,
“Lo mau mikirin satu-satu penonton gitu? Haha, udahlah pasti nanti kita juga tau. Makan yuk ah gue laper nih.” Terka Maya sambil beranjak dari duduknya menuju dapur. Semua sahabatnya mengikuti dari belakang.

*********************************************************************

Satu bulan lewat sudah. Maya menjalani hidupnya dengan penuh keceriaan. Satu bulan lagi menuju konser Greyson dan dua bulan lagi menuju ulangan kenaikan kelas.
“Satu bulan lagiiii!” Ucap Shalia sambil menari-nari girang. Mereka baru saja pulang sekolah.
“Gue bener-bener gasabar tingkat maksimal nih!!”
“Sama banget Lol! Enaknya nanti neriakkin nama dia kali yaa, haha.”
“Pasti yang teriak gak cuma lo doang, Lol. Pasti semua yang nonton teriak. Pasti ntar rame banget deh.”
“Pasti! Lo tau gak, pas pembukaan tiket dibuka bulan kemarin, dalam waktu tiga hari udah sold out. Hebat banget kan? Peminatnya banyak!”
“Iya apa? Wow, keren juga.” Komentar Maya pelan. “Mau temenin gue nggak hari ini?”
“Kemana May?”
“Nyari majalah.”
“Ayo deh! Gue juga laper mau makan. Yuk ah,” Ucap Lola sambil berjalan mendahului yang lainnya.

Mereka sampai disalah satu Mall, Maya yang selalu ditemani Andrea jika menuju took buku, sedang sibuk mencari-cari majalah. Sedangkan Andrea sedang mencari novel yang ia ingin beli.
Tak lama seseorang menepul pundak Maya, “Maya?”
Maya menoleh dengan terkejut, “Ze..Zenno?”
Zenno tersenyum. Zenno adalah teman Maya sewaktu ia berada dibangku Sekolah Dasar. Sebenarnya Zenno tidak terlalu dekat dengan Maya. Maya saja sempat kebingungan sewaktu Zenno menyapanya.
“Apa kabar? Lo kesini sama siapa?”
“Umm baik, sama temen. Lo?”
“Baik juga, sama adek gue. Nyari apaan lo?”
“Majalah.” Jawab Maya singkat. “Lo sendiri? Tumben banget di toko buku.”
“Iya, nemenin adek gue tuh nyari komik.” Jawab Zenno sambil menujuk adiknya yang sedang memilih-milih komik.
“Tambah tinggi juga lo,” Komentar Zenno terhadap Maya. Maya tersenyum, “Yaiyalah umur gue belum empat puluh, Zen.”
“Hahahaha iya iya ngerti kok. Um, gue ke adek gue dulu ya. Tunggu bentar,”
Maya mengangguk. Zenno meninggalkannya dan Maya kembali mencari majalah. “May, udah belum nyarinya?”
Maya menoleh, Andrea telah membawa dua kantong plastic berisi buku. Astaga, ia benar-benar anak buku.
“Wes, udah bayar aja kamu. Haha, iya aku udah kok tinggal bayar. Yuk,”
Maya dan Andrea pergi dari tempat majalah menuju kasir. Sewaktu mereka pergi, Zenno kembali dan mendapati Maya tak berada disana, ‘Maya kemana ya? Gue nggak sempet nanya dimana rumahnya’ Batin Zenno.

Apa maksud Zenno tidak sempat menanyakan rumah Maya?

-The shocked event for Maya!-


Maya dan Andrea pergi dari tempat majalah menuju kasir. Sewaktu mereka pergi, Zenno kembali dan mendapati Maya tak berada disana, ‘Maya kemana ya? Gue nggak sempet nanya dimana rumahnya’ Batin Zenno.

Apa maksud Zenno tidak sempat menanyakan rumah Maya?

***

Maya menghampiri Shalia dan Lola yang baru saja selesai memilih berbagai macam pernak-pernik untuk rambutnya. Setelah itu mereka memutuskan untuk pulang karena banyak pekerjaan rumah yang menunggu.
“Tadi itu siapa deh, May?”
“Siapa apanya Dre?”
“Itu, aku tadi liat ada cowok nyamperin kamu. Makanya aku nunggu dia dulu sampe pergi baru nyamperin kamu.”
Maya terdiam. Astaga, ternyata Andrea melihatnya!
“Ka..kamu denger apa aja yang aku omongin? Ih Andreaaa harusnya kamu dateng aja jangan nunggu dia pergi gitu.”
“Loh loh, emang kenapa?”
“Cieeeeee Maya siapa tuuuh.”
“Si super star kah?”
“Heh, apaan sih,orang bukan. Itu tuh temen sd gue namanya Zenno. Gue kebetulan ketemu sama dia tadi.
“Kebetulan atau kebetulan?” Ejek Lola. Maya memutarkan kedua bola matanya.
“Serius kok itu emang temen sd gue. Udah ah bentar lagi sampe nih.” Ucap Maya sambil mengalihkan pembicaraan.

**************************** SKIP FOR 1 MONTH ****************************

Waktu memang berjalan sangat cepat. Kini bulan dimana konser Greyson akan diselenggarakan. Dua hari lagi menuju konsernya. Shalia dan Lola tak henti-hentinya membicarakan tentang konser yang akan berlangsung sangat meriah nantinya. Maya dan semua sahabatnya telah menuntukan baju yang akan mereka kenakan nanti.
“May baju lo keren deh. Tukeran sama gue yaaa?”
“Tau May lo bagi-bagi dong.”
“Eeeh apaan lo udah punya baju sendiri juga. Sudahlaaah syukuri apa yang ada.” Kata Maya sambil merebut kembali bajunya.
“Btw nanti kesana sama siapa?”
“Sama supir kita Dre, konser dimulai jam lima, kita kesana jam satu.” Jawab Shalia. Maya terkejut, “Eh gila lo itu masih jauh banget loh waktunya.”
“Biariiin! Biar nanti kita bisa nunggu didepan pintunya persis! Dan nanti bisa dateng paling awal biar bisa pecicilan,” Tambah Lola. Mereka berdua ini memang sangat menggila dengan konser yang satu ini.

“Gue ngikut aja deh. Yang penting gak ngebosenin nantinya,” Ucap Maya sambil membaringkan tubuhnya di ranjang.

***
Tibalah hari ini. Konser yang sangat ditunggu-ditunggu oleh kalangan Enchancers. Tepat jam satu siang, mereka berangkat ketempat konser. Canda tawa menghiasi perjalanan mereka. Shalia dan Lola mencoret pipinya dan membuat hurug GC♥. Lucu dan unik.
“Cie deh yang sebentar lagi liat idolanya.”
“Iyaaa! Gue nggak sabar banget serius.”
“Iya gue ngerti tapi ini waktunya masih lama banget,” Terka Maya. “Biarin aja May! Biar kita bisa main-main duluuu”
Maya mengangguk tanda setuju. Mengikuti perkataan dan keinginan sahabatnya.

Sesampainya disana, Maya langsung mengikuti Lola dan Shalia yang berjalan duluan. Belum terlalu ramai, tapi pasti sebentar lagi akan ramai. Mereka menunggu didepan pintu masuk sambil mengobrol.
“Kemana dulu yuk, gitu?” Ajak Maya yang sudah mulai bosan. “Lo aja sama Andrea gih,”
“Yaampun lo mau stay aja gitu sampe jam 5 disini?”
Lola dan Shalia mengangguk bersama.
“Serius?!”
“Iyaaa.”
“Lo nggak jamuran gitu nunggu duduk disini selama empat jam?”
“Maya yang cantik dan rajin menabung, ini mumpung lagi sepi makanya kita belabela in untuk ngantri disini. Biar gampang ntar masuknya!”
Maya mengangguk, “Serius nih gak mau beli apa dulu gitu? Biar gue beliin.”
“Gausah gue masih kenyang.”
“Gue juga”
Maya mengangguk dan menggandeng Andrea untuk pergi dari pintu masuk. Entah apa yang ada dipikiran Shalia dan Lola sampai-sampai mereka tak mau beranjak pergi dari pintu masuk. Maya dan Andrea pergi ke salah satu stand yang menjual makanan. Maya memang tak sempat mengisi perutnya sebelum makan, ia membeli paket makanan yang berisi nasi dan fried chicken, sedangkan Andrea membeli satu burger. Setelah membayar, mereka memutuskan untuk kembali ke tempat Shalia dan Lola berada.
“Nih,” Maya menyodorkan makanannya pada Lola dan Shalia, “Mau makan juga nggak?”
“Gue masih kenyang, May. Tadi udah makan juga.” Tolak Lola dibarengi dengan anggukan Shalia. Maya mengerti lalu memakan makanannya sendiri, begitu juga dengan Andrea.

***
Tak terasa sudah jam lima kurang lima belas menit. Antrian telah memenuhi seluruh ruangan. Sampai-sampai petugas yang ditugaskan untuk mengawasi keamanan tak dapat berbuat apa-apa selain mengatur para remaja akan tertib sewaktu mengantri.

Ada untungnya juga mereka semua datang lebih awal dan mengantri lebih cepat. Maya dan yang lainnya berada dibarisan paling depan. Lola sangat berysukur akan hal ini, ia akan memasuki tempat konser lebih awal dan memilih tempat duduk dengan cepat.
“Begitu lo masuk, langsung kedepan ya cari tempat yang deket stage!” Pinta Shalia pada Lola. Lola mengacungkan jempolnya. Maya yang daritadi sibuk memainkan ponselnya, baru tersadar jika lima menit lagi pintu akan dibuka.
“Lima menit lagi ya?”
“Iya. Masukin hp lo, ati-ati disini rame banget.”
Maya memasukan ponselnya kedalam saku celana. Maya menoleh kebelakang. Betapa terkejutnya ia ketika melihat antrian yang sangat ramai dan panjang dalam pintu yang satu ini. Astaga, bagaimana dengan pintu yang lain? Pasti tidak kalah ramai dengan yang ini.

“Perhatian untuk semuanya, pintu akan segera dibuka. Diharapkan untuk kalian semua masuk dengan tertib, tidak dorong-dorongan dan mengantri dengan teratur.”
Setelah pemberitahuan diucapkan oleh sang penjaga pintu, akhirnya pintu pun dibuka. Lola dengan gesitnya langsung masuk dan memberikan tiket. Setelah itu ia berlari masuk kedalam, dan berlari untuk mencari tempat yang nyaman.
Maya dengan santainya berjalan, padahal semuanya sibuk berteriak dan desak-desakan. Maya berjalan pelan mencari sosok Lola, dimanakah ia berhasil menemukan tempat duduk?
“MAYA! Disini!!!”
Maya menoleh kearah suara yang memanggilnya. Itu Lola, dengan suara khasnya berteriak memanggil Maya. Beruntung sekali ia mendapatkan tempat yang dekat dengan stage. Maya tersenyum lalu menghampiri Lola yang sudah berada bersama Shalia dan Andrea.

Para remaja atau lebih enak dipanggil para Enchancers, berteriak dengan sangat bahagianya. Mereka tak sabar menunggu idolanya keluar dair belakang panggung menuju stage. Dan tak lama, sang host, berteriak memanggil nama Greyson. Keluarlah ia dengan baju hitam dan jeans serta sepatu converse khasnya. Semua Enchancers tambah berteriak dan Maya, tak bisa mengalihkan pandangan dari lelaki yang super tampan itu.
Maya tak menyangka bahwa Greyson terlihat lebih tinggi dan cool jika bertemu langsung. Setelah menyapa hangat kepada semua penonton yang tak bisa berhenti berteriak, Greyson duduk dikursi pianonya dan bertanya,
“What’s for first song?”
Semua Enchancers berteriak dengan kencangnya memilih lagu kesukaan mereka. Paling terdengar adalah, Unfriend You.
“Unfriend You for the first song!”
Greyson memainkan piano dengan handalnya sambil menyanyi dengan suara kerennya. Semua Enchancers tak bisa berhenti berteriak. Begitu juga dengan Shalia dan Lola, serta Andrea. Mungkin Andrea sudah mulai tergla-gila dengannya. Maya hanya mengikuti nyanyiannya sambil terus menatap Greyson yang sedang bernyanyi.

***

Tak terasa sudah enam lagu yang ia nyanyikan, ia akan menyanyikan satu lagu lagi.
“ENCHANCEEEERS! Kita punya surprise buat kaliaaan!” Teriak sang host, “Untuk lagu terakhir yang akan dinyanyikan Greyson, ia akan membawa satu perempuan untuk naik keatas panggung dan menemaninya bernyanyi serta akan menerima perlakuan yang sempurna!”
Semua penonton berteriak riuh. Benar-benar sangat riuh. Sampai-sampai Maya menutup telinganya untuk yang ketiga kalinya. Namun yang kali ini, teriakan mereka lebih kencang dari yang sebelumnya.
“BENER KAN APA KATA GUE! PASTI ADA YANG DIPANGGIL KE PANGGUNG!!!” Teriak Lola.
“Kira-kira siapa ya orangnyaaa?” Tanya sang host untuk membuat mereka tambah lebih penasaran lagi. Para Enchancers tak bisa berhenti berteriak.
“Dari pada kelamaan, mendingan kita panggil langsung Greyson nya aja deh! Ini diaaa, the last song! Greysoooon come hereee!” Panggil sang host. Para Enchancers kembali berteriak.

Greyson duduk dan menatap semua penontonnya. Ia tak memulai permainan pianonya, namun menatap semua penontonnya sambil tersenyum manis. Maya pun ikut menatap Greyson dan tiba-tiba,
Greyson menatapnya. Maya menatap balik. Maya tersentak kaget dan langsung mengalihkan pandangan.
‘Aduh gue dodol banget sih malah ngalihin pandangan’ Batin Maya.

“For the last song, I wanna singing umm…Purple Sky,”
Para penonton kembali berteriak gembira. Mereka tak sabar untuk melihat siapa perempuan yang akan menemani Greyson bernyanyi.

Greyson memainkan piano, menekan tuts tuts piano dengan handal. Suara merdunya kembali bernadsa dan menghiasi seluruh penonton yang masih teriak histeris. Tak sedikit juga dari mereka yang ikut bernyanyi, termasuk Maya.

Ditengah-tengah lagu, Greyson berhenti. Ia menatap sebentar semua penontonnya, dan bisa diyakinkan bahwa itu disaat saat Greyson akan memilih sang perempuan. Maya terus menatapnya sambil tersenyum, dan lagi-lagi, Greyson kembali menatapnya. Kenapa bisa seperti itu?
“I wanna pick all of you to accompany me. But I’m sure that this stage not enough to all of you for go to here.” Canda Greyson selagi terus menatap semua penontonnya. Dan ia kembali berkata,
“Who wanna me to continued this song?”
Semua penontonnya berteriak berkata ‘Me!’ ada juga yang ‘Me, pick me and I will accompany you!’
“Okay then I will choose one.” Ucap Greyson lagi. Semua penonton berteriak histeris. Pasti mereka semua sangat ingin menemani Greyson untuk menyelesaikan lagu Purple Sky nya. Namun sayangnya, Greyson harus memilih satu diantara mereka semua.

“Hey girl, yeah you. With the black t-shirt. Will you accompany me?”

Black t-shirt? Siapa kah itu?
Maya menatap Greyson yang menunjuk kearah seseorang. Betapa terkejutnya ia ketika melihat bahwa black t-shirt yang dimaksud adalah…………….

Dirinya sendiri.
Kau mengerti apa yang kumaksud?
Maya adalah orang yang dipilih. That’s what I mean. Oh, My God.

Dengan wajah yang super duper terkejut Maya menatap Greyson, dan semua sahabatnya menatapnya dengan tatapan terkejut yang tak kalah hebohnya.
"MAYA DIA MANGGIL LO!!!"
Dua bodyguard menghampiri Maya dan membawa Maya untuk menaiki panggung. Seluruh penonton berteriak riuh, riuh sekali.

Setibanya dipanggung, Maya duduk dikursi yang telah disediakan. Ia menerima satu microphone untuk bernyanyi bersama. Tangannya gemetar sewaktu ia menggenggam mic. Ia hanya bisa tersenyum tak menyangka saat ini. Jantungnya berdetak kencang tak menormal.

"Hey sweetie, you feel okay?"
Sapa Greyson. Para penonton kembali berteriak kencang. Maya tersenyum malu-malu sambil menutup wajahnya yang sedang berseri-seri. Ia tak menjawab pertanyaan Greyson tadi, jantungnya terlalu kencang untuk berdetak. Greyson tersenyum dan tertawa kecil melihat tingkah Maya. Anehnya, ada sedikit pikiran yang muncul dibenak Greyson, yang mengatakan bahwa, Maya cukup menarik.

Greyson kembali memainkan alunan lagu Purple Sky nya. Dia menyanyi beberapa bait lagu, dan dia membiarkan Maya untuk meneruskannya. Awalnya Maya tak dapat berkata apa-apa, namun seprtinya seluruh penonton lebih memilih untuk Maya ikut bernyanyi. Alhasil, Maya memutuskan untuk bernyanyi.
"Oooh, don't let them change you...Noooo, cause you are beautiful, just like the purple sky." Ucap Maya dengan suara yang agak bergetar namun terdengar baik. "Nice voice." Puji Greyson di sela-sela nyanyiannya. Kemudian mereka terus bernyanyi bersama hingga lagu berakhir.

Diakhir lagu, Greyson berdiri dan ternyata ia telah menyiapkan se buket bunga mawar. Riuh para penonton kembali mengumbar, Maya menatap Greyson sambil tercengang dan menutup mulutnya. Perasaannya benar-benar tak bisa terkontrol saat ini.

Greyson membawa bunga mawar itu dan menghampiri Maya yang masih menutup mulutnya sambil mematung. Seluruh penonton terus berteriak, termasuk ketiga sahabat Maya.

Sang host memasuki panggung, menyapa para penonton dan begitu juga Maya dan Greyson.
"Hi girl what is your name?" Tanya sang host. Maya berbisik pada telinganya dan menyebutkan namanya, "Her name is Maya."
"Maya? What a pretty name," Puji Greyson lagi. Riuh penonton kembali terdengar jelas. Dan Maya sama sekali tak bisa berbuat apa-apa selain terdiam mematung. "So, here is it, Maya the purple sky girl for tonight!!" Ucap sang host lagi. Riuh para penonton kembali terdengar,

"Before you go back, I have this for you. Thank you for being my purple sky for tonight.."
Greyson memberikan se-buket bunga mawar yang ia genggam pada Maya, dan Maya menerimanya dengan senyum yang merengah diwajahnya. Para penonton kembali berteriak dengan riuhnya. Dan Greyson pun memberi pelukan hangatnya sebagai tanda terima kasihnya dan para penonton pun kembali berteriak riuh. Maya hanya bisa menutup mulutnya dan mencoba untuk mengontrol dirinya saat ini.

Maya pun kembali ke tempat dia menonton dan semua sahabatnya langsung memeluknya, tak sedikit juga yang mengerubunginya untuk mengucapkan kata selamat.
"Mayaaa! Lo bener-bener lucky girl! Congraats banget ya yaampun envy parah guee." Ucap Lola dibarengi dengan anggukan mantap dari Shalia. Maya tak bisa berkata apa-apa. Ia benar-benar tak menyangka akan hal ini. Ialah perempuan yang dipanggil, dan dialah orang yang termasuk beruntung pada malam ini. Semua kata selamat, pujian, hanya bisa Maya terima dengan kata "Terima kasih" dan senyum manisnya. Ia benar-benar tak bisa berkata apa-apa saat ini, perasaannya tak lain dan tak bukan hanyalah bahagia. Namun bahagia bercampur dengan rasa tidak percaya. Bahkan detak jantungnya masih berdetak dengan kencang.

***
Setelah konser selesai dan menuju untuk tempat signing, atau penanda tanganan, Maya menemui para reporter yang ingin meliput berita tentang keberuntungan Maya pada malam itu. Ada reporter dari salah satu stasiun televisi, dan ada juga yang dari majalah-majalah.
"Bagaimana perasaanmu?"
"Senang. Senang sekali. Senang dicampur rasa tidak percaya yang luar biasa." Jawab Maya sambil menampil ekspresi wajahnya.
"Waktu kamu dipanggil Greyson itu awalnya gimana? Bisa jelasin?"
"Em gimana ya, jadi aku emang sempet tatap tatapan sama Greyson. Pas pertama kali, aku natap dia eh dia natap balik. Aku kaget kan, yaudah aku alihkan pandangan. Pas yang kedua kali, aku gak ngalihin pandangan dan ternyata dia natap terus. Aku suka sama matanya, tatapannya menawan haha. Abis itu nggak taunya dia manggil aku. Awalnya aku juga kaget, kaget banget malah." Jawab Maya.
"Kamu tau dia manggil kamu gimana?"
"Dia manggilnya kan 'hey girl, yes you with black t-shirt' gitu, aku sempet celingukan karna yang pake baju item kan bukan cuma aku aja. Pas aku liat tangannya Greyson, nggak taunya dia nunjuk keaku abis itu bodyguard nya langsung nyamperin. Langsung super deg-degan." Jawab Maya sambil diselingi dengan senyum malu-malunya.

***

Tibalah saat dimana mereka semua mendapatkan izin untuk dapat menyapa Greyson dan meminta tanda tangan. Maya dan sahabatnya termasuk beruntung karna setelah penandatanganan mereka dapat mengobrol lebih lama. Alias meet&greet;. Papa Lola yang memberikan waktu pada mereka untuk meet&greet;.

Maya membawa bunga yang baru saja diberikan oleh Greyson disesi penanda tangan. Maya dan sahabatnya kini sedang mengantri. Daritadi banyak sekali yang menyapa Maya, Maya dengan senang hati menyapa mereka kembali dan mengajaknya untuk berbincang bersama.
"Ecie Maya punya fans," Celetuk Shalia sambil menjulurkan lidahnya tanda menggoda Maya.
"Apaan sih, nggak tau mereka kan cuma mau kenalan doang. Bertemen gitu." Timpal Maya. Semua sahabatnya tertawa kecil.
"Tapi lo bener-bener lucky malem iniii aaaa."
Maya tersenyum, "Gue pun bahkan gak nyangka kalo kayak gini jadinya."
"Mungkin dia tertarik May sama kamu,"
Semua tatapan tertuju pada Andrea,
"Tertarik?"
"Iya. Mata kamu kan kalo natap orang menarik,"
Maya tertawa, "Nggak Dre, kali deh aku natap orang yang kutatap itu langsung ketarik." Jawab Maya bercanda. Mereka tertawa hingga akhirnya kini saatnya mereka untuk meminta tanda tangan.

"Hey Greyson." Sapa Lola dan Shalia barengan. Bisa dipastikan mereka sangat gugup. Terlihat dari wajah mereka, apalagi Lola sampai berkeringat.
"Hello sweetheart, thank you for coming." Ucap Greyson menyapa balik sambil menanda tangani albumnya yang dimiliki oleh Lola dan Shalia. Begitu juga poster dan buku.
Kini giliran Andrea dan Maya,
"Thank you for the concert Greyson. It was so amazing!" Ucap Andrea girang.
"No problem. Thank you too for coming!" Balas Greyson dengan senyum khasnya. Andrea pun pergi dengan senyum yang merengah diwajahnya. Kini giliran Maya.
"Remember me?" Tanya Maya seraya tersenyum.
"Oh hey Maya! Of course I remember. How could I forget you after I pick you to accompany me?"
Maya tersenyum dan ia menyodorkan album, poster serta buku. Sama seperti Lola dan Shalia.
"Thank you very much Greyson. It was a great concert." Ucap Maya. "It was okay, I enjoyed it. Thank you too!"
Sewaktu Maya hendak pergi, tiba-tiba Greyson menarik tangan Maya.
"Can I borrow your flowers just for a second? I wanna write something."
Maya sempat terkejut. Dan dengan lutut yang lemas, ia memberikan bunga yang baru saja dikasih.
Greyson menulis dengan spidolnya,
"This is real from Greyson Chance. Thank you Maya for being my purple sky girl in Indonesia! (:"
Maya tersenyum lebar melihatnya.
"Take it back. Will you save that flowers for me?"
"Don't worry, it will save." Jawab Maya dengan tersenyum, dan Greyson membalas senyumnya. Maya pun pergi dengan keadaan yang melemas, jantungnya berdetak tak terkontrol saat ini. Astaga.

Setelah semua konser selesai dan semua penonton telah kembali kerumah, Maya dan sahabatnya menemui Greyson untuk meet&greet;selama beberapa menit. Batas waktu mereka hanya 20 menit. Maya dan sahabatnya tak keberatan, menurut mereka itu sudah cukup.

Maya dan sahabatnya berjalan menghampiri Greyson yang sedang menggenggam sebotol air minum. Dan sewaktu ia melihat Maya, ia langsung menyambut mereka dengan riang.
"We meet again!" Sapanya. Maya dan yang lainnya hanya tersenyum. Seperti patung.
"Come on, sit down. Let's talking and sharing each other,"
Maya dan semua sahabatnya duduk, dan mulai untuk berbincang. Sebenarnya yang paling banyak berbicara hanya Greyson. Karna Maya dan sahabatnya terlalu gugup untuk membuka mulut.

Waktu mereka sudah habis dan kini saatnya untuk berfoto. Setelah berfoto bersama, Maya dan sahabatnya memutuskan untuk kembali kerumah.
"Maya?"
Maya menoleh, itu...itu Greyson. Dialah yang memanggil Maya.
Dengan jantung yang berdetak tak karuan Maya menyapa balik, "Yes?"
"Let's take a pict together." Ajaknya. Maya mengangguk dan sang fotografer kembali memotret. Maya sedang menggenggam bunga dan Greyson disebelahnya sedang merangkul Maya.
"Your heart is beating so fast. Isn't it?"
Astaga. Astaga ternyata Greyson menyadari hal itu!
"Um..em....yes...em a little bit...I'm nervous actually,"
Greyson tertawa, "Don't be nervous just relax!"
"Well, I can't. I'm too nervous oh my God,"
"Don't worry I'm okay, I'm not dangerous." Canda Greyson. Maya tertawa kecil.
"Where's your friends?"
"I think they already on the car." Jawab Maya.
"Oh well let me accompany you to go to your car,"
Mata Maya membelalak kaget, "What? No! I mean, it's dangerous for you to go outside without a bodyguard."
"It's okay. I will bring my bodyguard. I'll never let a girl like you to go outside alone. So c'mon!" Greyson kembali menarik tangan Maya, Maya benar-benar tak tau harus melakukan apa. Kalian pasti tau bagaimana rasa Maya saat ini. Benar. Benar. Gugup.

***

"I have one brother. He's kind, nice but a little bit naughty. Well my Mom told me when I was kid, we always fighting. But now, I never do it again. Expect if he make some noises."

Maya berbuka mulut saat ini. Ia menceritakan tentang adiknya, setelah Greyson menceritakan tentang kedua kakaknya.

"I hope I can meet your brother."
"Well I hope so too."
"What will he do when he meet me?"
"I don't know. He's a cold man actually," Jawab Maya datar. Tak terasa mereka telah sampai dimobil Maya. Semua teman-temannya tertidur. Mungkin karna terlalu lama menunggu Maya.
"I'm sorry because of me you must accompany me to go to here."
"Don't worry it's okay. What is your Twitter anyway?"
Maya memberikan username Twitternya,
"Okay, I wish I can meet you again. It's so fun to talking to you." Ucap Greyson sebelum Maya masuk kedalam mobil. DEG! Jantung Maya berdetak 10x lebih cepat.
Maya mencoba untuk mengontrol dirinya, "Amen. It's really really fun too to talking to you."
"Bye now, see you on Twitter!"
Maya tersenyum dan melihat Greyson yang berlari menjauhi Maya dan mobilnya. Sesekali ia tertawa karna menggodai bodyguard nya, Maya tak masuk kedalam mobil. Ia melihat Greyson sampai terlihat jauh.
"Bye Maya!" Teriaknya dari kejauhan.
"Bye Greyson!"

***

Sungguh. Ini benar-benar mengejutkan bagi Maya. Kau bisa bayangkan. Yang benar saja, followers Twitternya memuncak. Dari ribuan menjadi puluh ribuan. Banyak juga mention dari para Enchancers yang lainnya. Maya berusaha untuk membalas satu-satu untuk mengucapkan kata terimakasih.

Maya meletakkan bunganya disamping tempat tidurnya. Bunga itu selalu ditatapnya sebelum pergi tidur. Bunga itu akan selalu berada didekat Maya. Menjadi hal termanis yang pernah ada dan akan dikenang selamanya oleh Maya.

Tak lama, beberapa DM masuk. Maya membukanya, ada tiga DM dari temannya dan yang satu lagi.....................Greyson?!

Maya terkejut ketika melihat DM terakhirnya. "Maya! We meet again! You already at home?"
Maya membalas DM itu dengan kekuatan super cepat. Setelah terkirim, ia kembali melihat mention. Betapa kagetnya ia ketika melihat seseorang yang baru saja membuatnya bahagia itu mengirimkan ia sebuah mention.

"That was a great concert in Indonesia!!! Thank you all for coming! Oh, and also thank you to @MayaNayore for my purple sky! Love you all!(:"

Tangan Maya bergetar melihatnya. Ia tak tau harus membalas apa. Dan semakin lama semakin banyak mention yang masuk ke akun Twitternya. Maya hanya bisa tersenyum bahagia mendapatkan semua ini. Senyum yang benar-benar asli. Bukan senyum palsu yang selama ini ia tunjukkan pada semua orang. Tapi senyum asli, senyum bahagianya, senyum manisnya.

***

Maya bangun dengan senyum yang merekah diwajahnya. Setelah meregangkan otot-otot tangannya, Maya menatap buket bunga mawar yang ia letakkan dimeja sebelah ranjangnya. Ditatapnya dan diraihnya mawar tersebut, Maya mencium aroma bunga tersebut yang masih terasa wangi, dan membaca kembali tulisan yang telah ditulis Greyson tersebut. Maya tersenyum lagi.

Maya bangkit dari ranjangnya dan menuju kamar mandi untuk menyikat gigi dan mencuci muka. Setelah itu, ia turun kebawah untuk menemui sahabat-sahabatnya.
"May! Konser Greyson diliput!"
Maya berjalan perlahan menuju ruang keluarga. Liputan Maya tentang 'gadis beruntung' yang baru saja diliput kemarin telah ditayangkan. Maya tersenyum kecil melihat tingkah dirinya sendiri. "Kok gue keliatan aneh gitu ya," Ucapnya.
"Lo keliatan bahagia banget." Cetus Lola. Maya tersenyum, kali ini lebih lama.
"Greyson pulang hari ini. Jam 1 siang nanti," Tutur Shalia, "Padahal gue masih pengen ngeliat dia berlama-lama disini."
"Kerjaan dia disana kan masih banyak, gak cuma konser disini aja Shal," Komentar Maya. "Setuju sama Maya. Kalo dia berlama-lama disini kerjaan dia yang lain gak selesai dong?"
"Iya. Kasian juga sih dia nanti kecapekan."
Maya terdiam. Ia termenung dengan kata Lola. Bagaimana jika Greyson mengalami kelelahan yang cukup lama sehingga menyebabkan ia sakit? Apalagi setelah melakukan Tour Asia ini. Pasti dia akan merasa tidak enak badan.

Maya membuyarkan lamunannya. Lalu sejenak berpikir, 'Kenapa tiba-tiba gue jadi khawatir sama Greyson?'

***

Tante Maya berkunjung kerumah Maya & sahabatnya. Sungguh kedatangan yang mendadak dan mengejutkan bagi Maya. Tapi, ia senang karna Tante nya ini datang membawa kabar baik.

"Tante akan keluar negeri untuk mengurus beberapa dress yang akan dijual disana!"
Tante Maya memang berprofesi sebagai designer handal. Dan ia telah membuka beberapa butik diluar negeri.
"Oh iya? Keren!" Pekik Maya, "Kapan Tante akan kesana?"
"Sebenarnya bulan depan tapi, Tante memutuskan untuk membawamu kesana,"
Maya terkejut, "Apa? Ikut Tante kesana?"
"Iya sayang. Ke Inggris, kamu maukan nemenin Tante?"
Maya menggigit bibir bawahnya, bertanda sedang kebingungan, "Kapan Tante?"
"Liburan kamu nanti! Pasti akan seru sekali jika kamu ikut sama Tante. Ayo!"
Maya terdiam sejenak. Sebenarnya ia telah membuat rencana pada tiga sahabatnya untuk melakukan liburan bersama. Tapi disisi lain ia tak mau meninggalkan Tante nya sendiri keluar negeri.
"Nanti aku pikir-pikir dulu Tante." Ucap Maya pelan sambil tersenyum.

***

"Hah?! Demi?! Aaaah."
Maya telah menceritakan semuanya pada ketiga sahabatnya. Tentu saja mereka terlihat kecewa.
"Jujur gue belum mutusin apa-apa sampe sekarang. Gue bingung. Gue pengen banget liburan sama kalian tapi gue juga nggak tega untuk ngebiarin Tante gue ke Inggris sendirian," Tutur Maya.
"Tapi kan, biasanya Tante lo ditemenin sama anaknya?" Tanya Shalia.
"Anaknya masuk asrama. Kemungkinan gaakan bisa nemenin Tante gue tahun ini." Jawab Maya dengan nada bingung.
"Gue harus gimana dong?"
"Jujur gue agak sedih pas denger beritanya tapi, menurut gue lo mending ikut Tante lo." Ujar Lola.
Maya terdiam.
"Sebenarnya liburan gaakan seru tanpa lo, tapi Tante lo satu-satunya keluarga yang masih care sama lo. Mending lo ikut dia." Tambah Shalia.
Maya termenung.
"Kita udah serumah, dan kita bisa jalan dan hang out kapan aja. Mungkin untuk liburan kita nggak bisa bareng tapi setelah liburan Maya akan balik ke Indonesia, kan? Aku lebih setuju kamu ikut sama Tante mu. Temenin dia."
Maya memikirkan semua saran-saran sahabatnya, kemudian mengangguk pasti.

"Oke, liburan kali ini, gue akan ikut Tante. Ke Inggris."

Keputusan Maya untuk menemani Tante nya ke Inggris rupanya sudah bulat. Maya member pesan singkat melalui ponselnya dan mengatakan pada Tante nya bahwa ia akan menemaninya ke Inggris.

Maya memutar mutar ponselnya, tidak ada sesuatu yang dapat ia lakukan saat ini. Lola, sedang mengadakan reuni bersama teman SDnya, Shalia, menemani Ibunya untuk belanja. Sedangkan Andrea sedang membeli buku. Maya satu-satunya orang yang tak punya aktivitas dirumah ini. Tadinya Lola telah mengajak Maya untuk ikut bersamanya, tapi Maya menolak. Untuk apa ikut di acara yang tidak ada sangkut maut dengan dirinya?

Maya bangkit dari ranjangnya, ia menyalakan televisi dan mengganti channel sesukanya. Jarinya berhenti menekan tombol tombol remote controlnya ketika ia melihat laki-laki yang baru saja membuatnya tersenyum lebar itu berada di sebuah acara.
Interviewer : What do you think about Indonesian people? Are they make you happy?
Greyson : They are so kind, well of course! They made me more than happy. Exciting!
Interviewer : Well I know that they wish you will stay in here.
Greyson : That’s my wishes too.
Maya tersenyum dan tertawa kecil mendengar jawaban Greyson.
Intervuewer : So, can you tell us about the concert yesterday?
Greyson : The concert was so amazing. I wish I can held a concert again in here.
Interviewer : Ow yeah, we will wait you to come back
Greyson : *laugh* Thank you.
Interviewer : I just heard that you pick one girl to accompany you to sing, is that true?
Maya tersentak sejenak. Ia membenahi caranya duduk dan terus menonton.
Greyson : Yes I did haha
Interviewer : And it’s called your purple sky girl?
Greyson : Yes it is
Interviewer : And can you tell us how do you choose one girl from the many audience are there?
Greyson : *smile* I got confused when I was about to choose, and my way to pick, I’m usually looking for girl who have beautiful eyes, and a simple girl and have a nice smile. All the audience really has a nice smile, but I'd prefer looking at girl who have beautiful eyes. When i got lost when i see her eyes and yeah there is interest in me to pick her. That's all.

Maya mematung. Mulutnya menganga. Matanya terus terpaku pada layar televisi. Itukah….itukah yang ada didalam diri Maya? Dan itukah juga alasan mengapa Greyson memutuskan untuk memanggilnya dan menemaninya untuk bernyanyi dalam satu lagu dan memberikannya se buket bunga?

Detak jantung Maya sangat tak menormal.

***
Maya tak bisa berhenti senyum saat ini. Ketika ditanya apa alasannya, ia tak mau menjawab.
Ia terus tersenyum hingga akhirnya para sahabatnya memaksanya untuk berbicara.
“May, please deh lo kenapa sih? Jangan bikin kita penasaran gitu dong.” Cetus Shalia.
“Tau nih May yaampun. Semenjak gue pulang lo cengar cengir mulu, “Sambung Lola.
“Ceritain doooong!” Bujuk Andrea dengan wajah melas. Maya tertawa kecil melihat ekspresi para sahabatnya, akhirnya ia memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya.
“Tapi ini aneh,” Ucap Maya.
“Nggak apa-apa!”
Maya menceritakan apa yang terjadi pada dirinya dan apa yang telah membuatnya tersenyum bahagia sampai saat ini. Ketika selesai bercerita, sahabatnya berteriak pelan.
“TUH KAN!” Teriak Andrea, “AKU BILANG JUGA APA! MATA KAMU ITU MENARIK, MAY!”
“SETUJU! SETUJU BANGET. TUKERAN MATA AJA DEH, MAY!”
“AH MAYA SUMPAH ENAK BANGEEEET.”
Maya menutup kedua telinganya, “Stop stop. Gausah pake teriak dong ini udah malem loh nanti tetangga pada keganggu,”
“Tapi May, kok Greyson bisa gitu ya tiba-tiba terpaku sama tatapan lo?”
Maya mengangkat bahu Sejenak pikirannya ikut berfikir, kenapa bisa Greyson tertuju tatapan pada dirinya? Apakah itu hanya suatu kebetulan? Atau…..takdir?

“Mungkin ‘superstar’ yang diramal Tantenya Lola itu Greyson.”
Semua tatapan tertuju pada Andrea. Hanya Andrea.
“Dasar mrs.Google,” Ejek Shalia pelan. “Tapi ada benernya juga! Aaaa jangan-jangan jangan-jangan nih May!” Shalia menyenggok bahu Maya pelan.
“Eh belum tentu lah. Lagi pula ramalan itu kan belum tentu bener. Tantenya Lola sendiri yang bilang kayak gitu.”
“Iya juga sih, kalo sampe bener? Lo traktir gue ya.”
Maya memutar kedua bola matanya. Semua sahabatnya tertawa kecil melihat tingkah Maya yang kini telah berubah drastis. Lebih banyak senyum, dan candaan yang mengisi hari-harinya.

***
Maya tidak tau kabar kedua orang tuanya saat ini. Tidak ada kabar yang datang padanya. Bahkan adiknya tidak pernah menghubunginya lagi.

Maya berfikir, untuk apa terus memikirkan mereka? Disisi lain, Maya masih peduli dengan mereka. Tapi jika Maya mendapatkan kabar yang menyedihkan itu lagi, akankah ia akan kehilangan senyumnya kembali?

Maya sangat kebingungan saat ini. Ia pun belum memberi tau Mama dan Papa nya soal ia akan ke Inggris bersama Tante nya. Tak terpikir olehnya untuk meminta izin, dan belum tentu juga kedua orang tua nya mengizinkan. Namun Maya tetap pada pendiriannya, diizinkan atau tidak, ia akan tetap menemani Tante nya.

Maya memutuskan untuk menelpon adiknya, Mario. Ditekannya nomer ponsel Mario yang telah ia hafal, dan diletakkan ponselnya itu ditelinga kanannya. Maya menunggu Mario untuk mengangkat. 'Semoga saja dia masih mau ngangkat'
"Halo?"
Maya tersentak, "Mario?! Lo dimana?"
"Kemana aja lo?"
Maya mengerutkan dahinya, "Gue? Ya gue dirumah lah."
"Oh, gue sama Papa."
"Mama kemana?"
Mario tak menjawab.
"Halo? Mario? Jawab dong,"
"Apa lo udah lupa kalo orang tua kita udah pisah? Hah? Lo lupa? Atau pura-pura lupa?"
Maya terdiam. Sejenak hatinya meringis.
"Gue gatau Mama dimana. Terakhir waktu abis sidang, Mama nggak bilang apa-apa sama gue. Dia cuma bilang, jangan berhenti belajar, beribadah dan jangan nakal. Dan gue disuruh jagain lo,"
Maya masih terdiam. Air matanya mulai membasahi kedua matanya.
"Dan pas gue tanya Mama dimana, dia bilang 'Mama mungkin akan pergi jauh. Kamu kan sudah sama Papa. Jangan mikirin Mama lagi ya.'"
Air mata Maya mengalir deras. Mengucur membasahi pipinya. Ini. Ini yang paling Maya takutkan.
"Sekarang lo udah tau kan, gimana kejadiannya."
Maya terisak, "Serius Mar, Mama dimana?"
"Sumpah demi apapun gue gatau. Gue udah coba telpon dan nomornya nggak aktif terus,"
Maya mematikan percakapannya dengan Mario. Untuk saat ini, ia berniat akan mencari Mamanya. Walaupun, pada akhirnya ia akan tetap bersama Tante nya.

"Halo? Mama?"
"Ma..Maya?"
"Mama dimana Ma?"
"Mama di Surabaya, sayang. Mama dirumah kerabat Mama. Kamu apa kabar?"
Maya mendesah lega, akhirnya perasaannya telah lega ketika mengetahui masih berada di Indonesia.
"Aku masih dirumah. Ma, kenapa pas Mario telpon Mama, nomer Mama gak aktif terus?"
"Oh, hp yang ini emang sering low battery, makanya Mama jarang pake. Mama pake hp yang satunya. Kamu udah makan?"
Maya tersenyum mendengar suara Mamanya. Betapa senangnya ia mendengar suara Ibunya yang masih menyanyakan bagaimana keadaannya saat ini.
"Udah tadi. Mama? Ma, aku mau nemenin Tante Ira ke Inggris, liburan nanti." Ucap Maya.
"Sama Mama juga. Beneran? Wah, bagus deh kalo gitu kamu punya kegiatan pas liburan nanti. Oleh-oleh buat Mama ya!"
Maya tersenyum lagi. "Mama ngizinin?"
"Iya dong, Mama percaya kok sama Ira untuk jagain kamu. Kamu hati-hati ya."
"Pasti, Ma."
"Oh iya, gak apa-apa kamu kasih tau Mario, Mama ada dimana sekarang tapi kasih tau dia untuk nggak bilang ke Papa ya. Mama ada urusan nih, nanti kita telpon-telponan lagi. Oke? Dah sayang."
Mama Maya mematikan pembicaraan. Maya tersenyum lega, hati dan pikirannya merasa sangat 'plong' jika telah mengetahui Mamanya yang masih dalam kedaan sehat meskipun ia sendiri.

*****************************************************************************

Satu bulan berjalan dengan sangat damai. Kini Maya telah resmi lulus dan menjadi murid Sekolah Menengah Atas. Maya bangga akan usahanya selama ini yang tak sia-sia. Dan kini, waktunya ia untuk memilih sekolahnya.

Maya, Andrea, Lola dan Shalia masuk kedalam sekolah yang sama. Dan beruntungnya lagi, mereka diterima!

"Kita satu sekolah lagiii yeaay!" Ucap Maya girang.
"Yeay banget! Yaah tiga hari lagi lo ke Inggris dong May?"
Maya tersenyum kecil, "Tenang aja. Sebulan di Inggris gue gaakan lupa sama kalian!"

Semua sahabatnya memeluk Maya dengan penuh rasa kasih sayang sebagai sahabat yang baik. Maya tersenyum dan memeluk mereka kembali.

Maya telah mengepaki barang-barangnya. Liburannya kali ini sampai sebulan. Memang lama sekali, tapi sepertinya Maya tidak akan merasa bosan dengan keindahan Inggris dan tentunya saja untuk berlibur bersama Tantenya.

"Jadi, tiga hari mendatang kamu akan ninggalin Indonesia?"
Maya tersenyum pelan, "Iya, Ma."
"Sebulan penuh kah?"
"Mungkin tiga hari atau dua hari sebelum masuk sekolah, aku balik."
"Yah nanti Mama kangennya lama dong."
Maya tersenyum lebar, "Aku juga pasti nanti kangen sama Mama. Ma, udah dulu ya. Tante Ira udah jemput aku." Tutur Maya sambil mengakhiri pembicaraan ditelepon. Ia sudah berjanji pada Tante Ira atau Tantenya Maya yang akan ke Inggris bersama Maya, untuk menemaninya bertemu costumer baru yang ingin memesan beberapa dress untuk acara besar.

Maya menuruni anak tangga dan berpamitan kepada semua sahabatnya, setelah itu, Maya keluar rumah dan menghampiri Tante nya.
"Tante,"
"Hai sayang. Ayo masuk Tante udah ditunggu nih."
Maya mengangguk dan memasuki mobil dan duduk tepat disebelah Tante nya menyetir. Setelah memastikan semuanya siap, Tante Ira kembali mengendarai mobilnya menuju suatu tempat.
"Kita mau kemana?"
"Ke cafe. Nggak jauh dari sini kok, lagipula costumer Tante itu punya anak juga. Siapa tau kalian bisa ngobrol bareng."
Maya mengangguk tanda mengerti. Setelah mengalami perjalanan selama 30 menit, sampailah mereka disuatu cafe yang lumayan besar.

Maya membuka pintu mobil dan masuk kedalam cafe disusul oleh Tante Ira. Seseorang dari dalam sana, meneriakkan pelan nama Tante Ira dan melambaikan tangan.
"Mbak Ira!"
Tante Ira dan Maya menoleh, ternyata itu yang telah mengadakan janji bersama Tantenya.
Maya dan Tante Ira menghampiri sang costumer, setelah memperkenalkan diri, sang costumer itu juga memperkenalkan anaknya.
Eh, tunggu dulu. Dia bukan perempuan, tapi.........laki-laki?!
"Ini anak saya, Zenno."
Zenno menoleh dan ia menatap Maya dengan terkejut, begitu juga dengan Maya.
"Maya?"
"Zenno?"
"Jadi lo sekarang tinggal sama Tante lo?" Tanya Zenno seraya berdiri.
"Um ya as you see." Jawab Maya pendek.
"Kalian sudah saling kenal?"
"Dia teman SDku."
"Oh bagus kalau gitu, kalian bisa ngobrol-ngobrol dulu sementara Tante akan ngomongin acara kita nanti sama Tante Ira."
Zenno mengangguk tanpa menoleh. Aneh, ada apa dengan Zenno dan Mamanya? Seperti tidak saling kenal.

***

"Jadi lo beneran ke Inggris? Wow,"
"Ya sebenarnya tujuan utama gue ke Inggris cuma mau nemenin Tante Ira."
"Ya tapi kan nemenin sambil liburan juga kan? Hahaha"
Maya terdiam sejenak. Ia berniat untuk menayakan hal yang baru saja ia lihat tadi. Namun sepertinya hatinya enggan untuk mengatakan hal itu.
"Umm....Zen?"
"Ya?"
Maya menimbang-nimbang lagi akan niatnya untuk bertanya. Namun sepertinya hatinya berubah pikiran,
"Boleh nanya gak?"
"Boleh. Apaan?"
Maya menggaruk-garuk rambutnya yang sebenarnya tak terasa gatal, "Tadi......lo kenapa deh? Kok lo gak mau natap wajah nyokap lo gitu? Lagi......berantem?"
Zenno terdiam tak menjawab. Maya jadi tak enah hati.
"Zen, sorry ya gue bukannya pengen tau urusan lo tapi gue cuma......."
Zenno memotong pembicaraan Maya, "Gue ngerti kok apa yang lo maksud."
Maya menatap Zenno dalam.
"Sebenarnya itu bukan nyokap gue. Tapi nyokap tiri."
Maya terkejut. Sangat terkejut.
"Lo.....Lo serius?"
"Ngapain gue bohong?"
Maya tersentak, "Maaf lagi nih Zen tapi......sejak kapan orang tua lo pisah?"
"Pas gue lulus SD." Zenno berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Dan lo tau, acara besar yang dia maksud itu, acara pernikahan dia sama bokap gue."
Maya menghela nafas, lalu mengelus ngelus lengan Zenno dengan lembut, "Sabar Zen. I know what you feel,"
Zenno menoleh kearah Maya, "Maksud lo?"
"Ya orang tua gue juga gitu."
"Hah? Serius? Kenapa?"
"Karna sebuah masalah. Gue sebenarnya bener-bener gak pengen ngeliat mereka terpisah kayak gini tapi.....This is my destiny. Dan gue juga gak mau ikut salah satu dari mereka. Makanya mending gue ikut Tante gue."
"Semua anak juga pasti pengen orang tuanya tetep bersatu kan. Tapi kenapa lo gamau tinggal sama nyokap atau bokap lo?"
Maya mengangkat bahu, "Gatau deh. Gue gak pengen aja. Gue pengennya tinggal sama mereka berdua, nggak cuma satu orang." Tutur Maya pelan. Senyum kecilnya mengembang terhadap Zenno.

***

Hari ini termasuk hari yang berkesan bagi Maya karna telah menemukan sahabat lelaki baru yang dapat dijadikan teman keluh kesalnya. Maya merasa sangat bersyukur saat ini.

"May, nanti bawain gue coklat yaa." Ucap Shalia kepada Maya yang sedang kembali membereskan barang-barangnya dan memasukannya kedalam koper.
"Tenang aja, buat kalian apa sih yang enggak." Rayu Maya terhadap semua sahabatnya. Semua sahabatnya tertawa. Maya merasa semuanya telah siap namun sepertinya ia melupakan satu hal.

Diliriknya se buket bunga yang diberikan oleh laki-laki yang menurut Maya sangat special dimatanya, Maya menghampiri bunga tersebut, menatapnya dan kembali mencium aromanya.
"Cie Maya." Goda sahabatnya. Maya hanya menoleh kepada mereka dan tersenyum. Maya berniat akan membawa bunga tersebut. Entah untuk apa dan apa maksudnya tetapi, hatinya seperti terdorong untuk membawa bunga tersebutt. Seperti ada maksud tertentu yang tak dapat dijelaskan apa maksud itu. Maya hanya menurut apa kata hatinya untuk membawa se buket bunga mawar tersebut.

Akhirnya Maya membawa se buket bunga mawar tersebut untuk menemaninya ke Inggris.

***

Tiga hari berjalan dengan damai. Kini saatnya Maya untuk pergi meninggalkan Indonesia.
"Come back!" Peluk Shalia sambil mengelus rambut Maya dengan lembut. "I will." Balas Maya.
"I'm gonna miss you sooooooo." Peluk Andrea sambil berteriak pelan ditelinga Maya, "Gonna miss you too!"
"This holiday isn't fun without you Maya sweetheart." Peluk Lola sambil mengucapkan kalimat manisnya. "Pasti kalian akan mengalami liburan yang seru juga kok tanpa gue. I will come back. Gue gaakan lupa sama kalian." Tutur Maya terharu.

Setelah mengucapkan kata perpisahan, Maya memasuki mobil yang telah datang untuk menjemputnya ke bandara.
"SAMPE KETEMU BEBERAPA MINGGU LAGI!" Teriak Maya sambil melambaikan tangan.
"JANGAN SAMPE LOST CONTACT YAAA!" Pesan ketiga sahabatnya Maya. Maya mengacungkan jempolnya. Semua sahabatnya terus melambaikan tangan pada Maya sampai mobil Maya menjauh. Maya berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak melupakan sahabat-sahabatnya dan akan terus berhubungan baik walaupun hanya sekedar lewat jaringan sosial.

***

Bandara Soekarno-Hatta

Maya turun dari mobilnya, mengeluarkan dua koper yang ia bawa. Ia memasukkan iPod Touch yang ia gunakan untuk mendengarkan lagu selama didalam perjalanan kedalam kantungnya dan merapikan rambutnya yang terlihat sedikit berantakan.

Maya berjalan masuk kedalam bandara, menunggu pesawat yang akan datang untuk membawa Maya dan Tante nya menuju negara yang terkenal dengan aksen British bagi para pemuda yang asli orang Inggris. Betapa tak sabarnya Maya ingin mendengar suara mereka yang terkesan, 'cute' tersebut.

Tak lama, pesawat yang akan ditumpangi Maya pun datang. Maya bangkit dari duduknya, berjalan bersama Tante Ira layaknya seperti Ibu dan Anak. Maya membayangkan betapa serunya liburan kali ini jika semua teman-temannya turut serta untuk berlibur di Inggris bersamanya.

Pesawat yang ditumpangi Maya telah take off. Maya duduk persis disebelah jendela. Inilah tempat favorit Maya jika hendak berpegian jauh, pasti ia selalu memilih tempat yang dekat dengan jendela. Alasannya hanya satu, ingin melihat pemandangan.

Maya mengeluarkan iPod yang ia kantungi beserta dengan headphone nya. Diletakkannya lagi headphone tersebut dan mulai terdengar alunan lagu favorite nya. Tak lama, Maya tertidur.

******************************************************************

England, London.

"Maya, bangun sayang."

Maya membuka matanya perlahan. Seseorang mengguncang guncang pelan tubuhnya. Maya meregangkan otot-otot tangan dan kakinya. Puas sekali dia telah tidur berjam-jam didalam pesawat.

Diliriknya pemandangan dari luar sana. Betapa indahnya pemandangan Inggris, pada sore hari menjelang malam. Kini maya telah menampakkan dirinya pada Inggris, tepatnya di London.

"Hello, London. Please be my nice holiday."

Kalimat pertama tersebut dilontarkan mulut Maya ketika ia baru saja sampai di Inggris. Dengan senyum yang merekah, Maya keluar dari pesawat mengikuti Tante nya dari belakang.

Setelah mengambil koper dan meletakkannya di troli, Tante Ira menelpon kerabatnya yang tinggal di London untuk membantunya mencarikan hotel. Maya hanya mendorong troli perlahan-lahan sambil celingak celinguk memandang Airport di England tersebut.

"Tante, aku mau ke toilet dulu." Bisik Maya pelan. "Nanti kembali kesini lagi ya." Jawab Tante Ira perlahan. Maya mengangguk dan segera berlari menuju toilet tapi aduuuh. Ia baru sadar bahwa ia tak tau ada dimana toilet di Airport ini.

Maya mencoba mencari-cari petugas yang sedang bekerja disana tetapi tak ada satupun orang yang yang menanggapi pertanyaan Maya. Mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

Maya sudah tak tahan lagi menahan air kecilnya. Ia memang tak sempat buang air kecil sebelum berangkat. Maya semakin panik dan terus berlari-lari kecil layaknya anak hilang.

"Excuse me, do you looking for something?"
Maya menoleh terkejut, dilihatnya seorang perempuan yang tinggi, berambut kuning keputihan, lurus, dan tentu saja cantik.
"Oh yes, I'm looking for the toilet. Are you know where I can go there?"
"Yeah, you go along, and then go right, the toilet is on the left side." Jelasnya. Maya mengangguk cepat, "Thank you so much!" Ia lari dengan cepatnya menuju toilet tanpa berpikir panjang. Untungnya, toilet tersebut kosong jadinya Maya tak perlu mengantri.

Setelah merasa lega, Maya mencuci tangannya sambil bercermin. Tiba-tiba, bayangan sang perempuan yang baru saja menolong Maya tersebut muncul dibenak Maya. Seperti.......Ia pernah melihat wajahnya disebuah foto. Namun, Maya tak ingat siapa dia.

***

Kerabat Tante Ira menyuruh Tante Ira dan Maya untuk tinggal di rumah keduanya. Baik sekali dia, pikir Maya. Rumah yang cukup mungil, namun terasa nyaman dan cukup untuk Maya dan Tantenya.
"This is my second house. Well it's may small but I hope you like it," Ucap sang kerabat.
"This is more than enough, Josh. Thank you so much." Kata Tante Ira. Josh, sang kerabat Tante Ira yang memang baik hati itu meninggalkan rumah kedua nya dan membiarkan kami untuk tinggal.

Maya membersihkan diri sedangkan Tante Ira memasak makan malam. Setelah usai membersihkan diri, Maya berjalan menuju kamarnya dan mengenakan pakaian hangat. London memang sedang bercuaca dingin saat ini. Maya keluar kamar dan menatap pemandangan luar. London jauh terlihat lebih indah pada malam hari.

Tante Ira memanggil Maya dari dapur, menyuruhnya untuk makan malam. Maya menurut dan langsung menghampiri Tante nya.
"Apa makan malem kita hari ini, Tan?"
"Cream soup. Kamu pasti suka," Jawab Tante Ira dengan senyum manisnya. Tante Ira menyerahkan semangkuk cream soup. Maya memakannya sedikit demi sedikit.
"Enak?"
"Enak Tan!"
Tante Ira tersenyum, "Tante seneng deh kamu mau nemenin. Biasanya nih ya, anaknya Tante kalo misalnya nemenin Tante mukanya cemberuuut mulu," Celetuknya.
"Loh? Emangnya kenapa Tan?"
"Mungkin gara-gara Tante selalu minta temenin pas liburannya dia, jadinya dia gabisa liburan bareng temen-temennya."
Maya mengangguk tanda mengerti.
"Habis ini, kamu langsung tidur ya. Mukanya capek banget tuh."
Maya mengangguk sambil terus memakan cream soup nya hingga habis.

***

Pagi ini adalah pagi yang berbeda dimata Maya. Matahari mulai masuk kedalam kamar Maya melalui jendela kamarnya yang sudah terbuka. Pasti Tante nya yang telah membukanya.

Maya berjalan kearah jendela kamarnya, menghirup udara pagi London, "Good morning London." Sapanya.

Maya keluar kamar dan mendapati Tante nya sedang meminum secangkir teh sambil menyaksikan acara televisi. "Morning Tante."
"Morning sayang, tidurmu nyenyak?"
Maya mengangguk sambil tersenyum, "Maya, Tante ada urusan hari ini. Dan mungkin agak lama. Kamu gak apa-apa Tante tinggal?"
"Nggak apa-apa Tan," Jawab Maya enteng, "Lagipula aku juga nggak kemana-mana."
"Serius?" Tanya Tante Ira meyakinkan, "Kamu mau didalem rumah aja seharian?"
"Ya mungkin keluar untuk cari suasana baru,"
"Kalo kamu tersesat gimana?"
Maya terdiam dan mengangkat bahu. "Tante tenang saja, aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa jaga diri dan gak akan tersesat." Jawab Maya enteng. Lagi lagi.
Tante Ira hanya tersenyum tipis dan berusaha untuk mempercayai keponakannya yang satu itu.

***

Maya menopang dagu dengan kedua tangannya. Bosan. Satu satunya yang ia rasakan. Maya memutuskan untuk keluar rumah untuk berjalan-jalan sebentar untuk menghilangkan kejenuhan.

Maya berjalan dengan santainya, menikmati pemandangan London pagi menjelang siang. Ia berpikir, apa yang sedang dilakukan semua sahabatnya itu ya?

Maya duduk disalah satu tempat duduk. Rumah Maya tidak terlalu dekat dengan jalan raya, sehingga nyaman dan aman dari polusi atau bunyi kendaraan yang sedang berlaju.

Maya memainkan ponselnya, sekali-kali ia melemparkan senyum pada orang yang lewat.
Betapa terkejutnya Maya ketika melihat perempuan yang baru saja menyelamatkannya kemarin, sedang jogging bersama seorang laki-laki.


Siapakah dia?


Maya memainkan ponselnya, sekali-kali ia melemparkan senyum pada orang yang lewat.
Betapa terkejutnya Maya ketika melihat perempuan yang baru saja menyelamatkannya kemarin, sedang jogging bersama satu laki-laki. Maya tak menyapa perempuan itu, karna memang ia tak mengetahui namanya. Dan perempuan itu juga tak melihat kearah Maya. Maya semakin penasaran, apakah perempuan itu tinggal disekitar sini? Atau memang ia warga negara ini? Tapi sepertinya tak mungkin. Wajahnya terlihat berbeda, ia pasti keturunan Amerika, pikir Maya.

Maya melangkah pulang menuju rumahnya, langkahnya sempat berhenti ketika ia melihat seorang perempuan berambut coklat panjang, duduk dikursi roda sambil melamun. Anehnya, dia sendirian. Apakah orang tua akan mengizinkan anaknya berkeliaran diluar rumah sendirian jika dalam keadaan duduk dikursi roda seperti itu?
Ia membawa sebuah foto. Foto itu terus ia genggam hingga akhirnya jatuh tanpa ia sadari. Anak itu berusaha mengambil foto itu tapi Maya (yang daritadi terus-terusan memperhatikan) langsung lari dan membantu perempuan tersebut.
Maya mengambil foto tersebut, tanpa dilihat siapa orang yang ada didalam foto, Maya langsung memberikannya pada sang pemilik.
"Thank you." Ucapnya berterima kasih. "No problem. Just want to help,"
Dia tersenyum, "I haven't seen you before, are you a new neighbor?"
"Yes actually. But I'm not stay longer here, just for a few weeks."
"Oh so you're not England person?"
"No," Jawab Maya singkat.
"So where are you from?"
"Asia." Maya berhenti sejenak, "Precisely in Indonesia,"
"Ahh I love Asian people! They're so kind." Ucap perempuan itu riang. Sepertinya dia sangat senang setelah mengenal Maya.
"So for what you're come to England? Holiday?"
"Actually the reason that I come to here is to accompany my aunt, and the date is when my holiday started. So I come to here is to accompany my aunt, and for emm little holiday." Jawab Maya. Perempuan itu tertawa kecil.
"Hey I even didn't know your name. My name is Caroline, but you can call me Carole. What yours?"
"Oh, I'm Maya." Jawab Maya tersenyum.
"Well then happy to meet you!"
"Happy to meet you too." Tutur Maya sambil memegang pegangan kursi roda Carole. Kini Maya mempunyai teman baru yang akan menemaninya menghabiskan waktu di Inggris.

***

"Benarkah? Kau punya teman baru? Yah dugaan Tante berarti benar, kau memang pandai bergaul."
Maya tersenyum sambil meminum hot chocolate nya, "Ya Tante. Walaupun cuma satu temen tapi bisa nemenin aku untuk main disini,"
"Bersyukurlah walaupun cuma satu teman. Daripada tak dapat sama sekali?" Tutur Tante Ira, "Tante tidur duluan ya. Kamu jangan tidur malem-malem loh."
Maya mengangguk dan memilih untuk menetap tepat didepan televisi sambil menghabiskan hot chocolate nya. Malam ini benar-benar terasa dingin. Untung saja Maya membawa syal, sweater dan jaket panjangnya.

Tak lama ia merasakan ponselnya bergetar. Maya meletakkan ponselnya tepat didalam saku celananya. Dilihatnya layar ponsel tersebut, ada satu pesan yang baru saja datang. Siapa lagi kalau bukan dari Carole? Teman barunya.

'Maya, you're still awake?'

Maya membalas pesan tersebut, 'Yes, Carole. Why?'
Dan beberapa menit kemudian, masuk pesan baru,
'I need to talk to you. Maybe this is weird because I need to talk in this night time but I need friends to sharing.'
Maya membalas lagi,
'Okay then. But how we can meet? My aunt will not allow me to go outside in the night time'
Dan Carole pun membalas,
'I'll go to your place. Tell me your address'
Maya sempat terkejut, apa? Malam-malam begini, berkunjung kerumahnya? Ini bukan waktu yang tepat untuk berkunjung.
'Carole, but I'm not sure that your parents allow you to go. With who you will go?'
Carole dengan cepat membalas.
'Don't worry about me. I'll tell you later so please tell me your address.'
Maya pun mengalah. Akhirnya ia memberikan alamat rumahnya pada Carole, 20 menit kemudian, terdengar seseorang mengetuk pintu rumahnya.
"Yes I'm coming," Ucap Maya sambil menghampiri dan membuka pintunya. Betapa terkejutnya ia melihat Carole sedang duduk dengan kursi rodanya tepat didepan pintu rumahnya. Dan yang membuat Maya tambah terkejut adalah, Carole menangis.
"Carole, what's happening?" Tanya Maya sambil merendahkan posisinya agar ia bisa memeluk Carole. Carole terisak dipelukan Maya.
"Carole, what's happening? Tell me."
Carole masih terisak. Maya memutuskan untuk membawa Carole masuk kedalam rumahnya dan membujuknya untuk menceritakan apa yang terjadi.
"Carole, please tell me, what's happening?"
"My parents...." Ucap Carole terputus-putus, karna suaranya yang masih terisak oleh tangis.
"Yes?"
"My...My dad leave me...And mom too. They...they had a problem and...and they fighting....until now. 3 days my dad had not come home..."
Maya terkejut. "Oh my God." Maya memeluk Carole yang tangisannya semakin terdengar keras. Untungnya kamar Maya terletak dilantai kedua, jadi tidak terlalu terdengar sampai dilantai satu.
"Gosh, Carole be patient I know what you feel."
Carole mengusap kedua matanya, "No you're not. You don't know what I feel."
Maya tersenyum tipis, "Carole, do you know the reason that I come to England with my aunt, not with my parents?"
Carole menggeleng, "Why?"
Maya mencoba untuk tidak mengingat masa lalunya, ia menarik nafas sedikit, lalu berbicara, "Because my parents divorced." Ucap Maya pelan. Hampir seperti berbisik. Carole menganga seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, "Re...Really?"
Maya mengangguk. "You know, after I know that my parents choose to divorce, I was.....I was so sad. Just like you right now. But you know, your sadness is just 30 percent of my 100 percent sadness." Ucap Maya. Berbisik pelan.
"You still have a chance, Carole. You still. You still have a chance to make them back. You still have a chance if you want them to back. You still have a chance to make them back before they go to.....divorce. You still have. You can cancel it. You can," Tutur Maya menyemangati.
"How?"
"Give them your honesty. Tell them if you see they fighting it just make you hurt. Tell them. Tell them with all your power heart. They will know. They will feel it. They will feel and know how hurt to see someone you love fighting. They will know. A parents will understand what's they daughter or son feel when they get mad. Trust me, you can do it."
Carole menatap mata Maya dengan penuh rasa haru,
"Thank you." Carole memeluk Maya, "I know what you feel, Maya. We can do more sharing. I'm sorry I've made you flash back. I'm sorry,"
Maya tersenyum, "That wasn't your fault." Ucap Maya sambil kembali memeluk Carole.

Diam-diam, air mata Maya jatuh satu persatu dan membasahi pundak Carole. Sepertinya Carole tak menyadari hal itu. Maya menangis. Lagi.

***

Online pada tengah malam bukanlah jam atau waktu yang baik bagi remaja seperti Maya. Tapi, apa boleh buat, dari pada bosan, dan tidak tau harus berbuat apa, Maya memutuskan untuk membuka jejaring sosial favorite nya, Twitter.

Maya memutar scroll mouse nya, membuka profile para sahabatnya, membaca tweets mereka. Pasti mereka semua sedang tertidur, pikir Maya. Ia juga membuka mention, membalas mention yang ia lihat, serta me-retweet retweet mention yang ada.

Dan betapa terkejutnya ia ketika melihat, laki-laki yang baru saja membuatnya bahagia itu mempost sebuah tweet, dan mengatakan bahwa ia......................Sedang di Inggris.


Tepatnya di London.

Maya memutar scroll mouse nya, membuka profile para sahabatnya, membaca tweets mereka. Pasti mereka semua sedang tertidur, pikir Maya. Ia juga membuka mention, membalas mention yang ia lihat, serta me-retweet retweet mention yang ada.

Dan betapa terkejutnya ia ketika melihat, laki-laki yang baru saja membuatnya bahagia itu mempost sebuah tweet, dan mengatakan bahwa ia......................Sedang di Inggris.


Tepatnya di London.

Kau pasti bisa bayangkan betapa terkejutnya Maya saat ini. Betapa senangnya ia saat ini. Bahwa orang yang membuatnya 'tergila-gila' bersamanya, kini berada disatu negara yang sama.

Inggris.

Dan berada pada satu kota yang sama.

London.

Maya terhenak sebentar, lalu me-retweet tweet tersebut. Kemudian Maya membuka Direct Message nya. Tak ada balasan, apakah ia telah melupakan Maya?

Apakah Maya akan diberi kesempatan untuk bertemu dengannya lagi? Dinegara ini? Dikota ini?

***

Maya bangun tidur dengan penuh keanehan. Kepalanya terasa berat, hidungnya tersumbat, dan bersin-bersin terus menghampiri dirinya. Bisa dipastikan bahwa Maya terkena flu.

Tante Ira yang tak tau apa-apa jadi kebingungan. "Kamu kemarin mainan air?" Tanyanya aneh. Maya tertawa, "Tante, memangnya aku anak kecil? Ya nggak lah. Pake air juga pas mandi,"
"Kenapa bisa flu gini?"
"Aku juga nggak tau Tan mungkin faktor suhu udara disini yang gak kurasain kayak biasanya." Tutur Maya dengan suara nya yang agak berat karena hidungnya yang tersumbat.
"Bener juga kamu." Ucap Tante Ira, lalu menyentuh kening Maya, "Badanmu belum terlalu panas, lebih baik kita ke dokter sekarang juga sebelum demamnya lebih tinggi." Tutur Tante Ira. Maya hanya bisa menurut apa yang disuruh oleh Tante nya tersebut.

Maya mengganti pakaiannya dengan pakaian yang panjang, jaket dan syal. Benar-benar terasa hangat. Maya pun masuk kedalam mobil dan Tante Ira mulai mengendarai mobil menuju kesuatu rumah sakit.

Sesampai disana, Maya duduk disalah satu tempat duduk sambil menunggu nomor urutannya. Untung saja tidak terlalu ramai, jadi Maya tak perlu lama menunggu.
"Tante, aku ke kamar mandi dulu sebentar."
Tante Ira mengangguk, "Jangan lama-lama May,"
Maya mengangguk dan berjalan menuju toilet. Ia hanya berniat untuk mencuci tangannya yang terasa licin karna berkeringat. Tak lama masuk seorang perempuan. Itu. Itu. Itu yang menolong Maya sewaktu di airport!

"Hello? You are that girl?"
Maya mengangguk, "You still remember?"
Dia tersenyum lebar, "Of course I am!"
Maya membalas senyumnya, "Well i wanna say thank you so much of helping me. Maybe without you i will never find the toilet," Tutur Maya. Dia tertawa, "No problem . I love helping someone,"
Maya tersenyum.
"What are you doing in here anyway?"
"Oh i'm not feeling well. You can hear it in my voice, it's little bit weight haha."
"Hahaha yes i can hear it. I hope you get well better soon,"
"Amen. Thank you." Ucap Maya, "What are you doing here?"
"My brother was sick when we arrived in England. Just like you,"
Maya mengangguk, "I hope he get well better soon,"
"Thank you." Tak lama ponselnya berdering, "Oh i'm sorry i have to go now. See you later!"
"Bye see ya!"
Perempuan itu pergi dengan buru-buru. Setelah ia pergi jauh, tiba-tiba Maya menepuk dahinya, sambil berkata "Ah! Bodoh, lagi-lagi gue lupa nanyain namanya!"

***

Untunglah flu yang Maya rasakan tidak terlalu parah. Dan untungnya juga, Maya pergi ke dokter sebelum demamnya meninggi, kalau tidak, mungkin sekarang ia akan merasakan pusing yang luar biasa.

Maya masuk kedalam rumahnya. Hari ini Tante nya sama sekali tak mengizinkan Maya untuk bermain keluar. Maya hanya bisa menurut. Maya masuk kedalam kamarnya dan berbaring ditempat tidur. Tiba-tiba tante nya mengetuk pintu,
"Masuk aja Tante."
Tante nya membuka pintu dan membawakan Maya semangkuk bubur dan susu. Serta obat.
"Makan dulu."
Maya mengangguk dan menerimanya
"Semoga saja besok kamu udah sembuh ya, Tante mau ngajak kamu kesuatu tempat."
"Amin. Kemana Tan?"
"Mall,"
Maya mengangguk. tak ada ekspresi senang ataupun excited diwajahnya. Datar. Maya memang tipe perempuan yang tak begitu suka shopping.
"Temenin Tante ya. Siapa tau ada yang minta bikin dress lagi. Oke oke?"
Maya mengangguk sambil tersenyum, Tante Ira beranjak dari sofa yang ia duduki menuju pintu kamar Maya.
"Dihabiskan ya,"
Maya mengacungkan jempol.

Setelah makan dan meminum semua obatnya, Maya membuka kembali Twitter nya. Rutinitas seperti biasa, ia menjadi stalker yang handal. Sesekali Maya melirik tulisan dalam Trending Topics World Wide. Maya agak terkejut ketika melihat 'Get Well Soon Greyson' menjadi TTWW nomor dua.

Maya mengklik kalimat tersebut, Greyson sakit setelah kemarin ia sampai di Inggris. Kondisinya sampai sekarang masih kurang membaik, karna ia menderita flu yang lumayan berat.

Tunggu. Sakit flu. Sakitnya pas baru sampai di Inggris. Itu, itu seperti adik dari perempuan yang baru saja Maya bertemu lagi kemarin. Apa jangan-jangan....

Perempuan itu adalah kakaknya?

Maya membuyarkan lamunannya, "Gak cuma Greyson kan yang baru sampai di Inggris dan sakit. Nggak mungkin ah," Ucap Maya. Namun ia tetap tidak yakin, entah kenapa, perasaan dalam hatinya mengatakan bahwa ia baru saja bertemu dengan kakak perempuan Greyson.

Maya berpikir lagi, wajah mereka hampir mirip, tapi apakah benar itu kakaknya? Secara, Maya bukan seorang fans fanatik dengan Greyson. Jadi, ia tidak terlalu tau dengan silsilah keluargnya.

"Sumpah deh ngebingungin banget." Gerutu Maya. Ia memutuskan untuk tidak membuka Twitter lagi. MEmatikan laptopnya dan tidur untuk istirahat.

Tapi, ia tak pergi tidur. Kau tau, dia anak yang gampang penasaran. Ia terus memikirkan hal itu.

***

Maya beristirahat penuh kemarin. Dan hari ini ia telah merasa lebih baik. Maya bangun dari tidurnya. Dan langsung pergi mandi. Maya terus tertidur kemarin, sampai-sampai ia tidak sadar kalau sekarang sudah pagi.

Keadaan Maya telah jauh membaik dari sebelumnya, flu yang dirasakannya telah berkurang sedikit demi sedikit. Setelah membersihkan dirinya, Maya turun kebawah untuk memakan sarapan paginya.

Maya melihat Tante nya yang sedang sibuk menelpon seseorang, 'Pasti costumer baru' Batin Maya. Maya membiarkan Tante nya itu sibuk berbincang dan pergi ke ruang makan. Tante nya telah menyiapkan sarapan. Maya tersenyum dan duduk di kursi makan dan mulai sarapan.
"Pagi!" Sapa Tante nya, "Kamu gak ikut Tante jogging sih, tadi banyak yang minta kenalan sama Tante loh."
Maya tertawa geli, "Yang bener?"
"Ih iya tau. Kamu gak percaya? Gini-gini yang naksir sama Tante banyak loh," Tutur Tante Ira bercanda.
Maya tersenyum sambil berusaha menelan makannya, "Iya deeh. Aku kalah dong sama Tante."
"Hahahaha. By the way, kamu lagi deket sama siapa sih? Cerita cerita dong sekali-kali." Ajak Tante Ira sambil duduk disebelah Maya.
"Aku nggak lagi deket sama siapa-siapa kok,"
"Trus itu bunga yang kamu bawa dari siapa?"
Maya terhentak, "Umm someone special."
"Tuh katanya lagi nggak deket sama siapa-siapa. Kok ada someone special?"
Maya tersenyum, "Itu dari Greyson. Tante tau?"
Tante Ira berpikir, "Greyson.....Greyson Chance? Yang pianist itu?"
Maya mengangguk.
"Kamu serius?" Tanyanya tak percaya.
"Kenapa mesti bohong?"
Tante Ira menutup mulutnya, seakan-akan benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar. "Keren banget!!"
"Apanya yang keren Tan?" Tanya Maya datar.
"Yaampun, gak nyangka kamu dapet bunga dari dia. Pasti kamu dibilang cewek lucky banget nih,"
Maya tersenyum tipis, "Mungkin."
Tante Ira menepuk bahu Maya, "Jangan cuek-cuek jadi cewek, nanti banyak yang tertarik loh."
Tante Ira meninggalkan Maya begitu saja. Maya terdiam, sabil merengut. Entah kenapa kalimat tante Ira tersebut seperti.....mengartikan sesuatu. 'Emangnya gue cuek?' Gerutu Maya dalam hati.

***

Shopping time. Gak spesial dan gak terlalu penting untuk Maya. Kini Tante Ira dan Maya telah sampai pada satu Mall, Tante Ira sedang sibuk memilih-milih baju yang akan ia beli, sedangkan Maya hanya melihat-lihat.
"Pilih aja kalo kamu suka," Ucap Tante Ira. Maya hanya mengangguk. Anehnya Mall ini tidak terlalu ramai, seperti hanya orang-orang tertentu saja yang kesini.

Maya berjalan terus menjauhi Tante nya. Ia berjalan menuju bagian kaus. Ia mulai memilih-milih kaus yang menurutnya keren dan cocok. Maya bingung mau beli apa, dari pada tak enak hati, lebih baik ia memilih dua atau tiga stel kaus.

Tiba-tiba, Maya mendengar suara tertawa seseorang. Dan suara itu semakin dekat. Maya mengintip dari sela-sela kaus digantung yang terbuka, dan kau tau. Maya menutup mulutnya yang menganga karena terkejut bukan main, betapa terkejutnya ia karna orang yang baru saja tertawa dan yang sedang ia lihat adalah...


Perempuan itu. Dan adiknya.


Dan kau tau siapa adiknya?



Greyson Chance.

Maya terus memandang mereka dari kejauhan, ia tak berani menampakkan diri. Kakinya bergetar, lagi-lagi ia bertemu dengan laki-laki yang telah membuatnya berseri-seri tersebut. Maya terus mengintip, tak berkata-kata sambil meremas kaus yang digantung, ia benar-benar tak menyangka bahwa dugaannya selama ini benar, perempuan yang dekat dengannya itu adalah kakak dari Greyson. Orang yang telah benar-benar membuat Maya tersenyum bahagia.
“Excuse me, what are you doing here?”
Maya tersentak kaget, Dan tentu saja Alexa, kakak Greyson alias perempuan misterius yang dikenal Maya, dan Greyson, menoleh kearah Maya. Ternyata itu sang penjaga kasir, dia terlihat kebingungan melihat Maya yang daritadi berdiri disela-sela kaus yang tergantung. Parahnya, Greyson dan Kakaknya mendengar sang penjaga menegur Maya, dan lebih parahnya lagi, mereka melihat Maya.
“I…I’m sorry. Just want to see someone, sorry.” Ucap Maya dengan jantung berdetak kencang. Ia berusaha untuk tersenyum agar sang penjaga percaya pada Maya. Namun nyatanya, ia tak bisa tersenyum secara tenang. Maya bahkan tak berani untuk melirik kearah tempat ia mengintip.
“See someone? Are you looking for someone? Or you get lost?” Tanya sang penjaga. ‘Aduh, kebanyakan tanya ini penjaga.’ Gerutu Maya dalam hati.
“No no no. I’m okay. Thanks,” Jawab Maya meyakinkan. Sang penjaga kasir mengangguk dan meninggalkan Maya kembali ketempat semula. Dan Maya, dengan kecepatan super cepat untuk pergi tanpa menoleh sedikit pun. Tapi takdir bertindak lain, Alexa, memanggilnya.
“Hey!”
Holy crap.
Maya menoleh dengan sangat hati-hati. Benar-benar hati-hati, jantungnya berdetak tak karuan.
“We meet again!”
Maya hanya tersenyum tipis.
Dan tak lama. Muncul Greyson dari belakang Alexa.
Jantung Maya makin tak menormal.
“Oh yeah this is my brother, Greyson. This is my brother that I ever tell you he was sick.” Ucap Alexa memperkenalkan. Dengan senyum yang benar-benar tak karuan, dan detak jantung yang tak menormal, Maya memberanikan diri untuk menatap.
Menatap Greyson.
“You must be kidding me. She’s my purple sky girl when I was in Indonesia.” Tutur Greyson sambil menunjuk Maya. Alexa terlihat terkejut, “Really? Well then so great we can meet you again.”
Lagi-lagi Maya tak mengucapkan sepatah kata pun. Hanya tersenyum.
“I don't even know your name,” Ucap Alexa, “I’m Alexa, what yours?”
“Maya.” Jawab Greyson. Eh, tunggu, kenapa jadi Greyson yang jawab?
Maya menatap Greyson dengan bingung. Alexa tersenyum melihat tingkah adiknya.
“Ehm,”
Maya dan Greyson jadi kelabakan, “Um..Just want to help,” Ucap Greyson beralasan. Alexa kembali tersenyum melihat tingkah adiknya.
“You still remember me?” Tanya Maya. Aneh sekali, tiba-tiba mulutnya memberanikan diri untuk bertanya.
“Of course, I’ll never forget you.”
DEG!
Apa maksud dari semua ini?
Maya mengalihkan pandangannya, mencoba untuk mengontrolkan dirinya, ‘Calm down, Maya. Calm down’
“Well I think your face is harder to forget.” Sambung Greyson “Your face is as well known.”
Maya tersenyum. Dan Greyson memberikan senyuman balik. Mereka saling bertatapan, dan sepertinya Maya mulai tersesat dalam mata menawan Greyson. Ditatapnya terus dan terus. Ia mulai menyukainya.
‘Harus ngapain sekarang? Duh tatapan gini gak kuat gue’ Gumam Maya dalam hati.
“I’m hungry. Let’s eat something,” Rintih Alexa. Yang membuat Maya dan Greyson berhenti bertatapan. “C’mon Maya! Join us!”
“Oh I’d love to. But I think I must go back to my aunt, she may waiting long for me.” Tolak Maya. Sebenarnya ada keberatan dalam hatinya untuk menolak, namun bagaimana lagi, ia tak tega meninggalkan Tante nya sendirian.
“It’s okay.” Ucap Alexa, “Well see you later!” Alexa melambaikan tangan. Begitu juga dengan Greyson.

Maya berbalik badan, menghela nafas sebentar, lalu berjalan pelan menuju tempat Tante nya memilih baju. Namun tak lama seseorang memanggilnya, seseorang yang ia kenal.
“Maya!”
Maya menoleh kebelakang. Agak terkejut karna……karna Greyson yang kembali dan memanggilnya. Maya berhenti berjalan dan membiarkan Greyson untuk menghampirinya, sepertinya ada yang ingin ia bicarakan.
“Are you….need to tell something?” Tanya Maya dengan nada gelagapan. Jelas saja, tak ada Alexa disana, hanya ia berdua.
Berdua.
Berbincang berdua.
Oke ini pasti tak akan lama, karna Alexa pasti menunggunya diluar sana.
Greyson mengeluarkan secarik kertas dari saku celananya, Maya terpaku. Diberikannya kertas itu pada Maya, Maya menerimanya dan membuka secarik kertas tersebut. Matanya terbelalak.

Dan dengan santainya, Greyson mengatakan

“Call me, maybe?”

***

Maya memegang kepalanya terus sejak tadi, yang ia lakukan hanyalah mondar mandir kesana kemari, pikirannya tak menentu. Sungguh, ia benar-benar tak menyangka akan apa yang terjadi pada dirinya hari ini. Pertama, bertemu dengan perempuan yang ia tak ketahui namanya, kedua, bertemu dengan laki-laki yang telah membuatnya bahagia ketiga, ketahuan mengintip oleh sang penjaga kasir, yang keempat, mereka mengetahui dan menyadari itu, dan yang kelima,
Maya berbincang dengan mereka.
Dan yang keenam,
Greyson memberikan nomor ponselnya.
Ini gila. Sungguh. Ini gila.
Maya menggenggam secarik kertas yang berisi nomor ponsel Greyson tersebut, ia sangat kebingungan, haruskah ia menelponnya? Haruskah?
Tapi ini benar-benar mendebarkan bagi Maya. Ia tak menyangka bahwa, pada akhirnya ia akan berkelanjutan seperti ini.
Ya seperti ini.
Bertemu dengannya lagi.
Berbincang. Bertatapan. Saling melemparkan senyum.
Dan lebih mengejutkannya lagi, mendapatkan nomor ponselnya.
Dan itu benar-benar mengejutkan bagi seorang Maya.
Ini semua diluar pikiran Maya. Sungguh.

Maya meraih ponsel yang ia telakkan diatas meja, Maya duduk dipinggir ranjangnya. Dengan jantung yang super berdebar, ia mengetik nomor ponsel tersebut, sempat ada keraguan, namun ia terus mengikuti apa kata hatinya. Untuk melanjutkan, yaitu tetap menelponnya.
Ditekannya tombol ‘Call’ pada ponsel Maya, dan setelah itu ia meletakkan ponselnya ditelinga sebelah kanan.
Tersambung
Jantungnya berdebar. Sungguh. Maya menggigit kuku jari kirinya sambil menunggu. Dan terus menunggu.
“Hello?”
Maya tersentak kaget.
“Who’s this?”
Maya menelan ludah, “It…it’s me,”
“Maya!” Sontak Greyson yang sepertinya telah mengenal betul suara Maya.
“I’ve waiting long for you to call me.”
Maya menunduk, lagi-lagi, ia membuatnya berdebar.
“I’m sorry for make you waiting too long.”
“It’s doesn’t matter, just forget it.” Ucap Greyson santai, “What are you doing in England anyway?”
“Accompany my aunt. And for holiday,”
“How long?”
“I don’t know, maybe three weeks.” Jawab Maya yang sekarang sudah mulai tenang.
“Ooh, you will have a great holiday in here.” Ucap Greyson meyakinkan.
“I hope so, what are you doing here?”
“I follow you.”
Maya terbelak kaget, ia terdiam.
“Just kidding.”
Maya menghela nafas lega.
“Just want to holiday too, and um I have some works in here,” Jawab Greyson.
“Oh, I see.”
“Hey, please don’t tell anyone else about this. I mean, my number. I only give this to you. Can you keep that?”
“Of course, you can trust me,” Ucap Maya meyakinkan.
“Okay. I trust you. Um, where do you live at? Can you give the address?”
Maya terpaku.
“Just want to know,” Ucap Greyson lagi, “If I bored I can come to your house, and playing with you, maybe?”
Maya tersenyum tipis, namun jantungnya tetap berdebar. Lalu ia memberikan alamat rumahnya pada Greyson.
“Your house is not far from mine.”
“Really?” Tanya Maya tak percaya
“Yeah, well at first I live in hotel, but it’s make me bored. So I buy a house, it’s not far from your house, but still need a ride to go.”
Maya mengangguk, “I’ve saw your sister, she’s jogging with someone.”
“Is it a guy?”
“Yeah.”
“Oh it’s my brother.”
Maya mengerutkan dahi, “Your big brother?”
“Yes hahahaha.” Ucap Greyson sambil tertawa.
“Why are you didn’t join?”
“I’m late. You know, I’m not a morning person,” Tutur Greyson datar. Maya tersenyum mendengarnya.
“Me too.”
“You too? So great we have a same thing hahaha.”
Maya tersenyum. Kali ini senyumnya terlihat lebih bahagia.
“Hey, do you still remember my voice when I sang for you? I mean, when we do a duet?”
“Yes, and you know, I’m too nervous. I even can’t speak or sing, but, ah…” Jawab Maya terbata-bata. Seakan-akan ia tak bisa merangakai kata-kata. Saat ini ia tak bisa berbicara banyak. Ia masih terlalu terkejut dengan apa yang baru ia terima hari ini.
“I know, every girl do the same.”
Maya tersenyum tipis, “Well of course they are.”
“I still remember your face, you look so shocked,” Ucap Greyson. Suaranya terdengar cekikikan.
“Hey, is there any girl who never got shocked when a super star called her to go to the stage?”
“Umm…” Greyson berpikir, “I think no.”
“Nah, you know it, right. If I not shocked, I’ll be the number one stupid girl who never get shocked.”
Greyson tertawa gelak. Entah apa yang lucu dari kalimat Maya tersebut, tapi terdengar sangat menggelikan ditelinga Greyson. Maya memasang wajah polos, walaupun Greyson tak dapat melihatnya. Tapi jika ia melihatnya, ia bisa tambah lebih tertawa.
“Maya, why are you act like a baby?”
Maya mengerutkan dahi.
“What do you mean?”
“You’re very funny.”
Entah itu pujian atau candaan, namun yang jelas, Maya tersipu.
“Do you know the beautiful place over there?”
“No. You know, I’m new in here.”
“Me too. But I think there’s a beautiful place that we will find.”
Maya terdiam, memikirkan kata-kata Greyson. 'We? We will find?' Apa maksud kata dari 'We'?
“It’s gonna be great.” Tutur Maya.
“Yeah. Um, Maya, I’m sorry but I have to go now. With my dad,”
Maya membuyarkan lamunannya, “Oh yes, it’s okay.”
“Bye! It’s nice to talking to you.”
“Nice to talking to you too,”
Maya mengembalikan ponselnya, namun Greyson berteriak, sehingga membuat Maya kembali menaruh ponselnya ditelinganya.
“Need to talk again?”
“Yeah. See you tomorrow at your place!”

Maya mengembalikan ponselnya, namun Greyson berteriak, sehingga membuat Maya kembali menaruh ponselnya ditelinganya.
“Need to talk again?”
“Yeah. See you tomorrow at your place!”
Maya menganga, dan secepat mungkin berbicara.“Hey, wait! What do you me…”
Maya berhenti berbicara. Karena panggilan telah terputus.

Oke, jadi, inti dari semuanya adalah,

Greyson akan berkunjung kerumah Maya.
Besok.
Besok.
Besok.
Perasaan Maya panik tak karuan. Kalian bayangkan saja, berkunjung. Seorang Greyson, berkunjung kerumah Maya?
That’s was a dream.
Maya mencubit tangannya berkali-kali, namun ia berhenti karna menyadari bahwa semua ini nyata.
Ini nyata.

***

Maya menceritakan semuanya pada Tante Ira. Hampir saja ia menyemburkan teh yang ia minum ketika mendengar Maya yang mengatakan bahwa besok ia akan berkunjung kerumah.
“Kamu serius?!”
“Aku gak bohong.” Ucap Maya.
“Astaga, benar-benar mengejutkan.”
Maya meletakkan tangan kanan didahinya. Sampai sekarang ia tak tau apa yang harus ia lakukan.
“Oke, gini deh. Kamu beresin kamar, terus ntar kita beresin ruang keluarga bareng-bareng. Tuh, kamu liat kan? Berantakan bukan main,” Tutur Tante Ira, “Sekarang beresin kamar dulu, baru kita kerja sama. Oke?”
Maya mengangguk dan segera menurut. Ia memasuki kamarnya dan mulai membereskan barang-barang yang menurutnya berantakan.

Cukup memakan waktu yang agak lama untuk membersihkan kamar Maya. Apalagi, ia melakukannya sendiri. Maya mengusap keringat yang mengucur di dahinya, dan pergi keluar kamar untuk menemui Tante nya.
“Wow, keringetan ya? Kerja keras banget dong berarti,” Goda Tante Ira. Maya tersenyum kecil.
“Tante juga abis beresin kamar tadi. Sekarang, langsung aja ya, kita ke ruang keluarga.” Ajak Tante Ira. Maya mengangguk dan mengikuti Tante Ira dari belakang menuju ruang keluarga.

Maya dan Tante nya mulai merapikan dan membersihkan ruang keluarga. Maya membersihkan karpet menggunakan penyedot debu, sedangkan Tante Ira menyapu-nyapu bagian-bagian ruangan menggunakan kemoceng. Mereka bekerja sama sampai akhirnya, dalam waktu satu jam kurang sepuluh menit, ruang keluarga rapid an bersih.

Maya dan Tante nya menyender disalah satu sofa, betapa lelahnya hari ini. Maya tak menyangka bahwa akhirnya kedatangan Greyson diesok hari akan membawa pekerjaan sama antara dirinya dengan Tante nya. Menurutnya, ini menyenangkan, walaupun menguras banyak tenaga. Maya pun pergi meninggalkan Tante nya menuju kamar, diraihnya ponsel yang ia tinggalkan dikamar sejak tadi, dan betapa terkejutnya Maya ketika ia menerima tiga pesan singkat sekaligus.

Dan kau tau dari siapa?

Greyson.

‘Maya, what are you doing?’
‘Are you there? Oh, I think no :/’
‘If you see this text, please answer. I’ll waiting (:’

Maya tersenyum. Jantungnya sedikit berdebar. Tak menyangka bahwa secepat itu Greyson akan kembali mengenalnya. Lebih mengejutkannya lagi, mengenalnya dengan dekat seperti ini. Ini semua jauh dari pikiran Maya yang hanya terpikir akan sebatas menjadi sang purple sky. Tidak lebih.

Namun, takdir bertindak lain. Mereka dipertemukan kembali.

Maya membuyarkan lamunan sejenaknya tersebut, ia membalas pesan Greyson, dan menunggunya hingga ia membalas. Tak lama, datang lagi pesan singkat tersebut.
‘No problem. It’s alright (: Well, I have to back work now, text you later!(:’
Maya tersenyum. Ia menyukai sifat Greyson yang bersifat tanggung jawab dengan apa yang dikerjakannya. Maya membalas pesan tersebut dan meninggalkan kembali ponselnya dikamarnya. Lantas, apa yang ia lakukan sekarang?

Tentu saja tidur.

***

Maya bangun tidur dengan lemasnya. Entah kenapa badannya merasa sedikit pegal, namun ia menghiraukannya. Maya berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar terlihat lebih fresh, dan keluar kamar untuk menemui Tante nya.

Tante Ira sedang sibuk menelpon kerabatnya. Maya berjalan kearah televise dan mengganti channel yang menurutnya bagus, baru kali ini ia melihat Tante nya belum tidur hingga tengah malam.
“Kok bangun jam segini?” Tanya Tante Ira seusai menelpon. Maya melirik jam, tepat jam setengah 12 malam, Maya memang tertidur saat sore tadi.
“Aku gak mungkin bisa tidur dari sore sampe pagi, Tan.”
“Tante baru saja mau tidur. Kamu mau tidur jam berapa nanti?”
Maya mengangkat bahu, “Mungkin saja tidak tidur.”
“Hey, anak perempuan tak boleh begadang semalaman.” Tegur Tante Ira pada Maya, “Night, dear”
Maya tersenyum pada Tante nya dan berpaling kearah televisi. Mata Maya hanya tertuju pada televisi yang sedang ia tonton. Sekali-kali jari-jari tangannya menekan tombol remote tv yang ia pegang.

Maya mendapatkan ide. Saat ini, Inggris sedang malam, pasti di Indonesia sedang cerah. Maya berlari pelan menuju kamarnya dan membawa laptopnya menuju ruang keluarga. Ia menyalakan laptopnya tersebut dan menyalakannya. Setelah siap, ia membuka jejaring social favorite nya yaitu Twitter, dan bersorak karena salah satu sahabatnya sedang melakukan hal yang sama.
Andrea.
Maya langsung mengirim mention pada Andrea, dan memintanya untuk segera membuka Skype nya. Dan tak lama, Andrea membalasnya dengan riang dan mengatakan bahwa ia akan membuka Skype nya saat itu juga.

Maya menunggu sahabatnya, dilihatnya contact Skype nya dan tak lama, status Skype Andrea berubah menjadi ‘Online’ dan icon nya berubah menjadi warna hijau.
Maya tersenyum lebar,
MayaNayore : ANDREAAAA!
Andrea_US : MAYAAAAAAA! Kangen banget! Kita video call aja, masih ada Shalia dan Lola nih yang daritadi sorak sorakan terus!
MayaNayore: Sip!
Andrea mengirimkan permintaan untuk memulai video call, Maya menekan tombol ‘Accept’ dan tak lama terlihat wajah ketiga sahabatnya tersebut yang tak ada perubahan.
“Mayaaa!” Sapa ketiga sahabatnya berbarengan.
“Haaai. Kangen banget sama kalian. Gak ada perubahan ya, masih sama aja hahaha.”
Shalia terlihat sedikit cemberut, “Heh, emangnya gue cepet tua gitu? Nggak ya gue mah awet muda,”
“Idiiih, pengen banget dibilang awet muda?” Timbrung Lola. Maya tertawa mendengarnya.
“Jam berapa disana?” Tanya Maya
“Jam setengah dua siang, kenapa? Lo jam berapa, May?”
Maya melirik jam, “Cuma mau tau, jam dua belas malem disini. Haha,”
“Waah, pantesan sunyi banget. Lo lagi dimana May?”
“Di ruang keluarga, mau liat kamar gue gak?”
“Mauuu!”
Maya tersenyum dan membawa laptopnya itu menuju kamar.
“Nih,”
“Wooow,” pekik ketiga temannya, “Keren juga.”
Maya tersenyum tipis
“Eh iya, lo dapet temen baru gak?”
Maya tersentak kaget, haruskah ia bercerita tentang apa yang baru saja ia dapatkan hari ini?

Maya menggigit bibir bawahnya, pikirannya bingung. Semua sahabatnya menatapnya dengan bingung.
“May?”
Maya tak menjawab
“Maaay?”
“Hai....iya?”
Semua sahabatnya menatap Maya dengan tajam
“Lo ngumpetin sesuatu ya?” Tanya Shalia misterius
“Cepet bilang, apa yang lo umpetin?” Timbal Lola
“Jangan bohong” Tambah Andrea. Membuat Maya jadi tambah bingung.
Maya terus terdiam, terkadang ia menatap sahabatnya dengan senyum yang aneh, haruskah ia bercerita pada sahabatnya?

Maya benar-benar tak siap untuk mengatakan hal ini selain Tante nya. Bukannya ia tak mempercayai semua sahabatnya, namun, ia rasa lebih baik untuk tidak membicarakan hal ini pada orang banyak. Karena bisa bahaya jika banyak yang mengetahui tentang hal ini. Hal mengejutkan ini.

Namun sepertinya Maya tak dapat berbuat banyak,
“Gue….ceritain besok ya? Laptop gue low. Daah!”
Maya langsung menekan tombol laptop dan dalam sekejap laptopnya pun mati.
Maya menyender pada sofa kamarnya, mencoba untuk menjernihkan pikirannya saat ini. Maya memutuskan untuk kembvali ke ruang televisi dan melanjutkan acara yang sedang ia lihat.

Maya terus menonton televisi hingga pukul dua malam. Alhasil, ia tak berpindah tempat dan ia tertidur disofa ruang keluarga dengan posisi tiduran, tanpa piyama, dan keadaan televisi yang masih menyala.

***

Maya bangun dengan kesal. Tak tau mengapa tapi bel rumahnya yang terus berbunyi itu mengganggu tidurnya. Maya sudha berkali-kali berteriak memanggil Tante nya dan meminta tolong untuk membukakan pintu, namun Tante nya tak kunjung membukakan pintu. Bahkan tidak menyaut panggilan Maya.

Dengan langkah gontai, ngantuk, disertai rasa kesal, Maya berjalan pelan sambil mengusap-ngusap wajahnya yang terlihat lesu. Rambutnya pun terlihat sangat berantakan, bajunya terlihat berantakan pula. Maya membuka pintu rumahnya tanpa mengintip siapa yang baru saja datang, Maya
“Astaga, siapa sih yang dateng pagi-pagi gi……”

Maya berhenti berbicara. Badannya mematung. Matanya yang sejak tadi terasa berat untuk melihat, langsung terbuka lebar ketika melihatnya berdiri dengan tampannya tepat didepan pintu rumah Maya. Dan tentu saja, Maya terlihat sangat terkejut.

‘Astaga, astaga, astaga. Ya Tuhan, kenapa dia dateng pagi-pagi gini?’

Maya menampakkan senyum kecil diwajahnya, sementara Greyson, menatapnya dengan senyum yang lebar.
"Am i....disturb your sleep?"
"No, i'm sorry but i look not good int his morning because, because i don't know that you......."
Greyson memotong ucapan Maya, "It's okay. I understand. Well, i think it's my fault because i come to your house without tell you before. I just want to see you in the morning."
Tak tau mengapa, tapi akhir kata yang diucapkan Greyson tersebut............Membuat Maya terpaku.
"Hey? You okay?" Tanya Greyson sambil melambai-lambaikan tangan tepat didepan wajah Maya.
"Oh. Yes, i'm okay. Sorry. Let's come in," Ajak Maya. Greyson mengikutinya dari belakang dan duduk disalah satu sofa ruang tamu.
"Wanna drink something?"
"I'm not thirsty, thanks." Jawab Greyson. Maya mengangguk dan meninggalkan Greyson sendiri diruang tamu.
"Greyson?"
Greyson menoleh kearah Maya yang sudah berada diatas.
"I want to take a bath. May i?"
"Of course! Why not?"
Maya tersenyum, "You can come to my room if you want too. I'll be back,"
Greyson mengangguk. Maya berjalan menuju arah kamar mandi. Tak lama, Greyson bangkit dari duduknya, menaiki anak tangga dan membuka pintu kamar Maya perlahan.

Greyson memerhatikan seluruh isi ruangan kamarnya. Rapi, tak berantakan. Greyson dapat memakluminya, karena biasanya anak perempuan memang mempunyai kamar yang rapi. Greyson menatap foto-foto yang terpajang, semua fotonya terlihat masih baru. Maksudnya, Maya yang sekarang. Tak ada foto Maya sewaktu ia masih kecil. Padahal, Greyson ingin sekali melihat wajah Maya ketika masih kecil.

Greyson duduk disalah satu kursi, dan menatap jendela kamar Maya yang terbuka. Udara sejuk dan panas matahari masuk kedalam kamar Maya menuju jendela tersebut. Greyson berdiri tepat didepan jendela kamar Maya dan melihat pemandangan diluar sana. Sesekali ia menoleh kebelakang, memastikan bahwa Maya telah selesai membersihkan dirinya.

"Greyson?"
Greyson menoleh, lamunannya pun terpecahkan.
"Yes?"
Maya tersenyum, "Sorry if my room was so dirty,"
"No no, your room is so clean."
"Thanks." Ucap Maya malu-malu.
"I just see all your photos in your wall, why there's no pictures when you were little?"
Maya duduk dipinggir ranjangnya, menatap dinding kamarnya dan mencoba untuk menjawab. "You know, i'm not going to stay here forever. I just took some photos to be displayed in the room, as decoration."
Greyson mengangguk tanda mengerti.
"Why you not bring the photos when you were little? I mean, to be displayed on here."
Maya menatap Greyson dengan alis kanan yang naik.
"Em..I just want to see you when you were little."
Maya tertawa kecil, "I bring my album photos. When I was baby. Wanna see?"
"Sure!" Tutur Greyson. Maya berdiri menuju rak bukunya, dan mengambil album fotonya yang berjudul "Maya"

Maya duduk diatas karpet hitamnya, Greyson pun mengikuti. Maya membuka halaman pertama dalam album tersebut.
"This is me. When I was born. This is my Mom, this is my Dad." Ucap Maya sambil mengarahkan jari telunjuknya kepada masing-masing wajah.
"Who's this? The doctor?"
"Oh yes, this is my doctor."
"He looks not Indonesian person," Ucap Greyson.
"Yes. Well, i was born in other country, not in Indonesia."
"I see. Your face isn't looking Indonesian person at all."
Maya mengerutkan dahinya, "Really?"
"Well, that's what i saw."
Maya tersenyum tipis dan meneruskan. Halaman per halaman pun dibuka, satu persatu dikenalkan dan diberi tau oleh Maya. Mulai dari pergi ketempat suatu wisata, saat ulang tahun Maya dirayakan, saat Maya menangis, bahkan saat Maya berfoto dengan orang lain.

"You still remember all event in this album?" Tanya Greyson.
"Not really," Jawab Maya sambil menutup albumnya.
"But almost all the photo you remember the event."
Maya tersenyum kearah Greyson, "I don't know, everything was still stored in my mind."
Greyson membalas senyum Maya, "Amazing,"
Lagi-lagi Maya terpaku. Maya hanya tersenyum tipis dan menaruh kembali album tersebut pada rak bukunya.

"Have yoou eat your breakfast?"
Maya menggeleng, "Not yet."
"Let's go." Greyson meraih tangan Maya dengan cepat dan menariknya. Maya tersentak kaget namun terus mengikuti arah Greyson pergi.
"Where we going?"
"Somewhere, you will know." Jawab Greyson. Sesekali Maya melirik tangannya yang digenggam erat oleh Greyson. Maya tersenyum kecil.

Maya semakin bingung, ternyata ia dan Greyson tidak pergi menggunakan kendaraan. Melainkan jalan kaki.
"Where we going?" Tanya Maya untuk yang kedua kalinya.
Greyson menoleh dan tersenyum, "Curious?"
Maya mengangguk
"We're going to have some breakfast."
"Where?"
"You will see. C'mon run Maya run!" Ajak Greyson tiba-tiba dan langsung berlari dengan kencang. Tentu saja Maya tersentak kaget dan mengikutinya berlari.
"Greyson wait!" Teriak Maya. Namun Greyson tak kunjung berhenti, malah lebih jauh. Alhasil, Maya kehilangan jejaknya. Dan Maya sendiri, dia tak tau dimana ia berada sekarang. Ia tak mengenali jalan ini.
Maya menghentikan langkahnya, "Greyson?"
"Greyson?" Panggilnya lagi.
Namun Greyson tak menampakkan dirinya. Sepertinya ia benar-benar sudah jauh.
Maya menatap sekelilingnya. Sepi. Sama sekali tak ada orang yang lewat maupun keluar rumah. Maya bergidik ngeri. Ia berjalan perlahan-lahan, tanpa memerhatikan langkahnya, tanpa memerhatikan depan.
Dan tiba-tiba,
"WAAAA!!"
Maya melompat kebelakang dan berteriak. Greyson dengan santainya muncul begitu saja dibalik semak-semak. Sungguh, itu membuat Maya sangat terkejut.
"Gosh hahahaha your face!"
Maya cemberut, "It's not funny,"
Greyson menghampiri Maya dan berdiri disampingnya, "I'm sorry,"
Maya tak menjawab. Wajahnya terlihat kesal.
"Maya, sorry. Just kidding,"
Maya menatap Greyson dengan wajah yang sinis, "What ever. Tell me where we going?"
"Somewhere."
"Ahh come on,"
Greyson pun mengalah, "Okay. We're going to my place. Breakfast together."

***

Kau pasti tak bisa bayangkan ini. Betapa terkejutnya ia saat mengetahui bahwa ternyata, Greyson membawanya menuju tempat Greyson tinggal.
Tempat Greyson tinggal.
Yang kumaksud adalah, rumahnya.
Jantung Maya sempat tak terkontrol selama beberapa kali. Maya terus mencoba agar perasaannya kembali tenang. Meskipun ia tau bahwa ia tak akan pernah bisa tenang saat ini.
Tak akan.
Maya telah sampai tepat didepan rumah Greyson. Rumahnya cukup besar dimata Maya. Dan tentu saja mewah. Namun ia tak menghiraukannya, yang ada didalam benaknya saat ini adalah, apa yang akan ia katakan pada keluarganya nanti?
"Welcome to my house. My England house." Sambut Greyson. Maya tersenyum tipis.

Greyson membuka pintu rumahnya dan berteriak, "I'm home!"
Seorang perempuan tinggi mengenakan celana legging selutut dengan kaus berwarna kuning pun datang,"Greyson, did you bring my.....Hello, Maya!"
Alexa.
Maya tersenyum pada Alexa, "Hey Alexa!"
"How did you come here?"
"Well um Greyson take me to here,"
Alexa tersenyum kecil pada Greyson, "Ahem."
"Alexa, shut up." Rintih Greyson pada Kakaknya. Alexa tertawa. Sedangkan Maya hanya bisa tersenyum tipis.
"Where's Mom and Dad?"
"Oh, they are going to super market. Why?"
"Nothing. Let's go," Greyson kembali menarik tangan Maya. Maya hanya bisa mengikuti Greyson dari belakang. Ia pun menoleh kebelakang dan menatap Alexa yang sedang tersenyum melihat ekspresi Maya yang kebingungan.

Greyson dan Maya duduk disalah satu kursi meja makan, disana telah tersedia sarapan pagi yang tertata sempurna.
"Greyson..."
Greyson menatap Maya,
"Is it ok i eat my breakfast on your house?"
Greyson tersenyum lepas, "Come on, we're friends. Just eat that, before you go sick."
Maya tersenyum tipis dan mulai memakan sarapannya dengan malu-malu.
"Is that good?"
Maya menoleh, Alexa. Berdiri tepat dipintu ruang makan.
"Do you like it?"
Maya mengangguk.
"I made it. Just for you. Well, Greyson tell me that you will come, so...I made breakfast for you." Ucap Alexa.
"This is so good, thank you Alexa. i like it so much."
Alexa mengangguk dan pergi. Greyson dan Maya meneruskan makannya. Setelah selesai, Greyson mengajak Maya untuk berkeliling sebentar dalam rumahnya. Menuju kamarnya, ruang favorite Greyson, dan lain sebagainya.

Tak lama, mereka memutuskan untuk kembali. Karena Maya merasa khawatir dengan Tante nya, terlebih lagi, Tante nya tak mengetahui kepergian Maya yang memang mendadak ini.
"Today is fun," Tutur Greyson. Yang membuat Maya tersenyum. Entah mengapa, rasanya senang sekali setelah Greyson mengatakan 'Today is fun'. Artinya, ia merasa senang bermain dengan Maya, bukan?
"Yeah, but remember, before you take me to your house, you should tell me first." Kata Maya. Greyson tertawa kecil, membentuk jarinya menjadi 'Peace' dan tersenyum, "I'm sorry. I promise."
Maya mengangguk dan tersenyum.
"Maya, what is your favorite place? And why?"
Maya terdiam, mencoba untuk merangaki kata-kata yang baik untuk menjawab pertanyaan Greyson tersebut, setelah beberapa menit berfikir, ia membuka mulut. "Park. Because it can makes my mind calm. And i love park with a fountain. It's looks more beautiful. In park, you can see the birds fly, you can hear the splashing of the water when there was a fountain. And maybe you can sleep on the grass. Look up at the sky, feel free to say something, feel free to screaming, and feel free to see the beautiful sky and you will get a best feeling. And you can look at the beautiful flowers also, look at the tree, staring at the beautiful park will makes you want to stay longer there."
Greyson menatap Maya dengan penuh perhatian. Menatap Maya dari samping wajahnya, terus menatapnya dari awal bicara sampai ia berhenti berbicara. Menurutnya, Maya mempunyai sisi keunikan tersendiri. Dan ia merasa tertarik dengan itu.
"And how about you?" Maya berbalik tanya.
"Me? Beach."
"Why?"
"You can play with the water, you can surfing, you can play with sand and makes a castle. I don't know why but it's very fun for me to go to there. oh and also, beach can be a romantic place when you decorate it."
"Really? Have you do that?"
"Not yet."
Maya mengangguk, "So we have the different favorite place,"
"Yes. But you know, when beach and park become one, it can be more more..."
"More?"
"More amazing."
Maya mengerutkan dahinya, "Amazing?"
"Yes. Just imagine it, when there was a park, but there's was a water too, i mean, beach water. And deep inside of the water, there was a beautiful coral with a different color, and there was a fish too. And also there was a green grass. Flower, and the tree will decorate the edge of it. Isn't it beautiful?"
Maya terdiam sejenak, ia mencoba membayangkan apa yang baru saja dikatakan Greyson, "Yes."
"I love park too, especially a park with a fountain or a fishpond."
Maya tersenyum, "Me too."

Tak terasa, mereka telah sampai dirumah Maya. Maya masuk kedalam rumahnya dan mendapati Tante nya sedang tertidur tepat diruang keluarga.
"Who's her?"
"My aunt."
Greyson melihat jam tangannya, "I think i must go back to home."
Maya menoleh, "Oh, well, okay then."
Maya menemani Greyson untuk keluar rumah dan menaiki mobilnya,
"Thanks for today."
"Thanks for today too. We can do it again,"
"But not with shocking me again,"
Greyson tertawa, "Never. I promise. Bye!"
Maya melambaikan tangannya dan menunggu Greyson untuk menjauh. Setelah mobilnya menjauh, Maya masuk kedalam rumahnya dan duduk disofa ruang tamunya. Tak lama, ia tersenyum. Membayangkan tentang apa yang baru saja ia dapati hari ini. Benar-benar mencengangkan. Semua ini diluar batas dipikirannya. Maya menyenderkan tubuhnya dan mulai membayangkan lagi apa yang telah ia dapatkan hari ini. Apa yang telah ia lakukan bersamanya, apa yang telah ia ucapkan padanya hari ini, dan apa yang telah ia perbuat padanya hari ini.
Dan jantung Maya berdetak kencang ketika Maya memikirkan hal itu.
Maya mengigit kuku ibu jari kanannya. Tanpa disadari, Maya mulai merasakan ketertarikan yang mendalam terhadap Greyson. Dan lebih anehnya lagi,

Greyson pun merasakan hal yang sama.

God, are they feeling the love right now?


-God, what’s wrong with Maya?-


Maya segera membuyarkan lamunan anehnya tersebut. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur dan mengambil beberapa makanan kecil berupa cemilan dari lemari es nya. Dan ia pun segera berjalan menuju kamarnya.

Maya meraih ponselnya dan membalas beberapa pesan singkat yang masuk, betapa lucunya saat ia melihat Greyson mengiriminya pesan singkat berupa:

“So glad to having fun with you today. We should do it again tomorrow!(:”

***

Sore ini, Maya memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama Carole, yang memang jarang sekali diperbolehkan untuk keluar rumah. Bahkan, saking bosannya, kadang Carole suka berbohong untuk mencari alasan agar ia bisa bermain keluar. Kedua orang tuanya memang melarang keras Carole untuk keluar rumah. Entah apa maksud dan tujuan mereka. Tapi menurut Maya, itu aneh.

Maya menggenggam pegangan kursi roda Carole dan mendorongnya, sesekali Maya berhenti dan berjongkok tepat disamping atau didepan Carole. Agar gampang untuk berbincang.
“So, where we going now?”
“Hmm....Let’s just walking while talking, it’s looks more fun.”
“Okay, just give it to me.”
Carole tersenyum. “Tell me more about you, Maya.”
“About me?”
“Yeah.”
Maya berpikir sejenak, “Hmm, let me think...A weird girl. That’s all.”
Carole mengerutkan dahinya, “Weird? No you’re not.”
“Yes I am. Weird girl with a big smiles in her face,” Tutur Maya lagi. Carole tertawa kecil.

Mereka berhenti pada suatu tempat. Disana sepi, hanya orang orang yang lewat saja yang berjalan didaerah sana. Maya menduduki salah satu kursi yang menganggur, dan melanjutkan obrolannya dengan Carole.
“Tired?”
Maya menggeleng.
“I thought you was tired,”
Maya tersenyum tipis. Carole memandangnya selama beberapa menit, Maya terus menatap kebawah. Sesekali bibirnya membentuk lengkungan yang manis, alias senyumnya.
“Maya, is there any guy you like?”
Maya tersentak kaget dan langsung menatap Carole dengan begitu saja.
“What? Me? No.”
Carole tersenyum aneh, “Don’t lie. Come on, I can see it from your smile.”
Maya tersenyum lagi, “My smile? Why?”
“Um..Looks different before I met you.”
Maya tersenyum lagi.
“So I was right? Tell me tell me who is he!” Sontak Carole tiba-tiba.
“Wait wait, I’m not in love with someone. I’m just..I’m just..”
“Just?”
Maya tak menjawab.
“Come on, trust me I’ll keep it.”
Maya menimbang-nimbang lagi. Sepertinya bukan saat yang tepat untuk membocorkan tentang apa yang baru saja ia dapatkan. Terlebih lagi, mereka baru saja dekat.
Maya mencoba untuk mencari topik baru untuk mencoba Carole melupakan tentang senyumannya, “Um, do you know Greyson Chance?”
“Yes, why?”
Maya terdiam, bola matanya tak menatap kearah Carole.
“Hey? Why? Is there any wrong with him?”
“Nothing. He is cute, isn’t it?”
Carole memasang wajah bingung tak karuan, “Yes.” Jawabnya singkat. Ia makin bingung dengan sikap temannya yang tiba-tiba berubah saat itu.

Actually, Maya is thinking of Greyson. That’s the reason why she’s smiling like an idiot at the right time when she was with Carole.

***

“Maya?”
Senyum Maya mengembang diwajahnya, “Hey,”
“How are you?”
“That’s a weird question.” Cetus Maya. Greyson tertawa mendengar suara protes Maya.
“Okay, what are you doing?”
“Me? Watching tv as usual. And…you?”
“Me? Listening your voice.”
Jantung Maya seperti berhenti berdetak saat itu juga.
“Listening my voice?”
“Yeah. It’s cute, may I record it?”
Maya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil terus tersenyum. ‘This guy such a flirt.’ Batinnya dalam hati.
“Gosh, for what you record it?”
“So I can hear your voice every time I want.”
Maya tersenyum lagi. Badannya mematung.
“Stop flirting, Greyson.”
“But how if I mean it?”
Maya terdiam lagi.
“Maya, what is your full name?”
“Maya Aristy Nayore. Why?”
“Pretty name as the own.”
Maya tersenyum lagi. Kali ini senyumannya lebih lebar. Tanpa disadari, wajahnya memerah.
“Stop flirting, Greyson.”
“We should do flirt duel, don’t you agree?”
Maya tersentak kaget, “What?! No! I’m not a flirty one as you.”
Greyson tertawa, “Just kitteeeen,”
Maya tersenyum, “How about the pillow fight? That’s more fun! I’ll be the winner.”
“Oh really? Sure, we gonna do it one day. And let’s see who will be the winner.”
“I’m ready as well.” Jawab Maya mantap.
Greyson tertawa kecil, “Okay, em, I’m bored. Wanna do something for me?”
“Um, sure.” Jawab Maya ragi-ragu.
“Sing.”
Maya menaikkan alis kanannya, “Sing?”
“Yeah, I haven’t hear your voice to sing again.”
“Wait. So, you want me to…to sing? No way.”
“Aw come ooooon pleaseeee”
Maya meletakkan tangan kirinya pada dahi, “No way Greyson no way.”
“Pleaseeee Maya pleaseee,”
“Nooo my voice looks not good today.”
“I don’t care. Please please just for once pleaseee.”
Maya mengigit bibir bawahnya, “Just once, okay?”
“Okay okay I promise.”
Maya menarik nafas dalam-dalam dan mulai menyanyikan lagu yang sedang ia gemari akhir-akhir ini

‘And in another life, I would be your girl. We keep all our promises, be us against the world. And in other life, I would make you stay. So I don’t have to stay you were, the one that got away. The one that got away.’

Maya berhenti nyanyi dan terus menggenggam ponsel ditelinga sebelah kanannya. Menunggu Greyson untuk mengatakan sesuatu.
“Can you sing it for me again, please?”
Maya memutar kedua bola matanya, “No way.”
“Hahahaha, just kidding. Thank you, your voice cheer me up.”
“No problem. Glad you feel cheer up.” Ucap Maya sambil tersenyum, “But that was a bad voice, really.”
“Not at all,” Bantah Greyson, “I enjoyed it.”
“How do you says it good, when I just feel that my voice was so bad?”
Greyson tersenyum, “You know, every girl has a pretty voice when they are singing. Especially, you.”
Maya terdiam dan tersenyum.

“And you know, I record it. Thank you for singing for me.”

***

Maya sama sekali tak bisa tertidur saat ini. ini sungguh benar-benar mengejutkan untuknya. Tak bisa dipercaya apa yang baru saja ia dengarkan tadi.

“And you know, I record it. Thank you for singing for me.”

Oh My God.

Maya memejamkan matanya selama beberapa kali, lalu membukanya kembali. Ia menatap langit-langit kamarnya dan merenung, Maya benar-benar tak tau harus berkata dan harus melakukan apa saat ini. Yang hanya ia bisa lakukan hanyalah tersenyum, dan mencoba untuk mengontrol dirinya sendiri.

Dirinya sendiri. Dari detak jantung yang tak menormal.

Sampai sekarang pun, Maya masih merasakan detakan jantungnya yang berderum. Jarang sekali, Maya merasakan detakan yang seperti ini.

Dan anehnya, orang pertama yang telah membuatnya begini adalah,
Greyson.
Dan orang yang terus melekat dalam pikiran Maya, adalah orang yang sama.
Greyson.
Dan, Maya benar-benar tak bisa menyembunyikan senyum jika mendengar suara atau bertemu dengannya.


“God, what’s wrong with me? Am I, feeling what is love right now?”

Sinar matahari pagi masuk kedalam jendela kamar Maya yang terbuka. Udara segar London di pagi hari membuat Maya terbangun akan tidurnya. Pasti Tantenya yang telah membuka jendela kamarnya tersebut.

Maya bangun dengan wajah super berantakan. Wajahnya terlihat masih menyimpan banyak kantuk. Dengan langkah gontai, Maya masuk kedalam kamar mandi dan membasuh wajahnya.

Maya keluar dari kamarnya dan berjalan menghampiri Tante nya yang sedang memasak. Timbul pikiran jahil dari benak Maya, ‘Kagetin ah.’
Maya berjalan pelan pelan, dengan berhati-hati, dan ketika ia hanya berjarak beberapa cm dari tubuh Tantenya, Maya berteriak. Dan tentu saja Tante nya ikutan berteriak karena terkejut.

Maya tertawa terbahak-bahak melihat wajah Tante nya yang super panik. Tante Ira bercakak pinggang dan menatap Maya dengan serius.
“Maya Aristy Nayore…”
Maya bergidik ngeri, “Yes…Tante?”
Maya mundur beberapa langkah, berbalik badan dan langsung lari menuju kamarnya sebelum mendengar Tante nya berbicara. Dasar anak jahil.

Maya masuk lagi kedalam kamarnya dan meraih ponselnya. Dua pesan masuk telah menunggu untuk dibaca, dan dua dua nya adalah, dari Greyson.
‘Good morning! Have a nice day. (:’
‘Wake up…Maya wake uppp. Look what’s time is it….Omg! It’s 9AM! Wake up!’
Maya tertawa melihat pesan terakhir Greyson padanya. Maya pun membalas, ‘I’m awake now! Have a nice day too, Greyson. :]’
Maya meletakkan kembali ponselnya tersebut, dan berjalan menuju kamar mandi. Ia berniat untuk membersihkan dirinya sebelum menjalankan aktivitasnya kembali. Entah aktivitas apa yang akan ia lakukan hari ini, yang jelas, ia akan menghabiskan waktu diluar rumah.

***

Maya menghabiskan waktu yang cukup lama didalam kamar mandi. Setelah merasa puas, ia segera berpakaian dan memberanikan diri untuk turun kebawah. Menemui Tante nya yang baru saja Maya kagetkan. Maya turun secara perlahan lahan, dan menghampiri Tante yang sedang memainkan ponselnya.
“Tante…”
Tante nya hanya melirik Maya,
“Hehehehe maaf. Kan Cuma bercanda,”
Tante Ira memutar kedua bola matanya, “Hhh, dasar anak jaman sekarang. Sarapan gih, kamu tumben mandi jam segini. Mau kemana?”
Maya duduk disalah satu kursi meja makan, meminum susu pagi nya, dan melahap satu suapan sarapannya. “Gatau deh, palingan main sama Carole,”
“Duh, Carole tuh jarang boleh keluar loh. Orang tuanya protektif banget, Tante takutnya kalo dia keluar terus ntar dia dimarahin dan gak boleh main sama kamu lagi.”
Maya terdiam, dan berhenti mengunyah. Sebenarnya, ucapan Tante Ira itu ada betulnya.
“Tapi dia kalo mau keluar suka izin kok.”
“Izinnya bohong?”
Maya mengangkat bahu.
“Yah, Tante bukannya ngelarang kamu main sama dia. Tapi, kan kalo dia izinnya bohong terus kan gak baik.”
Maya mengangguk tanda mengerti. Tiba-tiba, ia merasa ponselnya bergetar. Tanda ada telepon masuk. Maya segera merogoh saku celananya, meraih ponselnya.
Ada rasa sedikit terkejut saat melihat siapa yang tengah menelponnya saat ini.
“He..Hello?”
“Maya! Gosh, finally you’re awake!”
Maya tertawa kecil, “Sorry. I’m so sleepy,”
“No problem. Well um, today is my free day. And I don’t have any plan for today. Wanna go hang out with me?”
DEG!
Tentu saja Maya sangat terkejut.
“H..Hang out? Where?”
“Well, my manager isn’t allow me to go to the mall. My parents too. So, let’s walking around here or there.”
Maya tersenyum, “okay.”
“I’ll go to your place, after I accompany my parents. Okay? Call you later!”
“Bye,” Ucap Maya lembut. Pembicaraan pun terputus. Maya meletakkan ponselnya diatas meja. Dan meneruskan sarapannya.
“Cieeee,” Goda Tante nya tiba-tiba. Yang membuat Maya berhenti mengunyah, “Dari siapa tuh?”
Maya mengalihkan pandangan dari Tante nya, “Bukan siapa-siapa kok.”
“Ah yang bener? Bilang aja Greyson. Pake ngelak,” Celetuk Tante Ira sambil meninggalkan Maya yang sedang terpatung. Tante nya itu memang senang sekali menggoda Maya jika sedang dekat dengan laki-laki. Maya dapat memaklumkan Tante jahilnya tersebut.

***

“Maya.”
“Yes?”
Greyson tersenyum dan memandang Maya, “Tell me more about you.”
“About me?”
Greyson mengangguk.
“I’m a girl, I love park, I love playing, I love seeing everybody smile…” Ucap Maya sambil terus berpikir, “Well I don’t know anything else about myself hehe.”
Greyson tersenyum, “Let’s see…umm do you like reading?”
“A little.”
“Do you good in sport?”
“Not really only basketball the sport I like,”
“Do you can play an instrument?”
Maya menoleh kearah Greyson, “Guitar.”
“Wow, really? Well I think I can learn from you how to play the guitar,”
“And I think I can learn from you too, how to play the piano.” Timbal Maya. Greyson tersenyum.
“I love London in the evening,”
“Why?” Tanya Maya penasaran.
“It’s cool, the sunset looks so beautiful, and the sky looks so amazing.”
Maya mengalihkan pandangan dari Greyson, mencoba untuk menatap kedepan, dan melihat langit, “Yes..”
“My sister says, there was a beautiful park, but I don’t know where.”
Maya mengangkat alis, “I never seen a park over there before,”
“So let’s find it together!” Ajak Greyson girang dibarengi dengan sautan gandengan tangan tiba-tiba. Maya terkejut, namun ia berusaha untuk tetap tenang walaupun jantungnya berdetak kencang tak karuan.

***

Hampir semua tempat mereka putari, mereka lewati, namun tak juga mereka temukan taman indah yang dibicarakan Alexa, kakak Greyson. Greyson dan Maya merasa sangat lelah dengan apa yang baru saja mereka lakukan saat ini. Namun, mereka tetap berjalan. Dan, tetap bergandengan tangan.

“I think my sister pranked me..” Ucap Greyson dengan letih.
“Maybe,” Jawab Maya pelan. Namun tiba-tiba matanya terbelalak, dan menetap pada suatu tatapan.
“My sister is such a prank girl. Well he often prank me, and I prank her back..”
“Greyson.” Maya memotong ucapan Greyson. Greyson menoleh, Maya menunjuk pada suatu tempat. Itulah…Itulah tamannya! Yang mereka cari-cari, kini telah mereka temukan!

Taman itu memang berjarak jauh dari rumah Maya maupun rumah Greyson. Tapi, mereka tak peduli. Yang penting, mereka mempunyai tempat yang nyaman untuk berbincang bersama.
Taman itu mempunyai air mancur, kolam ikan, rumput hijau mengelilingi jalan taman, dan…Pohon besar yang depannya sebuah tempat duduk. Disertai dengan dua ayunan yang kosong.

Tanpa ba bi bu lagi, Maya menarik tangan Greyson dan langsung berlari kearah taman tersebut. Benar-benar indah, ucap Maya dalam hati. Maya berjalan pelan, melihat ikan-ikan yang sedang berlari kesana kemari, air mancur yang mengalir dengan suara gemerciknya, angin sepoi-sepoi yang mulai terasa dingin, serta daun daun pohon yang berbunyi ketika terkena angin. Maya duduk tepat dikursi depan pohon besar. Baru kali ini, Maya menemukan taman yang mempunyai tempat duduk tepat didepan sebuah pohon besar. Terasa sangat nyaman bagi Maya. Rasanya ingin berlama-lama disini.
“This is more than beautiful. This is amazing. I love this,” Ucap Maya.
“I know you will love it. Well, my sister isn’t lied, she's isn't pranked me. I love this too,” Sambung Greyson yang duduk tepat disamping Maya.
“Wanna stay longer here?”
“Sure.”
Maya tersenyum dan menatap kedepan, tanpa disadari, Greyson terus menatapnya dari samping.
“Hey!” Tegur Maya tiba-tiba, “Let’s sleep on the grass!”
Maya berdiri dan menjatuhkan badannya tepat dirumput hijau. Tatapannya lurus menghadap langit langit yang sudah mulai berubah menjadi warna oranye, karena sebentar lagi matahari akan terbenam.

“Look at the sky, it’s turn to orange.”
“Yes,” Jawab Maya pelan. Perasaannya tenang sekali.
“You’re right. It can makes me calm.”
Maya menoleh kearah Greyson, “I know you will say it.”
“Maya….”
“Yes?”
“Umm…..Wanna know what's my opinion about you?”
“Sure! I'd be glad to hear that.”
Greyson tersenyum.
“Well, in my eyes umm, you're talk active, funny, fun to talking, and I think you're have a good attitude. But you're such a tomboy girl.”
Maya tertawa kecil. "I am. Well, I don't really like wearing a dress, or wearing make up or high heels...I prefer to t-shirt, jeans, and shoes."
Greyson tersenyum "So..You never wearing a dress before?"
"I've wearing it. In a big party,"
Greyson mengangguk pelan.
"Well thanks anyway."
"It's not finished yet,"
Maya menaikkan alisnya, "So..there is still an opinion? Okay so continued it."
Greyson tersenyum,
"You're cute. You're different."
Maya mengangkat alis, dan Maya mematung. Jantungnya mulai tak terkendali.
"Different?"
Greyson mengangguk.
Maya menganggap itu sebagai pujian, "Thank you."

Maya menutup kedua wajahnya. Entah mengapa, tiba-tiba wajahnya terasa sedikit aneh.
“Don’t hide your faceee,” Ucap Greyson sambil berusaha menyingkirkan tangan Maya dari wajahnya.
“Wait...Why?”
“Really want to know?”
Maya membuka wajahnya, dan menatap Greyson dengan curiga, “What?”
“Because it’s hard for me to staring ato you.”
DEG!
Maya mematung. Darahnya mengalir deras saat ini.
‘God, he’s such a sweet heart.’ Batin Maya.
“I hope we can meet everyday,” Ucap Greyson lagi. Maya menoleh kearahnya, “I hope so. Well, if I go back to Indonesia, come anytime to my house. We can play something there,”
Greyson menatap Maya kembali, “I will.”

Senyum Maya melebar.
"I'll waiting."
Greyson menatap Maya dan tersenyum kembali. Mereka bertatapan selama beberapa menit sampai akhirnya matahari pun terbenam.

"Sunset...." Ucap Maya pelan sambil bangkit dari tidurnya.
"It's so beautiful.." Sambung Greyson. Maya mengangguk dan terus menatap matahari terbenam hingga tak terlihat.

***

"I love today. We found the most beautiful park I ever seen," Greyson tersenyum, "You can go there anytime you want."
Maya menoleh kearah Greyson, "So you too. We found it together, right? So I pretend that the park are ours."
Greyson melemparkan senyumnya lagi. Entah kenapa, berada didekat Maya membuatnya tenang. Begitu juga sebaliknya. Itu yang membuat Greyson merasa 'betah' jika berada disamping Maya.

Tak terasa Greyson telah mengantarkan Maya hingga sampai dirumahnya, "Thanks. For today,"
Greyson tersenyum, "No problem. Well better I call my driver to pick me up." Tutur Greyson sambil mengeluarkan ponselnya dan mentor pesan singkat. Maya memutuskan untuk menemaninya hingga supirnya datang. Percakapan dan candaan tawa mengisi kekosongan waktu tersebut. Hingga akhirnya, supir Greyson datang untuk menjemput.
"Okay, um glad to have my time with you."
"Glad to have my time with you too."
"We should do it often, don't you agree?" Tanya Greyson dengan tampang canda. Maya tertawa, "Yea, I'm agree."
Greyson tersenyum dan tiba-tiba ia berbisik, "Keep your smile and your laugh. I love it."
Maya mematung.
Greyson masuk kedalam mobilnya, dan membuka kaca mobil, "See you tomorrow!"

***

Maya melamun. Dan yang ada didalam pikirannya adalah, "Keep your smile and your laugh. I love it."

Entah mengapa tapi Maya merasakan, desaran darah yang mengalir deras saat ia bertatapan dengan Greyson, atau saat saling melemparkan senyuman. Begitu juga pada saat Greyson mengatakan sesuatu yang manis, yang bisa membuat Maya tersenyum 24Jam. Dan Maya menyukai itu.

Dan Maya menyukai itu.

Maya membungkam. Tak lama, ia tersenyum sambil memeluk kedua kaki yang ia angkat. Tak tau mengapa, tapi akhir-akhir ini, pikiran melamunnya dihabiskan untuk memikirkan....

Memikirkan Greyson.

Lamunannya terpecahkan akan bunyi ponselnya yang berdering keras. Maya melihat layar ponselnya dan tersenyum ketika mengetahui siapa yang sedang menghubunginya.
Maya menekan tombol "Answer" dan meletakkan ponselnya ditelinga kanan, "Hello?"
"Hey." Sapanya.
"Hey Maya, what are you doing?"
"Me? Looking outside from the window. You?"
"Me too."
Maya tersenyum
"Miss you already,"
DEG!
Jantung Maya serasa berhenti berdetak.
Maya menghela nafas, mencoba untuk mengontrol dirinya. "Miss you too."
"Can I see you tomorrow?"
"Of course. I don't have any plan for tomorrow, so we can hang out together," Jawab Maya.
"Great! Let's see what we gonna do tomorrow em...."
"Wait, you don't have any work?" Tanya Maya.
"No, tomorrow is the only one my free day,"
Maya mengerutkan dahi, "You should use your free day for a break, for take a rest. Right?"
"Well, I rather playing with you for a day than take my time just for a rest in home. It's boring,"
Maya tersenyum, "Okay, it's up to you."
"Look, it's 10 o'clock. I'm gonna sleep now, you have to do it too."
"Ahh, it's not my bed time."
"Me too," Timbal Greyson, "But my Mom said sleep at the midnight everyday isn't good for you. So you must going to sleep before 12 PM,"
Maya teringat Ibunya. Ibunya yang selalu menasihati jika Maya melakukan kesalahan. Entah mengapa, Maya menjadi teringat akan masa-masa menyakitkan tersebut. Masa yang telah membuat air matanya berjatuhan. Hingga akhirnya, kebahagiaan pun datang membawa senyum ceria diwajah Maya.
"Maya?"
"Oh..Sorry. I'm listening. Um, if you sleep I will sleep too,"
"Good. Well, I'm going to the bed now. Good night Maya, sweet dream." Ucap Greyson dengan suara manisnya. Maya memeluk guling dan menarik selimutnya, "You too."

"And don't forget to dream me. See you tomorrow."

Maya tersenyum lebar. Melihat orang yang membuatnya bahagia tersebut tersenyum padanya. Maya kembali menatap langit-langit yang makin terlihat keren. Maya menopang kepalanya dengan kedua tangannya. Namun tiba tiba, tangan kiri Greyson memindahkan tangan Maya, dan menggantikan tangan Maya untuk menopang kepalanya.
“Let me be your pillow,”
Maya tertawa kecil dengan keadaan jantung yang berdebum kencang. Maya semakin nyaman dengan apa yang ia sedang lakukan saat ini. Tidur diatas rumput dengan orang yang telah membuatnya benar-benar tersenyum, memandang pemandangan langit dengan indahnya, ditambah lagi, dengan topangan lengan kiri yang berada tepat dibawah kepalanya. Sebagai bantalnya.
Dan itu semakin membuatnya terasa nyaman.

Maya menoleh kearah Greyson yang sedang berbicara tanpa menoleh, pandangannya terus menghadap kedepan. Maya terus menatapnya dengan tatapan penuh pengertian. Entah pengertian apa maksudnya, intinya, susah bagi Maya untuk mengalihkan pandangan dari Greyson.

Dan Maya sendiri tak mengerti kenapa begitu.

***

Maya pulang kerumah dengan keadaan yang penuh dengan senyuman. Tante Ira, yang sejak daritadi menunggu kehadirannya, sampi kebingungan melihat tingkah keponakannya yang satu itu.
“Hey, akhirnya kamu pulang juga sampe Tante tungguin nih. Udah makan? Kok senyum senyum sih?”
Maya melirik Tantenya, “Belum. Engga kok aku gak senyum senyum,”
“Halaah bohong, ada sesuatu pasti ya?”
Senyum Maya terlihat makin lebar, “Ngga Tante. Udah ah aku mandi dulu ya abis itu mau makan bye Tantee” Ujar Maya sambil berlari cepat menuju kamarnya. Meninggalkan Tante nya yang masih penuh dengan pertanyaan dalam pikirannya.

Maya membuka pintu kamarnya dan segera masuk kedalam kamar mandi dan membersihkan dirinya. Setelah merasa selesai, Maya segera keluar dari kamar mandi. Hari ini serasa lelah sekali baginya, tapi, semua rasa lelah itu seakan hilang begitu saja ketika mengingat apa saja yang baru ia lakukan hari ini, senyumnya kembali terlihat.

Maya duduk tepat diatas karpet kamarnya, ia membaca beberapa novel kesukaannya yang sengaja ia bawa untuk mengisi waktu bosannya. Bacaan Maya terhenti sampai ketika ia mendengar suara ponselnya yang berdering kencang. Maya berlari pelan menuju meja kecil tempat ia meletakkan ponselnya. Senyumnya mengembang ketika mengetahui siapa yang sedang menghubunginya saat ini.
“Hello?”
“Maya! I’m so happy for today. Thank you very much!”
Maya tersenyum, “No problem. I’m glad you like to hang out with me,”
“Well of course I am.” Ucap Greyson sambil tertawa kecil, “What are you doing?”
“Me? I’m reading my novel. Well, my favorite novel. What about you?”
“What novel? I’m gonna playing video games with my brother. I hope I can be the winner for this,”
Maya tersenyum, “Autumn in Paris. Yes, I pray for you. Don’t worry,”
“Autumn in Paris? It was a great name can I borrow?!” Sontak Greyson tiba-tiba.
“Of course but, it’s using Indonesian, not English.”
“Oh okay, maybe I must learning Indonesian before I read that.” Ucap Greyson dengan nada candanya. Maya tertawa.
“Maya! Ayo turun! Kamu belum makan kan? Ayo makan dulu!”
Maya menyadari bahwa ia memang belum makan sejak tadi sore, dan Tante nya telah berteriak menyuruhnya turun. “Iya, Tante! Aku turun sekarang!”
“I’m sorry Greyson, i have to go now. Talk to you later!”
Okay, bye!”
“Bye!” Ucap Maya buru-buru.

Maya turun dengan gesit dan berlari kecil menuju ruang makan. Ditemui Tante nya yang telah menunggunya untuk makan malam,
“Hai tan,”
“Hey, makan malem udah nunggu tuh.” Ucap Tante Ira, Maya melirik meja makan, tersenyum dan langsung duduk sambil mulai memakan makan malamnya.
“Denger-denger, kamu tambah deket ya?”
Maya memperpelan kunyahannya, mencoba untuk mengontrol dirinya akn ucapan Tante nya tersebut, “Maksudnya?”’
“Ah keponakan Tante mulai malu malu nih,” Goda Tante nya lagi. Maya tersenyum malu-malu, “We’re just friends, nggak lebih Tan.”
“I know,” Ucap Tante Ira, “Tante Cuma mau mengingatkan, berikan kepercayan penuh untuk lelaki yang kamu suka. Karna mereka akan mengerti dan akan merespon kepercayaanmu suatu saat nanti.”

***

Maya tertidur diranjang kamarnya. Sebuah kalimat Tante nya yang baru saja diuapkan, harus melekat dalam pikiran Maya. Maya menatap langit-langit kamarnya, pikirannya melayang melayang memikirkan hal hal kejadian akhir akhir ini. Ia merasakan kerinduannya pada Indonesia, sahabat sahabatnya, dan tentu saja kedua orang tua dan adiknya yang menyebalkan itu.

Maya bangkit dari ranjangnya, entah mengapa ada keinginan dalam dirinya untuk melihat lihat ulang foto dirinya ketika ia baru saja diizinkan untuk tinggal di bumi, untuk melihat dunia, dan melihat orang orang sekelilingnya yang menyayanginya. Maya membuka halaman pertama album fotonya, Maya dengan kedua orang tuanya. Ibu Maya yang terbaring lemas dengan senyum tulusnya, dan Ayah Maya yang menggendong Maya dengan lembut duduk disamping Ibu Maya dan tersenyum pula. Foto itu menjadi foto pertama yang paling indah menurut Maya.

Maya membuka halaman kedua, halaman ketiga dan seterusnya. Hingga akhirnya ia berhenti pada suatu halaman, itu adalah foto dimana semua keluarga Maya berkumpul. Dari pihak Ayahnya, maupun Ibunya. Maya merindukan mereka semua.

Dan foto terakhir, ketika Maya berumur dua tahun, duduk disamping Ayah nya yang lagi lagi menggendong seorang bayi, dan Ibunya yang terbaring lemas pula diranjang rumah sakit. Maya mengerti siapa yang sedang digendong Ayahnya tersebut. Tentu saja adiknya.

Maya menutup album foto kenangannya tersebut. Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata seberapa rindunya ia dengan keluarganya saat ini. Dengan keluarga nya yang rukun, keluarganya yang masih utuh, dan masih bisa mengeluarkan canda tawa. Kini, Maya harus menerima kenyataan bahwa inilah kehidupan barunya, takdir yang harus diterima.

Senyuman Maya adalah senyum yang sesungguhnya. Maya telah menjalani hidupnya dengan baik. Dengan senyum, dengan kebahagiaan yang baru saja ia terima walaupun tak semuanya berjalan dengan baik. Dan mungkin salah satu faktor senyumannya akhir-akhir ini adalah dia.

Dia.

'I was only thinking about him. Is he one of million factor why I'm smiling?'

***

Nostalgia Maya di malam hari sangat menyenangkan. Ditemani dengan bintang bintang dilangit dan bulan, serta pemandangan London dimalam hari, lampu lampu jalanan atau lampu lampu yang menerangi jalanan sekitar rumah Maya, membuat Maya makin betah untuk tetap membuka matanya. Tapi sayangnya, tanpa disadari ia tertidur persis diatas karpet kesayangannya.

Maya bangun cepat dipagi ini. Menyadari badannya agak pegal setelah tertidur diatas karpetnya tadi malam. Setelah membersihkan dirinya, Maya membawa sarapan paginya, sereal sambil menonton televisi dipagi hari. Tante nya lagi lagi tak berada dirumah. Maya memakan sereal kesukaannya dengan keadaan mata tertuju lurus pada televisi. Maya melirik jam, jam sembilan pagi. Adakah pesan atau missed call masuk dari ponselnya?

Maya naik keatas dan masuk kedalam kamarnya, dilihat ponselnya. Kosong. Tak ada pesan ataupun missed call yang masuk. Maya merasa aneh. Tak biasanya dia tak mengirim pesan seperti ini. Biasanya, dialah yang membangunkan Maya dipagi hari, namun kali ini tidak.

Maya berusaha untuk tetap mengerti dan memaklumkan Greyson yang saat ini tidak mengabari dirinya. Atau lebih tepatnya, tidak menghubungi Maya ‘Mungkin Greyson lagi banyak urusan’ Tuturnya dalam hati.

***

Hingga sore ini, ponsel Maya tak sekalipun berdering. Maya semakin merasa keanehan dan merasa seperti ada sesuatu yang membuatnya gelisah. Sekarang menunjukkan pukul tiga sore, matahari masih bersinar terang, namun tak lama lagi pasti langit akan berubah menjadi keoranyean. Tante Ira mengatakan, London akan semakin dingin dalam waktu dekat. Jadi, ia menyarankan Maya untuk terus mengenakan baju hangatnya.

Maya memutuskan untuk pergi ke taman favoritnya, untuk menghilangkan rasa jenuhnya seharian ini. Maya berjalan pelan dan menyapa beberapa warga yang sedang bermain diluar sana, Maya berjalan santai sampai di taman, hingga jalannya pun terhenti ketika melihat….

Melihat Greyson.

Tepat di taman tersebut.

Dan yang lebih membuat Maya tersentak adalah…
Ia memeluk seorang perempuan.

Entah ini benar atau tidak, tapi, Maya merasakan kesakitan yang mendalam pada hatinya. Entah itu cemburu, iri atau kesal? Maya tak mengerti.
Tapi, siapa Maya? Ia tak berarti apa-apa. Ia hanyalah teman bagi Greyson.
Teman.
“Gak seharusnya gue disini.” Ucap Maya dengan nada pelan.

Maya berlari kencang tanpa menyadari Greyson yang baru saja melihatnya. Melihatnya berlari menjauh. Jauh dan jauh.

Maya berlari dengan kencang tanpa melihat kekanan atau kekiri, atau bahkan menatap kedepan. Pandangannya terus menatap kebawah. Sampai orang orang yang melihatnya pun merasa kebingungan. Karna Maya tak pernah berlari secepat itu.

Maya berhenti disuatu tempat yang sepi. Entah mengapa tiba tiba ia berhenti tapi ia merasa ia telah kehabisan tenaga untuk berlari. Maya berhenti disuatu tempat yang benar benar sunyi. Dan inilah tempat ayng cocok untuknya saat ini.
Maya berdiri tegap. Maya terdiam. Pikirannya melayang layang. Rasanya seperti, ada seseorang yang telah menusuk hatinya. Entah apa maksudnya. Tapi Maya merasakan pedih yang mendalam. Pedih yang sangat membuatnya ingin....ingin menangis.

Maya mengurung kan niatnya untuk menangis. Maya duduk dipinggir jalan, meluruskan kakinya. Dan menunduk. Mencoba untuk menjernihkan pikirannya untuk saat ini.
‘Kenapa gue harus nangis? Gue…Gue bukan siapa siapa…’ Batinnya dalam hati.
Tapi, mengapa saat Maya melihat Greyson memeluk perempuan itu Maya merasa sangat sedih?
Mengapa Maya merasakan rindu yang mendalam hanya karena tak bertemu sehari saja dengannya?
Dan mengapa Maya merasakan ada keganjalan dalam hatinya saat ini? Apa maksud dari semua ini?

Maya merenung. Kejadian itu masih terngiang ngiang dalam ingatannya. Seakan akan terus melekat dalam pikirannya. Maya mencoba untuk melupakannya. Tapi ia tau, tidak akan semudah itu untuk melupakan kejadian…kejadian yang baru saja membuatnya ingin menangis.

Maya bangkit dari duduknya, berdiri dan menatap jalanan. Ia merasakan seperti ada butiran butiran es yang jatuh kebahu nya. Maya menoleh.

Salju.

Maya tersenyum pelan. Namun saat itu juga air matanya menetes.

Dan saat itu juga Maya menyadari bahwa dirinya telah dilanda kecemburuan.
“Nggak seharusnya gue cemburu. Who I am? I’m just his friend. Only friend. So for what I’m jealous? It’s mean nothing.” Bantah Maya pada dirinya sendiri. Sambil mengusap air matanya yang jatuh.

Namun seberapapun Maya mengusap air matanya yang jatuh, akan terus mengalir juga air matanya kepipinya.

“Who I am? I’m only his friend. So for what I am jealous? For what? Why are you crying, Maya? Why?”

"I should not be jealous. No. I shouldn't."

Maya kembali duduk dipinggir jalan sepi tersebut, ditatapnya jalanan yang kosong, sepi, tak ada orang ataupun kendaraan yang lewat. Entah jalanan apa ini sampai sesepi ini. Jalan angker, jalan tak dikenal, Maya tak memperdulikan hal ini. Hatinya terasa semerawut, atau istilahnya berantakan. Pikirannya berpikir kemana-mana. Hal ini yang membuatnya tak mau beranjak pergi dari tempat ini.

Maya menghapus air matanya beberapa kali. Ia merasakan kedinginan yang sangat menusuk. Maya hanya mengenakan baju berlengan panjang dengan celana panjang tipis. Tanpa jaket, tanpa syal, tanpa sweater. Tetapi Maya kembali tak perduli. Maya mengulurkan tangannya merasakan butiran butiran es es lembut salju yang jatuh ketangannya. Maya tersenyum tipis.

“Nggak seharusnya gue terlarut dalam kesedihan kayak gini. Dia temen gue, gue gaboleh jealous, nggak boleh. You and him only friend, Maya. Don’t you realize it?” Tutur Maya lagi. Maya menarik nafas dalam-dalam, menoba untuk meregangkan pikiran didalam kepalanya. Maya menghapus air mata yang telah tergenang dimatanya. “You don't need to crying again,”

Maya bangkit dari duduknya dan berlari lari kecil bermain dengan salju. Salju pertamanya. Menurutnya ini asik, menyenangkan, walaupun ia merasakan dingin yang tak karuan.

“Sebaiknya gue pulang.” Ucap Maya pelan. “Bye, snow. Thank you for cheer me up.” Maya tersenyum. Lalu berlari lagi menuju rumahnya.

***

“Habis dari mana aja kamu? Aduh, salju baru aja turun, kamu pake baju tipis begitu. Cepet ganti baju! Tante buatin coklat panas.” Kata Tante Ira yang menyambut Maya pulang kerumah.
Maya mengangguk dan berlari keatas untuk mengganti baju, setelah selesai ia kembali turun kebawah dan meminum cokelat panasnya.
“Lain kali, kalau pergi bawa ponselmu.” Ucap Tante Ira sambil menggenggam ponsel Maya. “Tante?”
“Ada telpon sampe lima kali, tadinya mau Tante diemin aja, tapi masa iya udah lima kali nelpon gak diangkat. Akhirnya Tante angkat terus Tante bilang….”
“Siapa yang nelpon?!” Potong Maya tiba-tiba.
“Nih kamu liat aja sendiri.” Ucap Tante Ira sambil menyerahkan ponsel Maya. Dengan gesit, Maya melihat ponselnya.
“Greyson…”
“Dia nelpon kamu berkali-kali, Tante bilang aja kamu lagi keluar. Dia nanya, keluar kemana. Tante bilang gak tau.”
Maya merasa lega, “Makasih Tan,”
“Sama-sama. Kamu emangnya tadi kemana? Keliatannya dia khawatir berat gitu sama kamu,” Godanya tiba-tiba. Entah mengapa Maya yang biasanya digoda oleh Tante Ira merasa malu, sekarang merasa terhenyak.
“Hey? Kok tante dikacangin sih. Kamu kenapa?” Tanya Tante Ira yang baru menyadari keponakannya terdiam.
“Nggak apa-apa,” Sangkal Maya. “Aku mau kekamar ya Tan. Aku ngantuk,”
Tante Ira menatap keponakannya itu dengan beribu pertanyaan. ‘Nggak biasanya Maya begitu. Biasanya kalo digodain malu-malu, ini malah lesu. Kenapa ya?’

Maya masuk kedalam kamarnya. Duduk dipinggir ranjang dan kembali melamun. Diliriknya jam waker yang terletak disebelah ranjangnya, menunjukkan pukul setengah tujuh malam. ‘Pasti Tante terheran-heran kenapa gue bilang gue mau tidur.’ Batinnya dalam hati.

Maya menjatuhkan tubuhnya keranjang, dan menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya kembali bertanya-tanya, ‘Kenapa sih….kenapa gue begitu sedih pas ngeliat…ngeliat Greyson meluk cewek lain?’
“Yaampun Maya kapan sih lo nyadar lo tuh cuma temen! “ Ucap Maya dengan nada tinggi.
“Cuma temen…” Ulangnya dengan nada pelan. Tanpa disadari matanya kembali tergenang dengan air mata.
“Stop. Gue nggak bisa kayak gini terus,” Ucap Maya lagi pada dirinya yang benar-benar terasa aneh. Maya duduk diatas ranjangnya dan memeluk kedua kakinya. Mencoba untuk menjernihkan pikirannya, mencoba untuk melupakan sedikit demi sedikit memori buruknya. Maya kembali menjatuhkan tubuhnya. Kepalanya ia letakkan tepat diatas bantal. Ia memijat pelan dahinya, “Lupain, Maya. Lupain…”

Maya memiringkan tubuhnya, tanpa disadari ia bertatapan dengan…..dengan sebuket mawar. Mawar indahnya.
Maya bangkit dari tidurnya dan mengenggam mawar itu. Maya mencoba untuk mengingat ngingat masa indahnya sewaktu itu, masa masa yang paling membuat jantungnya berdetak tak karuan, membuatnya benar-benar merasakan……kebahagiaan.

Maya membaca tulisan yang Greyson tulis didalam bungkus mawar tersebut, Maya mencium mawar tersebut, dan masih terasa aroma wanginya. Tanpa tersadari, satu dua butir air mata Maya jatuh kedalam kelopak bunga mawar tersebut. Maya memeluk mawar tersebut dengan penuh perasaan.
“Dear beautiful roses, I’m in trouble with the guy who gave you to me. I know it was wrong, I’m only his friend. But why I feel really down when I saw….I saw him with other girl? Is that named…………Jealous?”

***

Maya membuka matanya perlahan. Diluruskan kedua tangannya, dan Maya bangkit tanpa senyum yang menghiasi wajahnya.

Maya berjalan menuju jendela kamarnya, matahari terlihat menyinari London, namun tetap terasa dingin. Maya tak sabar untuk keluar dan bermain salju lagi. Ia memutuskan untuk segara mandi dan mengajak Carole untuk bermain bersama.

Setelah semua siap, Maya menunggu didepan rumahnya. Menunggu kehadiran Carole. Mungkin dengan ini, ia bisa melupakan kejadian kemarin yang telah membuatnya menjatuhkan air mata lagi. Sepuluh menit kemudian, datanglah Carole dengan syal berwarna merah yang melingkari lehernya dan kursi roda yang ia pakai.
“Maya!”
“Carole!” Maya menghampiri Carole dengan cepat. “You look cute today,”
“Thanks. You too.” Puji Carole. Maya tersenyum. “So let’s playing together!”

***

“Great snowball war!!” Ucap Maya girang, sepertinya senyumannya telah kembali. “We should do it more!”
“Yeah! That was really fun, I wish I can beat you next time,”
Maya tertawa, “Oh I will waiting.”
Maya mendorong kursi roda Carole untuk mengantarkannya pulang. Matahari tak terasa panas saat ini, jadi Maya bisa terus bersantai.
“Thank you, Maya. Can we playing again tomorrow?”
“Of course! Why not?”
Carole tersenyum lebar, “Thank you so much!”
Maya melambaikan tangannya dan pergi menjauh dari rumah Carole. Maya memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana, dan sekarang ia bingung apa yang harus ia lakukan. Tak ada Carole, tak ada teman bermain lagi. Namun dua jam bermain dengannya telah membuat Maya merasa senang.

Maya berhenti berjalan. Entah mengapa, hatinya seperti mendorong ia untuk pergi ketaman itu. “Nggak. Nggak boleh. Nggak boleh kesana.” Tolak Maya sambil meneruskan jalannya. Namun entah mengapa, hatinya bersikeras untuk menyuruhnya kesana. Maya semakin merasakan kegelisahan, haruskah ia kesana? Untuk apa? Bagaimana jika ada Greyson dengan perempuan lain?

“Harus nggak sih gue kesana?” Tanya Maya dalam dirinya yang semakin ragu.
Maya memutuskan untuk terus berjalan. Maya menoleh kearah kiri, arah untuk menuju taman indahnya. Maya berhenti tepat ditengah tengah jalan antara jalan untuk kerumahnya atau jalan untuk pergi ketaman tersebut. Maya menoleh beberapa kali, memastikan dirinya untuk tidak pergi kesana.
“Nggak, nggak boleh kesana. Nggak ada deh,”

Maya berlari kencang menuju arah rumahnya. Namun selama ia berlari, hatinya seperti menyuruhnya untuk berputar balik. Mengurungkan niatnya untuk kembali kerumah. Maya tak berhenti, ia tak mendengarkan apa kata hatinya. Maya terus berlari kerumah hingga akhirnya ia sampai dirumah nyamannya.

Maya masuk dan membuka jaket serta topinya. Maya duduk didepan tepat diruang tamu rumahnya. Pikirannya kembali mengkosong, tatapannya datar. Hati Maya seperti terus menerus menyuruhnya keluar rumah dan pergi ke taman. Seperti aka nada sesuatu yang terjadi. Maya menggeleng selama beberapa kali, menunjukkan bahwa ia tak akan kembali ke taman itu. Tak akan.

Namun sepertinya Maya lelah akan kegelisahan yang melanda dirinya. Tanpa jaket, syal maupun topi, Maya membuka pintu rumahnya dengan tergesa-geda dan tanpa memperdulikan kedinginan yang akan menyelimuti dirinya. Maya berlari sekuat tenaga sambil menarik nafas sekali-kali sewaktu ia berjalan. Nafasnya terengah-engah. Rasa dingin menusuk dirinya. Namun Maya tak memperdulikan itu, seakan akan kegelisahan dalam hatinya hilang begitu saja.

Maya sampai di taman indahnya. Sepi. Dingin. Dengan salju yang menutupi rumput hijau, air mancur yang tak begitu terdengar karena tertutup oleh salju yang jatuh, daun daun pohon tertutup salju, hampir semua warna tertutup dengan warna putih jernih salju. Namun walaupun begitu, Maya tetap menyukai taman ini.

Maya berdiri menghadap pohon besar. Lama lama dingin mulai terasa menusuk, terlebih lagi dengan angin yang tertiup beberapa kali. Maya tetap tak memerdulikan hal itu. Yang ia inginkan sekarang adalah, ketenangan dalam hatinya.
“Gue udah ditaman sekarang. Dan gue udah gak gelisah lagi. Tapi untuk apa gue kesini? Disini nggak ada apa-apa. Nggak akan ada sesuatu yang terjadi. Nggak akan ada yang datang…” Bisik Maya pelan pada dirinya.

Dan ternyata, air matanya kembali jatuh.

“I know I will find you in here.”
Maya tersentak kaget. Suara itu…….suara yang ia kenal. Suara yang ia sukai. Dan suara yang benar-benar ia rindukan.
“And I knew when I saw a girl ran faster after saw me hug someone. That girl is you”
“No it wasn’t me.” Sangkal Maya
“Yes you are.” Timpal Greyson yang mengetahui bahwa Maya berbohong. Maya tak menoleh dan tak menjawab. Air matanya kembali jatuh. Dan Maya berusaha untuk terus mengusap air matanya.
“She’s just my fans,”
Maya kembali tak menjawab.
“Say something, Maya.”
“I don’t care.” Ucap Maya keras.
“No you’re not.” Sangkal Greyson dengan cepat. Ia berjalan menghampiri Maya dan memeluknya dari samping. Mencoba untuk meyakinkan Maya serta mencoba untuk menghangatkan tubuh Maya. Greyson tau suhu saat ini sedang dingin sekali, dan Maya termasuk orang yang tak perduli dengan dirinya. Tanpa mengenakan jaket atau pakaian hangat.
Maya mematung. Detak jantungnya berdetak tak karuan.
“Trust me, she’s just my fans.” Bisik Greyson tepat ditelinga kiri Maya. Dan entah mengapa itu membuat perasaan Maya tenang.
‘Thanks God. You make me feel better now,’ Batin Maya dalam hati.

“Maya, I miss you.”

***


“Feel better?”
Maya mengangguk. Betapa senangnya ia karena kini senyuman telah kembali kepada dirinya. Dan sedikit demi sedikit pikirannya telah merasa tenang. Saat ini ia sedang menghabiskan waktunya untuk berjalan jalan dan berbincang bersama. Selain untuk mengisi waktu kosong, juga untuk menghilangkan rasa rindu mereka.
“You better wear this,” Tutur Greyson sambil melepas jaketnya, “No no no. You better wear that, I’m okay, don’t worry.”
“You say don’t worry but I’m worrying. Just wear this to make you feel better. The weather isn’t good.”
Maya mengangguk pelan dan mengenakan jaket Greyson yang terasa hangat dan wangi. Kedinginan memang menusuk badannya daritadi, tapi saat ini sepertinya itu telah hilang.

“Maya?”
Maya menoleh dan tiba-tiba saja Greyson melempar bola salju tepat mengenai rambutnya.
“Greyson!! Not on my hair!” Teriaknya dengan kesal.Maya memang sangat protektif terhadap rambutnya, karna menurutnya rambut susah untuk dibersihkan jika terkena sesuatu yang lengket, basah, ataupun berminyak.
Maya segera membuat bola salju dan melemparnya kepada Greyson. Begitu juga sebaliknya.

“Ahh you’re cheating!”
“What? Me? No!”
Greyson dan Maya terus bermain perang bola salju hingga waktu menunjukkan pukul enam sore. Dan mereka memutuskan untuk kembali kerumah.

Saat ini Greyson tak bisa mengantarkan Maya kembali kerumah. Sepertinya ada pekerjaan yang menunggu. Maya mengerti tentang pekerjaannya yang sibuk. Walaupun begitu, ia telah merasa senang karna hari ini ia telah kembali. Kembali menjadi dirinya.
“Do you know what is the beautiful thing I ever seen?”
Maya berfikir sejenak lalu mengangkat bahu, “No. What is it?"
Greyson tersenyum & menatap Maya dalam “Your smile.” Ucapnya sambil berbisik lalu berjalan cepat mendahului Maya yang mendesak terpatung.

“Thanks for today.” Ucap Maya terlebih dahulu.
“Thanks for today too. Sorry I can’t accompany you to go to your home.”
Maya tersenyum, “It’s okay. Oh well, your jacket?”
“Wear it until you come to your house. Take it. I know it will be okay,”
Maya tertawa kecil, “Okay then. See you later.” Maya melambaikan tangannya dan pergi perlahan. Tak lama terdengar suara teriakan Greyson,
“Maya! I will beat you snowball war! Just waiting!”
Maya menoleh kebelakang dan tertawa, “Okay, Mr, Chance. I will be glad to do it again with you.”
Greyson tertawa kecil, “See you tomorrow sweet heart!

Maya terdesak begitu saja ketika mendengar Greyson memanggil namanya dengan panggilan lain. Tetapi Greyson, dengan santainya berjalan dengan keadaan headset yang terpasang dikedua telinganya. Maya menggeleng gelengkan kepala sambil tersipu. Maya pun memutuskan untuk kembali berjalan kerumahnya. Masih dengan keadaan tersenyum malu-malu.

“I’m home!”
Maya merasa aneh. Televisinya tak menyala, sepi, lampu dapur yang biasanya menyala kali ini gelap gulita. Maya tak mendapati Tante nya yang biasanya sedang menonton televisi atau memainkan ponsel diruang makan. Maya memutuskan untuk menelpon Tante nya.
“Ah kok nggak diangkat,” Rintih Maya. Timbul rasa khawatir dalam dirinya, namun ia mencoba untuk tetap tenang.

Maya membuka kamar Tante nya, kamar tidurnya pun rapi. Maya keluar dan menutup pintu kamar. Tiba-tiba matanya terhenti pada secarik kertas yang tertempel di lemari pendingin,
‘Maya, Tante ada urusan penting. Dan Tante akan pulang besok pagi, soalnya ada masalah dipekerjaan Tante. Maaf ya. Untuk makan malam, kamu telpon pizza saja, nomor telpon dan uangnya udah Tante siapin disebelah kertas ini. Maaf ya Maya, Tante akan pulang secepatnya.
Ps: Ponsel Tante akan mati selama beberapa jam. Tante akan telpon kamu nanti’
Maya menghebuskan nafasnya, menarik secarik kertas tersebut dan meletakkannya dimeja makan. Maya merasa sedikit kecewa. Malam ini ia harus menyendiri didalam rumah. Sepi. Tidak ada orang. Hanya ia dan televisi malam ini.

Maya memutuskan untuk membersihkan badannya terlebih dahulu. Setelah itu, ia menelpon pizza terdekat sebagai makan malamnya. Maya menjatuhkan badannya tepat di sofa didepan televisi. Sembari menunggu pizza untuk datang, Maya sekali kali mengganti channel televisi untuk mencari sesuatu yang asyik untuk ditonton.

Tak lama pizza pun datang. Maya segera menerima dan memberikan uangnya. Setelah itu Maya segera memakan beberapa slice pizza. Merasa kenyang, Maya bingung hendak melakukan apa. Ia memutuskan untuk pindah kekamarnya dan melakukan sesuatu yang menyenangkan.

Maya masuk kedalam kamarnya dan terdiam. Benar-benar sepi dan membosankan. Ponselnya pun sepi. Maya menyalakan laptopnya dan membuka jejaring sosialnya. Ketiga sahabatnya tak terlihat, padahal Maya sangat merindukan mereka. ‘Alone. So bored. Nothing to do :/’
Itulah tweet pertama Maya. Maya membuka mentionnya, me retweet retweet tweets yang masuk, serta membalas beberapa tweets.

Maya mematikan laptopnya. “Ahh bosen banget!” Keluhnya lagi. Maya mengerjap ngerjapkan matanya beberapa kali. Tak terdengar satu suarapun ditelinganya. Tak lama, matanya terpejam. Maya mulai memasuki dunia mimpinya. Alias tertidur.

***

Maya merasa seperti ada sesuatu yang mengetuk jendelanya. Maya membuka matanya perlahan dan bangkit dari tidurnya, dilihatnya jendela yang terdengar berbunyi, Maya menatapnya dengan aneh. Maya merinding. Rasanya ingin keluar dari kamar dan menghampiri Tante nya. Tapia pa daya, tante nya pun tak kunjung ada dirumah. Maya berdiri perlahan-lahan. Dan berjalan selangkah selangkah. Dengan keberanian yang makin menciut, Maya meraih gorden kamar yang menutupi jendelanya.

Maya membuka gorden dengan perlahan. Betapa terkejutnya ia ketika melihat…..Melihat Greyson berdiri dengan tegap membelakangi Maya.
“Greyson?!”
Greyson menoleh dan tersenyum, “Hey,”
“What are you doing?!”
“I want to accompany you. I know you’re alone so yeah maybe we can playing together?”
Maya tersenyum, “Go to the door. I'll open it. Wait a minute.”
Maya berlari dengan kekuatan super, turun kebawah dan segera membuka pintu. Greyson telah berdiri didepan pintu dengan senyumnya yang merekah.
“When your aunt will go back?”
“Tomorrow, she said she will call me but….” Maya melihat ponselnya, “She’s not called me yet.”
“Maybe she’s forgot?”
Maya mengangkat bahu.
“Your face looks so sleepy, am I disturb your sleep?” Tanya Greyson polos. Maya tertawa kecil, “No you’re not. Come on” Maya menarik tangan Greyson untuk berlari menuju kamarnya.
“Your room looks good, not like mine.”
Maya tersenyum kecil, “Well, boys.”
“What are you doing before I come?” Tanya Greyson sambil menududuki salah satu kursi dikamar Maya.
“Umm, nothing much. Just do a boring things,”
Greyson terdiam memikirkan sesuatu, “Let’s do what you want, so you don't feel bored again.”
Maya tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya yang terlihat rapi, “Seriously?!”
Greyson mengangguk. Maya melirik jam, sekarang jam setengah tiga pagi kurang lima belas menit. ‘Ngapain ya yang enak jam tiga pagi’
Tiba-tiba Maya bangkit dari duduknya dan menarik tangan Greyson lagi. “Where we going?”
“Let’s watching fun movie!” Pekik Maya senang. Kenapa tak terpikir dari tadi untuk menonton film ya?
Greyson dan Maya sampai diruang keluarga. Maya menyuruh Greyson untuk memilih film, awalnya Greyson menolak, karna ini adalah caranya untuk menghilangkan rasa bosan Maya. Tapi karna Maya memaksa, Greyson pun mengalah.
“Let’s watch horror movie.”
Glek. Maya menelan ludahnya. Maya termasuk perempuan yang sangat phobia dengan film horror. Melihat Maya yang terpatung, timbul rasa jahil Greyson.
“Why are you silent?”
Maya terdiam.
“Scared, huh?”
Maya kembali terdiam.
“Oh I never thought that the talk active girl like you scared of horror movie. It’s so weird,”
Maya merengut, “What do you mean ‘weird’? No I’m not! Let’s watch the most horror movie you ever wathed.”
Greyson tersenyum kecil, sebenarnya ia tau bahwa Maya ketakutan dan berusaha untuk kelihatan tak takut karena celaannya.
“Okay, okay, Mrs. Nayore. Let me think umm….” Greyson mebolak balik bungkusan cd film film yang ada. Sekali kali ia membaca rangkuman cerita yang terletak dibelakang bungkusan film.

Setelah beberapa menit memilih, akhirnya Greyson menemukan cd yang ia cari. “This is what I searched!” Pekiknya pada Maya yang selama ini terus terdiam.
Setelah memasukkan cd, film pun kembali dimulai. Maya tak berani menatap layar televisi, pandangannya memandang kearah lain. Dan Greyson menyadari itu.
“The film is not looks there, Maya. Is there.” Tegur Greyson sambil menunjuk kearah layar televisi.
“Oh yeah, I know.”
Greyson tersenyum, muncul rasa tak tega dalam dirinya. Akhirnya, sebelum film itu dimulai, Greyson menyetop film itu. Maya terkejut dan memandangnya dengan aneh,
“Why you stopped it?”
Greyson tersenyum, “Because I know you’re scared.”
Maya terdiam, “How do you know?”
“I can feel it. I can see it. From your eyes,”
Maya terpatung. Entah mengapa jantungnya jadi merasa tak terkendali.
“Your eyes is looks different, not as usual as I ever seen.”
"Different?"
Greyson tersenyum, "Try to show your eyes with your cute smile. It's makes me better."
Jantung Maya kembali tak terkontrol. Ia mencoba untuk menutupi rasa ketegangannya itu. Ia mengalihkan pandangannya, menarik nafas dalam dalam, dan mencoba untuk menatapnya dengan biasa dan dengan senyuman, “How about now? Still looks different?”
Greyson menggeleng. "That's what I want,"
“Thanks.” Ucap Maya pelan.
“Let’s watch another movie! Emm, Harry Potter?”
Maya mengangguk, “Sure!”
Greyson memilih serial Harry Potter kesukaannya. Setelah menyetelnya, Greyson dan Maya segera menontonnya dengan perasaan tenang.

Sewaktu sedang serius menonton, Greyson melempar satu buah popcorn pada Maya.
“What. Are. You. Doing?” Tanya Maya dengan tatapan serius. Greyson bergidik ngeri.
Tanpa disadari, Maya telah menggenggam sekepal popcorn ditangan kanannya, dengan cepat ia langsung melempar popcorn itu dan tertawa terbahak-bahak.
“Oh my God your face hahahahaha”
Greyson pun tidak mau kalah, dilemparinya sekepal pop corn yang ia genggam pada Maya, “Take it back!”
“Oh, so we are do a popcorn war now?” Tanya Maya serius. Greyson tak menjawab namun langsung terus terusan melempar popcorn kearah Maya. Begitu juga seterusnya. Hingga akhirnya tanpa disadari rumah Maya penuh dengan popcorn yang berserakan. Karpet, sofa, lantai-lantai. Ugh.
“Oh no.” Kata Maya sambil mengusap keringatnya, “Time to cleaning.”
Mereka berdua saling tertawa melihat tampang masing masing yang terlihat sangat aneh. Banyak popcorn yang menyangkut dirambut mereka, bisa dipastikan Maya membutuhkan waktu lama untuk membersihkannya.

Maya mengambil pembersih debu. Greyson membantu Maya untuk membersihkan ruang tengah yang sangat berantakan ini, mulai dari melipat karpet, membersihkan sofa, dan yang lainnya. Tak jarang juga ditengah tengah pembersihan mereka saling menjahili satu sama lain. Dan itu membuat mereka merasa lebih dekat.

***

Greyson dan Maya akan pergi ke taman untuk melihat matahari terbit. Inilah keinginan yang paling Maya tunggu tunggu sejak tadi.
“Oh God, cleaning is such wasting my energy”
Greyson tersenyum, “I thought you like cleaning,”
Maya memasukkan kedua tangannya kedalam saku jaket, “A little.“
“I wonder how cold the park when the sun not there.“
Maya tersenyum, “That’s why I wear this scarf and this big jacket.”
“You like winter?”
Maya tersenyum, “Of course. Well, you know, Indonesia only have two seasons. And this is why I really enjoyed my first winter. With the cute snow.” Jawab Maya sambil menoleh kearah salju yang tampak asyik untuk dimainkan.
“How about you?” Tanya Maya
“Me too. It’s fun to playing with the snow,”
Maya tersenyum, “Oh look we are arrived!”
“It’s more lonely than as usual,”
Maya tersenyum, “Yeah. Don't worry, you're not alone. I'm here.“
Greyson membalas senyum Maya, "Of course I will never get scared to being alone if you was here. With me."
"Stop flirting," Ucap Maya tanpa menoleh. Mungkin itu cara baik untuk menutupkan rasa malunya.
"I mean it a lot."
Maya tersenyum pada Greyson dan mengusap kursi taman yang tertutup oleh salju dengan tangan kanannya. Disusul oleh Greyson yang mengikutinya dari samping.
“The weather isn’t really good.”
“Yeah, that’s winter. Always cold, but it’s kinda romantic.”
Maya mengangkat alis kanannya, “Romantic?”
Greyson menoleh kearah Maya dan memandangnya, “Yes. It’s kinda romantic when you located next to someone you like, and are in place that you like most. Talking each other at the place, see that person you love smiling, and wait until sunrise or sunset. Isn't it romantic?"
Maya tersenyum sambil menatap Greyson dengan penuh perasaan dan tertawa kecil, "Well um...yeah," Jawabnya malu-malu.
"I never seen the sunrise before,"
"Me too." Sambung Maya,
"Because I never wake up early to see the sunrise." Ucap Greyson dan Maya berbarengan. Lho?
"Yeah, we're have the same things." Ucap Maya tiba-tiba dengan berlaga sok serius, Greyson tertawa melihatnya.

Tak terasa, waktu berjalan dengan cepat. Langit sudah mulai terlihat terang walaupun masih terasa angin dingin yang berhembus. Greyson dan Maya memutuskan untuk menidurkan diri tepat diatas rumput. Seperti biasa.
"Ten.."
"Nine.."
"Eight.."
"Seven.."
"Six.."
"Five.."
"Four.."
Maya dan Greyson menoleh, "Let's say it together,"
"Three, two.."
Mereka saling bertatapan,
"One!!"
Terlihat disana Sang Surya muncul dari arah timur. Sinarnya mulai menerangi beberapa perumahan sekitar. Menyinari langit langit. Menyinari jalanan raya, serta menyinari taman indah mereka berdua. Maya bangkit dari tidurnya, "Good morning, beautiful sun! Let's work hard to lights the world!" Teriak Maya.
"It's so beautiful, isn't it?"
Maya mengangguk, "This is my first time. Thank you,"
"I should to thank to you first."
Maya mengerutkan dahinya, "First? Why?"

"Because you're the first person makes me laugh and smile for today. Thank you."

Senyum diwajah Maya merekah begitu saja ketika mendengar Greyson yang dengan begitu saja melontarkan kalimat tersebut. Tentu saja Maya merasa senang.
“Really? Glad to hear that,” Ucap Maya sambil duduk dikursi.
“Maya, can I ask you something?”
Maya mengangguk, “Sure.”
Greyson terdiam sejenak, lalu membuka mulutnya dan berkata, “If you come back to Indonesia…Will we meet again?”
Maya terdiam dan menatap Greyson dalam, “Maybe yes, maybe no.”
“Come on, we better go back now.” Ajak Maya terburu-buru

Maya dan Greyson memutuskan untuk pergi dari taman dan kembali kerumah. Sewaktu diperjalanan pulang, mereka mengeluarkan canda dan tawa, sekali kali menjahili satu sama lain, dan bergaya seolah olah mereka sedang bermain film. Kau pasti bisa bayangkan seberapa konyolnya mereka berdua saat ini. Namun itu tak membuat mereka berdua merasa aneh, itu membuat mereka terasa lebih dekat dan lebih nyaman.

‘God, I wish I can see his smile always like this. Forever.’

***

“Maya! Apa kabar? Sombong looo!”
Maya tersenyum tipis, “Shalia, Shalia. Ternyata lo ngangenin juga. Gue baik. Lo gimana? Mana yang lain?” Tanya Maya yang sedang melakukan video all bersama salah satu sahabatnya, Shalia.
“Lola pergi sama Andrea, tadinya gue mau ikut. Tapi males, mereka perginya ke toko buku sih. Gue pasti gampang bosen,” Jawab Shalia dengan nada bawelnya.
“Sejak kapan Lola suka baca buku?”
“Dia gak beli buku, dia bilangnya sih, beli majalah.”
Maya mengangguk tanda mengerti, “Gue kangen kalian.”
“Miss you more, May! Dapet temen baru gak disana? Kapan pulang?”
“Temen baru dapet, um, masih agak lamaan, Shal. Tapi kayaknya gue akan pulang lebih cepet, soalnya anaknya Tante gue mau pulang kerumah. Dan, rumah Tante gue itu kosong.”
Shalia mengangguk, “Kabar-kabarin aja nantinya. By the way, lo dapet temen baru? Siapa? Cewek atau cowok?”
“Cewek.” Jawab Maya cepat.
“Yaah cowok nggak? British tuh, lumayan loh May. Ahahaha,”
Maya tertawa kecil, “Dasar lo,”
“Seriusan lo cuma dapet temen satu?”
Maya terdiam dan menggaruk garu kepalanya,. “Emm..”
“Kenapa? Pasti ada sesuatu nih.”
‘Apa gue bilang aja sama Shalia?’ Tanya Maya dalam hati, ‘Bagaimanapun juga, dia sahabat gue. Sahabat terbaik’
“Gue dapet. Temen cowok,”
Shalia tercengang, “Serius? Wow! Siapa May?”
Maya menggaruk garuk leher belakangnya, “Umm…”
“Lo kenapa sih dari tadi am em am em mulu, udah jujur aja lagi gue gaakan ngiri.”
“Bukan itu masalahnya…..”
“Trus apa? Lo malu? Ih berasa kenal dua hari lo sama gue.”
Maya tertawa kecil, “Dia…dia bukan orang Inggris.”
Shalia mengangkat alis kanannya, “Lah? Lo di Inggris kan?”
“Iya tapi, dia tuh liburan gitu ke Inggris."
“Ooh..” Shalia menganggukkan kepalanya, “Siapa namanya?”
Maya kembali bimbang, haruskah ia mengatakan yang sebenarnya pada Shalia?
“Namanya…”
“Iyaa?” Tanya Shalia lagi yang semakin tidak sabar.
“G…”
“G?” Ulang Shalia
“Gre…y..”
“GREYSON?!” Pekik Shalia tiba-tiba. Padahal Maya belum selesai bicara.
Maya mengangguk pelan.
“LO SERIUS?! DEMIAPA?!”
“Shal..Shal calm down.”
“Gimana ceritanya lo bisa deket?! Asli, lo bener bener beruntung!”
“Maya! Tante pulang!” Pekik Tante Ira yang baru saja datang.
Maya memutuskan untuk cepat cepat turun kebawah sebelum Tante nya menghampirinya, “Panjang ceritanya. Gue janji akan certain sama lo. Tante gue pulang sekrang. Udahan ya, Dah!”
Maya mematikan ponselnya dan berlari turun menghampiri Tante nya yang kelihatan sangat lelah. Maya tersenyum, “Hai Tan.”
“Hey sayang, abis ngapain?”
“Tadi abis main laptop. Tante abis dari mana? Sampe gak pulang.” Tanya Maya sambil duduk disebelah kiri Tantenya.
“Uh, gatau deh tuh emang ribet banget pembelinya. Kamu udah sarapan?”
Maya menggeleng, “Tante udah?”
“Udah tadi. Makan gih, kamu mau dimasakin apa?”
“Aku nggak laper tan. Nanti saja ya,”
Tantenya mengangguk pelan, “Oke. Tapi jangan lupa makan.”
Maya mengangguk dan meninggalkan Tante nya untuk bersantai sejenak didepan televisi.

“May, kamu kemarin sama siapa dirumah?”
Maya berjalan menghampiri Tantenya, “Temen.”
Tante Ira tersenyum melihat keponakannya, “Siapa?”
“Kok tante senyum senyum begitu?” Ucap Maya menanya balik
“Nggak apa-apa. Jadi ceritanya kamu makin akrab dong nih?”
Maya tertawa kecil, “Tante apaan sih. Udah ah, aku kekamar ya.” Tutur Maya buru-buru. Sepertinya ia sudah tidak bisa menahan rasa malunya.

Maya masuk kekamarnya dan berjala menuju jendela kamar. Maya menatap tenang seluruh pemandangan luar. Langit langit, jalanan yang terlihat, suara anak-anak riang yang sedang bermain bersama teman-teman mereka, dan masih banyak lagi. Maya mulai merindukan panasnya Jakarta. Apalagi teman-temannya yang membuatnya tambah rindu. Rasanya tidak sabar untuk segera pulang ke Indonesia.

Maya menjatuhkan badannya diranjang kamarnya. Tak lama ponselnya bergetar, sebuah pesan masuk. Maya membukanya.
‘Maya, do you have any plan on Saturday?’
Maya tersenyum dan membalas, ‘No. Why?’
Tak lama Greyson membalas, 'Saturday is Alexa birthday. And she invite you to come to her birthday party. Will you come?’
Maya tersentak kaget, namun tersenyum bahagia. ‘Of course I will come. Thank you for invite me.’
Tak lama Greyson kembali membalas, ‘Glad you want to come! No problem. I will pick you up at 6 PM. See you later!’
Maya tersenyum, ‘Okay. See you.’

***

Maya sedang kebingungan saat ini. Lusa adalah hari ulang tahun Alexa, dan Maya tak tau apa yang Alexa sukai. Maya meminta Carole untuk menemaninya pergi ke mall. Sesampai di mall, Maya kebingungan dengan apa yang ingin ia beli sebagai hadiah untuk Alexa.
“What do you want to buy, Maya?”
“I don’t know.” Keluh Maya, “I’m confuse,”
“Why are you confuse?”
“My friend sister have birthday party on Saturday. She invited me. But I’m really confuse, what should I buy and give to her?”
“How old she is?”
Maya berpikir sejenak, “I don’t really know. Maybe 18,”
“Maybe you better buy her a dress or something,”
“Dress?” Tanya Maya aneh, “My money isn’t enough to buy her a dress!”
“You said your aunt is a designer, right? Why don’t you ask her to help you?”
Maya terdiam, sepertinya ide Carole itu benar juga. Tapi, sepertinya Tante Ira sedang banyak pekerjaan akhir-akhir ini. Dan membuat dress tidaklah mudah. Juga membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Oh dress take a long days to make it.” Keluh Maya. “Any else?”
“How about book? Does she like to read a book?”
Maya mendesah, “I don’t know.”
“But I think it’s a good idea.” Terka Maya tiba-tiba. Sepertinya buku bukan masalah bagi seorang perempuan.
Maya dan Carole berjalan menuju toko buku dan memilih milih buku. Maya sempat kebingungan karena rata-rata buku yang terjual adalah buku yang tak ia ketahui sebelumnya.
“Why?” Tanya Carole sewaktu melihat Maya dengan tampang bingungnya.
“I don’t know all of this book. I never seen all of this before,”
“I don’t really like reading a book. So I don’t know much about all. Sorry, Maya.”
Maya mendesah, “Okay. Not book.” Ucapnya sambil keluar dari toko buku, Carole menyusul disebelahnya.
“How about shoes?!”
Maya menoleh kearah Carole, “Shoes?”
“Ya! It’s not bad, right?”
Maya menimbang nimbang usulan Carole, mungkin benar juga, sepatu satu satunya ide yang cocok.
“Let’s go to the shoes store!” Ucap Maya gesit. Sesampainya ditoko sepatu, Maya kembali bingung karena tak tau berapa ukuran sepatu Alexa. Ia kembali mendesah,
“What’s the matter?”
“I don’t know the size of her feet,”
“Oh my God, I almost forget.”
Maya terdiam.
“Do you ever meet her?”
Maya mengangguk. “Why?”
“Just imagine how long approximately the size of her feet!”
Maya berpikir sejenak, “But how if it's too big or too small?”
“Don’t worry, something you buy and you give sincerely, surely that person would gladly accept it even if it doesn't fit with the situation of herself.”
Maya tersenyum kecil memandang teman baiknya yang satu itu, “Thank you,” Katanya sambil mengelus pelan lengan tangan Carole dengan lembut. Maya memutari bagian bagian sisi-sisi sepatu yang dijual. Dibantu oleh Carole, yang sekali-kali memberi usul.

Maya berhenti pada satu tempat, sepatu itu terlihat lucu dengan warna dasar ungu tuadan beberapa garis garis berwarna hitam yang memperindah sisi kanan dan sisi kiri. Maya menunjukkan sepatu itu pada Carole, dan Carole mengangguk mantap. “That’s cool.” Ucapnya. Setelah memikirkan sepatu yang ukurannya pas menurut Maya, Maya membawa dan segera membayar sepatu tersebut.

Maya memutuskan untuk segera membungkus kado tersebut. Namun ia ingin membungkusnya itu sendiri. Maya termasuk anak yang terampil dalam membungkus atau menghiasi sesuatu. Setelah membeli semua yang ia butuhkan, Maya memutuskan untuk pulang kerumahnya.

“Thanks Carole for accompany me.” Ucap Maya seraya turun dari mobil. “Your welcome! You can call me anytime you need me.” Balas Carole.
“Goodbye!”

***

Maya telah membungkus kado yang akan ia berikan pada Alexa dengan rapi dan keren. Hiasannya ia buat dengan serapi mungkin, dengan warna yang tidak mencolok serta hiasan yang tidak terlalu ramai. Tak lupa Maya menulis ucapan didalam kartu ucapan, memang aneh karena sepertinya jarang sekali orang disana menuliskan kartu ucapan. Namun bagi Maya itu sudah menjadi tradisi sendiri jika memberikan seseorang hadiah, yaitu memberikan kartu ucapan yang tertempel dibungkus kado.

Maya memutuskan untuk melepaskan lelahnya setelah beraktivitas hari itu. Setelah menyegarkan dirinya selama mungkin, Maya menghampiri Tante nya yang sedang bersantai pula dikamarnya.
“Masuk, Maya.” Ucap Tante Ira agak lantang dari dalam setelah mendengar Maya mengetuk pintu. Maya menggenggam kenop pintu dan memutarnya perlahan,
“Tante.”
“Hey, ada apa?”
Maya menutup pintu dan menghampiri Tante nya, “Ada pesta ulang tahun hari Sabtu. Aku boleh dateng kan?”
Tante Ira mengerutkan dahi, “Siapa yang ulang tahun? Carole?”
Maya menggeleng, “Bukan.”
“Trus?”
Maya menggaruk leher belakangnya, “Kakaknya….”
“Kakaknya?”
“Kakaknya Greyson.”
Tante Ira tersenyum meledek pada Maya, Maya menatapnya dengan aneh namun ia mengerti apa maksud senyum Tante nya tersebut.
“Kamu beneran diundang?”
“Yaiya Tan kalo ngga aku gamungkin bilang sama Tante dong,”
“Tentu saja boleh. Kenapa nggak, hm?”
Maya mengangguk, “Oke kalo gitu.” Ucap Maya sambil beranjak pergi. Namun Tante ira mencegatnya dengan cepat, “Maya tunggu!”
Maya menoleh, “Kenapa Tan?”
“Kamu mau pakai baju apa nanti?”
“Emm…”Maya berpikir sejenak, “Belum tau.”
“Serahin semua sama Tante. Pokoknya pasti nanti akan beres!”
Maya menatap Tante nya dengan aneh. Perasaannya mulai tidak enak,
‘Bau baunya, kayaknya gue bakalan didandanin sama Tante nih. Oh God.’

Maya keluar dari kamar Tante nya dan menghembuskan nafas panjang. Setelah itu ia kembali berjalan dan memasuki kamarnya.

Maya menatap bungkusan kado yang telah ia buat, dan meletakkannya kembali di meja kecil dekat ranjangnya. Maya melirik jam, sekarang menunjukkan pukul sembilan malam. Maya memutuskan untuk tidur dan segera melepas lelahnya karna telah bepergian seharian ini.

***

Pagi hari cerah. Matahari telah menyinari kamar Maya. Maya bangkit dari ranjangnya dan segera menyegarkan tubuhnya terlebih dahulu.

Setelah merasa selesai, Maya keluar dari kamar dan melakukan aktivitas sehari-hari. Sarapan, menonton televisi, dan yang lainnya. Dilihatnya sekitar ruang tamu dan ruang makan, sepi. Tante nya pasti sudah berangkat.

Maya melihat secarik kertas yang tertempel lagi di lemari pendingin. Isinya: 'Maya, maaf Tante harus berangkat pagi-pagi. Tante akan pulang secepatnya dan langsung mendandanimu. Kamu jangan pergi kemana-mana ya!'
Maya menarik secarik kertas itu dan meletakkannya dimeja. Maya duduk disalah satu meja makan dan memakan sereal paginya.

Maya memutuskan untuk membuka Twitter, namun tidak mengeluarkan beberapa tweets. Alias, creeping. Maya melihat lihat isi Timeline nya yang penuh dengan ucapan "Happy Birthday to Alexa! @greysonchance"

Maya tersenyum melihat Trending Topics World Wide, 'Happy Birthday Alexa' terpapang disana. Tentu saja Greyson apsti merasa senang. Maya membuka timeline Greyson dan benar saja dengan apa yang dia duga, tweetsnya mengeluarkan kalimat-kalimat memuji fansnya.

Maya keluar dari timeline Greyson dan men-stalker timeline ketiga sahabatnya. Mereka belum terlihat, apa mungkin sekarang adalah waktu malam di Indonesia? Bisa saja begitu.

***

Hari ini termasuk hari yang cukup membosankan untuk Maya. Tak diizinkan keluar rumah, hanya memendam didalam rumah dengan televisi tercinta dan jejaring sosial yang paling setia. Serta ponsel yang daritadi tak berbunyi. Maya memaklumkan hal tersebut, mungkin saja Greyson sedang sibuk untuk membantu Alexa membuat acara birthday party nya.

Maya mendengar suara mesin mobil yang terparkir digarasi rumahnya. Itu pasti Tante nya. Maya membukakan pintu rumahnya dan melihat Tante nya yang membawa banyak bungkusan.

"Maya!" Teriak Tante nya dari kejauhan, Maya tersenyum dan membantu Tante nya membawa bingkisan tersebut.
"Tante beli apa aja ini? Banyak banget." Tutur Maya sambil meletakkan bingkisan itu dimeja.
"Ambilkan kotak kosmetik Tante di kamar gih. Cepet!"
Maya tergelak kaget, namun dengan gesit ia segera mematuhi perintah Tante nya tersebut. Diambilnya kotak kosmetik tersebut dan Maya memberikannya pada Tante nya.

Tante Ira membuka bungkusan pertama, "Tante beliin kamu dress."
Maya menelan ludahnya, namun berusaha untuk tetap tenang. Dilihatnya dress yang satu itu, berwarna hijau tanpa lengan. Maya menggeleng. "Aku gak suka warnanya."
Tante Ira meletakkan dress yang pertama disofa, kini giliran bungkusan kedua. Entah berapa bungkusan lagi yang harus dibuka sampai menunggu Maya untuk merasa cocok.

"Ini?"
Maya kembali menggeleng. Dress itu terlalu polos dengan warna biru yang kurang menarik. Tante Ira mengerti lalu membuka bungkusan ketiga.
Entah mengapa namun dress didalam bungkusan ketiga itu sangat menarik mata Maya. Dress selutut dengan warna dasar hitam dan balutan pita yang melingkari pinggangnya, pita berwarna putih. Dress itu terlhat simple, namun menarik.
"Aku suka yang itu."
"Sudah Tante duga," Ucap Tante nya. Tante Ira membuka kotak kosmetik dan segera mendandani Maya dengan natural. "Tante, aku gasuka didandanin." Ucap Maya protes. "Tenang saja. Kamu gak didandanin kok. Soalnya tanpa kosmetik aja, wajahmu sudah kelihatan menarik." Ucap Tante Ira yang membuat Maya tersipu.

Setelah mendandani dengan cepat, Tante Ira menata rambut Maya. Maya juga telah mengenakan dress yang telah ia pilih. Tante Ira juga telah menyiapkan sepatu untuk Maya.

Setengah jam sudah, Maya 'di utak atik' oleh Tante nya. Rambutnya meng curly, make up wajahnya terlihat natural, bahkan sepertinya tidak terlihat. Maya tak mengenakan lipstic ataupun blash on. Hanya lipgloss dan eye liner, agar matanya terlihat menarik.

"Walaa" Tante Ira mengusap peluh keringatnya, "Selesai!"
Maya menatap dirinya didepan cermin. Tante nya memang seorang yang benar-benar professional!
"Makasih Tante." Ucap Maya pelan,
"Sama-sama. Liat deh, kamu cantik banget, kan?"
Maya tersenyum, "Tapi kira-kira seberapa lama ya aku betah pake sepatu sama baju beginian?"
Tante Ira tertawa tergelak mendengar suara polos Maya mengatakan hal tersebut.
"Kamu ini kenapa, sekali-kali betah-betahin. Udah cantik tuh, jangan disia-siain,"
Maya mengangkat alis kanannya, "Sia siain? Maksudnya?"
Tante Ira merangkul Maya, "Bentar lagi sang pangeran jemput kan? Tunggu diruang tamu yuk?"

***

Pukul enam kurang lima belas menit. Greyson mengatakan ia sedang menuju rumah Maya. Selama menunggu, Maya dan Tante Ira mengeluarkan candaan agar tidak bosan. Sekali-kali Maya membuka Twitter lewat ponselnya dan melihat keadaan timeline nya.

Tak lama ada seseorang yang mengetuk pintu rumah. "Itu pasti Greyson."
Maya tersenyum dan melihat Tante Ira yang sedang membukakan pintu. Mata Maya terpaku. Terpaku melihat Greyson yang....yang sangat terlihat keren. Sangat keren.

Tak bisa di deskripsikan seberapa tertariknya Maya pada Greyson pada malam hari ini. Dan Tentu saja Greyson menatap Maya dengan tatapan yang sama.
Tante Ira mempersilahkan Greyson untuk masuk. Namun Greyson menolak, ia mengatakan bahwa pestanya akan segera dimulai. "But before go, may i take your beautiful niece to come with me in the party?"
Dan Maya pun terpatung.
"Of course. She's yours."
Maya merengutkan dahinya, "Tante!!"
Tante Ira pun tertawa. Greyson menghampiri Maya dan mengulurkan tangannya. Dan Maya pun menerima uluran tangan tersebut. "Bye my lovely aunt!" Teriak Maya dari kejauhan sambil melambaikan tangannya. Tante Ira tertawa.

"I love your dress." Puji Greyson seketika.
"Well, thanks."
"But I really like the person who wear the dress."
Maya menoleh kearah Greyson, menatapnya dalam dan tersenyum.
"You looks gorgeous."
Maya tersipu malu, "Thanks."
"I thought I would never seen you're wearing dress. But I'm wrong,"
"Yea. You realize it now." Sambung Maya sambil tertawa pelan.

Mereka telah sampai dirumah Greyson. Ramai sekali, sampai Maya kebingungan mencari pintu masuk rumah Greyson. Greyson membukakan pintu untuk Maya dan menggandengnya untuk masuk kedalam rumah.

"Is that your parents there?"
"At first yes, but now, no. Because they are now this is a teen party."
Maya tertawa mendengar jawaban Greyson. Setelah mereka masuk kedalam rumah, Greyson menyapa beberapa teman dekatnya yang turut diundang. Artis-artis yang lain, tentu saja. Maya merasa tak menyangka dapat bertemu mereka.

Greyson membawa Maya untuk bertemu Alexa. Alexa menyambut kedatangan Maya dengan riang.
"Maya! You are coming!" Sapa Alexa girang sambil memeluk Maya.
Maya tersenyum, "Yes. By the way, happy birthday Alexa!"
Maya memberikan kado yang telah ia siapkan pada Alexa, "Oh my God, thank you, Maya! What's is it?"
"Secret." Ucap maya cepat.
"Sorry Maya but i have to go. I will be back." Ucap Greyson tiba-tiba, meninggalkan Maya dan Alexa berdua.
"Come on, Maya." Ajak Alexa sambil menggandeng Maya. Maya dan Alexa berbincang bersama disalah satu sofa.

"Good night, everybody. Thank you for coming to my sister's birthday."
Maya menoleh kekanan, terlihat disana Greyson sedang berdiri menggenggam microphone dengan piano yang menemaninya disana.
"So em, I wanna sing a song for you all. Especially for my sister. Happy birthday, beautiful Alexa."
Semua bertepuk tangan dan memandang Alexa dengan senyuman.
"He's such a sweet heart!" Bisik Alexa pada Maya, dan dibarengi dengan anggukan kepala Maya.
Greyson duduk didepan piano hitamnya. Ditekannya tuts tuts piano dan suara merdunya pun mengalunkan lagu yang membuat Maya semakin menyukainya.

Greyson pun selesai bernyanyi. Semua tepuk tangan mengarah untuknya. "Thank you. Hope you all enjoy the party." Ucapnya sambil turun dari panggung.

"Maya, can you play an instrument?" Tanya Alexa. Maya mengangguk, "Only guitar."
"Really? That's great!"
"Yes but..."
"You need to show us!"
Maya tersentak kaget, tanpa sepengetahuan dirinya, Alexa berjalan agak cepat menuju stage, "For my birthday, i really want my friend, Maya. Singing for us."
"Alexa but...."
"Come on Maya!" Ucap Greyson dari kejauhan. Maya tak beranjak dari sofa yang ia duduki. Alexa menarik tangan Maya, "Come on! I know you can do it."
"But Alexa..."
Alexa menarik tangan Maya. Perasaan Maya pun tak terkendali, bayangkan saja, tanpa sepengetahuannya, Alexa telah mempersiapkan semua ini. Dan sekarang Maya harus bernyanyi sambil memainkan gitar.
"I know you can do it." Tutur Alexa sambil menyerahkan gitar kepada Maya.
Maya menatap kedepan. Terlihat disana, Greyson sedang berdiri tegak disebelah salah satu temannya. Menatap Maya sambil tersenyum.
"Good night everybody." Sapa Maya gugup. "Em...I probably didn't know that Alexa already prepared this. And yeah you know, I can guess that my face looks nervous."
Semua orang tertawa mendengar sapaan Maya.
"Well yeah. I will singing for Alexa. Today she is the queen. Happy birthday, Alexa."

Maya menarik nafas dalam dalam dan mulai memetik senar gitarnya. Semua orang menatapnya dengan serius. Dengan santainya, Maya memainkan gitarnya dan menyanyikan lagu Home Is In Your Eyes.

Greyson tak menyangka bahwa ternyata Maya menyukai lagunya tersebut. Ia pun merasa sangat menikmati alunan nada gitar petikan Maya serta alunan suara indahnya.

Maya berhenti bernyanyi. Semua tepuk tangan menghampiri dirinya. Maya berdiri dan tersenyum, "Thank you. Hope you all enjoy the party."
Maya turun dan meninggalkan stage. Alexa menyambutnya dengan girang.

"See? You did it!"
Maya tersenyum, "But I look so nervous, right?"
"Who cares?"
Maya menoleh, Greyson.
"You look amazing."
Maya menatap Alexa yang sedang senyum-senyum.
"You more." Balas Maya sambil tersenyum.

***

"The party is so freaking fun! Thank you for invite me." Ucap Maya pada Greyson.
"No problem. Glad you like it,"
"Where we going anyway?"
Greyson tersenyum, "Look at the sky."
Maya menatap langit-langit. Betapa terpukaunya langit pada malam hari ini. Bintang bintang tersebar dimana-mana.
"It's so beautiful."
"That's why I take you to the park."
"Park?!" Tanya Maya girang. Greyson mengangguk.
"Come on!!!" Maya berlari kencang meninggalakan Greyson. Ia telah mengganti high heels nya dengan sepatu kats kesukaannya. Jadi ia bebas untuk berlari.
"Maya wait!"
Maya tak mau berhenti. Sepertinya ia berniat jahil.
"Wait!!"
"I won't!" Teriak Maya.

Tak lama Maya sampai di taman indahnya. Ia duduk dikursi kayu nyaman, dan menatap bintang-bintang.
"You don't know how beautiful the stars are.."
"Yes."
Maya tersentak kaget karna tiba-tiba Greyson berdiri dibelakangnya.
"Why are you sit on there?"
Maya mengangkat alis. Greyson pun jalan dan menidurkan dirinya tepat dirumput hijau. Maya pun mengerti apa maksud Greyson dan mengikutinya untuk tertidur diatas rumput hijau.
"This is what i like."
"Yes. The stars rarely coming like this,"
Maya mengangguk. "I know. I would never miss this beauty moment,"
"Agree."

"Hey, if there is a shooting star, what will you wish?" Tanya Maya tiba-tiba.
"One wish."
"What is it?"
Greyson tersenyum dan menatap Maya.
"To be with you forever."

***

Maya tak bisa tidur. Benar-benar. Semua kalimat manis Greyson terngiang-ngiang dalam pikirannya. Ada apa ini? Kenapa bisa seperti ini?

Maya duduk dari ranjangnya dan mengusap dahinya. Mencoba untuk menjernihkan pikirannya. Entah mengapa semua bayangan senyumnya, wajahnya, kalimat-kalimatnya, terus menari-nari dipikiran Maya. Bisa dipastikan, Maya seperti terhipnotis.

Maya memutuskan untuk mencoba melupakan semuanya sejenak. Dan melepaskan lelahnya hari ini. Hari ini sungguh berkesan untuknya. Maya tak akan melupakan hari ini. Hari dimana Maya bernyanyi didepan umum. Astaga.

Pagi hari ini Maya bangun dengan wajah lesu dan lelah. Tentu saja, kemarin malam ia baru pulang tepat pukul satu malam. Itu membuatnya lelah, namun ia tak akan melupakan malam hari itu.

Maya meraih handuknya dan membersihkan dirinya. Dan melakukan rutinitas seperti biasa. Maya men-check ponselnya yang kosong. Tak ada missed call, message, ataupun alarm yang berbunyi. Tak seperti biasanya. Maya berusaha untuk memakluminya. Mungkin orang yang ia maksud itu belum bangun karena kelelahan?

Maya menyalakan televisi. Seperti biasa, tak ada yang menyenangkan. Berkali-kali Maya memenceti tombol tombol remote control nya, mengganti-ganti channel televisi, namun tak ada satupun yang menurutnya seru untuk ditonton.

"Bosen." Ucapnya pelan. Maya meraih ponselnya dan berlari keluar. Kebetulan salju tidak terlalu lebat, matahari juga terasa hangat. Maya keluar rumah dan celingukan, untuk apa ia keluar rumah jika satu satunya teman yang ia kenal hanyalah Carole?

Maya memberanikan diri untuk menemui Carole dirumahnya. Walaupun ia tau bahwa rumah Carole benar-benar tertutup. Bahkan Maya sendiri belum pernah melihat kedua orang tua Carole.

Maya sampai didepan gerbang rumah Carole, ia menekan bel rumahnya selama beberapa kali. Dan terbukalah sedikit gerbang rumahnya. Terlihat pria berpakaian seragam menampakkan wajahnya didepan Maya.
"Any business?"
"Yeah. I want to meet Carole. Is she there?" Tanya Maya.
"Yes. Can i know who are you?"
"I'm her friend, Sir." Jawab Maya.
"Wait a minute,"
Maya mengangguk dan sang penjaga rumah meninggalkannya. Maya mulai berpikir, betapa tertutup dan ketatnya rumah Carole. Tak menyangka anak seperti dia mendapat keamanan seperti ini.
"Maya!"
Maya membuyarkan lamunannya, dan masuk kedalam rumah Carole. Terlihat Carole sedang duduk dikursi roda nya sambil menggenggam sesuatu.
"Carole. I'm sorry i come to your house without telling you first. So sorry,"
Carole tersenyum, "Take it easy. Come on!" Carole menggandeng dan menarik tangan Maya untuk masuk kedalam rumahnya.
"Where's your parents?"
Carole tersenyum tipis dan mempersilahkan Maya untuk duduk terlebih dahulu, "Want to drink something?"
"No thanks." Jawab Maya sambil tersenyum.
"Well, i haven't tell about this to you, right?"
Maya mengerutkan dahinya, "Tell me about what?"
"My parents."
Maya membenarkan letak duduknya, "So em how? Is that everything ok?"
Carole menggeleng. Perasaan Maya makin tidak enak.
"Remember the day when i came to your house, crying, and tell you what's happened to me and my parents?"
Maya mengangguk.
"After that day my Mom had an accident. And everything that what i was planned is failed,"
Maya sangat terkejut. Kedua tangannya menutup mulutnya yang ternganga. Tak bisa digambarkan betapa terkejutnya ia.
"My mom had an accident and she's gone. This is why the reason why my father rarely let me to go to outside. He don't want the same event happening again. Especially if it happening to me. That's why i rarely leave the house."
Maya terhenyak. Tak satu pun kata yang ia lontarkan pada Carole.
"I miss my mom so much. I never thought that i will lost her." Air mata mulai membanjiri mata Carole dan membasahi pipinya. Maya mengeluarkan sapu tangan dari sakunya dan menghapus air mata Carole.
"Don't cry," Ucap Maya pelan.
"It's all my fault. If I try to talk and telling the truth about what I feel, all this will not happen." Lirih Carole. Maya semakin tak tega melihatnya.
"This isn't your fault. This is destiny,"
"I prefer they did a divorce than this.."
"Ssst. Carole, you can't do this. You can't blame yourself. This isn't your fault. This is the destiny. Your destiny." Kata Maya mencoba untuk menenangkan Carole.
"If i have a time machine, I promise I will fix it all."
Maya tersenyum dan memeluk Carole dan berbisik, "Me too."

***

Maya dan Carole memutuskan untuk menghabiskan waktunya dirumah Carole. Bermain bersama, membaca buku bersama, serta menceritakan kehidupan masing-masing.
Di sela sela waktu berbicara, sekali-kali Maya melirik ponselnya yang sama sekali tak berdering. Ia semakin bingung, kemana Greyson? Tak biasanya ia tak mengirimi Maya pesan seperti itu.

"Maya?"
Lamunan Maya terpecahkan, "Yes?"
"What are you thinking of?"
"Nothing." Jawab Maya cepat.
"Don't lie.." Kata Carole sambil menghampiri Maya, "What's going on?"
"Well um, I think I'm just worried,"
"Worried? About what?"
Maya menunduk pelan, "Someone."
"Woow, who's he? Why don't you tell me about it?"
Maya tertawa kecil, "I'm sorry not because I'm not believe you, I just need the...time."
Carole mengangguk, "It's okay..So tell me who's he?"
"Emmm.." Maya menggaruk garuk leher belakangnya. Timbul lagi kebimbangan dalam dirinya.
"I promise I will never tell anyone else,"
"Promise?"
"Promise!"
Maya tersenyum, "It's Greyson."
Carole mengerutkan dahinya, "Greyson who?"
"Greyson Chance."
Carole menutup mulutnya yang menganga, "Are you serious?! You kidding me right?!"
"No I'm serious. Yeah he's the one who I worried."
"You must be joking!" Tutur Carole masih tak percaya.
"I swear."
"OH MY GOD." Carole kembali berteriak terkejut, "Tell me how can you...you met him? How can you be a good friends with him?"
Maya menceritakan semuanya pada Carole. Dan mempercayai Carole untuk menyimpan semua itu. Tentu saja Carole akan berjanji untuk menjaga baik-baik rahasia Maya tersebut.

***

Maya terus menatap ponselnya. Maya telah mengirimkan satu atau bahkan tiga pesan singkat padanya. Namun tak satupun pesan yang ia balas. Maya semakin kebingungan. Ke khawatiran pun menghantui dirinya.

Maya mencoba menghubungi Alexa. Sayangnya, Alexa sedang berada jauh dari Greyson. Jadi ia tak tau bagaimana dimana dan sedang apa adiknya.

Maya telah menungg hingga malam hari. Tak biasanya ponsel terus terusan ia genggam seperti sekarang. Tak biasanya layar ponsel selalu ia tatap. Namun ponselnya sama sekali tak berdering.

Tanpa terasa, Maya tertidur disofa dengan keadaan menggenggam ponsel.

***

Maya terbangun. Tante nya sudah pergi. Ia baru menyadari bahwa dirinya tertidur di sofa ruang keluarga. Maya meraih ponselnya dan melihat........Satu pesan masuk!

Namun keadaan berbalik. Betapa terkejutnya Maya ketika melihat isi pesan tersebut

"Help me! I'm in emergency! Please, help me!"

Maya sangat terkejut dan tentu saja panik. Ia memutuskan untuk menelpon Greyson saking paniknya. Namun anehnya, telpon itu tak diangkat. Padahal, pesan singkat itu baru diterimanya sekitar sepuluh menit yang lalu.

Maya menggigit kuku jempol kirinya, tangan kanannya terus menggenggam ponsel ditelinganya. Maya mencoba untuk menelpon Greyson berulang-ulang, namun tetap saja, ia tak mengangkat.

Tak lama datang pesan masuk, "I can't answer your call. It's too dangerous. I'm at somewhere right now. But I don't know what's the address. Just follow the clue in every way you walk, you will find me. Trust me. Please, help."
"A clue?!" Ucap Maya bertanya-tanya. Ia mengusap dahinya beberapa kali. Perasaannya mulai tak tenang. Jadi yang harus ia lakukan saat ini adalah, mencari dimana Greyson dengan clue yang akan ia dapatkan selama perjalanan nanti.

Ini sangat membingungkan bagi Maya. Terdapat banyak jalan yang ada, bagaimana cara ia mendapat clue tersebut? Ini seperti berpetualang saja. Tapi Maya tak akan menyerah, Greyson mengatakan bahwa akan ada clue disetiap perjalanan. Maya berusaha untuk tenang. Semoga saja ini akan berjalan dengan baik.

Maya telah membersihkan diri terlebih dahulu. Ia tak mengenakan berbagai macam pakaian tebal, hanya mengenakan kaus berlengan panjang. Hari ini sangat indah, matahari bersinar cerah, salju putih bertebaran dimana-mana. Panas matahari pun terasa sedikit, sehingga Maya memutuskan untuk tidak mengenakan pakaian lebih tebal.

Dengan tergesa-gesa, Maya keluar dari rumahnya dan menoleh kekanan dan kekiri. Kemana arah pertama yang harus ia tuju? Tak ada satupun clue yang muncul. Maya menoleh kebawah, ada tiga ranting kecil yang dibentuk menjadi panah. Panah mengarah kearah kiri. "This is the one clue." Ucap Maya. Tanpa basa basi lagi, Maya memilih arah kekiri dan berlari kencang. Sampai akhirnya, ia menemukan pertigaan jalan.

Kanan, kiri, atau kedepan? Lagi lagi Maya dibuat bingung. Maya menoleh kenan, kekiri, kebawah, tak ada clue yang terpampang. Maya tertegun disana. Ia duduk dipinggir jalan, sepi. Jalanan itu memang jarang sekali dilewati orang-orang. Maya melihat balon yang terbang luas dilangit, tanpa disengaja Maya menoleh keatas, dan baru tersadari olehnya, ada satu balon berwarna oranye yang bertuliskan, "Go to the right way."

Maya bangkit dari duduknya, tanpa berfikir panjang, kakinya langsung berlali cepat hingga akhirnya ia bertemu dengan dua tempat. Ini memang penuh rintangan. Clue mana lagi? Hanya ada dua jalan. Kedepan, atau kekiri. Maya menoleh kesamping, keatas, kebawah. Tak ada sesuatu yang menunjukkan bahwa itu satu clue.
"Excuse me, do you looking for something?"
Maya baru menyadari bahwa ada beberapa orang yang duduk disebuah tempat duduk, dan sepertinya orang itu melihat Maya yang sedang kebingungan.
Maya mendapat ide, siapa tau orang ini melihat Greyson disekitar itu?
"Yes, em, do you saw the guy, tall,have a same age like me, have a chubby cheeks, and a white skin?"
Orang itu terlihat berfikir, "I think I saw him. Right there!" Jawab orang itu sambil menunjuk kedepan. Oke, berarti jalan arah kedepan yang benar. "Thankyou!"

Maya berlari lagi sekuat tenaga. Jalan ini sudah jauh sekali dari rumahnya. Bahkan mungkin Maya tak tau ini dimana. Jalan ini benar-benar tak ia ketahui. Ini benar-benar membingungkan.

Jalan lagi. Ke kanan, atau menyerong kekiri. Lagi lagi jalan yang berbeda arah. Jalan yang tak Maya ketahui, pula. Maya tak tau harus berbuat apa lagi. Maya menoleh kesana kemari, namun tak ada satu clue yang terlihat.

Maya duduk didepan pohon besar. Maya bermain salju sebentar, sesekali ia menyenderkan kepalanya ke pohon. Maya mengambil ranting tipis dan menulis nulis beberapa hal lucu di pohon tersebut. Dan kau tau, persis dibawah tulisan tersebut, terdapat sebuah kalimat, "Left way, baby."

Maya meninggalkan pohon tersebut dan berlari lagi menuju arah yang tertuju. Dan kini, ia bertemu arah yang membingungkan lagi. Namun ia tak perlu repot-repot mencari clue, karna ada sebuah papan berdiri tepat didepan pohon besar bertuliskan, "Almost there." Dan panah yang menunjukkan untuk tetap berjalan lurus.

Maya mengikuti apa yang ia dapatkan di clue. Kini ia bertemu pertigaan, kembali ia menemukan papan tersebut, "You're so energic! Don't give up, I'm here." Dengan tanda panah mengarah kejalan arah kanan.

Maya berlari kecil kearah kanan. Dan betapa terkejutnya ia, bahwa selama ini, semua clue yang ia ikutkan, mengarahkan ia ke........


Ke taman.

Apa maksud semua ini? Dimana Greyson? Kenapa semua clue mengarah ke taman?

Pikiran Maya terus melayang-layang. Ternyata semua clue itu adalah, arah jalan menuju taman, namun menggunakan jalan lain. Bukan jalan yang diketahui Maya. Memang ada dua jalan untuk menuju ke taman, namun selama ini Maya tak pernah mengetahui jalan kedua itu. Dan kini, ia mengetahuinya dengan semua clue yang ia ikuti.

"Greyson?"

Maya berjalan pelan memasuki taman, tak ada Greyson, lagi lagi ada papan, bertuliskan, "I'm here. Thank you for finding me.♥"
Maya semakin bingung, diraihnya kertas itu, dan digenggamnya kertas itu.

"So you're here and find me."

Maya menoleh, Greyson muncul dari belakang pohon dengan manisnya. Maya menatap Greyson dengan bingung.
"Greyson I really confused with this all. What are you doing? Why are you didn't contact me yesterday? Why are you do this? What's the meaning of this all?"
"I'm sorry for making you confused and worried. Actually my reason why I do this all, it's for you."
Maya mengerutkan dahinya, "For me?"
"Yeah."

Maya menatap Greyson dengan lembut, "So you're okay, right?"
"Yep, I'm okay. Because of you,"
"Me?"
"Yeah, you find me, and the maniac go away."
Maya mengerutkan dahinya.
"Just kidding. There's no maniac, there's just me and you."
Maya tersenyum, "So what's the mean of all the clue?"
"Well, it just for to prove you that you're care of me." Jawab Greyson dengan penuh kepercayaan diri. Maya memutar kedua bola matanya, "You don't know how panic I am when I read your message."
"And that's what I want to know."
"How long you prepared this all?" Tanya Maya
"Emm, just wasted one day."
Maya tersenyum, "But that was cool."
"Any question again?" Tanya Greyson. Maya mengangguk, "Where were you yesterday?"
"Prepare it all. And I want to make you sure that I'm in emergency,"
Maya memutar kedua bola matanya.

"Tell me, what did you feel yesterday?"
DEG! Entah mengapa jantung Maya berdetak menjadi 2x lipat. Maya berusaha untuk tenang. Dan menatap mata Greyson yang terus menatapnya.
"Worried, sad, well you just like.....the only thing that always on my mind." Jawab Maya jujur.
"Is that your honest answer?"
"Do you think that I'm lying?" Tanya Maya kembali, "Well that is what I really feel,"
"I love your answer,"
Maya menoleh kearah Greyson, jantungnya mulai berdetak lebih kencang lagi
"Thanks."
"Do you remember the moment when I gave you bucket of roses? Do you still save it?"
Maya mengangguk,
"That's good. That's mean you're a good saver."
"What do you mean?" Tanya Maya kebingungan
"Because not only the roses that I will give to you,"
"So there's anything else? What's it?"
Greyson tersenyum, "My heart."
Maya terpaku. Entah mengapa rasanya seperti mematung. Tak satupun badannya bergerak. Mungkin hanya detakan jantungnya yang terdengar.

"Maya, if you in love with someone, will you tell him?"
"Of course." Jawab Maya santai.
"Really?"
"Yes. You've to be honest about what you feel."
"Fine. I love you."
Maya mematung. Matanya menatap Greyson dengan tatapan tidak percaya. Ia tak tau harus mengatakan apalagi.
"I love you more than Spongebob loves jellyfish, Sandy loves karate, Mr.Krabs loves money, Squidward loves his clarinet. But sweetheart, I need you more than Plankton need that krabby patty secret recipe.♥"
Maya kembali mematung. Desaran darahnya mengalir deras bagaikan air terjun.
"Maya, I know im not the superman who can always be there when you need a help, but I can be your man who can always be there when you need me, do you want to be my girlfriend?"
Senyum merekah diwajah Maya. Mata Greyson menatap mata Maya dengan penuh perhatian, Maya tak tau harus berbuat apa, tapi yang jelas, ia harus menjawab. Dan menyatakan semua perasaannya.
"You're all that matters to me. Yes, Greyson, yes. I love you too.♥"

Maya merasa ini semua bagaikan mimpi. Maya bahkan tak menyangka bahwa akhirnya akan seperti ini. Seperti benar-benar mimpi. Tapi inilah kenyataannya.

Maya masuk ke dalam kamarnya, berjalan pelan menuju kalender kamarnya dan membulati tanggal hari itu, "The sweetest day ever." Tulisnya serta.

***

Hari memang berjalan dengan cepat. Maya bangun dari tidurnya karna merasakan getaran ponselnya yang berbunyi. Pesan masuk. Maya segera membuka,
"You have no idea how good it feels to wake up every morning knowing that you're mine and I'm yours. Good morning, sweetheart. Have a nice day(:"
Tentu saja senyum merekah lebar di wajah Maya. Dengan rasa tak percaya, Maya membalas pesan tersebut dan bergegas membersihkan diri.

"Morning, May." Sapaan hangat dari Tante Ira menyapa Maya dipagi ini. "Morning Tante."
"Pagi-pagi udah keliatan ceria, kamu kenapa?" Maya tersentak kaget dengan pertanyaan Tante nya, "Emang aku keliatan aneh ya?" Tanya Maya balik.
"Nggak aneh, cuma beda aja kayak pagi-pagi biasa," Jawab Tante nya.
"Ah Tante bisa aja. Hari ini mau kemana?" Tanya Maya selagi mengalihkan pembicaraan
"Tante ada urusan sama pembeli, haduh tapi pembeli nya ribet banget nih, labil. Udah kayak anak ABG aja," Keluh Tante nya. Maya tertawa.
"Tante mungkin nanti pulang malem. Makan malem nya kamu mau apa?"
"Aku bisa nyari sendiri nanti."
"Serius?" Tanya Tante Ira tak yakin, Maya mengangguk mantap, "Percaya deh."

Pukul 10 tepat, Maya sudah menyendiri didalam rumah mungilnya. Entah apa yang harus ia lakukan saat ini. Namun sepertinya seseorang telah menyiapkan sesuatu yang akan mengisi harinya. Tak lama ponselnya pun bergetar, sepertinya ada seseorang yang menelponnya. Maya langsung menekan tombol "answer" ketika tau siapa yang sedang menelponnya, "Hello?"
"Hey Maya, how's your morning?"
Maya tersenyum, "Good, how about you?"
"Me too. Any planning for today?"
"No I'm free, why?"
"Well good then. Let's go to somewhere for spend our free time, what do you think?"
"Great idea! My aunt isn't at home. Where we going?"
"Mall?"
Maya mengerutkan dahinya, "Mall? Mall isn't good for celebrity, Greyson. It's dangerous for the person like you."
"I know. Secret mall," Ucap Greyson dengan nada berbisik
"Secret mall?"
"Yes, you will know it. Now prepare and I'll pick you up at 1 PM, bye!"
Telfon tertutup. Maya merasa aneh dengan lelaki satu itu, namun Maya merasa senang karna ia tak akan kesepian hari ini.

Setelah menyiapkan semuanya, Maya bergegas menunggu kedatangan Greyson untuk menjemputnya. Tak lama, suara klakson mobil dari luar rumah Maya pun terdengar. Maya segera keluar dari rumahnya dan masuk ke dalam mobil.
"You look cute," Puji dan sapaan Greyson membuat Maya tersipu. "Thanks, you look cool as usual. Where is the mall at?"
"I can't tell you now, sweetheart. It's not far from here, not many person knows about that Mall. Me and my crew usually shopping on there. Don't worry, the stuffs are good." Jelas Greyson. Maya mengangguk, "Sounds good. I trust you."

Maya dan Greyson menikmati perjalanan dengan riang dan penuh canda tawa, tanpa terasa mereka telah sampai ditempat yang dituju.
"I never heard about this mall before," Ucap Maya seraya turun dari mobil.
"That's why this mall called secret. Come on," Greyson menggandeng tangan Maya dengan cepat. Tanpa menyadari wajah Maya yang terlihat sedikit memerah.

Greyson membawa Maya kesuatu tempat dimana disana terjual beberapa aksesoris lucu. Seperti gelang, topi, cincin, anting, kalung dan sebagainya. Perempuan seperti Maya, malah mencoba satu persatu aksesoris tersebut dan menggabungkan askesoris satu dengan yang lain. Ia menggunakan kacamata hitam, dengan topi, dan gelang yang bertumpuk. Tentu saja Greyson tertawa geli melihat Maya yang bertingkah seperti itu. "Let me take a pict of you!" Maya mengangguk dan bergaya aneh dengan aksesoris yang ia kenakan. Greyson terus tertawa geli. "Do I look like a crazy person?" Tanya Maya polos.

Maya membantu Greyson mencarikan baju yang cocok untuk ia kenakan. Sesekali Maya membuat lelucon aneh dengan gaya pakaiannya yang lucu, yang terus membuat Greyson tertawa akan tingkahnya. "You know, the most thing I like when go to the mall is trying the stuffs like this," Ucap Maya lagi.

Setelah merasa puas, mereka pergi dari toko baju menuju sebuah restoran, setelah perjalanan mereka, tertawa bercanda, tentu mereka merasa lapar.
"Maya."
Maya menoleh kearah Greyson, "Yes?"
"Thanks."
Maya mengerutkan dahinya, "For what?"
"You're the first person who makes me laugh for today. Thanks,"
Maya tersenyum, "No problem. I know I look stupid today hahahahaha,"
"Hahahaha no you're not. You just looks funny everyday."
Maya tersenyum, "Thanks then,"
Mereka menyantap makan siang mereka. Setelah selesai, Greyson dan Maya kebingungan akan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
"Come on!" Maya menarik tangan Greyson menuju suatu tempat. Photo box. Ya, photo box.
"This is not a bad idea, right?"
"Totally no, come on!" Greyson masuk ke dalam disusul dengan Maya. Mereka memutuskan untuk melakukan 4 gaya, gaya pertama saling tersenyum, kedua gaya konyol, ketiga gaya Greyson melingkarkan kedua tangannya di leher Maya, keempat Maya mencubit pipi Greyson. Sangat manis.

***

"I had a so much fun today. Thanks Greyson," Ucap Maya seraya berjalan. Berjalan. Mereka memang menaiki mobil sepulang dari mall, namun mereka memutuskan untuk tidak pulang. Namun mampir sebentar untuk bermain ke taman.
"No problem sweetheart, thanks for today too. Never forget this day."
"Me too. Remember when I wearing the glasses? Honestly the glasses is too big for me, it's not comfort anyway." Ucap Maya lagi. Entah ada apa dipikirannya sampai mengatakan lagi kejadian yang sangat konyol itu. Namun Greyson tak berhenti tertawa mendengar suara polosnya.

"Greyson, Maya!"

Greyson dan Maya menoleh, sepertinya ada seseorang yang mereka kenal di taman.
"Alexa?!" Sapa Greyson riang sambil menghampiri kakaknya tersebut, "What are you doing here?"
"Well I just walking around here and find this beautiful park. Hi Maya!" Jawab Alexa disertai sapaan pada Maya yang baru saja menghampiri Alexa, "Hey! How are you?"
"I'm fine thanks. What you guys are doing?"
Greyson dan Maya saling bertatapan,
"Hang......Oh I mean we're dating. First dating," Jawab Greyson sambil kembali menggandeng Maya yang tersipu malu.
"Seriously?! How great I heard that! Congratulation!" Ucap Alexa girang, Maya dan Greyson berterima kasih.

"Hey, wanna ice cream?" Tawar Greyson tiba-tiba disela-sela pembicaraan. Maya terkikik.
"Sorry Maya. He often do that when he looks ice cream store," Ucap Alexa. Greyson terlihat merengut mendengar ucapan kakaknya.
"Okay, stop it. Stop talking about my bad things to her. I will pay ice cream for youuu okay okay?"
Maya tertawa tergelak melihat tingkah Greyson yang terlihat seperti anak kecil, "You see that?"
Maya mengangguk tanda mengerti apa maksud Alexa. Greyson pun pergi meninggalkan Alexa dan Maya.

"So tell me, what did he said?"
Maya menaikkan alisnya, "Said about what?"
"When he tell you about what he really feel."
Maya tersenyum malu, "It's just romantic. He's the sweetest guy I ever meet,"
"Then?" Tanya Alexa yang penasaran.
"Well he's creative too, he makes another way to go here, with any clue in every way I walk. Do you get it?"
"Wait, clue in every way you walk? How can? Is there any another way to go to here?" Tanya Alexa lagi.
"Yes, not many people knows it, but your cute brother know it."
"And then?"
"And then.......he tell me about what he feel. He said the sweet things, and yeah I love it,"
Alexa tersenyum, "You know, he always talking about you when he talking to me."
"Really? Well I never know about that. What did he talked?"
"I can't remember all of it. It's toooooooooo much word he said about you. And he said, he loves you so much,"
Entah mengapa tapi Maya merasa seperti jantungnya berhenti sesaat, benarkah itu? Benarkah apa yang dikatan Alexa?
"He makes me happy."
"And he will do it more than that,"
"What do you mean?" Tanya Maya lagi.
"You two are a cute couple. Why are you don't get married?"
Maya tertawa gelak mendengar pertanyaan Alexa.
"Alexa, am I look like an old person?"
"Noooo I'm serious hahahaha,"
Maya tersenyum, "I'm still young."

"Well, I will wait you until you get older."

Maya menoleh kebelakang, Greyson dengan kerennya berdiri tepat dibelakangnya, dengan membawa tiga eskrim di kedua tangannya.
"I will wait you until you get older, so we can get married,"
Maya merasa tersanjung mendengarnya. Entah mungkin ini yang benar-benar ia rasakan, tapi darahnya terasa mengalir deras.

"If God give us a chance to get married, I will wait."

***

Maya mengayun ayunkan pelan ayunan yang sedang ia duduki. Pikirannya terus melayang layang tentang kata-kata manis Greyson yang terus membuatnya tersenyum. Maya merasa kebahagiaan telah datang pada hidupnya. Dan Maya sangat bersyukur akan hal ini.

Tak lama ia merasakan getaran dalam saku celananya, ponselnya lagi-lagi berbunyi. Satu pesan masuk, Maya segera membukanya.
'Even when you're alone, remember, I'm your shadow.
Sometimes seen, sometimes not. But you should know, I'll always be there.(:'
Senyum mengembang diwajah Maya, ia pun membalas,
'You winning my heart. Yes you are. You stolen it. But don't worry, I don't want it back. Because I know, when my heart on you, bad things never gonna happen:)'
Message sent. Maya menunggu balasan sambil terus memandangi bintang-bintang diluar rumahnya. Terlihat sangat indah.
'Don't you realize it? You stolen my heart too. I will take it care for you. Take my heart care like I did. I love you.♥'
Maya tersenyum, dituliskannya lagi pesan yang akan ia balas,
'I love you for 365 days in every year, not just today. I love you too.♥'

***

"Sumpah, lo harus tau betapa shaking nya gue pas dikasih kabar sama Shalia kalo lo deket sama Greyson. You such a lucky girl!"
Maya tersenyum, "Gak juga. Semua ini kan udah ditentuin Tuhan. Jodoh ditangan-Nya. Suatu hari nanti lo semua pasti juga akan ketemu jodoh kalian. Don't waste your time for searching, love will find you," Ucap Maya menasihati. Ketiga sahabatnya tersenyum mendengar ucapan Maya.
"Lo daridulu gak berubah ya, selalu paling bijak."
Maya tertawa kecil, "Bisa aja lau. Lagi pada ngapain? Gue kangen abis nih. By the way kasur gue jangan ada yang make yaa!"
Lola merengut, "Idih pelit banget. Kasur lo itu udah dipake sama kita bertiga! Bahkan setiap hari kita pake buat loncat-loncatan." Goda Lola iseng. Maya cemberut, "Heh, awas ya kalo gue pulang kasur gue berantakan. Kasur lo bertiga harus tumpangin gue,"
Ketiga sahabatnya tertawa, "Hahahahaha gak lah May, kasur mu aman kok. Rapi. Gak ada yang pakai."
"Iya, gak ada yang pake. Terus terusan sampe tiga minggu hiiii sereeem,"
Maya kembali cemberut.
"Ntar pas lo tidur miring kesana kesini ada yang nemenin dibelakangnya hiiii."
"Diem aaah Shalia, Lola asli ini kalian bener-bener............."
"Maya!!"
Ucapan maya terpotong karena tiba-tiba saja Tante Ira masuk kedalam kamar Maya dengan mengejutkan, tanpa mengetuk pintu, dan dalam keadaan tergesa-gesa.
"Kamu ini Tante panggil daritadi, gak denger ya?"
Maya berdiri menghampiri Tante nya, "Maaf Tante, aku beneran gak denger, sumpaah deh Tan. Emang kenapa Tan?"
Tante Ira menatap Maya dengan dalam, "Begini, sebenarnya Tante ingin menetap disini lebih lama lagi. Ya setidaknya tiga atau lima hari lagi, tapi apa daya, Tante udah berjuang untuk meminta hari lebih, tapi nggak bisa. Dan alhasil, kita...kita....."
"Kita kenapa Tan?" Tanya Maya semakin penasaran
"Kita akan kembali ke Indonesia lusa,"
Maya sangat terkejut. Bahkan sahabatnya(Maya belum menutup video call) yang mendengar percakapan Tante Ira dan Maya ikut terkejut. Maya tak menyangka secepat ini ia akan kembali, padahal baru saja ia merasakan kebahagiaan untuk dirinya.
"Maafin Tante, Maya. Tante udah berusaha untuk minta perpanjang waktu disini. Tante tau kamu baru aja ngerasain kebahagiaan, tapi Tante juga nggak bisa berbuat banyak," Ucap Tante Ira lagi sambil mengelus rambut Maya pelan, "Besok, kamu mulai packing ya sayang."

Maya menutup pintu kamar dan berjalan lesu kearah laptop. Menatap ketiga sahabatnya yang masih setia duduk didepan layar laptop untuk menunggu Maya.
Maya duduk didepan layar laptopnya, tak mengucapkan sepatah katapun. Namun, air matanya kembali menetes. "May, gue tau gimana rasanya. Tapi lo harus bisa ngertiin Tante lo. Dia juga bilang, dia udah ngeusahain untuk minta perpanjang hari, tetep gabisa kan? Lo harus bisa ngertiin dia. Lo ngerti kan, May?"
Maya mengangguk. "Thanks guys. Tapi gue emang lagi butuh waktu sendiri."
Maya mematikan laptopnya dan berjalan cepat menuju ranjang, ini sangat menyedihkan untuknya. Maya melampiaskan seluruh rasa sedihnya, air matanya terus mengalir. Tanpa memerdulikan kasur atau bantal empuknya yang akan basah karena air matanya. Ia tak peduli.

Semua telepon dan pesan masuk dari Greyson sama sekali tak Maya lirik. Maya memang sedang butuh waktu untuk menjernihkan pikirannya. Diraihnya ponsel itu yang terus berdering, Maya melihat missed call dan pesan masuk berisi pesan2 Greyson. Ia terlihat sangat khawatir. Maya tersenyum kecil, dan membalas satu pesan;
'We need to talk. Tomorrow, meet me at the park, 10AM'
Setelah memastikan pesan itu terkirim, Maya meninggalkan ponselnya dan tertidur dalam keadaan penuh dengan kesedihan.

'God, I love him, I don't want to leave him. But what I can do? I don't want makes my aunt disappoint, I can't live alone here. But I don't want to leave him, for sure. Please help me, God. I don't know what I can do right now.'

Maya bangun dengan mata yang sembab dan dalam keadaan memeluk guling dengan erat. Tanpa disadari jendela kamarnya telah terbuka lebar, cahaya matahari masuk kedalam kamarnya. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa ia terbangun.

Maya beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi. Setelah menghabiskan waktu kira-kira 30 menit, Maya keluar dari kamar mandi dan bersiap-siap. Dilirknya jam, tepat jam sembilan pagi. Maya meraih ponselnya, Greyson membalas sms Maya namun terus menanyakan pada Maya ada apa dengannya.

Maya tak mendapati Tante nya didalam rumah, pasti ia sedang memesan tiket pesawat untuk esok hari. Maya semakin tak kuat jika terus mengingat akan kepulangannya esok hari. Seakan-akan batinnya sangat tak rela untuk meninggalkan negara British ini.

Setelah sarapan, tak ada yang harus dilakukan Maya lagi. Ia memutuskan untuk segera pergi ke taman. Sepanjang perjalanan, Maya terus menunduk. Tidak seperti biasanya, selalu memberi senyuman kepada orang sekitar.

Maya sampai di taman. Sepi dan sunyi. Namun tetap sejuk. Seperti biasa. Maya menghampiri kursi didepan pohon besar,dan mendudukinya. Maya pasti akan merindukan saat saat ia duduk dikursi tersebut. Kursi sederhana berbahan dasar kayu, namun sangat nyaman jika digunakan. Tangisan mulai menghampiri Maya lagi.

Maya turun dari kursi menuju rerumputan hijau. Maya yakin hal yang akan paling ia rindukan adalah rumput hijau tempat ia berbaring untuk menikmati keindahan langit. Lagi-lagi air mata jatuh di pipinya.

Maya terus menangis. Air mata membasahi pipinya. Tak menyangka ia akan pulang secepat ini. Maya sama sekali tak menghapus air mata seperti biasanya, ia malah membiarkannya terus mengalir dan jatuh ke pipinya. Sampai akhirnya, seseorang datang dan menghapus air mata Maya dengan tangannya sendiri.
Maya menoleh, Greyson. Dengan tampang bingungnya menatap Maya dengan penuh kebingungan.
"What happened? Why are you crying?"
Maya tak menjawab. Tapi langsung memeluk Greyson dengan erat. Melampiaskan semua rasa sedihnya.
"I don't know what's the reason you cry, but as my promise, I'll be there when you need me. Crying as much as you want if it makes you feel better..." Ucap Greyson sambil mengelus rambut Maya pelan. Air mata Maya jatuh membasahi baju Greyson, tapi itu tidak membuat Greyson keberatan sama sekali.

***

"Feel better?"
Maya mengangguk pelan dan tersenyum.
"I'm sorry,"
Maya menaikkan alis kanannya, "Why are you say sorry?"
"Because I'm not there when someone made you cry."
Maya tersenyum, "This is not your fault."
"So...will you tell me? What happened?"
Maya terdiam. Menatap Greyson yang terus menatapnya dengan penuh pertanyaan,
"And why you didn't answer my call, you didn't reply all of my text. Why?"
Maya kembali terdiam.
"Is that...I made a mistake?"
Maya masih terdiam.
"Say something." Ucap Greyson. Maya tersenyum menatapnya, "If you made a mistake I would never want to hug you like that,"
"So? What's the matter?"
Maya menarik nafas dalam-dalam, dan menghebuskan nafas panjang, "I even don't know that this is will be so fast. If I can, I wanna still to stay in here."
Greyson menatap Maya, "And then?"
Maya menatap Greyson dalam, "I'll be back. To Indonesia. Tomorrow." Ucap Maya sambil menahan air matanya. Greyson menatapnya dengan penuh keterkejutan, tetapi berusaha untuk terus tenang.
"My aunt said that last night. At first I can't accept this all. I want to stay in here. I want to be with you. But what can I do?" Ucap Maya sambil terus mengeluarkan air mata. Greyson kembali memeluknya,
"Sssh, smile, sweetheart, smile. You're too beautiful to cry."
Maya menghapus air mata nya yang mengalir, "I'm sorry. My aunt tried her best to stay longer here for a days, but..."
"I know." Potong Greyson, "You have to understand about your aunt. She already tried her best to stay longer in here, right? You have go back. You have to."
Maya menggeleng, "I can't."
"I know, I know it's hard. You know, this is the hardest thing in my life to letting you go. But you have to understand about your aunt. Yes you have. I know you're a good girl, Maya. Trust me,"
Maya mengangguk, "But how about us?"
Greyson tersenyum, "True love never dies. True love never ends. And true love doesn't have a happy ending, because true love simply doesn't have an ending. If you believe this is your true love, our love will never dies, ends, and will never have an ending."
Maya memeluk Greyson lagi dengan sangat erat. Menyatakan padanya bahwa betapa ia sangat menyayanginya. "I believe this is my true love. Even we can't meet, I still love you."
"I loved you yesterday, I love you still, I always have, and I always will,"

***

Semua ini membuat Maya merasakan lega. Maya tak akan pernah berhenti untuk menyayangi Greyson. Tak akan. Walaupun nanti mereka akan berada ditempat yang sangat jauh berbeda, tapi dengan kepercayaan diri terhadap pasangan masing-masing, semua itu tak akan hancur.

Maya merasakan getaran pada ponselnya, satu pesan masuk. Maya segera membukanya,
"8 billion people in the world, and you're the only one I want. Hey, sweetheart, what are you doing?(:"
Maya tersenyum lebar membacanya, "Roses are red, violets are blue, Greyson Michael Chance, yes I want you too. I'm reading the novel, and what about you?(:"

"Maya?"
Maya menoleh, Tante Ira yang masuk kekamar Maya.
"Kamu sedih banget ya begitu Tante kasih tau kita akan pulang ke Indonesia?"
Maya terdiam dan tersenyum tipis.
"Maaf ya sayang. Tante udah berusaha banget untuk minta perpanjang waktu disini. Tapi apa daya, permintaan Tante ditolak."
Maya tersenyum, "Gak apa-apa Tan. Jangan merasa bersalah gitu. Aku udah nggak sedih lagi kok. By the way, tadi Tante kemana?"
"Bener nih? Bagus deh! Tante tadi beli tiket, kamu sudah makan?"
Maya tersenyum, "Bener kok! Iya udah. Aku packing sekarang deh ya Tan?"
Tante Ira mengangguk, "Tante tinggal ya!"

***

Malam hari. Maya tak terasa esok hari ia akan kembali ke Tanah Air. Rindu pada Jakarta memang sangat menyelimuti dirinya. Tapi entah mengapa masih ada ketidak relaan baginya untuk meninggalkan England. Apakah karena semua kenangan yang telah ia jalani disini?

Ponselnya bergetar, satu pesan masuk.
"I wish moon always be full and bright, and you always be cool and right. Whenever you go to switch off the light, remember that I'm missing you in every night. Good night, sweetheart. Dream me.<3"

Perasaan Maya menjadi tak karuan. Entah mengapa pesan itu membuatnya semakin susah untuk terlelap. Maya membalas pesan tersebut, "I will. Sweet dreams too, Greyson. Sleep tight.<3"

***

Pagi hari menyinari London. Maya bangun lebih awal karena harus menyiapkan semuanya sebelum jam empat sore. "Tante, ini dibawa juga?" Tanya Maya sambil menenteng sebuah kantung plastik.
"Iya, itu oleh-oleh untuk temen-temenmu. Tante beli kemarin," Jawab Tante Ira seraya tersenyum.

Kini Maya telah siap, semua barang-barang telah ia kemas. Rumah mungil ini pun sudah terlihat teratata rapi. Tante Ira telah menelpon Om Josh untuk segera datang kerumah mungil ini. Maya menatap seluruh isi ruangan rumah tempat ia menetap selama di London ini, walaupun mungil, rumah ini selalu terasa hangat. Dan terdapat taman kecil dibelakangnya. Maya pasti juga akan merindukan taman kecil tersebut.

Maya duduk disofa ruang tamu nya, ia mendesah selama beberapa kali. Tante Ira memandangnya dengan rasa bersalah.
"May, kamu belum rela ninggalin London ya?"
Maya menoleh kearah Tante nya. Ia tak menjawab, hanya senyum tipis yang ia berikan sebagai jawaban.
"Tante juga sebenarnya nggak rela loh," Lanjutnya. Maya kembali menatap Tante nya yang satu itu, "Maksudnya?"
"Yaaa Tante masih nggak rela ninggalin London. Udara sejuknya, dinginnya, salju lembutnya, keramahan orang-orang sekitar, tertibnya lalu lintas, keramaian masyarakat. Pasti bakalan jadi kenangan yang gabakalan dilupain."
Maya mengangguk dan tersenyum.
"May, percaya sama Tante. Suatu hari nanti, kamu pasti bakalan balik kesini. Percaya deh,"
Maya menatap Tante nya dengan penuh pertanyaan,
"Tante tau kenapa kamu nggak rela ninggalin London. Tante ngerti kok. Tapi percaya deh, kepulangan kamu ke Indonesia itu bukan akhir dari perjalanan cinta kamu. Kamu pasti bisa balik lagi kesini, selama kamu masih punya kepercayaan satu sama lain,"
Maya tersenyum dan memikirkan semua kalimat-kalimat Tante Ira. Ada benarnya juga, dan itu menjadi ucapan penyemangatnya.
"Kalo aku kesini lagi, tapi dia gak disini gimana, Tan?"
Tante Ira tersenyum, "True love never ends." Ucapnya singkat sambil meninggalkan Maya yang tersenyum.

***

"So, what time are you going?"
Maya menatap Greyson, "4 PM."
Greyson mengangguk, terlihat kekecewaan diwajahnya, "Why so fast?"
Maya mengangkat bahunya. "I don't know. I really hope I can stay longer here,"
"I hope so. I'm gonna miss you so much, don't you know it?" Tanya Greyson dengan kepolosan wajahnya. Maya menatapnya dan terssenyum, "Not only you. I'm gonna miss you too," Jawab Maya. Maya menyenderkan kepalanya tepat dibahu Greyson. Tanpa menyadari bahwa perlahan-lahan air matanya kembali terjatuh.
Namun Greyson menyadari hal itu, dengan kesadarannya, ia menghapus air mata yang jatuh dipipi Maya, "Don't cry, sweetheart. Like I was said, you're too beautiful to cry."
Maya tersenyum, "I can't stop crying when I remember I'm gonna leave you."
"And letting you go is the hardest thing in my life."
Maya terdiam ia tak menjawab, namun Greyson meneruskan ucapannya.
"I remember when the first time we met, we do an eye contact. And I got lost on your eyes. How amazing it is?"
Maya tersenyum dan mengangguk.
"And then, I follow my heart to pick you. To pick you up and accompany me. It was funny when I see your face on the stage, you looks very nervous,"
Maya tertawa kecil, "Other girl will looks nervous too if they were me,"
"Yes I know. But your nervous face is little bit different. It's cute," Bisik Greyson pelan. Maya semakin tersipu malu. Entah mengapa setiap kalimat yang keluar dari mulut Greyson selalu membuatnya bahagia.
"And then we're sang together. And after that, it's my first time to hug you,"
Maya tersenyum, "You are the first guy that ever hug me."
"Really? Glad to hear that!"
Maya tersenyum, Greyson kembali berbicara, "And after that, I give you the bucket roses. I'm so happy when I give that roses to you."
"And I still save it,"
Greyson tersenyum, "And I hug you again for the last time. Do you know there's something I said on my heart when I hug you again?"
"No, what is it?"
"I said, 'I hope I can meet you again. I hope..' This is your choice to believe or not, but I just want to tell you the truth. I just want to makes you know about what I really feel. I just want you to know that everything I do for you it's because..."
Maya menatap Greyson, mereka saling bertatapan, mata Maya seakan-akan ingin untuk Greyson melanjutkan kalimatnya tersebut,
"I love you."
Maya terdiam dan tersenyum, kali ini benar-benar senyum asli yang menggambarakan betapa bahagianya Maya saat ini, senyum yang sangat mengartikan betapa bahagianya Maya bersama lelaki satu ini. Lelaki yang telah mengubah hidupnya. Memberi warna, serta memberikan kebahagiaan dalam hidupnya.
"You know, I never feel like this before. Smiling before I go to sleep, daydream-ing everyday, smiling everytime I wake up, and now I never crying again because it's all of you. The feeling is mutual, I love you too," Ucap Maya dengan sejujur-jujurnya. Greyson yang terus menatapnya selama ia berbicara, tanpa basa basi lagi langsung mendekap Maya dalam dekapan nyamannya.

"You bring the bucket roses?"
Maya mengangguk dan memperlihatkan sebuket mawar yang Greyson berikan, Greyson memang menyuruh Maya untuk membawanya, masih Maya simpan hingga sekarang.
"Looks, there are so many roses almost die, but this one..." Maya melihat satu tangkai yang berbeda, dan ia menariknya keluar, "Fake?"
Greyson tersenyum.
"What this is mean?"
"That mean I will never stop loving you until that one rose die,"
Maya menaikkan alis kanannya, "But how can fake rose die?"
Greyson tersenyum dan berbisik, "Yes. And the meaning is, I will never stop loving you."

***

"We need to go to somewhere before you leave me,"
Maya tersenyum tipis, "Don't ever said that, I'm not leave you, I just leaving London."
"So you wanna go to hang out with me? Before you go?"
"Why not?!" Ucap Maya girang. Greyson tersenyum lebar dan langsung menyambar tangan kanan Maya dan menggandengnya, "Let's go!"



Greyson membawa Maya ke tempat-tempat yang pernah ia kunjungi sebelumnya, untuk terakhir kalinya sebelum Maya benar-benar akan meninggalkan London. Greyson membawa Maya ke tempat mall rahasianya, disana mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu lebih lama.

Greyson meninggalkan Maya sejenak untuk membeli ice cream, tak lama Greyson kembali dengan dua eskrim dikedua tangannya. Satu ice cream ia beirkan pada Maya, tapi ide jahil muncul diotaknya. Dicoleknya ice cream Maya dan ia mengoleskan ice cream tersebut pada wajah Maya. Alhasil wajahnya penuh dengan ice cream,
"Stoooop it!" Ucap Maya sambil menutupi wajahnya. Tentu saja Maya tak mau kalah, ia membalas Greyson dengan ice cream nya. Akhirnya mereka saling belepotan ice cream, persis seperti anak kecil yang memakan ice cream, belepotan.

Setelah mencuci muka, Greyson mempunyai ide untuk membuat time capsule, "What? Time capsule?"
Greyson mengangguk, "Great idea, right?!"
Maya terdiam sejenak, "Are you...Really sure that I will be back?"
Greyson tersenyum dan menghampiri Maya, "I'm totally sure. Nothing is impossible, don't stop believing, sweetheart. Believe in our love,"
Maya terpaku. Greyson menarik tangannya dan berjalan menuju sebuah toko alat-alat tulis. Greyson membeli kotak dan beberapa berlengkapan lainnya. setelah membayar, mereka memutuskan untuk berkeliling lagi.

"What will you input into it?" Tanya Maya, Greyson berpikir sejenak, "Ummm, maybe our picture? And a little story about us, you write about me, and I write about you. Agree?"
Maya tersenyum, "Totally agree."
"Oh maybe we need more pictures, come on!"
Greyson membawa Maya kedalam suatu tempat, photo box. Lagi-lagi?
Empat gaya mereka pilih untuk dimasukkan kedalam time capsule. Gaya pertama saling merangkul, gaya kedua berpose konyol, gaya ketiga menjulurkan lidah, gaya keempat saling tersenyum.
Setelah mecetak foto tersebut, Maya menyukai setiap gaya yang ia lakukan bersama Greyson.
"You like it?"
Maya mengangguk, "Why are we so funny?"
Greyson tertawa mendengar pertanyaan polos Maya, "Maybe because I'm cute and you're funny. Is that make sense?"
Maya tertawa kecil menatap Greyson. Mereka pun memutuskan untuk terus berjalan. Sampai akhirnya, mereka menemukan sebuah tempat untuk bermain ice skating. Yeay!
"Did you ever play roller skates?"
Maya mengangguk, sebagai pemula, Maya merasa takut untuk memainkan sepatu roda. Ada sedikit keraguan dalam hatinya.
"Don't worry. Just pretend that you're playing roller skates,"
Maya mengangguk, Greyson menghampiri Maya dan mengulurkan tangannya, "I'll always by your side, don't worry."
Maya tersenyum dan menerima uluran tangan Greyson. Dengan perlahan, Greyson dan Maya masuk kedalam arena ice skating. Seidkit kegugupan dalam diri Maya, tapi ia yakin ia pasti bisa bermain.
"Come on, Maya! It's not hard as what you think!" Teriak Greyson. "Come here!"
Maya mencoba untuk meluncurkan sedikit kakinya. Perlahan...Perlahan...Dan...
Berhasil!
Walaupun masih sedikit berelok-elok, tapi Maya berhasil menghampiri Greyson. "It's not hard, right?!"
"Yea a little bit." Jawab Maya sambil terus berkonsentrasi. Greyson menggandeng tangannya dan membawanya untuk memutari arena ice skating. Walaupun sedikit membuat Maya takut, namun ia percaya berada disebelah Greyson, semuanya akan terasa aman.
GUBRAK!
"Ahh!"
Greyson terjatuh, karena ia sedang menggandeng Maya, otomatis Maya pun ikut terjatuh.
Mereka saling bertatapan, bukannya bangun, mereka malah tertawa karena kekonyolan masing-masing. Hahahaha

***

"Ready?"
Maya mengangguk,
"Go!"
Maya dan Greyson telah kembali ke taman saat ini. setelah merasakan seru nya hari-hair terakhir di London, kini saatnya Maya dan Greyson untuk menuliskan opini masing-masing.
Maya mendapatkan giliran untuk menulis tentang Greyson, ia menulis,
'Greyson. 7 words that everything for me. He's not just a guy, he's my man. This letters can't enough for describe how sweet he is and tell how much I love him. But I can tell my love story with him.
It's start from the concert, when he was in Indonesia. He pick me up to accompany him, I feel like, this is a dream. I never taught that I'm the girl who sang with him. And then, I went to London, this cool country. One day when I go to the mall, I met him.
You know, it's like happy, excited, nervous, can't believe, mixed together. I just can't believe that I met him again. I can't believe this.
And then, he told me about what he really felt. I'm in love with him. I'm in. I felt like I'm the happier girl on earth. Just because I come back to Indonesia, doesn't mean our love ends. Doesn't it?

PS: Loving him is like breathing; I can't stop. Loving him is like my job, I have to keep it long for me. I love him. Forever.'

Maya melipat kertas itu dan melirik Greyson yang masih sibuk menulis. Ia menulis,
'The girl who has stolen my heart named Maya. Do you believe it? Yes, she is. She is the one and only who I interested to. This letter can't describe how much I love her. And I will never stop loving her. Never.

You know, her eyes is like jungle, easy to got lost. I love seeing her smile, seeing her eyes, it's mean everything for me. I just want to say, it's not hard to letting her go. It's really hard to accept this all. But I believe, our love never ends. And if we believe, we can meet again. Yes we can.

PS: Be sure when we open this, we're already meet each other. Dear Maya, The only reason I live is to love you. And you should know, no matter who many girls around me, you still be my number one. I love you, not for what you are, but for what I am when I
am with you. And I will never stop. Never.<3'
Greyson melipat kertas itu dan menghampiri Maya. "Already?"
Maya mengangguk.
Greyson dan Maya memasukkan kedua surat itu kedalam kotak yang akan mereka buka sekitar sepuluh tahun lagi, beserta foto foto yang telah ia potret selama kenangan ini berlanjut. Mereka mengubur kotak tersebut tepat didalam tanah dekat pohon besar. Dan mereka berharap, kotak itu tak akan hilang.

"How time is it?"
"3 PM."
Maya mendesah, "Now I have to..."
Greyson memotong ucapan Maya dengan pelukannya. Pelukan eratnya. Pelukan yang semakin membuat Maya tak rela untuk meninggalkan semua ini.
"I'm not ready for this all.." Bisiknya. Maya menghela nafas panjang, "Me too."
Greyson melepas pelukannya dan mencengkeram pelan kedua bahu Maya, ia menatap Maya dengan dalam,

"Meet me, here, after ten years. And you will know what I'm gonna say, what I'm gonna do. Another open the time capsule, I will do do something for you."
Maya menatap Greyson, "Ten years?"
Greyson mengangguk. "Ten years. And we will meet again. We have to. Believe me. We can."

***

Setelah berpamitan kepada seluruh anggota keluarga Greyson termasuk Alexa, Maya pun telah berpamitan juga pada Carole. Carol berkata bahwa ia akan sangat merindukan Maya. Dan berjanjilah apdanya jika ia akan kembali ke London, Maya akan menemuinya.

Sesampainya di bandara, kini waktu telah menunjukkan empat kurang dua puluh menit. Saatnya berpisah. Saat saat yang paling menyedihkan untuk Maya. Greyson ikut mengantarkan Maya ke bandara, ditemani Alexa.

"Bye Alexa." Ucap Maya sambil memeluk Alexa dengan erat, "You're the best sister I ever met!"
"Thanks, Maya. You are the sweetest. I'm gonna miss you so bad,"
"Me too." Jawab Maya. Dan kini ia bertatapan dengan Greyson. Ia kembali memeluknya,
"I will miss you everyday. Everytime. Promise me you will be back, ten years.."
Maya tersenyum, "I'll never break our promise. I promise I will be back."
Greyson melepaskan pelukannya, "It doesn't matter where you want to live in, and when you will come back to me. My love for you is like my heart, it will never stop working until I die. Never."
Maya memeluk Greyson lagi, dan berbisik,

"Loved you once, loved you still, always have, and always will."

**********************************************

Pesawat telah membawa Maya kembali ke Tanah Air. Sepanjang perjalanan, Maya hanya ditemani dengan iPod kesayangan dan pemandangan dari luar sana. Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, betapa rindunya ia dengan London. Bukan dengan London saja, tapi dengan semua kenangan yang telah ia lakukan.



Bandara Soekarno-Hatta,

Maya menarik kopernya dan membantu Tante nya mengambil semua barang-barang yang ia bawa. Maya menghirup udara Jakarta lagi,

"Hello Indonesia. Here I come!"


Maya menghirup udara segar Jakarta pada malam hari, tanpa berlama-lama lagi, Tante Ira memanggil taksi dan membawanya menuju rumah Maya.
“Sahabatmu tau kamu pulang hari ini?”
“Sebenarnya mereka tau, tapi kayaknya mereka gatau kalau ternyata aku beneran pulang. Karena waktu Tante bilang akan pulang hari ini, aku langsung matiin laptopnya.”
Tante Ira menatap Maya dengan rasa bersalah, “Maafin Tante ya Maya.”
Maya mengangguk, “Semua ini bukan salah Tante kok. Toh, Tante sendiri yang buat aku percaya kalau suatu hari nanti aku bakalan balik lagi kesana,” Jawab Maya sambil tersenyum. Tante Ira membalas senyum Maya dan merangkul keponakannya yang satu itu.

Cukup lama perjalanan dari Bandara Soekarno-Hatta menuju rumah Maya. Membutuhkan waktu sekitar dua jam perjalanan. Sesampainya dirumah, Maya tak mendapati ketiga sahabatnya. Rumahnya tertutup sekali. Maya melirik jam tangannya, pukul sebelas. Masa iya sih mereka telah terlelap?
“Ayo masuk May,” Gandeng Tante Ira seraya membawa beberapa bawaan Maya. Maya menarik kopernya.
“Malam, Pak.” Sapa Maya pada sang satpam, pak Joni. Pak Joni terlihat terkejut melihat Maya yang pulang lebih cepat dari yang ia katakan, “Lho, non Maya kok udah pulang? Bukannya masih beberapa hari lagi?”
“Iya nih, Tante Ira ada keperluan lain. Oh iya, itu anak bertiga udah tidur?”
“Ooh begitu. Saya kurang tau deh, kayaknya udah non. Non masuk aja, sini saya bantu.” Ucap pak Joni sambil membantu membawa bawaan Maya dan Tante Ira.

Maya membuka pintu rumah dengan perlahan. Benar dugaannya, mereka bertiga pasti telah tidur.
“May, kamu kekamar aja gih susul mereka, Tante kekamar mandi dulu.” Suruh Tante Ira. Maya mengangguk dan berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya. Diputarnya kenop pintu dengan perlahan…..Dan terlihat disana ketiga temannya yang sudah menarik selimut. Alias tertidur.
Maya masuk kedalam kamarnya dan menutup pintu. Ia berdehem selama beberapa kali, namun ketiga sahabatnya tak ada yang mendengar. Sepertinya mereka sudah pulas sekali.
“EHEEEEEM.” Dehem Maya lebih kencang. “Jahat ya gue pulang malah ditinggal tidur!”
Lama kelamaan satu per satu dari mereka bertiga bergerak, dan menatap Maya dengan tidak percaya, “MAYA?! ITU LO?!”
“Bukan, roh nya.” Jawab Maya ketus. Lola, Shalia dan Andrea langsung bangkit dari tempat tidurnya dan memeluk Maya. “Maaaay kita semua kangen sama loooo. Akhirnya lo pulang!”
Maya tersenyum dan membalas pelukan mereka, “Baru aja gue pulang. Udah dibuat jutek,”
“Ya sorry, kita mana tau kalo lo beneran pulang. Kalo beneran pulang mah, gue stay melek buat nungguin lo deeeh.” Ucap Shalia.
“Iya May, sorry ya. Kita semua seneng kok kamu pulang,” Timbrung Andrea dengan bahasa halusnya. Mau bagaimana lagi, Maya semakin tak bisa menahan candaannya. “Udah gue Cuma bercanda. Ih lo itu gampang banget dikibulin. Udah yuk kebawah ditungguin Tante gue.” Ucap Maya tergesa-gesa. Ia keluar kamar menuju ruang tamu,
“Tante Iraaa!” Sapa mereka bertiga dengan riang, “Capek ya Tan?”
Tante Ira tersenyum, “Ya gitu deh. Capekan mana tuh sama temen kamu,”
“Aku Tan?” Tanya Maya kebingungan, “Capekan Tante kali.”
“Capek hati maksudnya,” Ledek Tante Ira tanpa menoleh ke Maya yang cemberut.
“Tante beliin kalian oleh-oleh loh. Ada di tas nya Maya tuh,” Ucap Tante Ira sambil menunjuk tas Maya.
“Tante gak bisa lama-lama nih, anak Tante udah nungguin dirumah. Tante pulang yaa.”
“Yaaah.” Seru mereka berbarengan, “Cepet banget Tan? Makan dulu laaah.” Tawar Maya.
“Gak usah May, Tante masih kenyang kok. Udah ya kasian tuh sepupu kamu dirumah sendiri. Tante pulang ya.”
Maya berdiri dan membantu Tante Ira membawa barang-barang nya beserta pamitan. Tak lupa Maya mengucapkan beribu terimakasih karena ia telah membawanya ke London dan merasakan berbagai macam kenangan yang indah.

“Sekarang kita mau ngapain nih?!” Tanya Lola dengan nada mencengkeram. Semua sahabatnya bertatapan, “PARTY!!!!”

***

Semalam serasa sangat menyenangkan bagi Maya dan ketiga sahabat terbaiknya. Walaupun terasa lelah yang sangat besar, namun berkat kehadiran ketiga sahabatnya, rasa lelah itu seakan sirna begitu saja. Maya bangun terlebih dahulu, ia melihat sekeliling kamarnya, inilah pagi pertamanya di Jakarta.

Maya mengikat rambutnya dan keluar kamar menuju kamar mandi. Setelah selesai, ia keluar dan mulai memakan sarapannya. Disusul dengan Lola yang baru saja bangun.
“Eh May tumben lo bangun duluan,” Sapanya sambil terus menguap.
“Iya, gatau lagi kena petir apa tiba-tiba bangun duluan. Lo gosok gigi dulu gih abis itu kita sarapan bareng-bareng,” Pintanya. Lola mengangguk dan meninggalkan Maya yang sedang bermain Twitter nya. Ia membuka timeline Greyson yang tidak mengeluarkan satu tweet pun sejak tadi malam. Kira-kira ia kemana ya?

Maya mempost beberapa tweet lalu memutuskan untuk berhenti bermain Twitter. “May?”
Maya menoleh, “Kenapa Lol?”
“Ayo sarapan.”
Maya mengangguk
“May, sebentar lagi kan kita SMA, kira-kira masuk senior high school mana nih kita?”
Maya menelan makanannya perlahan lalu menjawab, “Mau barengan lagi?”
“Harus dong!” Terka Lola, “Selamanya juga harus begitu kale,”
Maya termenung, “Tapi kuliahnya?”
“Hmm…” Lola berpikir, “Kayaknya sih kuliah kita berpisah deh, gue kurang yakin kalo kita bisa sama. Makanya high school kita harus barengan,”
Maya mengangguk, “Lo mau masuk Universitas mana?”
Lola menggeleng, “Gatau. Urusan kayak gitu, gue serahin ke ortu aja. Lo?”
Maya menaikkan bahunya, “Sedapetnya gue aja nanti dimana.”
“Kalo dapetnya diluar negeri gimana May? Di London lagi? Waaah jodoh mah ngga kemana!”
Maya menatap Lola dengan cukup lama, “Maksud lo?”
“Ngga May bercanda hehe. Tapi emang iya kan? Jodoh nggak akan pergi jauh, May. Walaupun lo sekarang-sekarang ini jauh, pasti nanti akhir-akhirnya lo akan ketemu lagi.”
Maya tersenyum pada Lola, “Amin”
“By the way kalo lo ketemu dia lagi bilangin ya, salam dari gue.” Ucap Lola bercanda, “Pasti. Tenang aja. Beribu salam pun gue sampein.”
“Haha, gue turut seneng, May. Gue seneeeeeng banget bisa liat lo se bahagia ini.”
Maya tersenyum, “Makasih Lol. Emang ini yang gue cari.”
“By the way, kemarin nyokap lo kesini loh.”
Maya tersentak kaget,hampir saja air putih yang sedan ia minum ia semburkan, “Hah?! Ngapain?!”
“Dia nyariin lo lah. Gue bilang aja lo belum pulang. Mukanya kecewa gitu May. Awalnya gue juga bingung, bukannya dia diluar kota, kenapa bisa balik lagi kesini?”
Maya mengangkat bahu, “Gue rasa, gue harus nemuin dia deh. Begitu juga bokap, sama Mario. Menurut lo gimana?”
“Mario ngga usah. Terlalu dingin untuk ditemuin,”
Maya tertawa mendengar jawaban Lola, “Emang dia dingin banget ya? Banyak banget yang bilang begitu.”
“Kenyataan, May! Keren sih, tapi kalo dingin begitu, malesss,”
Maya tersenyum, “Lo nanya nggak sekarang dia tinggal dimana?”
Lola menggeleng, “Nggak. Abisnya dia juga cepet banget May. Dia kesini Cuma bilang, ‘Maya ada?’ Trus gue sama yang lain bilang, ‘Belum pulang Tante.’ Trus mukanya kecewa gitu, abis itu bilang, ‘Yaudah nanti Tante kesini lagi. Makasih ya.’ Gitu doang,” Jelas Lola. Maya mengangguk pelan.

***

‘Tuuut….tuuut..”
Maya menunggu jawaban dari Ibunya. Ia berharap Ibu nya akan mengangkatnya. Entah mengapa Maya merasakan kerinduan yang sangat mendalap terhadap Mama nya.
“Halo? Mama?”
“Maya?!”
Maya tersenyum mendengar suara Mamanya. ‘Apa kabar ma?”
“Mama baik, sayang. Gimana sama kamu? Kamu baik?”
“Iya. Aku baru aja pulang. Aku mau ketemu Mama,” Ucap Maya pelan.
“Mama juga. Sore ini Mama kesana, kamu jangan pergi kemana-mana ya.”
“Iya, Ma. Aku tunggu.” Ucapnya lagi. PErcakapan pun terputus. “Gimana May?”
“Dia mau kesini ntar sore,” Jawab Maya tenang, “Gue mau telfon bokap dulu ya.”
Ketiga sahabatnya mengangguk, Maya meletakkan ponselnya di telinga kanan, menunggu jawaban dari Papanya.
“Maya?”
“Papa!” Sapa Maya antusias.
“Ada apa?” Tanya Papanya dingin. Seperti biasa. Namun Maya memakluminya.
“Papa apa kabar? Dimana? Aku kangen.”
“Papa baik, kamu gimana? Papa dikantor. Papa juga, main dong sekali-kali kesini,”
Maya tersenyum, “Masa main kekantor Papa.”
“Ya nggak apa-apa memang apa salahnya?”
“Aku mau ketemu Mario juga,” Tutur Maya, “Dia sehat?”
“Mario nginep dirumah Bobby. Dia baik kok, sehat. Kamu main dong kerumah, nanti kita keruma Bobby sekalian ketemu Mario.”
“Iya nanti kuusahain untuk main, Pa.”
“Oke, kamu sudah makan?”
Maya tersenyum, ia senang mendengar Papa nya yang masih peduli akan keadaannya saat ini, “Sudah, Papa?”
“Sudah juga. Nanti Papa telpon lagi ya, Papa ada perlu.”
Percakapan pun berhenti.
“Gimana?” Tanya ketiga sahabat Maya yang daritadi memandangnya.
“Dia sehat, masih nanyain keadaan gue. Gue pengen ketemu mereka berdua,”
“Mending lo ntar siang ketemu bokap, sore ketemu nyokap.” Usul Shalia. “Gayakin gue. Ketemu bokap membutuhkan waktu lama juga, Mario dirumah sodara gue, pake acara nginep pula disana. Haduh,”
“Yaudah, May. Masih ada hari esok kan?”
Maya mengangguk dan tersenyum.

***

“Ini buat Mama,” Ucap Maya lembut sambil menyerahkan sebuah bingkisan untuk Mama nya.
“Waah makasih, apa isinya?”
“Baju sama beberapa makanan kecil,” Jawab Maya, “Mama tinggal dimana sekarang?”
“Mama tinggal sama temen di apartemen deket kantor,” Jawab Mama Maya sambil membuka satu persatu bungkusan yang diberikan Maya. “Kamu nggak mau ketemu Papa sama Mario?”
Maya terdiam sejenak, “Mau sih. Tapi tadi aku telpon Papa, dia keliatannya masih sibuk banget. Mario juga nginep dirumah Bobby. Jadi nanti aja,”
Mama Maya mengangguk, “Nanti kalau mau kesana kabarin Mama ya.”
Maya menaikkan alis, “Loh, emang kenapa Ma?”
Mama Maya tersenyum, “Kita kesana bareng.”

***

Waktu memang berjalan dengan cepat. Besok mereka akan segera masuk ke sekolah, dan mengetahui berapa nilai yang telah mereka capai agar bisa melangkahkan kaki ke dunai sekolah Senior High School.

Maya memainkan ponselnya dan membuka Twitternya. Ia membaca tweets tweets Greyson yang baru saja dipostnya. Maya membaca semua tweets itu. Sesekali ia me-retweet tweet lucunya itu.
“May?”
Maya menoleh, “Ya?”
“Kenapa senyum-senyum?”
Maya merengutkan dahinya, “Emang daritadi gue senyum-senyum?”
Lola menyenggol sikut Shalia, “Kayak lo nggak tau Maya aja”
“Apaan emangnya?” Tanya Maya balik,
“Maya kan kalo lagi berbunga-bunga suka senyum senyum sendiriii.” Ejek Shalia dibarengi dengan kompakan kedua sahabatnya yang lain. Pipi Maya memerah, tak menyangka kalau ia bisa semalu ini.
“Apaan sih, nggak.” Sangkalnya. “Gue juga lagi berbunga-bunga, karna denger kata Nyokap gue kemarin. Ada angin apa ya kira-kira?”
Ketiga sahabatnya mengangkat bahu.
“Keajaiban ya May,” Sahut Andrea. Maya mengangguk, “Keajaiban aja banget. Aku aja sampe kaget Ndre,”
“Mungkin Nyokap lo kangen kali sama Bokap lo?”
“Bisa jadi tuh.”
“Bisa juga kangen sama Mario, kan?”
Maya mengangguk. “Yah, semoga aja ini bermaksud baik,”
“Amin,” Sahut ketiga sahabatnya. “By the way, ada niat buat balik ke London gak May?”
Maya terdiam. Ia mengalihkan pandangannya lurus kedepan. Ketiga sahabatnya memandang Maya dengan aneh. Merasa pertanyaan yang mereka ajukan salah,
“May, gue salah nanya ya?” Tanya Lola.
Maya menggeleng, “Nggak.” Ia berhenti sejenak, “Gue Cuma…”
“Kangen?” Tanya ketiga sahabatnay berbarengan. Maya tersenyum lebar.
“Kalo nanti lo udah besar, balik lagi aja kesana? Kan bisa sendiri,”
Maya tersenyum tipis, “Kalo gue bisa. Kalo gue nggak bisa?”
Ketiga sahabatnya terdiam,
“May, kira-kira, kalimat ucapan Greyson yang masih lengket banget didalam pikiranmu apa?” Tanya Andrea tiba-tiba.
“True love never dies. True love never ends. And true love doesn't have a happy ending, because true love simply doesn't have an ending. If you believe this is your true love, our love will never dies, ends, and will never have an ending“
Andrea tersenyum, “May, Greyson aja percaya suatu saat nanti dia bakalan ketemu sama kamu. Masa kamu sendiri nggak percaya? Harus percaya! Inget kata dia tentang true love. True love never dies. True love never ends. Kalau memang kalian saling percaya, pasti your love will never ends. Dan kamu pasti bisa ketemu dia lagi, walaupun gak tau kapan.”
“Jodoh nggak akan pergi jauh, May.” Sambung Shalia dibarengi anggukan Lola.
Maya tersenyum, “Thanks guys. Gue ngerasa lebih baik sekarang.” Ucapnya sambil memeluk ketiga sahabat tersayangnya itu.

***

Pukul tujuh pagi. Mereka telah bersiap-siap untuk pergi kesekolah dan memulai hari baru setelah menikmati libur panjang. Sesampainya disekolah, seperti biasa, mereka berempat mengobrol di tempat duduk Maya sambil menunggu pengumuman dari Kepala Sekolah tentang ujian kelulusan.
“Takut.” Ucap Lola berkali-kali. Maya kelihatan tegang, tangan Shalia terasa sangat dingin, dan Andrea sama sekali tak berkata apa-apa. Dipikiran mereka saat ini tentang lulus atau tidaknya mereka. Tak terpikirkan tentang masalah lain.
“Takut.” Ucap Lola lagi. Maya mengangguk, “Berdoa Lol, berdoa.” Jawab Maya dengan jantung yang berdegup kencang.

KRIIING

Bel. Seluruh murid diminta untuk segera berkumpul di lapangan. Karena ada sedikit pengarahan dari Kepala Sekolah. Lalu kertas pengumuman akan segera ditempelkan persis di madding-madding.

“Saya ucapkan, selamat berdesak-desakan. Semoga kalian puas dengan nilai yang kalian dapatkan. Dan semoga, tahun ini kalian semua lulus!” Begitulah kalimat akhir dari Kepala Sekolah. “Dan kertas pengumuman kelulusan telah ditempel. Silakan melihat!”

Semua murid bergerombolan menghampiri satu persatu madding yang tersedia, termasuk Maya, yang kesulitan untuk melihat, saking ramainya.

Setela berusaha untuk menyempil sambil berdesak desakan, kini Maya sampai didepan kertas pengumuman. Ia mencari namanya……..Ketemu! Dan ia lulus!
Rasanya ingin berteriak sekencang-kencangnya. Karena Maya lulus, dan nilai yang ia dapatkan tidak terlalu buruk. Maya segera pergi dari kerumunan orang-orang ramai ini dan mencari ketiga sahabatnya. Dimana ya mereka kira-kira?

“Maya!”
Maya menoleh, mendengar suara seseorang yang ia kenal, Lola!
“Lol, gimana?”
“LULUS!” Teriak Lola sambil berjingkrak-jingkrakan bersama Maya. Tak peduli orang lain melihat mereka dengan aneh sekalipun.
“Andrea sama Shalia?”
“Gatau nih gue udah muter-muter, pasti mereka nyempil,”
Lola menggandeng tangan Maya untuk memutari beberapa tempat, mencari Shalia dan Andrea yang tak tau berada dimana.
“MAYAAA LOLAA”
Maya dan Lola menoleh, Andrea dan Shalia dengan wajah yang berserk-seri.
“LULUS!”
Mereka berempat berlompat-lompatan layaknya orang aneh yang tak peduli dengan lingkungan sekitarnya. Tapi masa bodo, siapa peduli? Yang penting, mereka lulus!

“Senior High School! Here we comeee!”

***
“Aku lulus. Nilaiku nggak terlalu buruk, Ma.” Maya menelpon Mama nya, “Seneng banget! Aku mau satu sekolah lagi sama mereka,”
“Oke, Ma. Besok aku kesekolah lagi, mungkin ngurus ijazah. Oke, sampe ketemu besok.”
Percakapan berhenti.
“Jadiiii,”
“Mau masuk mana kita?”
“Nyokap gue punya usul, besok mau dibicarain. Besok dia kesini lagi,” Ucap Maya.
“Lo tau sekolahnya dimana?”
Maya mengangguk, “Tau. Tapi gue nggak tau dalemnya kayak apa,”
“Gaperlu bagus-bagus yang penting cara belajarnya enak,”
“Setuju!” Sahut Andrea pada Shalia.
“Gimana kalo sekarang kita bikin kue? Nanti makan bareng-bareng?” Usul Lola, “Gue yang mimpin masak deh! Tapi lo bertiga, harus bantuin gue. Gimanaa?”
“Kalo gosong, gaenak atau hasilnya gak bagus gimana?” Tanya Maya tak yakin.
“Gapapa. Itung-itung belajar. Ayoook!” Sahut Lola sambil menarik tangan Maya dan Andrea. Disusul dengan Shalia.

Setelah mempersiapkan semua bahan, Lola membagi-bagi tugas. Mereka akan memasak kue bolu cokelat. Tak begitu susah, tapi susah bagi Maya, Shalia dan Andrea yang sama sekali tak bisa memasak.
“Maya campur adonannya. Andrea masukin bahan-bahannya, Shale, lo bantuin gue sini.”
Maya dan Andrea bekerja sama. Begitu juga dengan Lola dan Shalia. “Kalo hasilnya nggak enak gimana, Lol?” Tanya Maya lagi sambil mematikan mixer.
“Gapapa, yang penting udah usaha.”
“Kalo gaenak bikin lagi Maaay sampe enak!” Sambung Shalia dengan nada tinggi. Maya tertawa kecil sambil terus mencampur adonan kue.

Tak lama adonan dimasukkan kedalam Loyang dan dimasukan kedalam oven. Mereka menunggu kue matang sambil terus bebrincang mengenai kelulusan sekolah.
“Kira-kira nanti pada pengen masuk mana ya?”
“Nggak tau juga, palingan yang pinter-pinter diterima dimana aja,”
“Andrea?”
“Andrea sama kita selaluuuu.” Jawab Maya
“Nanti kuliahnya gimana?” Tanya Andrea, “Aku kayaknya nggak bisa bareng kalian.”
“Kenapa Ndre?” Tanya Lola dengan nada kecewa.
“Aku harus balik ke Amerika. Mamaku bilang dari jauh-jauh hari, kuliah harus ngikutin Kakakku, jadinya aku pulang.”
“Yaaaaaaah.” Ucap Maya, Shalia dan Lola berbarengan, “Serius nih?”
Andrea mengangguk, “Aku sebenarnya pengen terus stay disini. Tapi mau gimana lagi.”
“Aah Andreaaa,” Maya memeluk Andrea, “Selama SHS ini kita puas-puasin sama kamu ya!”
“Iya bener! Nggak boleh kemana-mana,”
“Setuju! Harus terus sama kita.”
Andrea tersenyum. Tak luma oven pun berbunyi, menandakan kue yang telah ia buat telah matang. Dengan perlahan Lola mngeluarkannya dari oven, dan meletakkannya di meja makan.
Maya memotong kue menjadi empat bagian. Walaupun masih terasa panas, mereka mencoba untuk mencicipinya.”
“Gak buruk.” Komentar Maya, “Enak malahan.”
“Iya ya, enak!” Sahut Shalia.
“Bener kan? Gak seburuk yang kalian kira kok.”
Mereka pun meneruskan makan hingga waktu menunjukkan pukul 11 malam. Mereka memutuskan untuk tidur, namun tidak untuk Maya. Ia menggenggam sebuah foto yang menggambarkan dirinya dan Greyson. “Kenangan terindah.” Ucap Maya dengan suara berbisik.

***

Sepertinya hari ini akan menjadi hari tersibuk. Mereka telah mendaftar disebuah sekolah, dan kini waktunya untuk berkeliling sekolah untuk melihat-lihat.
Maya berjalan menuju ruang computer bersama Mamanya, lalu berjalan menuju perpustakaan, ruang laboratorium, dan seterusnya.

“Habis ini, kamu ada acara sama mereka?” Bisik Mama Maya pada anak sulungnya. Maya menggeleng, “Emang kenapa, Ma?”
“Kalo gitu, kita kekantor Papa dan kerumah Bobby, gimana?”
Senyum lebar merekah diwajah Maya, “Beneran? Oke!”
Maya berlari menuju mobil Mama nya meninggalkan ketiga sahabatnya. Setelah berpamitan dengan mereka tentunya.
“Mama udah kabarin Papa kalo kita mau kesana?”
“Udah,” Jawab Mama Maya sambil menutup pintu mobil. Maya tersenyum, itu artinya, mereka tak lost contact, bukan?

Sesampainya dikantor Papa Maya, ternyata ia telah menunggu didepan pintu masuk. Ia menggantikan Mama Maya untuk menyetir.
“Mau kerumah Bobby?”
“Sebenarnya Mario kemarin pulang kerumah. Jadi, kita pulang aja ya?”
Maya mengangguk

***

“Marioooo!” Antusias Maya yang baru saja sampai dirumah lamanya. Ia memeluk adiknya ayng satu itu. Tentu saja Mario merasa aneh,
“May, ih lo kenapa sih?” Tanyanya dingin. Maya memukul lengan adiknya, “Dingin banget sama kakak sendiri.”
Papa dan Mama Maya duduk didepan Maya dan Mario, seperti mau membicarakan sesuatu.
“May, kemarin kamu di London senang gak?” Tanya Papanya.
“Seneng banget. Kenangan disana, gak akan dilupain,” Jawab Maya cepat
“Kenangan berlibur disana apa kenangan bersama pacaaar?” Ledek Mama Maya yang otomatis membuat Maya malu. Pipinya terlihat sedikit memerah

“Tante Ira bilang, kamu sedih banget waktu pulang dari sana?”
Maya terdiam sejenak dan menunduk sedikit, “Iya.”
“Berat ya rasanya ninggalin kenangan terindah?” Tanya Mama Maya lagi. Maya tersenyum lebar, “Semacam itu deh pokoknya,”
Mama dan Papa Greyson saling bertatapan, memandang Maya yang sedang menunduk.
“May,”
Maya menoleh.
“Mau balik lagi kesana nggak?”
Maya terkejut. “Maksudnya?”
Papa Maya tersenyum, “Kalo kamu sama Mario udah menginjak umur dewasa. Kalian boleh melanjutkan sekolah disana.”

***
Sungguh. Apakah ini mimpi? Ini bahkan diluar dari jangkauan pikiran Maya! Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, bagaimana rasa bahagianya. Namun, ada satu hal yang membuatnya terasa mengganjal, bagaimana ekspresi ketiga sahabatnya jika mengetahui Maya yang sepertinya akan menetap di London untuk meneruskan sekolah?

“Apa?! Serius?!”
Maya mengangguk pelan, Lola dan Shalia terlihat sangaaaaaaaaaaat kecewa. “I’m sorry guys, I can’t do anything. Semua ini udah diatur , gue emang seneng balik kesana, tapi gue juga gak rela ninggalin kalian.”
“Gapapa gapapa,” Sela Shalia, “Intinya kita masih ada waktu tiga tahun untuk bareng bareng!”
Maya mengangguk, “Setuju!”
Mereka berempat berpelukan. Maya bersyukur mempunyai sahabat yang sangat amat baik seperti mereka. Yang selalu ada untuknya, kapanpun, dimanapun, dalam keadaan apapun.

******************************************************************

Waktu memang berjalan cepat. Maya dan ketiga sahabatnya telah memulai hari demi hari dalam lembaran baru disekolah. Walaupun tak bergabung dalam satu kelas, mereka tetap bermain dan mengobrol bersama.

Maya merasa rasa rindunya terus bertambah, sampai saat ini. Ia berharap, Greyson merasakan hal yang sama. Dan Maya tak akan lupa dengan janji setianya, ia tetap akan kembali pada saat berumur 24 tahun.

Maya ber-flashback. Ia ingat pada saat memasukan time capsule bersama, semua kata kata manis dan peilaku nya yang membuat Maya merasa sangat bahagia. Duduk disampingnya, memandang wajahnya, memeluknya, mendengar suara lucunya, membaca pesan pesan manisya. Semua kenangan itu terasa lengket bagaikan lem di otak Maya. Dan sampai kapanpun, ia tak akan melupakannya.





**************************************************************************************************************************************

Hello, 24.


Maya tersenyum memandang dirinya didepan cermin, kini ia terlihat sangat berbeda. Tubuhnya ramping dan tinggi, rambutnya tetap terlihat hitam dan sedikit ikal memanjang. Wajah Indonesia melekat sekali diwajahnya, walaupun ia terlahir bukan di Tanah Air kecintaannya ini.

Dua hari setelah ulang tahun Maya, Maya dan Mario, yang sekarang berumur 23 tahun, memutuskan untuk pergi ke London dan meneruskan kuliah.
Maya masih mengingat janjinya. Hari ini ia akan kembali ke London, dan bertemu kembali dengan Greyson yang entah masih mengingatnya atau tidak. Maya masih sering mengingat ngingat kenangan kenangannya yang tak akan terlupakan. Waktu memang berjalan sangat cepat, ia beranjak dewasa, dan kini, saatnya ia untuk meneruskan hidupnya.

Shalia memutuskan untuk berkuliah di fakultas kedokteran, Lola mengambil jurusan Akutansi, dan Andrea, yang kini sudah menetap di Amerika, sepertinya akan mengambil jurusan photography. Dan Maya memutuskan untuk mengambil bidang fashion, ada untungnya juga ia meneruskan jejak Tante Ira.

Maya dan Mario berjalan di bandara, ditemani kedua orang tua mereka, Mario yang kini terlihat lebih cool, membantu Maya untuk membawa barang-barangnya.
“Ma,” Maya memeluk Mamanya, “Aku pergi dulu.” Mama Maya mengangguk dan mengelus rambut Maya pelan, “Hati-hati sayang. Jaga diri baik-baik, kalau ada apa-apa, Mama akan kesana,”
Maya mengangguk dan memeluk Papanya, “Pa, aku pergi.”
Papa Maya mengangguk, “Papa akan kesana untuk mengunjungimu, belajar yang baik.”
Maya mengangguk. Setelah berpamitan, Maya dan Mario berjalan meninggalkan kedua orang tuanya dan melambaikan tangan.
“I’m gonna miss you so bad!” Teriak Maya dari kejauhan.


“Ini akan jadi perjalanan yang panjang,” Tutur Mario. Kini mereka telah berada didalam pesawat. Maya mengangguk, “Tenang aja. Nggak akan ngebosenin kok,”
“Kita tinggal dimana nanti?”
“Rumah lama gue sama Tante Ira. Seru deh pokoknya,”
“Kita sekolah dimana?”
“Papa udah survey sekolah yang gak terlalu jauh dari rumah, jadi kita nggak perlu jauh-jauh kesananya.”
“Nggak ada kendaraan?”
Maya mengangkat bahu. Mario berhenti bertanya dan menyenderkan kepalanya dikursi pesawat sambil mendengarkan lagu. Maya menatap jendela dan pemandangan diluar sambil berandai-andai, ‘Is he still remember me?’

***

Maya dan Mario sampai dirumah mungil Maya. Rasanya seperti ia kembali ke sepuluh tahun yang lalu. Maya sangat merindukan tempat ini. Tak banyak perbedaan, dan masih terlihat bersih.
"Gue tidur disini, lo tidur diatas." Pinta Maya. Mario mengangguk dan membawa barangnya kekamar. Begitu pula dengan Maya.

Maya memberaeskan semua barang-barangnya. Dan duduk dipinggir tempat tidur. Ia melirik kalender, hari ini tanggal 10, sepuluh tahun yang lalu, ia kembali pada tanggal 11.

Maya berpikir sejenak, apakah besok hari dimana ia akan bertemu Greyson kembali?

***

Tak banyak yang dilakukan Maya pada hari pertamanya di London ini. Namun sepertinya Mario melakukan banyak hal, sore ini Maya menyendiri. Mario tak ada dirumah, berkeliling bersama teman barunya.

Tak lama hati Maya seperti tergerak untuk pergi ke taman indahnya. Seperti ada sesuatu yang menyuruhnya untuk pergi kesana. Awalnya Maya ragu, tapi ia mengikuti apa kata hatinya.

Maya berlari dengan kencang menuju taman, entah mengapa ia merasa ingin cepat-cepat sampai. Ia sendiri juga bingung, mengapa harus berlari-lari seperti ini.

Sesampainya disana, mata Maya memukau. Taman ini tak berubah. Malah terlihat lebih indah. Maya merasa sangat bahagia karna semua kenangan di taman indahnya ini tak sirna begitu saja. Maya berjalan pelan kedalam taman dan berdiri didepan pohon, "I miss this place so much." Bisiknya pelan.

Maya berbalik dan berjalan menuju semak-semak bunga. Bunga bermekaran dengan indahnya. Maya memetik beberapa tangkai bunga. Dan tersenyum karna merasa sangat bahagia bisa kembali.

"It's been 10 years since I know you"

Maya terkejut. Sangat terkejut. Jantungnya seperti berhenti berdetak, kakinya pun terasa mematung. Maya menoleh kebelakang, tak ada orang. Ia semakin merasa bingung.
Namun tak lama Greyson keluar dari balik pohon besar dengan senyumnya. Maya mematung. Benar-benar mematung. Greyson terlihat sangat memukau dimatanya. Ia....benar-benar berbeda. Dan bagi Maya, ini benar-benar keajaiban.

"You look different,"
Maya tak membalas. Ia masih terus mematung. Melihat Maya yang tak mengucapkan apa-apa, Greyson menghampiri Maya dan memeluknya dengan erat, "I miss you."
Maya tersenyum. Benar-benar tersenyum.

***

"I thought you forgotten me,"
"Of course no. You are the hardest thing to be forgotten." Jawab Greyson. Maya tersenyum lagi, "Remember the time capsule?"
"Oh yeah let's open it!" Greyson menarik tangan Maya menuju tempat mereka mengubur time capsule. Greyson menggalinya beberapa kali dan terlihat disana, kotak yang telah mereka simpan selama sepuluh tahun. Masih tersimpan dengan rapi.

"Let's open it together."
Maya mengangguk. Dan mereka membukanya, semua barang-barang yang mereka simpan seperti foto, surat, dan yang lainnya, masih tersimpan dengan rapi.
"Can I read your opinion about me?"
"Sure. I will read yours too," Jawab Greyson. Maya mengangguk dan membuka lipatan surat dengan perlahan. Ia pun membaca bait demi bait isi kertas tersebut.

Senyum lebar merekah diwajah Maya. Walaupun itu hanya sekedar tulisan, namun Maya merasa sangat bahagia. Greyson menatap Maya dengan senyuman, "What do you feel?"
"Glad." Jawab Maya dengan senyum manisnya.
"Hey, did you still remember all words that I ever told you?"
Maya mengangguk, "It's been ten years and I still remember it."
Greyson tersenyum, "Really? So em..tell me what I said before you went back?"
"Umm...You said many words. But there's one thing that makes me curious,"
"What?"
"'Meet me, here, after ten years. And you will know what I'm gonna say, what I'm gonna do. Another open the time capsule, I will do do something for you.' that 'I will do something for you' and 'And you will know what I'm gonna say' makes me curious for ten years," Jawab Maya lancar. Greyson tertawa kecil, "You such a curious girl."
Maya mengangguk, "So tell me, what you want to say?"

Greyson menatap Maya dan mengajaknya berdiri. "You see the sun?"
Maya mengangguk, "Almost goes down. Why?"
"So this is the perfect time,"
"What do you...."
Omongan Maya terputus begitu saja ketika melihat Greyson yang berlutut dihadapannya. Didepannya. Saat ini.
Maya bisa merasakan desarah darah yang mengalir deras layaknya air terjun.
"I'm sorry to makes you curious for this ten years. I'm sorry. But you should know, I do this just for you. Only you."
Maya tersenyum dan terus mematung.
"Maya Aristy Nayore, you are one in a million, you are once in a life time, you made me discover one of the stars above us. I love you, and it will never stop.♥"
Maya tersenyum lagi, seakan-akan jantungnya seperti berhenti berdetak.
"You are the crayon that bring color for my life, you are the star who always shining in my night, and you are the person who I need in over million girls in the world,"
Maya tersenyum lagi.
"Maya, I want you to always by my side. I want you to be with me. Forever. And I want you to completing my life. And I will make you happy. You can have me for anything you need. And so this is your choice to answer from your heart.."
Greyson berhenti sejenak,

"Maya Aristy Nayore, do you want to spend your life with me by marrying me?♥"

Maya tersenyum lagi. Kali ini benar-benar senyum yang menggambarkan seluruh perasaannya. Maya merasa seperti ini adalah mimpi. Ia mengatakannya, he did it.

"I asked God for a flower, He gave me a park. I asked God for a minute, He gave me day. And when I asked for a prince, He gave me you. Yes, Greyson Michael Chance, I will spending my life with you."

Dan ketika Maya menjawab. Matahari pun terbenam. Greyson berdiri, "You see? You answer it when the sun goes down..."
Maya mengangguk, "You changed my life."
Greyson tersenyum, "I am. And I feel glad," Jawab Greyson sambil merentangkan tangannya. Membuka pelukan untuk Maya. Maya pun menghampiri dan memeluk tubuh Greyson. The man who will be his husband.
"Thanks Maya. You're my world."

***

Maya bercermin didepan cermin. Gaun berbalut putih menghiasi tubuhnya. Ia terlihat sangat cantik.

'I can't believe this. Kau tau, ini semua diluar dugaanku. Aku sangat merasa bahagia, aku merasakan apa yang orang bahagia rasakan. Aku tak percaya dengan semua ini. Semua ini bagaikan mimpi. But I know, he's standing for me. He's here for me. And I will be here for him too. No matter what.'

Maya menyadari seseorang telah menunggunya, ia berdiri dengan tuxedo dan menatap Maya dari belakang,
"Ready?"
Maya tersenyum, "Totally ready."

Maya berjalan dengan anggunnya, masuk kedalam ruangan pernikahannya. Ia melihat sekeliling undangan yang datang, beribu kejutan masuk kedalam dirinya. Ketiga sahabatnya datang, Shalia, Lola, Andrea, rasanya Maya ingin memeluk mereka bertiga. Begitu juga Mario, Papa dan Mamanya. Tante Ira pun turut serta. Ini sungguh benar-benar membuatnya bahagia.

Tak lama, Greyson dan Maya telah mengenakan cincin yang sama di jari manis mereka masing-masing. Mereka melemparkan senyum kepada para tamu undangan, yang bertepuk tangan. "I love you." Ucap Greyson. "I love you too." Sambung Maya. Seluruh tamu undangan pun mengucapkan "Everlasting guys!" dan beberapa kalimat lainnya. "Amin." Jawab Maya pelan.


***

"Hey,"
"Hey."
Greyson tersenyum, "What do you feel?"
"Complete." Jawab Maya lagi.
"So you will never leave?"
"Leave? To where?"
"Never leave this country."
Maya tersenyum dan menatap suaminya, "Of course no. I will be here. Always by your side."
Greyson tersenyum dan kembali memeluk Maya dengan erat sambil berbisik,

"You know, I feel I'm the luckiest guy on earth. Because I have you. As long as I breathing, I will love you until death. And this is our love. No one can break it, We will be together. Forever.♥"



Now they're not a couple anymore. Now Maya feels the how happy her life is. Maybe it's just bad in the beginning, but without you know it, God has other plan in the future that can makes your life happy and better.



The End...

0 comments:

Post a Comment

 

SimpleTeen(•”̮ •)з Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting