Red Bobblehead Bunny

Friday, March 22, 2013

Diary

Posted by Feren Marcelina at Friday, March 22, 2013
 I got this amazing GLS from a fanbase on twitter >> https://twitter.com/GreysonYeah/
 And this is the writer's account >> https://twitter.com/shaffatasyani
Please follow them, cuz they're amazing enchancers!

Diary. Satu kata, satu barang, satu tempat dimana curahan semua hatiku bertumpuk. Memang kedengarannya kuno, tapi tanpa orang lain mengetauinya, aku sudah menulis diary sejak menginjak umur 7 tahun. Aku selalu mencurahkan isi hatiku disana. Semua kalimat kalimat dan cerita kecilku kutuliskan dalam lembar per lembar, lama kelamaan, tentu saja kertas diary ku habis. Namun aku tak akan berhenti memiliki diary. Dulu Mama ku selalu membelikanku diary jika sudah habis, namun sekarang, aku membelinya sendiri.


“Dear my 7th diary..

Well, tak kusangka waktu secepat ini. Kaulah diary pertamaku diumur ku yang beranjak empat belas tahun. Tak terdengar seperti anak kecil, kan?
Kau tau, aku masih menyimpan enam diary ku yang lainnya. Diary pertama ku sewaktu umurku tujuh tahun pun masih kusimpan. Walaupun isinya masih aneh dan terkesan polos, terkadang aku masih suka membacanya.

Oh iya, aku Anneke. Anneke Diana. Sebenarnya keluargaku dan teman-temanku memanggilku Ann. Aku merasa bingung, apakah memanggil ‘Anneke’ saja terasa sulit dan panjang? Oh well, tak apalah. Asal mereka tidak memanggil namaku dengan julukan lain, aku masih bisa terima. Aku lahir dengan normal dan sehat bersama Mama. Dan lahir dengan dampingan seorang Papa. Tapi disaat aku berumur 3 bulan, ia pergi meninggalkanku. Sampai sekarang aku lupa bagaimana rupa wajahnya. Aku hanya bisa memandangnya dari album foto masa kecilku. Terkadang aku sering menangis, but well, this is a destiny. God has a planning. Who knows about His plans? Nobody. Only Him.

Aku menjalani hidup bersama Mama sampai sekarang ini. Jujur, aku merasa sangat bersyukur dan terkesan mempunyai Mama sepertinya. Dia sangat tegar. Meskipun tanpa dampingan seorang suami, ia masih bisa mengurusku hingga sekarang. Yah semoga saja ketegaran hati dan kesabaran pada dirinya dapat menular padaku. Hehe.

Alright, kukira aku sudah cukup berbawel disini. Hingga menghabiskan dua lembar, hahaha. Akan kuceritakan seluruh hari hari ku disini. Lebih tepatnya, selama aku berumur 14 tahun.

Love,
Anneke♥”

Kututup buku diary ku dan ku letakkan di rak buku tepat disamping meja belajarku. Aku beranjak dair kursi meja belajarku dan keluar kamar. Rasanya sudah cukup lama aku duduk. Sampai pinggang terasa pegal.
“Mama?” Sapaku pada Mama yang sedang membaca sesuatu, “Lagi ngapain?”
“Oh kamu sayang,” Sapanya balik dengan nada lembut, “Mama lagi baca resep makanan baru nih. Lumayan buat nambah pengalaman.”
Aku mengangguk dan meninggalkannya sendiri menuju dapur. Perutku terasa lapar, mungkin karena terlalu lama dikamar hingga lupa akan makan malamku. Untung saja makan malam telah dihidangkan untukku. Aku pun segera duduk dan menyantap makan malam.
“Minumnya, Ann.” Sahut Bibi Sita sambil menyerahkan segelas air putih untukku. Aku mengangguk sambil meneruskan makan.

Rasanya kenyang dan lega sekali setelah perut terisi. Aku kembali beranjak kekamar setelah mengucapkan kata selamat malam pada Mama. Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Bukan waktu jam tidurku. Mama selalu melarangku untuk tidur lebih dari jam 10 malam. Tapi tak ada yang mengetahui kalau aku sering tidur lebih dari jam itu. I’m a night owl actually.

Aku menatap jendela kamarku yang sengaja tak kututupi dengan gorden. Aku hanya menutupnya jika hendak mau tidur saja. Aku membuka pintu menuju balkon dan duduk disalah satu kursi yang tersedia. Aku sering menghabiskan waktu malamku disini. Selain membuat perasaan lebih tenang, ini dapat membuatku menjadi lega dan dapat merenung. Ditemani oleh bintang bintang, bulan, angin malam hari, who doesn’t love it?

***

Sekolah. Satu ditempat dimana aku selalu merasa senang, gembira, ceria, dan tak sendiri. Teman-temanku selalu membuatku tertawa setiap hari. Kegembiraan, keramaian, tak pernah membuatku merasa bosan disekolah. Ya walaupun terkadang perasaan itu sering muncul, namun tak akan menghilangkan rasa senangku pada teman-teman sekolah.

Satu sahabatku yang selalu kusayangi adalah Katt. Dia benar-benar sangat amat mengerti tentang diriku. Jika aku kesepian, orang yang selalu kucari adalah dirinya. Tak pernah bosan jika berbincang dengannya, bedanya ia denganku adalah, kurasa dirinya lebih feminim daripada diriku.

Jam istirahat. Aku dan Katt tidak bersama dalam satu kelas. Kami bersama waktu berada dikelas satu, namun waktu menginjak kelas dua, kami berpisah. Sungguh menyedihkan. Tapi ini sudah peraturan sekolah, masa iya mau melawan?

“Ann?”
Aku menoleh pada Mrs.Liona yang tiba-tiba memanggilku sewaktu jam istirahat. Semua anak anak berhamburan keluar kelas. Kecuali aku.
“Nggak keluar kelas?”
Aku menggeleng, “Menunggu teman, mrs.”
“Kalau begitu bisa bantu saya?”
Aku mengangkat alis, Mrs.Liona berbalik badan dan memberikan lima tumpuk buku yang bisa dibilang agak tebal. Gosh, she’s crazy or what?
“Tolong kembalikan lima buku ini ke perpustakaan. Saya ada rapat jadinya belum sempat mengembalikan. Bisa?”
Aku menelan ludah dan mengangguk tak yakin. Namun Mrs.Liona mengangguk dan berjalan meninggalkanku tanpa melihat wajah tak yakinku ini. Well, mungkin aku tak cocok menjadi bintang film. Lol, haha hanya bercanda.

Aku membawa lima tumpuk buku menyusahkan itu. Astaga, rasanya tangan ingin patah. Namun aku tau ini amanat, dan tak boleh ku sia siakan. Duh, Katt tak kunjung datang, tak ada teman dikelas yang bisa kuminta tolong. Sepertinya kelima buku ini adalah takdirku.

Wajahku agak terhalangi karna lima buku ini terlalu tinggi sehingga menganggu pengelihatanku juga. Aku berjalan pelan pelan menuju tangga, tapi sungguh, ini sangat merepotkan. Waktu istirahat adalah waktu teramai disekolahku. Seluruh murid keluar kelas untuk bermain, kekantin, atau semacamnya. Maklum saja jika aku kewalahan. Aku sempat berpikir bagaimana jika aku terjatuh. Apa yang akan terjadi? Berapa banyak murid yang akan menertawakanku? Semoga tak akan terjadi.

Aku berjalan pelan, perpustakaan semakin dekat. Namun ternyata, ini semua tak berjalan seperti apa yang kukira. Sekumpulan anak lelaki kelas lain bermain kejar kejaran dan mengarah kearahku. Aku terkejut dan tak tau mau melakukan apa, ingin berlari, tapi bagaimana dengan bukunya? Ingin berlari dengan buku, tapi mana bisa?

GUBRAKKKK
This is it.
Sudah seperti apa yang kuduga. Aku terjatuh dengan keadaan duduk. Untung saja tidak tertidur. Kelima buku itu berserakan dimana-mana. Dan lebih menjengkelkannya lagi, semua anak lelaki itu sama sekali tak minta maaf atau membantuku! Err.
“BE CAREFUL IN OTHER TIME, DUDE! USE YOUR EYES!” Teriakku kesal pada mereka. Masa bodo mau mendengar atau tidak.

Aku berusaha untuk sabar. Aku membereskan semua buku buku itu dan berusaha untuk berdiri. Tapi uggghh entah mengapa terasa berat. Sampai akhirnya, aku melihat sebuah uluran tangan panjang didepan wajahku. Aku menatap tangan itu dan perlahan menoleh keatas. Seseorang dengan postur tubuh tinggi, mata kecoklatan yang indah, rambut yang sangat keren, serta senyum yang menawan menatapku. Uluran tangannya menungguku, seakan-akan ingin aku untuk menerimanya.

Aku tak berkata apa-apa. Aku menatapnya dengan bingung dan menerima uluran tangannya. Darimana laki-laki ini berasal? Apakah ia anak baru? Tapi kenapa terlihat sangat menawan dan asing?

Aku berdiri dan melepaskan uluran tangannya, “Thanks.” Ucapku sambil tersenyum. Ia berjalan mendekat ke telinga kananku, “Be careful in other time.” Ucapnya sambil berjalan pergi tanpa menoleh sedikitpun. ‘Kenapa dia dingin sekali? Menoleh saja tidak,’ Gerutuku dalam hati. Aku berjalan pelan dan tiba-tiba saja, Katt mengejutkanku. Ia berlari dengan cepat dan berhenti tepat didepanku, hampir saja buku-buku ini jatuh lagi.
“ANNN!!” Teriaknya. “KATT! Kamu sungguh mengejutkanku. Hampir saja buku ini jatuh lagi.” Gerutuku. “KAMU KAMU…” Ucap Katt terbata-bata dan berteriak, “Hey hey kenapa berteriak?”
“Kamu…Kamu…Kamu..” Ucapnya masih terbata bata menahan nafas yang tersengal-sengal, “Aku? Ada apa? Kenapa sih Katt? Kamu membuatku penasaran.”
“Kamu…Baru saja…”
“Baru saja apa?” Tanyaku makin penasaran.
Katt menelan ludah dan mengontrol nafasnya, “Kamu baru saja menabrak seorang Greyson Michael Chance!”

Aku mengangkat alis, “Hah?! Apa maksudmu?! Dikerumunan laki-laki yang menabrakku tadi ada Greyson?!”
Katt menggeleng, “Bukan!! Aduh, aku salah bicara! Maksudku, dia yang membantumu berdiri!”
Saat itu juga mataku melotot, mulutku ternganga karena terkejut bukan main, “Kau bohong kan, Katt?”
“Aku berani bersumpah, Ann! Awalnya aku tidak percaya tapi, aku tadi juga melihatnya sewaktu di perpustakaan!”
Tanganku melemas. Seakan-akan semua buku yang kugenggam ingin jatuh. Pantas saja, aku seperti mengenali orang yang tadi membantuku, namun aku tak dapat mengingatnya dengan baik. Ini semua diluar dugaanku. Sungguh. Benar-benar jauh diluar dugaanku.
“Apa yang ia lakukan disini?”
“Tentu saja sekolah. Kudengar ia memutuskan untuk menyelesaikan sekolahnya dahulu hingga lulus. Aku sangat terkejut ketika melihatnya. Ingin rasanya berteriak. Tapi saat itu sedang di perpustakaan, yang bisa aku digetok Mrs.Georgia,” Jelas Katt. Rasanya tanganku sudah tak kuat lagi, “Katt, kau tau, sebelum kau menceritakan ini tanganku sudah terasa lemas. Ditambah lagi tadi aku jatuh. Ditambah lagi kau menceritakan Greyson yang menolongku. Rasanya seperti..…”
BRUKKK.
The books fell again.
“Aduh, Ann kenapa jatuh?”
Aku memelas, “Tanganku lemas sekali. Pegal,” Rintihku sambil memijat pelan tanganku.
“Buku apa itu yang jatuh?!” Suara Mrs.Georgia terdengar jelas dari dalam perpus. Suaranya terdengar menyeramkan! Katt dan aku langsung membereskan buku tersebut. “Cepat! Sebelum Mrs.Georgia tau!” Sahut Katt. Aku mengangguk dan langsung berdiri sambil menggenggam dua buku, sedangkan Katt tiga buku.
“Kalian tadi yang menjatuhkan buku?”
Aku dan Katt saling bertatapan, “Tidak, Mrs.”
“Lalu kenapa kalian berdiri disitu dan tidak mengembalikan buku itu?”
“Kami baru saja mau berjalan ke perpustakaan dan Mrs tiba tiba keluar,” Jawabku mencari alasan. Sorry, Mrs.
Mrs.Georgia membenahkan letak kacamatanya lalu masuk kembali kedalam perpustakaan, “Ayo cepat,” Ucap Katt. Aku mengikutinya dari belakang menuju perpustakaan. Setelah mengembalikan buku, Katt menarik tanganku, “Ayo! Sebelum istirahat berakhir!”

Aku hanya bisa mengikuti Katt yang entah akan membawaku kemana. Ia berjalan agak cepat karena sepertinya Katt sangat terburu-buru.
“Mau kemana?” Tanyaku. “Ke suatu tempat yang hanya digunakan untuk satu pelajaran,” Jawab Katt. Aku semakin bingung. Memang ada beberapa tempat yang dipakai hanya untuk satu klai pelajaran. Ruang lukis, ruang laboratorium, ruang audio visual, dan ruang musik.

Katt terus menggandengku hingga sampai kesuatu ruangan. Aku sangat mengenali ruang ini. “Untuk apa kita kesini?” Tanyaku. “Ssst,” Sahut Katt, “Kau mau lihat tidak?” Katt bergeser sedikit. Membiarkan ku untuk melihat tentang apa yang ia maksud. Aku menganga. Astaga, jadi ini yang dia maksud? Mataku sangat terpana. Pandangan didepanku sangat memukau, sangat menarik semua perhatian orang yang mendengar, termasuk aku.
“Bravo! Excellent! That was so amazing!” Ucap Mr.Bruise sambil bertepuk tangan. Aku dan Katt masih terus mengintip.
“Thank you, thank you.” Ucapnya sambil menunduk, muka merona diwajahnya membuat ia semakin terlihat manis. “Thank you for spending your time to watching me.”
“No problem, Greyson, no problem. I feel glad. And I think not just me who watching you. Some people around there watching you too…..”
Aku dan Katt langsung berhenti mengintip dan pergi mengumpat. Astaga, bagaimana bisa Mr.Bruise tau kalau aku dan Katt memang mengintip?!
“Bagaimana ia bisa tau?” Bisikku pada Katt, ia menggeleng. “Mungkin ia punya indera ke enam!”
“Hush, mengarang saja.” Sangkalku. “Lima menit lagi bel masuk, kita ke kelas saja yuk! Habis ini aku pelajaran Mrs.Hazel. Kau tau kan ia sangat menyeramkan, ia tak mau ada satu murid pun yang belum hadir ketika ia telah masuk ke kelas,” Kataku pada Katt yang sampai saat ini masih berusaha untuk mengintip. “Aku penasaran apakah Greyson atdi melihat kita?”
“Jangan sampai. Itu sangat memalukan,” Ucapku lagi sambil menggandeng Katt.


“Dear Diary…

Kau tau tidak? Hari ini benar-benar sangat sangat amat mengejutkan. Mrs.Liona memberikan lima tumpukan buku tebal padaku, dan memintaku untuk mengembalikan buku itu ke perpustakaan. Memang kedengarannya gila, tapi apa kau bisa bayangkan apa yang akan terjadi jika aku menolak? Hhh.

Aku sudah berusaha membawa lima buku itu dengan baik dan benar, dengan hati-hati pula. Tapi segerombolan anak leaki-laki yang mengesalkan itu datang kearahku dan menabrakku begitu saja. Mereka sedang bermain kejar-kejaran, sepertinya. Menyebalkan sekali. tak ada satu dari mereka yang berhenti untuk meminta maaf, atau setidaknya membantu membereskan bukuku. Sampai akhirnya, seseorang yang berhasil mencuri perhatianku itu datang. Ia menyerahkan tangan kanannya padaku, ia menatapku, dan ia tersenyum kecil. Walaupun aku tau, senyum itu adalah senyum orang yang terlihat umm dingin. Tapi matanya berhasil menangkap mataku. Tak mungkin aku menolak tawarannya untuk membantuku berdiri.

Aku berdiri, dibantu oleh tangannya yang lembut itu. aku mengucapkan terima kasih, namun ia hanya berbisik, “Be careful in other time.” Lalu pergi meninggalkanku. Dingin sekali, ya? Kelihatannya orangnya juga cuek. Sampai akhirnya Katt datang dengan sangat mengejutkan dan mengatakan itu seorang…

Greyson Michael Chance.

Is that crazy?! I mean, bagaimana bisa?! Aku sangat amat terkejut sampai buku yang kubawa hampir jatuh (Well, sebenarnya akhir-akhirnya jatuh karena aku merasa pegal) dan Katt segera membawaku ke ruang musik setelah mengembalikan buku. Aku mengintip bersama Katt, ia bermain piano dan bernyanyi dengan lagu andalannya. Dia sungguh mencuri pandangan mataku. Ia terlihat sopan, pula. Walaupun dengan gayanya yang cuek dan dingin itu, ia terlihat sangat keren.

Aku akan ceritakan hal yang lainnya! Tanganku sampai pegal lagi karena menulis hingga sebanyak ini. Bye!

Love,
Anneke♥”
***

“…..Hari ini memang terasa sangat melelahkan, namun kejadian disekolah yang kualami hari ini tak akan kulupakan. Begitu juga dengan Katt, yang bertemu dengannya sewaktu di perpustakaan. Aku sempat melihatnya yang sedang menemui fans dan memberikan beberapa tanda tangan, walaupun sudah dicegat oleh body guard, ia tetap saja berbaik hati dengan para fansnya. Dia sangat baik, bukan? Bahkan lebih dari baik, menurutku. Tapi mengapa denganku ia sangat dingin? Apakah tatapanku tadi membuatnya takut?

Love,
Anneke♥”

Aku menutup diary ku dan menaruhnya kembali di rak buku. Aku menopang daguku dengan tangan kanan, sepertinya kejadian seperti ini tak akan pernah kulupakan. Aku semakin penasaran, kira-kira ia belajar di kelas berapa? Dan mengapa ia bisa sampai sekolah disini? Sungguh suatu misteri.

Well, jujur saja, ia memang keren. Bahkan lebih dari keren. Kelihatannya ia asik, dan ia selalu membuatku penasaran. Aku sering mendengarkan lagu lagu nya yang bagus, namun kenapa tadi waktu ia menolongku aku tak ingat dengan wajahnya? Aku benar-benar tak ingat. Dipikiranku hanya muncui, ‘Kenapa ia begitu menawan?’ ‘Siapa dia? Sepertinya anak baru, asing sekali dimataku.’ Dan ‘sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi dimana ya?’

Lamunanku terbuyar dan seketika tergantikan oleh rasa terkejut karena tiba tiba ponselku berbunyi. Kulihat layar ponselku, ‘Katt’
“Halo?”
“Katt, sudah dua kali kau membuatku terkejut hari ini,” Tukasku tanpa mengucapkan sapaan.
“Maaf, aku tak tau kalau kau terkejut. Kalau begitu, ditutup saja…”
“Eeeeh! Kau ini kenapa, sudah menelpon kok ditutup lagi? Ada apa?” Tanyaku cepat.
“Begini, aku merasa sangat penasaran dengan….”
Aku memotong ucapan Katt, “Dengan Greyson? Aku juga! Kenapa ia sangat gemar membuat orang penasaran? Apa itu hobinya?” Tanyaku polos.
“Kau ini bagaimana. Tentu saja tidak. Aku sangat penasaran mengapa ia bisa nyasar disekolah kita?”
Aku mengangkat bahu, “Tak tau. Aku juga tak mengerti bagaimana ceritanya. Jujur saja, dia terlihat sangat dingin, dan juga cuek, tapi, dia keren,” Ucapku bingung.
“Labil.” Jawab Katt, aku cemberut, “Tapi memang benar kan?”
“Aku belum pernah menyapanya. Takut gelagapan,” Jawab Katt. Aku tertawa mendengar jawabannya yang begitu lucu, “Gelagapan? Hahahahaha. Aku tidak. Yah mungkin kalau aku tau yang menolong itu seorang Greyson, mungkin akan kupasang tampang super panikku.”
“Kenapa kau bisa lupa? Bukannya kau sering mendengarkan lagunya?”
“Iya. Aneh sekali aku bisa lupa, sama sekali tak ingat. Bahkan muncul di otakku saja tidak,” Jawabku lagi.
“Aku ingin tau kira-kira dia berada dikelas mana ya?”
“Aaah sudah lah kau terlalu penasaran,” Sangkalku
“Sungguh, Ann! Penasaran sekali!”
Aku tersenyum, “Yah penasaran karena idola,”
“Bisa saja. Ann, sudah dulu ya. Kita mengobrol lewat sms saja, aku mau pergi. Bye!”
“Bye.” Jawabku. Setelah mematikan telepon, aku berjalan menuju tempat tidurku dan tertidur dengan cepatnya.

Pagi memang datang dengan sangat cepat. Aku saja sering merasa heran. Rasanya tadi malam baru saja aku merejamkan mata, eh tak lama ayam sudah berkokok. Aku bangun dengan mata yang sungguh berat. Hari ini terasa dingin, mungkin karena tadi malam hujan. Aku pun masuk kekamar mandi untuk memersihkan diriku.

Setelah menghabiskan beberapa menit dikamar mandi, aku keluar dalam keadaan menggigil. Entah aku yang merasa tidak enak badan, atau memang udara pagi ini sangat dingin dan masih hujan?
“Brrrr,” gigilku beberapa kali. Cepat cepat aku berpakaian dan keluar kamar. Mama sudah duduk didepan televisi menungguku yang segera keluar untuk sarapan.
“Ma,” Sapaku, “Kenapa dingin sekali?”
“Hey, sepertinya masih hujan. Dari tadi malam memang dingin sekali.” Jawab Mama. “Sebaiknya kau mengenakan sweater dan minum minuman hangat.”
Aku mengangguk dan menerima sweater yang telah disiapkan Mama. Dan aku berjalan menuju ruang makan dan segera melahap sarapan pagiku.

Aku berangkat dengan pak supir. Pak Hedi. Yang selalu ada untukku kemanapun aku akan pergi. Sewaktu masuk kedalam mobil, entah mengapa aku masih merasakan dingin. Padahal Pak Hedi tidak menyalakan AC mobil maupun membuka jendelanya. “Sepertinya aku akan kena flu,”
“Hati-hati, non. Cuacanya memang sedang tak bagus akir-akhir ini. Hujan terus dari tadi malam,”
Aku mengangguk dan menatap jendela luar. Air hujan terus jatuh dan membasahi jalanan, kaca mobilku pun berembun. Keluar pula asap embun dari mulutku. Aku terus berusaha membuat tanganku menghangat, dengan cara menggosok gosokannya selama beberapa kali.

Jarak dari rumah ke sekolah memang tak jauh. Sekitar 20 menit, aku sampai. Aku turun dari mobil dengan buru-buru karna hujan terus turun deras. Sesampainya disekolah, rupanya keberuntungan tidak datang padaku. aku terpeleset karena terlalu cepat berjalan alias berlari. Tanpa memperhatikan lantai koridor sekolah yang amat licin.

“Uffggh,” Aku mengelus ngelus pinggangku yang terasa sakit. Kemana penjaga sekolah? Tumbenan sekali ia tak terlihat. Katt pun tak ada, pasti ia telah datang duluan. Aku berusaha untuk berdiri dengan pinggang nyeriku ini, tapi ternyata, seseorang tak membiarkanku untuk berdiri sendiri.

Tangan manis itu datang lagi.

Aku terkejut namun berusaha untuk tetap tenang. Aku menatap tangan itu perlahan menoleh keatas. Matanya menatapku. Aku mengalihkan pandangan dan menerima bantuan tangannya, ia membantuku berdiri.
Aku menghela nafas, “Thank you.”
“No problem,” Ia tak melepaskan tanganku, “Why do your hands so cold?”
Aku menghela nafas lagi. Sungguh, aku tak berani menatapnya. Sekarang saja aku tak berhadapan dengan wajahnya.
“I think it because the weather,”
Aku tak melihatnya sedang apa, tapi tiba-tiba ia mengenakan sesuatu ditangan kananku. Sesuatu yang menyelimuti jari jri tanganku Aku melirik, sarung tangan.
Ia juga memakaikan sarung tangan pada tangan kiriku. Aku menatapnya, “Hey, thanks.”
“Be careful in other time. You look pale anyway,” Ucapnya sambil pergi meninggalkanku. Benar-benar sangat dingin. Tapi ia sangat menarik dan perhatian dimataku.
Aku menatapnya yang pergi menjauh, sesekali ia membalas sapaan temannya dan tersenyum, memberikan tos-an. Atau meladeni adik kelas atau anak perempuan yang ingin berfoto bersamanya. Aku menunduk dan melihat sarung tangannya. Berwarna hitam dengan tambahan garis garis merah. Manis. Sarung tangan manis yang diberikan oleh cowok yang dingin. Kedengarannya tak nyambung. Tapi menurutku itu lucu. Am I still normal?

***

“Dear Diary…

Kau tak akan percaya tentang apa yang baru saja terjadi padaku. hari ini aku memang benar-benar merasakan kedinginan. Dan aku berangkat kesekolah dalam keadaan tangan dan kaki yang bisa dibilang um sangat dingin. Dan sampai disekolah, dengan bodohnya aku berlari dengan cepat tanpa menyadari lantai koridor yang sangat licin.

Uggh kau tau apa rasanya? Sangat sakit. Pinggangku serasa retak. Aku mencoba untuk berdiri. Hingga tiba-tiba tangan manis itu datang lagi. Ia kembali membantuku. Kau tau, itu seakan seperti mimpi.

Aku menatap tangannya yang lurus berada didepan wajahku, perlahan aku menoleh keatas. Ia menatapku. Jaket kulit berwarna hitam yang ia kenakan membuatnya terlihat semakin keren. Aku mengalihkan pandanganku. Kau tau kenapa? Aku tak tahan-_- matanya menawan sekali. aku menerima uluran tangannya dan ia membantuku berdiri. Aku mengucapkan kata terima kasih dan menghela nafas sampai berpuluh puluh kali. Memastikan untuk diriku agar tetap tenang. Ia tak melepaskan tanganku, malah bertanya, “Why do your hands so cold?”

Setelah menghela nafas (lagi) aku menjawab, mungkin dingin karena cuaca pagi ini. dan aku tak melihatnya lagi. Tapi aku merasakan sesuatu yang menyelimuti jari jari tanganku. Aku melirik, kau tau? Ia memakaikanku sebuah sarung tangan. Begitu juga untuk tangan kiri.

As usual, aku berterima kasih, namun ia hanya berkata, “Be careful in other time. You look pale anyway.”

Aku menghela nafas lagi. Ia benar-benar dingin. By the way, apa aku benar-benar terlihat pucat? Segitukah?

Kemana Katt? Aku tak melihatnya. Oke, sampai disini dulu cerita menegangkanku.

Love,
Anneke♥”

Aku menutup diary ku dan meletakannya didalam tas. Aku keluar kelas untuk mencari Katt sebelum bel berbunyi.

Aku datang ke kelas Katt, namun, aku tak mendapati dirinya disana. Sama sekali tidak ada sosok dirinya. Aku memutuskan untuk bertanya pada Michelle, teman sebangku Katt.
“Mich,” Sapaku. Ia menoleh, “Kemana Katt?”
Michelle mengangkat bahu, “Entahlah. Sampai sekarang ia belum datang. Mungkin terlambat? Ia tak mengabarimu?”
Aku menggeleng, “Oke, terima kasih.” Ucapku seraya keluar kelas. Aku berdiri didepan balkon kelasku. Menatap lantai bawah yang mulai terlihat ramai dan lapangan pun basah. Aku memutuskan untuk masuk kedalam kelas karena cuaca sangat buruk.

***
“Dear Diary…

Entah apa yang terjadi padaKatt, hari ini ia tidak masuk sekolah. Well, mungkin bisa saja ia terlambat, aku belum melihatnya sewaktu istirahat jam pertama ini. Tapi sepertinya ia tak masuk, karena ia tak kunjung datang ke kelasku. Aku jadi bingung hari ini mau bermain dengan siapa.

By the way, apakah aku harus mengembalikan sarung tangan ini?

Love,
Anneke♥”

Aku menutup diary ku dan meletakkannya didalam tas. Aku keluar kelas dengan tergesa gesa menuju kelas Katt. Dan ya, seperti yang kuduga, ia tak ada. Alias tak masuk.
“Mich!” Aku meneriakkan nama Michelle yang sedang memasukkan sesuatu kedalam tasnya, “Ya?”
“Katt tak masuk?”
Michelle menggeleng, “Laporan dari ketua kelas, ia demam.” Jawabnya lagi. Aku jadi khawatir, “Oke, terima kasih banyak!” Sahutku sambil berlari keluar. Aku mengeluarkan ponsel dari saku kemeja ku, dan menelpon Katt.
Tuuut…Tuuut..
Tak dijawab. Aku mencoba lagi, tapi hal yang sama terus terjadi. Mungkin Katt sedang istirahat?

***

Rasanya hari terasa cepat hari ini. Matahari sama sekali tak terlihat. Cuaca memang sangat tidak bagus. Aku memutuskan untuk menjenguk Katt. Entah ia ada dirumah atau tidak, yang jelas, aku sangat merindukannya hari ini.

Pak Hedi selalu begini. Ia menjemputku dengan waktu yang tidak tepat. Pasti sekarang ia sedang berada disuatu tempat. Menemani atau mengantar Bunda. Atau bahkan menunggu Bunda. Ah, ini sangat menyita waktu.
Aku berjalan agak cepat dari ruang kelas menuju koridor sekolah. Ada baiknya aku menunggu didepan gerbang sehingga lebih Pak Hedi tak pelru menungguku. Aku berjalan melewati ruang musik. Kusadari, pintunya terbuka. Aku mengentikan langkahku. Terdengar alunan piano yang lembut ditelingaku. Yang menarik kembali perhatianku untuk melihatnya.

Benar akan dugaanku. Ia bermain lagi. Namun kali ini berbeda, ia sendirian. Ia menekan tuts tuts piano dengan handal dan suara merdunya itu mengiringi setiap nada. Mengisi seluruh ruang music yang terasa kosong. Aku terus menatapnya dari kejauhan. Dan semoga saja, ia tak sadar dengan apa yang ku perbuat kali ini.

“Oh come on, don’t stand there, come in.”
DEG!
Aku terkejut. Ia berbicara dengan siapa?!
Aku mematung. Entah mengapa rasanya susah untuk pergi dari pintu ini. Ia menoleh sedikit dari pianonya, menatapku.
Kau dengar?
Menatapku.

“Come here.” Ucapnya. Aku menegang. Aku tak dapat berjalan. Rasanya ingin sekali lari dan pergi jauh tapi…
“Come on,” Ucapnya lagi. Oke, aku tak dapat melakukan apa-apa, satu satunya alasan ku adalah, sarung tangan ini.
Aku berjalan mendekatinya dengan keadaan jantung yang berdebar tak karuan. Astaga, aku ini kenapa?
“What are you…”
“Sorry.” Potongku. “I don’t mean to watching you from there, I just wanna give this. I looking for you since the break time but I didn’t found you. And when I walk I found you in here with a opened door. Sorry, I…I swear I didn’t open the door,” Ucapku dengan melemas. Aku tak menatapnya sewaktu berbicara, pandanganku mengarah kesana kemari.
“It’s okay. You don’t have to say sorry. It’s my fault. I forgot to close the door,”
Aku mengangguk dan tersenyum, “So..This is yours.”
Ia menatapku sejenak dan melihat sarung tangan yang kuberikan, “Just wearing it. You need it more than me,”
Aku menatapnya dengan heran, dia dingin sekali.
“Thanks, ice man.”
Dia menoleh kearahku. Aku menutup mulutku. Begitu saja mulutku tiba tiba mengatakan itu. Astaga, memalukan sekali.
“Ice man?”
Aku tersenyum konyol, “Hehe. Sorry,”
Greyson berhenti menatapku. Aku menghela nafas dan berbalik badan meninggalkannya.

“Hey.”
Aku menoleh.
"You still looks pale,"
Aku mengangkat alis, "So?"
Ia terdiam sejenak, “Be careful when you are walking.”
Aku tersenyum tipis, “No more fall.” Ucapku seraya berjalan mengarah ke pintu dan meninggalkannya.

Entahlah, apa ini hanya perasaanku saja yang salah, atau memang aku sedang dibalut kesal. Aku mulai merasa, ada sedikit rasa menyebalkan dalam dirinya. Is that true?

Aku sampai dirumah Katt. Rumahnya terlihat tidak begitu sepi, tapi sepertinya Katt ada didalam rumah.

Aku menekan bel dan sang satpam membukakan pagar untukku. Membukakan pintu pula. Aku masuk dan bertanya pada penjaga rumahnya,
"Katt kemana?" Tanyaku.
"Dia ada dikamar sekarang, dia demam."
Aku terdiam dan berjalan pelan menuju kamar Katt. Aku membuka pintu, terlihat disana Katt dengan kompress didahinya sedang tertidur pulas.

Aku mendekat, "Katt." Bisikku
"Kenapa bisa sampai sakit?" Tanyaku lagi
Katt membuka mata, "Ann?"
"Hey! Kenapa kau bisa sakit?"
Katt menggerakkan badannya sedikit demi sedikit, "Kemarin aku bermain hujan-hujanan. Gak elite sekali ya, hujan-hujanan langsung sakit," Jawabnya dengan nada lemas.
"Yaampun, pantas saja kau demam." Jawabku. "Lebih baik banyak istirahat, kalau besok kau merasa belum pulih, jangan masuk dulu. Nanti aku akan menjengukmu lagi."
Katt mengangguk dan tersenyum, "Terima kasih. Oh iya, apa yang terjadi disekolah hari ini?"
Aku terdiam dan cemberut, "Aku terjatuh lagi."
"Hah?!" Nada terkejut Katt mengejutkanku, "Kenapa bisa?!"
"Entah, aku memang bodoh. Saat itu sedang hujan deras, aku lari kencang dan bahkan super kencang. Tanpa menyadari koridor sekolah yang basah dan licin. Daaaan aku terpeleset," Ceritaku.
"Ada yang membantumu?"
Aku terdiam dan tersenyum tipis, "Ada."
"Who who?"
"Tangan manis itu lagi."
Katt melotot dan menutup mulutnya, ia terlihat begitu terkejut!
"Kau serius? Kau tak bohong?"
"Untuk apa aku berbohong dan mengada-ngada? Tentu saja aku berkata jujur, Katt,"
"Omg kurasa ia menyukaimu Ann!"
Aku menoleh dengan cepat menatap Katt, "Maksudmu?!"
"Dia selalu datang disaat kau terjatuh dan menolong mu. Mungkin dia memang menyukaimu?"
Aku tertawa lepas, "Katt, please, he's just the person who helped me. Dia tak sekedar dari orang yang menyebalkan!"
Katt mengangkat alis, "Menyebalkan? Dia telah menolong mu dua kali!"
"Iya memang, tapi dia sungguh dingin. Sifatnya sangat dingin dan terlihat cuek. Memang dia keren, tapi tetap saja bagiku itu menyebalkan." Jawabku lagi, "Ia juga memakaikanku sebuah sarung tangan."
Wajah Katt terlihat semakin penasaran, "Bagaimana bisa? Coba ceritakan!"
"Well, setelah ia membantuku, ia tak melepaskan tanganku, tapi malah bertanya, mengapa tanganku terasa dingin, ku jawab saja, mungkin karena cuacanya. Setelah itu ia memakaikan sarung tangan," Ucapku lagi. "Bisakah kita mengganti topik? Aku sangat bosan membicarakannya," Tambahku. Katt tertawa kecil, "Yah mungkin kau dan dia akan mengalami proses panjang,"
"Proses panjang?!"
Katt tersenyum mencurigakan, "Nevermind."

***

"Dear Diary...

Entah ini hanya feeling ku saja, atau memang ini akan menjadi kenyataan? Aku merasa, sepertinya Greyson orang yang sangat jail. Sedangkan aku bukan orang yang mempunyai keidean luas untuk menjahili seseorang. Kalau dia menjahili ku, apa yang akan terjadi?!

P.S: Aku berbicara dengannya hari ini dan aku menatapnya. Sungguh sebuah keajaiban dunia aku berani menatapnya.

Love,
Anneke♥"

Aku menutup buku diary ku dan menutup serta bolpoin ku. Aku memutar mutar kursi yang sedang kududuki sambil terus berpikir tentang dirinya. Sampai akhirnya Mama memanggilku dan memecahkan lamunanku.
"Kenapa Ma?" Tanyaku dari luar kamar
"Sini! Mama mau bicara."
Aku turun dari tangga dan menghampiri Mama yang sedang duduk tenang di ruang keluarga, "Ada apa Ma?"
"Gini, Mama ada acara. Kayak sebuah acara launching gitu, itu acara dari beberapa butik. Butik Mama termasuk juga. Mama pengen kamu ikut dan bantu-bantuin Mama. Disana banyak anak-anak seumuran kamu juga. Mungkin kamu bisa jadi penyambut tamu atau semacamnya. Gimana?"
"Kapan Ma?"
"Masih seminggu lagi. Tamunya lumayan banyak, ada turis juga. Seru kok, nggak ngebosenin."
Aku mulai berpikir, sesungguhnya menurutku acara launching seperti itu akan membosankan. Terlebih lagi, itu acara butik, mungkin banyak baju yang akan dipamerkan disana. Menyambut tamu? Errr akan membosankan!
Tapi aku tak akan bisa menolak ajakan Mama, bagaimana pun juga, ia pasti sangat membutuhkanku. Aku pun mengangguk dan tersenyum tipis, "Oke Ma." Ucapku setuju, walaupun tidak yakin.

***

Aku berangkat sekolah dengan terburu-buru. Aku bangun kesiangan! Dan aku pasti akan terlambat. Ugggh.

Aku datang kesekolah dengan tergesa gesa, dan lari-larian. aku berdoa semoga saja tidak terpeleset, menabrak, atau pun semacamnya.

Thanks God, ternyata belum masuk kelas! Aku sampai di depan kelas dengan nafas tersengal-sengal. "Tired, little diary-weird girl?"
Aku terkejut dan menoleh, astaga, berani sekali ia mengatakan seperti itu!
"What? You call me what?!"
Ia tersenyum dengan polosnya, "Little diary weird girl? Oh I forgot to input 'kid' there!"
Aku mengehela nafas, "I'm not a kid anymore. I'm not little, I'm tall! You see?"
"But I'm taller," Jawabnya sambil berdiri disampingku, what da hell?
"Okay okay, be proud of it." Jawabku cepat sambil meninggalkannya dan masuk kedalam kelas. Wait...Wait! tadi dia memanggilku.......Diary?!

"Wait! Greyson wait!" Teriakku sambil mengejarnya. Ia tak berhenti berjalan, menoleh saja tidak. Grrr.
"Wait!" Aku berhasil mencegahnya, "Where do you know that I'm writing a diary?"
Ia tersenyum tipis, "I think everybody in this school know about that." Jawabnya sambil berjalan lurus meninggalkanku. Aku menganga melihatnya yang seenaknya berjalan. That guy was so freakin cold.

***

Aku berlari lagi disepanjang koridor sekolah saat ini. Ah, gara-gara ada pelajaran tambahan yang mengganggu, aku jadi telat untuk pergi kerumah Katt dan menjenguknya lagi.

Aku berlari disepanjang koridor dengan tergesa-gesa. Tanpa menyadari bahwa ada orang didepanku. Dan alhasil, aku menabraknya.
"Sorry!" Ucapku. Aku menoleh, dia lagi, dia lagi.
"Oh, you."
"Yes, get away from my way," Kataku lagi. Ia tak berpindah, aku menoleh ke arahnya, "I said get away!"
"Wait.." Ia menunjuk kearah mulutku, "There's something on your mouth!" Ucapnya lagi sambil menunjuk ke arah mulutku. Tentu saja aku merasa terkejut!
"Seriously?!" Aku berlari cepat dan meninggalkannya menuju arah kamar mandi dan segera mengaca, but...there's nothing.

Dan aku baru menyadari bahwa ia baru saja mengerjaiku.
Dengan kesal aku keluar dan mencari nya, aku melihatnya yang sedang berjalan menuju mobil.
"WHAT THE HELL, THERE'S NOTHING ON MY MOUTH!" Teriakku, ia menoleh dan menatapku.
"I'll take it back tomorrow!" Tambahku lagi, dengan nada menantang. Aku terus menatapnya, ia menutup pintu mobilnya dan berjalan kearahku. Dengan...Dengan *tatapan maut nya yang....yang...membuatku tak terkendali.

Ia terus mendekat dan mendekat dan ia masih etrus menatap, sampai ia berdiri didepanku. Aku terus mematung, aku tak bisa bergerak sedikitpun. Dan ia berbisik, "Who scared, little diary girl?"

"Dear diary...

Kau tau, hari ini Greyson sangat menyebalkan. Ia menjahiliku, lebih tepatnya mungkin mengerjaiku. Aku tidak tau darimana ia mengetahui bahwa aku adalah seorang diaries. Aku bahkan tak pernah sekalipun menulis diary atau membawa diary atau sekali pun membuka diary didepannya.

Well, ia memanggilku little, kid, weird, diary, girl. Digabung menjadi little kid weird diary girl. What the hell are he doing.

Dia mengerjaiku dengan jahilan konyol, namun anehnya aku percaya saja dengannya. Liat saja, besok aku akan membalasnya!

Love,
Anneke♥"

Aku menutup diary dengan kasar dan melempar bolpoin. Entah mengapa aku merasa sangat kesal. Aku mulai berfikir tentang ide yang akan kulakukan untuknya besok. Lihat saja, perang jahil dimulai!

***

Aku datang dengan tepat waktu hari ini. Katt mengatakan bahwa hari ini ia akan masuk sekolah. Setelah kemarin aku menjenguknya, keadaannya jauh lebih baik.

Aku baru mendapatkan informasi bahwa Greyson berada dikelas sebelah. Tepatnya 9-A. Tapi masa bodo, aku tak peduli.

"Ann!"
Aku menoleh, Michelle?
"Ya?"
"Bisa kesini sebentar?"
Aku mengangguk dan berdiri meninggalkan kursi dan mejaku, aku menghampiri Michelle, "Ada apa Mich?"
"Begini, minggu depan sekolah kita mengadakan semacam perayaan sekolah, dan um kau harus berpasangan!"
"Berpasangan? Mungkin aku bisa datang dengan Katt atau....."
"Bukan!" Michelle memotong ucapanku, "Berpasangan dengan laki-laki maksudku,"
Aku tergelak kaget, "Kenapa begitu? Tahun lalu bersama teman dekat?!"
Michelle tersenyum kecil, "Yaah kita cari suasana baru, Ann. Nah sekarang, kau boleh pilih angka yang kau sukai."
Aku mengerutkan kening, "Maksudnya? Itu untuk apa?"
"Kau pilih satu angka, lalu nanti berpasangan dengan cowok dengan angka yang sama!"
Aku terkejut lagi, "Apa?! Kenapa tidak pilih sendiri saja?! Kalau aku berpasangan dengan Nero bagaimana?!" Tanyaku. Nero adalah anak angkatanku yang sangat pintar, tapi sangat amat nerd!
Michelle menepuk-nepuk bahuku, "Tenang saja kau pasti berpasangan dengan laki-laki yang tepat. Ayo cepat pilih!"
Dengan wajah ragu-ragu, aku menarik satu kertas yang mencantumkan nomor favoritku. "I take this."
"Sure!" Jawab Michelle, "Kau orang pertama yang memilih, semoga pasangan mu cocok!"
Aku menghela nafas, "Amin."

***

"Hey, Ann. Kau sudah tarik kertas untuk acara sekolah?"
Aku mengangguk, "Sudah. Sungguh, aku sangat takut berpasangan dengan cowok yang tidak kusukai,"
Katt mengangguk, "Aku juga. By the way, kau menarik angka nomer berapa?"
Aku tersenyum, "Kau pasti tau nomor berapa yang ku ambil."
"Oooh aku mengerti," Sahut Katt, "Aku nomer 9. Semoga saja berpasangan dengan lelaki yang baik."
"Amin. Hey, mau ke kantin tidak? Aku lapar," Ajakku. Katt mengangguk, aku menggandengnya ke kantin.

Aku mengantri disalah satu tempat yang menjual burger, ditemani Katt, yang ingin membeli jus jeruk. Istirahat pertama adalah saat dimana kantin sangat sangat amat ramai. Jadi kami harus bersabar dan mengantri.

Akhirnya pesanan kami pun siap. Aku membawa makananku dengan sangat hati-hati. Tapi ahh ramai sekali. Dengan desak-desakan aku membawa makananku ini. Sampai akhirnya, seseorang mendorongku dan....

Makananku jatuh pada seseorang.

Aku menatap orang itu dengan tatapan 1. Terkejut, 2. Kesal, 3. Merasa sangat bersalah, 4. Merasa senang, dan 5. Ingin tertawa.
Bisakah kau membayangkannya jika kelima itu tergabung menjadi satu?

"I'm really sorry I don't mean to do this." Ucapku sambil membersihkan baju seragamnya yang penuh dengan saus dan mayonnaise, ufff.
"I think you already planned about this," Jawabnya dingin. "What?! Do you have an ears?! I said, I don't mean to do this, you know, this is an accident. Don't you see the crowd?!"
Ia mengangguk pelan. Hanya mengangguk.
"I'm sorry." Tukasku lagi.
"Clean this first,"
"But how? You want me to clean with water? Don't it just makes your uniform wet?!"
Ia tak menjawab pertanyaanku, dan ia menarik tanganku membawaku pergi dari keramaian. Serta membawaku pergi jauh dari Katt yang daritadi hanya melongo.

"What are you doing!" Kataku sambil melepaskan genggamannya.
"Clean this," Ucapnya lagi. "With the water? Okay," Aku berjalan kearah kamar mandi namun ia menarik kembali tanganku, "What?!"
"You have to clean this with your own hands,"
Aku tertawa kecil, "Oh don't be silly. You think I will let Katt to clean your dirty uniform? Of course I use my own hands!" Ucapku lagi sambil berbalik badan dan berjalan kearah kamar mandi.
"I mean you take my uniform, bring it to your house, and clean it."
Aku berhenti melangkah. Maksudnya....Ia menyuruhku untuk mencucinya?!
"What?!" Aku menoleh kebelakang.
"I don't want to you to clean this just with the water. It will never looks like usual. So take my uniform," Ia melepaskan baju seragamnya dan memberikannya padaku. Aku menatapnya dengan sengit. "This."
Aku menatapnya masih dengan sangat sengit dan menerima bajunya dengan kasar.
"Tomorrow you must bring it back and it must have to be clean like usual. Understand?"
Aku terdiam dan masih menatapnya dengan sengit. Words can't describe how much I hate him.
"Don't you get it? Little kid weird diary girl?"
Emosiku semakin menaik, "YES I get it now get away from me!!" Bentakku. Errrr!
"Good," Ia tersenyum dan meninggalkanku yang sampai saat ini masih merendam emosi. He's the most guy I hate in this world!

***

Aku berjalan di koridor sekolah bersama Katt. Waktu memang berjalan cepat. Lagi pula Mama menyuruhku untuk pulang sekolah cepat hari ini. "Don't forget to clean my uniform!"
Aku menoleh, Greyson sedang berdiri sambil menggenggam bola, "Tomorrow bring it back my little kid weird. Don't forget."
Aku hanya menatapnya dengan sengit, "Ayo." Aku menggandeng tangan Katt dan langsung menggandengnya menuju arah gerbang sekolah.

"Kau terlihat kesal dengannya,"
Aku menatapnya, "Bagaimana tidak kesal! Ia sangat menjengkelkan,"
Katt tersenyum, "Hati-hati benci bisa menjadi cinta, Ann."
Aku kembali menatap Katt dengan tajam, "Apa maksudmu?"
"Yaah rata-rata orang yang sering menjahili satu sama lain, seperti dirimu dan dia, berakhir dengan love ending."
Aku tertawa kecil, "Itu tak akan terjadi,"

***

"Dear diary...

You should know about this! Rencana ku untuk membalas jahilannya pun tak berjalan dengan baik. Bahkan tak berjalan sama sekali! Yang ada, aku malah kena imbasnya. Aku benar-benar tak sengaja menjatuhkan burger ku di baju seragamnya! Ia malah menyuruhku untuk mencucinya. Grrrr

By the way, wajahnya tadi terlihat sangat lucu dan aneh. Sebenarnya aku ingin tertawa, tapi aku menahannya. Kalau aku tertawa, mungkin ia tak hanya menyuruhku mencucinya, tapi membelikan seragam yang baru.

Sudah ya, aku mau memberikan seragamnya pada Mbak Sita. Aku tak peduli bersih atau tidak, yang penting, aku telah menuruti apa katanya!

P.S: Aku tadi menarik secarik kertas untuk pasangan acara sekolah. Errrr semoga saja pasanganku baik!

Love,
Anneke♥"

Aku menutup diary ku dan membuka tas sekolah ku. Mencari-cari seragamnya yang diberikan padaku. Setelah menemukannya, aku turun dan memberikannya pada Mbak Sita.

"Mbak," Sapaku, "Tolong dicuci ya,"
Mbak Sita langsung memasang wajah bingung, "Lho, ini seragam siapa Ann? Ini seragammu? Kok kotor sekali?"
Aku menggeleng, "Bukan. Seragam teman. Tadi aku nggak sengaja ngotorin seragamnya." Ucapku, "Tolong ya mbak,"
Mbak Sita mengangguk. Aku pergi meninggalkannya sendiri.

***

"Sepertinya kamu lebih cocok menggunakan ini,"
Aku menggeleng, "Bahannya terlalu kasar, Ma."
"Oh iya ya," Mama mengganti-ganti gaun gaun yang lain, "Bagaimana dengan ini?"
Gaun itu cukup menangkap mataku, berwarna blue soft dengan balutan pita dan bahan yang lembut. "Bagus." Ucapku, "Aku pakai ini saja Ma,"
"Boleh, simpan dikamar ya." Aku mengangguk dan membawanya.
"Ann,"
Aku menoleh, "Ya ma?"
Mama terlihat tersenyum padaku, "Kau adalah orang yang paling berharga dalam hidup Mama,"

Aku tersenyum mendengar ucapan Mama yang sangat menyentuh hatiku. Aku tersenyum, “Bagiku Mama adalah nomer satu.” Ucapku sejenak. Aku mengalihkan pandangan lurus dan masuk ke dalam kamar. Aku menyimpan gaun yang akan kukenakan itu didalam lemari. Aku duduk dikursi meja belajar dan mulai menulis buku harianku.

“Dear Diary…

Aku sudah meminta tolong Mbak Sita untuk membersihkan baju seragamnya yang kotor itu. Entah ia akan menerimanya atau tidak, yang penting, aku sudah menuruti apa maunya, kan?

Dan aku tak tau ada apa lagi dihari esok. Apakah ada sesuatu yang akan menjahili ku lagi, atau…………sebaliknya?

Liat saja besok, dia tak akan menang.

P.S: Aku belum mengerjakan pr. Aku sangat penasaran dengan siapa nanti aku akan berpasangan di acara sekolah. Hhhh sangat menegangkan!

Love,
Anneke♥”

Aku menutup buku diary ku dan meletakkan bolpoin dibagian sisi kanan diary. Aku segera mengerjakan pr yang baru saja kuingat sekarang. Yah walaupun begini, aku termasuk orang yang sangat gampang lupa.

***

“Ini bajunya,” Mbak Sita memberikan baju Greyson ayng sudha terlihat bersih, rapi, dan wangi pula.
“Makasih Mbak.” Ucapku sambil memasukkan kedalam tas. “Lho, Ann, kok dimasukin kedalam tas? Nanti lecek, kenapa nggak pake tas lain aja?”
Aku menatap Mbak Sita dengan santai, “Biar saja, Mbak.” Ucapku, “Aku berangkat!”

Supirku andalanku. Haha, dia sangat handal. Dalam waktu kurang dari 20 menit saja aku sudah sampai disekolah.

Hari ini tak sedingin kemarin, walaupun keadaan cuaca di pagi hari masih sering hujan, namun udara tak separah kemarin.
“Ehm,”
Aku menoleh. Ah, dia lagi. Ya Tuhan, baru saja pagi-pagi aku sudah bertemu dengannya, kenapa tidak nanti pulang sekolah saja? Atau lebih baik kalau tidak bertemu.
Aku tak membalas ‘dehem’ annya. Aku langsung mengeluarkan bajunya dari tasku dan memberikan itu padanya. Dia menerima baju itu dengan tatapan bingung, aku pergi begitu saja meninggalkannya.
“Wait.” Ia menarik tanganku. Omg.
Aku sangat terkejut, namun aku berusaha untuk tetap cuek dan santai.
“What?”
“Is this really you who cleaned this?”
Aku mengangkat alis, “That’s not your business,” Jawabku sambil pergi menjauhinya.
“Hey I asked you!” Ia berteriak. Lagi.
Ia menghampiriku, “Take this.”
Aku mengerutkan kening, “For what?! Is that not enough clean?!”
“This is more than clean. I know that you’re not the person who cleaned my uniform, don’t you heard me, I said I want you to cleaned this, not your maid.”
Aku menatapnya dengan tajam, menahan emosi. “You take this back, or I will burn it.” Aku mengembalikan seragamnya dengan kasar dan berlari kekelas. Ia terus memanggilku, tapi aku tak peduli. Kini, giliranku untuk membalasnya.

***

“Kau menungguku?”
Katt tersenyum manis dan menggeleng, “Aku baru aja sampe. Tumben kau datang lebih awal,”
Aku tersenyum, “Lagi pengen aja.”
“By the way, gimana seragamnya?”
Aku cemberut, “Jangan bicarakan itu lagi,”
“Lho, kenapa?”
“Ia memintaku untuk kembali membersihkannya. Karena ia tau bukan aku yang mencuci seragamnya, ia hanya mau aku yang mencuci seragamnya, bukan orang lain.”
“Astaga,” Katt terkejut, “Dia sangat jahil.”
“Lebih dari itu menurutku,” Jawabku cepat, “Tapi lihat saja aku tak akan mau kalah.”
Katt tersenyum dan tertawa kecil, “Hati hati benci bisa menjadi cinta,”
Lagi-lagi. Aku menoleh dan menatap Katt dengan tajam.
“Ooops,”
“Awas ya Katt kalau berani bicara seperti itu lagi.”
“Lho memang kenapaa?” Tanyanya dengan nada meledek, “Itu sering terjadi loh.”
“Terserah.” Kataku pelan sambil menopang dagu. Katt tertawa melihat sikapku, apa yang lucu?
“Maaaaaaf Ann aku kan bercandaaa.”
Aku tersenyum, terus terang saja, untuk menyimpan rasa amarah pada Katt terlalu lama membuat batinku gelisah. Itu sebabnya aku jarang bertengkar dengannya.
“Aku nggak marah,” Ucapku. “Cuma kau sedikit menyebalkan,”
“Hehehehe bukankah aku memang seperti itu?”
Aku tertawa, “Ya. That’s you.”
“Hey, di acara sekolah nanti kau pake baju apa?”
Aku terdiam sejenak, “Umm mungkin sebuah dress simple selutut dan tak jauh dari balutan pita atau semacamnya. Dengan warna gelap, atau mungkin warna yang tak terlalu terang.”
Katt mengangguk, “Selalu begitu.” Aku tersenyum lebar. "Aku masih sangat penasaran, kira-kira siapa pasangan ku nanti ya?" Tanya Katt padaku. Aku mengangkat bahu, "Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi semoga saja kita mendapat pasangan yang baik."
Katt mengangguk dan tersenyum padaku. "Tinggal 3 hari lagi, kan?"
"Yep. Persiapan acaranya juga sudah mulai terlihat."
"Michelle bilang akan ada banyak acara-acara baru, jadi ini benar-benar berbeda seperti tahun lalu."
Aku terdiam sejenak, "Mungkin kita akan bermain games lebih banyak?"
Katt tertawa kecil, "Mungkin. Tapi, kita lihat saja nanti. Pasti akan terasa seru dan menyenangkan." Jawabnya. Aku mengangguk pelan.

***

Istirahat pertama memang waktu ramai nya sekolah. Aku keluar dari kelas menuju kantin dengan sangat tergesa-gesa. Tadi pagi aku sama sekali tak melahap sarapan, bahkan secuil pun tidak.

Aku berlari agak cepat menuju tangga, dan UGH.
Seseorang menyangkalku!
Ya Tuhan, dalam keadaan genting pun, masih ada saja orang yang menjahiliku.

Otomatis saja aku terkejut, hampir saja aku jatuh karna terlalu terburu-buru. Aku menatap orang yang menyangkalku, siapa lagi kalau bukan dia?!
Aku menatapnya dengan tajam, “Wait the trap back from me,” Ucapku dengan nada menantang. “Who scared?” Jawabnya santai sambil tertawa bersama temannya. Aku berusaha untuk sabar kali ini, aku tak menghiraukannya dan langsung pergi menjauh.

Aku sampai dikantin. Tapi sampai saat ini aku tak menemukan Katt. Bahkan batang hidungnya pun sama sekali tak terlihat olehku. Kemana dia?
Aku memutuskan untung fokus terhadap makananku. Tak enak sekali rasanya makan sendirian.
“Need a friend, kid?”
Aku menoleh, baru saja aku mau melahap makananku, tapi tiba tiba terhenti begitu saja karna sosok wajah menyebalkannya itu datang dan berhadap disebelahku.
“Where’s your best friend?”
Aku tak menjawab.
“Oh I see.”
Aku terus membiarkannya berbicara sendiri.
“Hey what’s this?”
Aku menatapnya sambil terus mengunyah, ia terlihat kebingungan dengan makanan yang kumakan.
“This is named lontong sayur. You don’t know about this? Fool.” Ucapku dengan cepat dan datar. Ia menatapku tajam, “I’m new in here.”
“And what about this?” Ia menggenggam minum ku yang berisi susu coklat dengan es. Dia tidak tau susu? Atau bagaimana?
“You don’t know about milk? Really? You haven’t try it?”
Ia cemberut, “Of course I know.”
“Well I think you need to learning more about Indonesia,”
Ia terdiam dan menatap minumku, “Why do you drink milk with ice?”
“Well the taste is more good,” Jawabku. “Give it to me.”
“Do you mind if I try it?”
“Of course I mind!” Teriakku, “That’s mine. You can buy by yourself on there,” Tunjukku pada satu stand yang menjual minuman.
“Aw pleaseeee? I’m so thirsty. It’s so hot!”
Aku tersenyum, “That’s Jakarta. No!”
“Pleaseee?”
Aku terdiam dan menatapnya
“Pleaseee Ann I begging!”
Aku tersenyum manis menatapnya dan mendekat, mungkin ia berfikir bahwa aku luluh dan akan memberikan minumanku padanya.
“NO!” Senyumanku berakhir dan aku pergi meninggalkannya. Aku berjalan didepannya dan sengaja menginjak kaki kanannya. “Aww!” Ucapnya sambil menggenggam kaki kanannya. Aku berjalan lurus dan menoleh kebelakang, entah mengapa, ia sangat membuatku ingin tertawa. Hahahaha take that pay back!

***

Lagi lagi pak supir yang memang terkadang handal, telat menjemputku. Aku menunggu di gerbang sekolah layaknya orang yang tak tau ingin melakukan apa. Apalagi, Katt sama sekali tak terlihat. Sebenarnya ia kemana? Ini sangat membingungkan!
“So...The diaries waiting for her driver? Why are you not go back to home by yourself?”
Aku menoleh, lagi lagi?
“Oh please stop talking you disturb me.”
Ia tersenyum tipis, “Why are you alone?”
“That’s not your business,” Jawabku lagi.
“Well I saw your best friend when we’re on second break. She bring her bag and I think her driver helped her. I don’t know where’s she going, but I think she’s on a problem.”
Aku terdiam. Jadi….Jadi Katt pergi?!
“What?!”
“That’s just what I saw,”
Aku terdiam sejenak. Ada rasa percaya dan tidak percaya padaku terhadap apa yang ia bicarakan.
“Can I ask you something?”
“What?” Tanyaku
“Why are you looks so childish?”
Aku terdiam dan menatapnya tajam. Entah mnegapa aku merasa kesal jika ada yang mengucapkan itu padaku. Aku mencubit lengan tangan kanannya dengan kencang. Dan tentu saja ia berteriak kesakitan.
“AAAHHH.” Ia mengelus ngelus lengan tangan kanannya. Aku menatapnya dengan puas.
“Your pinch was so hurt!”
“That’s special for you,” Ucapku dengan nada jutek. “Just because I’m childish doesn’t mean I’m weak!” Tambahku padanya. Ia menghiraukanku. Tak lama datang sebuah mobil berwarna hitam, dan keluar dua orang bodyguard. Itu pasti jemputannya.
“I hope your driver totally forget to pick you up.”
Aku berteriak, “Stop talking to me! Now get away from me and go to your home, and take your own business!!” Ucapku dengan nada kesal.
Ia tersenyum kecil padaku, “Well, bye.” Ucapnya dingin sambil berjalan kearah mobilnya. Tentu saja dibantu oleh 2 bodyguard nya.
Aku merasa tenang karena ia sudah pergi dan tak berada dihadapanku lagi. “Happy waiting, little diary kid!” Ucapnya sambil melambaikan tangan padaku. Ahhh!

Aku tak membalas lambaian tangannya. Untuk apa, toh jika aku membalas lambaiannya dia tak akan berhenti menjahiliku.

Beberapa menit setelah ia pergi, datanglah mobilku. Aku berusaha untuk sabar menghadapi Pa Supir yang memang tugasnya tak hanya mengantar dan menjemputku saja, tapi juga mengantar dan jemput Mama.

“Maaf, Ann. Bapak telat lagi.”
Aku menghela nafas, mencoba untuk menghilangkan rasa amarahku. “Nggak apa-apa pak.” Ucapku sambil berusaha untuk tersenyum. “Langsung pulang aja ya,”
Pak Supir mengangguk. Aku membuka pintu mobilku dan masuk kedalam. Aku mengeluarkan ponsel dari saku rok seragamku, aku berniat untuk menelpon katt dan menanyakan sebenarnya apa yang terjadi.

Tuut..Tuut..
“Katt ayolah angkat,” Ucapku. Tak biasanya Katt lama mengangkat teleponku, biasanya ia langsung mengangkatnya dengan cepat.
“Halo?”
Katt!
“Katt? Tadi kamu kemana? Kenapa ninggalin aku? Ada apa sebenernya?”
Katt membersit hidungnya, aku jadi merasa curiga, “Katt?”
“Kakakku kecelakaan,”
“Hah?!” Ucapku kaget, bahkan Pak Supir sampai berhenti.
“Ke..Kenapa bisa?!”
“Ceritanya panjang,” Ucap katt dengan nada yang sedih, “Aku tak bisa menceritakan padamu saat ini. Mungkin besok aku tak masuk. Maaf ya, aku akan masuk sehari sebelum acara sekolah.”
Aku terdiam, sebenarnya ada rasa kecewa dalam diriku karena Katt tak masuk. Tapi, aku juga tak boleh egois. Katt membutuhkan waktu bersama Kakaknya sekarang.
“Tak apa, Katt.” Ucapku pelan, “Kau masuk saja jika Kakakmu sudah pulih.”
“Kau nggak apa-apa?” Tanyanya, “Bagaimana kalau kau dijahili?”
Aku tersenyum, “I’m a strong girl. Aku bisa membalasnya. Kau tenang saja, aku tidak takut!”
Katt tertawa kecil, “Sudah ya, nanti kutelpon lagi.”
“Iya, Katt. Semoga Kakakmu cepat sembuh, jangan sedih lagi.”
“Terima kasih, Ann. Ceritakan apa yang terjadi disekolah ya.”
“Pasti.” Ucapku smabil tersenyum. Aku menutup percakapan.

***

“Dear Diary…

Kau tau, hari ini aku merasa aneh. Greyson semakin hari semakin jahil, dan semakin dingin. Tapi itu selalu membuatku dengannya merasa dekat. Apalagi waktu istirahat tadi, Katt, yang tiba-tiba pulang tanpa sepengetahuanku, tidak menemaniku saat makan siang. Otomatis aku makan sendiri.

Namun ternyata rasa kesepian itu hilang karna seseorang menemaniku. Ya, Greyson. Ia datang dengan dingin dan cueknya. Namun dengan wajah lucu dan polosnya itu, ia bertanya padaku tentang makanan yang kumakan, serta minuman yang kubeli. Hahahaha.

Aku sempat membalas jahilannya. Yah, rasanya puas dan menyenangkan. Ditambah lagi sewaktu pulang, aku sempat berteriak didepannya karena ia selalu memanggilku anak kecil. Well, I’m childish doesn’t mean I’m weak!

By the way, Kakak katt sakit. Semoga ia cepat sembuh. Aku merasa sedih. Ditambah lagi Katt tidak akan masuk ke sekolah karna harus menemani Kakaknya. Ahh…

Kita lihat apa yang terjadi esok hari.

Love,
Anneke♥”

Aku menutup buku diary ku dengan pelan, serta meletakkan bolpoin ku ditempat biasa akau menaruh. Tiga hari lagi, acara sekolah akan dimulai. Dan sampai sekarang, aku belum mengetahui siapa pasanganku.

Jujur saja, memikirkan siapa pasanganku untuk acara sekolah membuatku gelisah. Michelle menyuruhku untuk segera mencari siapa pasanganku, agar pada saat perayaan, aku tidak bingung dan ling lung lagi ketika mencari pasangan. Tapi apa daya, aku malas menanyakan satu persatu pada lelaki di sekolah. Aku juga tak akrab dengan mereka. So, yeah…

By the way, Michelle juga berkata padaku, acara sekolah tak hanya disekolah saja. Tapi ada lagi acara diluar sekolah. Kira-kira kami akan pergi kemana ya?

***

“GreyGreyChance: Oooh yes.”
“Anneke.diana: Stop.”
“GreyGreyChance: Childish?”
“Anneke.diana: you haven’t feel how the way I break your neck, huh?”
“GreyGreyChance: No I haven’t. So curious, can I feel it?”
Aku mendengus kesal, “Anneke.diana: don’t worry I will do it SPECIAL for you.”
“GreyGreyChance: Who scared.”
“Anneke.diana: Grrr.”
“GreyGreyChance: So tired, isn’t it? What time you’ve picked?”
“Anneke.diana: There’s no business with you”
“GreyGreyChance: Ok”
Aku berhenti membalas. Kau pasti tau aku sedang melakukan apa dengannya.
“GreyGreyChance: Can you teach me more about Indonesia?”
Aku membacanya dengan datar
“GreyGreyChance: Likeee Indonesian language? What’s ‘I’m handsome’ in Indonesian?”
Aku tersenyum kecut, kau tau, keluar suatu ide jahil dikepalaku.
“Anneke.diana: Aku jelek.”
“GreyGreyChance: Ow really?”
“Anneke.diana: I’m 100% Indonesia. You still worried about that?”
“GreyGreyChance: Alright.”
Aku tertawa membacanya. Apa yang akan dilakukannya dengan satu dua kata tersebut?

Yes. Aku memang sudah bertukar jejaring sosial Skype bersamanya. Tapi kau tau, kurasa aku gila. Karna entah mengapa aku ingin bertukar Skype dengannya. Kejadiannya adalah,

Aku keceplosan.

***

Aku berangkat ke sekolah dengan lesu. Mengetahui Katt yang tidak akan masuk hari ini membuat mood ku jelek. Mungkin aku tak akan bermain kemana-mana selain dikelas.
“Ann!”
Aku tersenyum dan menoleh kepada Michelle yang dengan ramah menyapa ku pagi ini. Well, ia teman yang baik.
“Mich, ada apa?”
“Sudah menemukan pasanganmu?”
Aku tersenyum kecil, “No I haven’t.”
“Why? Acara tinggal dua hari lagi, Ann. Kau harus segera mencarinya agar tidak ling lung,”
“Well aku sangat takut bertemu dengan pasangan dengan orang yang tidak kusukai.”
Michelle tersenyum, “Tenang saja, aku yakin pasanganmu baik.”
“Amin. By the way, kau sudah menemukan pasanganmu?”
Michelle mengangguk. Aku jadi penasaran, “Who who? Tell me!”
“Umm…” Michelle terlihat malu-malu. “Revo,”
“Revo?”
“Ya. Dia ada dikelas 9-A.”
“Aku tak pernah melihatnya haha,”
Michelle menyenggol lenganku, “Yeee, itu karena kau terlalu cuek dengan laki-laki.”
Aku sedikit terkejut, aku mengangkat alis kananku, “Benarkah?”
“Menurutku sih begitu. Kau terlihat cuek,”
Aku mengangkat bahu, “Aku tak pernah menyadarinya. Bukankah sikapku biasa saja?”
“Yaaaa biasa saja itu yang kumaksud Annekeee.”
Aku tersenyum dan menggaruk garuk leher belakangku, “Hey,” Ia menyapaku pelan, seperti berbisik, “Kalau pasanganmu dia bagaimana?” Tanyanya sambil mengarah kesuatu arah. Aku menoleh kebelakang.

Greyson berjalan dengan ranselnya, baju seragam yang terlihat keren jika ia pakai. Angin berhembus ketika ia berjalan, membuat rambutnya sedikit berantakan. Tatapan matanya yang bisa membuat setiap orang menjadi pingsan sesaat. Aku pernah mendengar fansnya memanggil itu dengan sebutan sleepy eyes. Dan caranya berjalan dan menatap orang, serta memberikan senyuman pada setiap orang yang menyapanya. Sesekali ia membenahi letak rambutnya yang mengganggu pengelihatannya. Mata coklatnya seakan menghipnotis diriku. Rambutnya yang terlihat sedikit berantakan, membuatnya tambah terlihat…………..keren.

“Ann?”
Aku membuyarkan lamunanku dan fokus pada Michelle, “Ya?”
“kau terpesona yaaaa?”
“Hah? Apa? Tidak!” Jawabku kelabakan.
“Kau tau, dia itu idaman para perempuan untuk jadi pasangan dalam acara lusa nanti!”
Aku menghela nafas, “Tentu saja. Dia bahkan seperti seorang uuumm….”
“Seorang apa hayooo?”
Aku tersenyum kecil, “Seseorang yang sangat jahil dan menyebalkan. Serta cuek dan dingin!”
Michelle menatapku bingung, “Benarkah? Tapi ia menawan kan?”
“Aku tak berani menatap mata Michelle yang terus menggodaku, “Ah ayolaaah ia sangat menyebalkan!”
“Benci bisa menjadi cinta, Ann.” Whaaat?! Kenapa ia dan Katt sama saja!
“Berhenti mengucapkan itu. Aahh!” Aku meninggalkan Michelle yang sednag tertawa melihat tingkahku. Aku pun merasa bingung pada diriku, kenapa aku bisa seperti ini ya?

***

Aku duduk dikursi yang terletak di koridor sekolah. Pak Supir telah mengatakan padaku bahwa ia akan telat menjemputku karena ia harus mengantarkan Mama ke beberapa tempat. Jadi aku harus mengalah.

Aku berdiri dan berjalan kearah gerbang. Namun langkahku berhenti ketika melihat….

Julian.

Aku melangkah mundur…mundur..mundur hingga menjauh. Aku berbalik badan, aku berharap Julian sama sekali tak menyadari bahwa aku disini. Bahwa aku berada didekatnya. Aku berharap dia tak melihatku sama sekali.
“Ann?”
DEG!
Matilah aku.
“Anneke?”
Aku tak tau harus melakukan apa. Aku mematung. Aku tak berani berbalik badan dan menatapnya. Bahkan membalas sapaannya saja aku tak mau.
Ia berjalan menghampiriku. Benar saja apa dugaanku, ia akan menghampiriku.
“Apa kabarmu?”
Aku berusaha untuk tidak menatapnya dan tidak terbuai pada masa lalu, “Baik.”
“Apa yang sedang kau lakukan disini? Kenapa belum dijemput?”
Aku mendengus kesal, “Itu bukan urusanmu.” Ucapku sambil berusaha cuek dan berjalan menjauh. Namun…ia menarik tanganku. Please someone help me!

“Where will you going baby? Aku belum selesai bicara,” Ucapnya sambil menarik tanganku. Rasanya ingin menonjoknya sampai mukanya hancur atau terpental, namun aku tak bisa. Aku terlalu lemah.
“Berhenti menggenggamku. Kau pikir kau ini siapa!”
“Apa? How dare you said to me like that!”
“Memangnya kenapa? Apa masalahmu? Hah?”
“Kau ini hanyalah orang yang tak berguna dan tak punya hati. I think.”
Sepertinya ia terlihat makin emosi. Aaah! Aku sungguh membuat suasana semakin seram. Wajahnya terlihat merendam emosi yang berat.
“Ingatkah kau tentang masa lalu?” Tanyaku, “Ingat tidak? Kurang ajar sekali!”
Ia semakin emosi. Dan kepalan tangannya pun mulai bersiap untuk menerkam wajahku. Namun tiba-tiba, seseorang menggenggam kepalan tangan Julian dengan kencang dan gesit. Aku terkejut.

“You don’t have to hurt her.”
Julian melepaskan tangannya dengan paksa, “Who do you think you are?”
“You don’t have to know about me. But you should know, by hurted a girl, never bring a good thing for you.”
“You’re new in here, what’s you can do?”
Ia tersenyum dengan santai, “Just because I’m new doesn’t mean I don’t brave to talk to you like this.” Ucapnya lagi.
“You don’t have anyone else in here!”
Greyson tersenyum lagi, “Of course I have.” Ucapnya sambil..........….Tunggu….......…ia….....ia merangkulku!!
What the hell is this mean?!

“This is my girlfriend. What will you do?”

Mataku membulat kaget. Aku terkejut bukan main. Sungguh. Detak jantungku semakin tak menormal. Apa maksudnya ia mengatakan itu pada Julian?! Kenapa ia mengatakan bahwa aku pacarnya?!
“What?” Tanya Julian tak percaya, “I don’t believe you.”
“Well it’s up to you to believe or not, we’re a couple since a week ago.” Ucap Greyson lagi sambil tersenyum santai, “Isn’t it?”
Aku menarik nafas pelan, “Yes.” Jawabku singkat sambil tersenyum sebisaku. Oh God.
“Prove it.” Ucap Julian pelan. Firasatku mulai tidak enak, “If you give me a proof, I’ll believe you.”
“Who scared,” Jawab Greyson lagi. Dan selam,a firasatku tidak enak, tiba-tiba sesuatu jatuh pada pipiku. Satu kecupan yang membuatku tersadar dari lamunan bahwa……………………………..............

IA.

MENCIUM.

PIPI.

KU.

Aku terkejut bukan main lebih dari awal. Aku semakin tak terkendali.
“Is that enough?” Ucap Greyson sambil terus merangkulku yang sednag mencoba untuk terlihat santai didepan Julian.
Julian hanya menatapku dan Greyson dengan sengit. Lalu pergi begitu saja dengan wajah yang sangat kesal.

Setelah memastikan Julian pergi, aku menarik tangan Greyson dengan super cepat dan membawanya kesuatu tempat dimana aku bisa berbicara dan mengoceh sepuasnya. Setelah sampai, aku melepaskan genggaman tanganku.
“WHAT ARE YOU DOING?!” tanyaku tanpa ba-bi-bu lagi.
“I’m trying to helped you,” Jawabnya santai. Padahal aku sangat panik seperti ini, masih saja ia santai begitu.
“But not said that I’m your girlfriend…” Ucapku dengan nada yang mulai rendah.
“Well that’s the only idea on my mind just to makes him believe, and went away.” Ucapnya, “You have to thank me, because of me he will never comes to you again, and he’ll never disturb you,”
Aku menghentakan kaki, “But you just makes the wrong way!”
“Wrong way?” Tanyanya dengan nada aneh, “We’re not a real couple, it just an acting. Don’t worry,”
Aku terdiam, “And…..how about the…….” Aku mengelus ngelus pipi kiriku, kelihatannya ia mengerti tentang apa yang kumaksud.
“Oh I’m sorry.” Ucapnya pelan, “I don’t mean to do that but you see he need a proof,”
Aku terdiam lagi.
“If that's all you wanted to said, I’ll go now.”
Aku tak menjawab. Ia pergi begitu saja meninggalkanku yang masih termenung.

***

“Dear Diary…

Aku tak tau kemarin malam bermimpi apa, sampai jadi seperti ini. Kau pasti tak menyangka jika aku menceritakan ini padamu.

Well, sewaktu pulang aku bertemu dengan Julian yang ternyata, ia melihatku. Aku sangat berharap ia tak menghampiriku, tapi ternyata harapanku tak terkabul. Ia menghampiriku dan bertanya-tanya tentang diriku. Mungkin aku terlalu lancing, sehingga ia tebawa emosi dan ingin memukulku.

Tiba-tiba datanglah seseorang yang bisa kubilang sebagai penyelamat pada saat itu. ia menghadapi Julian tanpa sedikit kekerasan, tapi hanya dengan kata-kata. Walaupun Julian berbicara dengan nada yang keras, ia menjawabnya dengan santai.

Tapi ternyata kesantaiannya itu membawaku pada kesenam jantungan. Ia merangkulku tiba-tiba setelah Julian mengatakan bahwa ia tak punya siapa-siapa disini. Dan ia mengatakan bahwa aku…………………..pacarnya.

ISN'T THAT CRAZY?! Tentu saja aku terkejut! Tapi aku berusaha untuk tenang. Walaupun aku tak tau rencana apa yang ada dikepalanya pada saat itu. Dan tiba-tiba saja Julian mengatakan bahwa ia membutuhkan bukti.

Julian was sooooooooooooooo annoying! Greyson dengan tampang santainya, menjawab, “Siapa takut” Dan……..dan…….

Maybe I shouldn’t told you about this.

Dan dia melakukan suatu hal yang sangat mengejutkanku. Bahkan lebih mengejutkan pada saat awalnya ia mengatakan bahwa aku pacarnya. Ini, lebih mengejutkan!

Setelah Julian pergi, aku berbicara dengannya. Ia menjawabnya dengan santai namun dengan wajah yang tulus. Aku memang tak terima dengan cara ia membantuku, tapi ia telah menolongku dengan sepenuh hati dan ia telah membuat Julian pergi.

Sepertinya salah kalau aku marah dengannya, iya tidak?

I should tell this to Katt. Talk to you later! Bye!

Love,
Anneke♥”

Aku menutup buku diary ku dengan pelan. Aku meraih ponselku dan menghubungi Katt,
Tak lama, Katt mengangkat,
“Katt?”
“Hey Ann!”
“Katt aku perlu bahkan sangat sangat perlu berbicara denganmu!”
“Hah?” Katt terdengar kaget, “Tentang apa?”
“Pokoknya sangat mengejutkan. Bisakah aku datang ke rumah sakit tempat Kakakmu dirawat sekarang?”

***

“Ann!” Suara teriakan katt sangat lekat ditelingaku, aku menutup pintu mobil dan menghampiri Katt.
“Katt kau harus tau tentang ini!”
“Tunggu tunggu,” Katt memotong ucapanku, “Lebih baik kita ke kantin rumah sakit saja, biar bisa lebih leluasa.” Usul Katt. Aku mengangguk tanda setuju.

Aku duduk disalah satu kursi dan Katt duduk didepanku. “Katt.”
“Iya, mulai bercerita saja!”
Aku menarik nafds dan menghembuskannya dengan pelan. Aku mulai bercerita pada Katt tentang semua yang terjadi padaku.

“Apa?!” Katt sangat terkejut, “Dia melakukan itu?!”
Aku mengangguk.
“Waah dia romantis sekali!”
Aku menatap Katt dengan bingung dan aneh, “Romantis?!”
“Iya! Kau tau Ann, jarang sekali ada laki-laki yang mau berkata seperti itu walaupun hanya berpura-pura atau bahkan untuk menolongmu.,” Jelas Katt, “Kau tidak boleh marah padanya.”
Aku terdiam sejenak, “Bukankah caranya itu salah?”
“Caranya tidak salah, dan tidak keluar dari batas, bukan? Bahkan setelah bukti dan apa yang dilakukannya, dengan secara otomatis Julian percaya dan tak akan mengganggumu lagi!” Tambah Katt, “You should to thank him!”
Aku terdiam sejenak dan mulai berfikir, “Mungkin kau benar.” Ucapku, “Tak seharusnya aku kesal dengan orang yang telah menolongku.”
“Yap, that’s true Ann.” Ucap Katt lagi, “Lusa.”
Aku menoleh, “Lusa?”
“Lusa hari dimana aku akan datang dengan pasangan nomorku.”
Aku menepuk keningku, “Astaga! Aku belum mencari pasanganku!”
Katt menatapku sambil menggeleng-gelengkan kepala, “Kau ini bagaimana.”
“Aku lupa!” Tambahku, “Pasanganmu siapa Katt? Kau telah menemukannya ya?”
Katt mengangguk, “Chris dari kelas 9-C, aku sering bertemu orangnya, sepertinya orangnya humoris.” Ucap Katt lagi.
“Semoga kau senang berpasangan dengannya. Sekarang, giliranku untuk mencari.” Ucapku. “Semoga saja, tak seburuk yang kuduga.”

***

Entah mengapa hari ini aku merasa sangat bosan. Moodku buruk. Aku bingung kenapa. Mungkin karena aku tak mendapatkan hiburan selama beberapa hari ini. aku selalu memikirkan urusanku sendiri hingga tidak memberikan hiburan pada diriku. Selama pelajaran, aku menyimaknya dengan datar. Mungkin hari ini tak ada satupun pelajaran yang masuk ke dalam otakku.

Aku berjalan disepanjang koridor sekolah. Tapi entah mengapa, kakiku berhenti pada suatu ruangan. Pintu ruangan music terbuka. Aku memutuskan untuk mengintip, tak ada orang. Aku menoleh kekanan dan kekiri, tak ada yang melihat. Apa salahnya masuk untuk bermain alat musik sebentar?

Aku masuk dan menutup pintu. Aku berjalan kearah alat musik yang sangat kucintai, gitar. Aku memang tak terlalu mahir bermain gitar, aku hanya bisa bermain sebisaku saja. Namun dengan bermain gitar bisa membuat perasaanku menjadi tenang.

Aku duduk disalah satu kursi dan menggenggam gitar yang baru saja kubawa. Aku memetik senar gitar dan mulai memainkan beberapa lagu yang telah kupelajari. Aku bukanlah orang yang gemar menyanyi, bahkan kupikir, suaraku buruk. Namun entah mengapa jika bermain musik, mulutku seakan otomatis menyanyi sesuai dengan nada lagu yang kumainkan.

Aku berhenti memetik senar gitar, aku meletakkan gitar dipangkuanku. Rasa bosanku cukup hilang setelah menghibur diri dengan bermain gitar.
Aku memutuskan untuk bermain sekali lagi. Setelah itu, aku akan pergi ke gerbang sekolah untuk menunggu Pak Supir yang kuharap ia sudah datang.

Aku memainkan satu lagu yang sangat kusukai, aku tak tau lagu ini bertujuan untuk siapa, tapi aku sangat menyukai bait bait tiap lagunya, liriknya sangat menyentuh hatiku. Aku sering menyanyikan lagu ini walaupun tak tau kunyanyikan untuk siapa.

Aku berhenti bermain dan bernyanyi. Ah suaraku mungkin terdengar buruk.
Tapi……….
Aku mendenger suara tepukan tangan.

Aku menoleh kebelakang. Aku terkejut, reflek aku langsung berteriak memanggil namanya.
“Greyson?!”

Ia tak membalas sapaanku, ia menutup pintu dan berjalan menghampiriku.
“Your voice sounds great,” Ucapnya, “And the guitar.”
Aku tersenyum tipis, “Thanks. But my voice isn’t good at all.” Jawabku sambil tertawa kecil.
“No, who said that?” Sangkalnya, “It’s great.”
“Thanks for the kindness, Mr.Chance.”
Ia tersenyum padaku, “No problem.” Ucapnya sambil berdiri dan berjalan kearah piano. Aku tau, itu adalah alat musik favoritnya.
“What are you doing in here?”
“Every Tuesday and Thursday, I spent my free time in here.” Jawabnya, “Just to makes my bored disappear,”
Aku mengangguk, “Well I felt so bored today. I can’t did anything. Everything was like so boring. Unmood to do anything,” Ucapku lagi. “Then I found the door opened, so I came in and played guitar with some songs.”
“Just come to here if you’re bored.” Tukasnya, “Music make you feel calm.”
Aku tersenyum dan mengangguk. Aku merasa ponsel yang kutaruh didalam kantung bergetar. Aku mengeluarkan ponselku dan membaca pesan masuk. Supirku ternyata telah sampai dan ia telah menungguku.

Well, aku tak mau membuatnya menunggu.
“I have to go now,” Aku berdiri menghadapnya, “Where?” Tanyanya.
“To go home of course. My driver finally arrived.” Ucapku. “See you tomorrow,”
Ia mengangguk dan tersenyum dingin. Aku berjalan terus menuju pintu keluar. Namun tiba-tiba aku teringat sesuatu. Sesuatu yang belum kukatan padanya.

“Greyson.”
Ia menoleh,
Aku tersenyum. “Thank you for yesterday. It means a lot for me. I appreciate of what you did to helped me. Thanks.”


Aku terus tersenyum padanya. Dan percaya atau tidak, dia membalas senyumku.

Aku berlalu dan pergi meninggalkannya didalam ruang musik sendiri. Dan berjalan keluar menemui supirku untuk membawaku pulang kerumah.

***

Aku melepas rasa penatku seharian ini. Aku membanting ranselku ke lantai dan menjatuhkan badan ke tempat tidur. Tak lama aku merasa ponselku berdering. Dan tertera jelas di layar ponselku bertuliskan nama Mama.
Aku menekan tombol answer.
"Halo Ma?"
"Hai. Kamu sudah sampai rumah?"
"Sudah." Ucapku, "Kenapa Ma?"
"Bagus deh. Kalo gitu Mama segera pulang. Kamu tunggu yaa." Dan itu lah kalimat terakhir Mama padaku sebelum ia mematikan telepon. Aku mulai berfikir bahwa ia pasti membawakanku sebuah gaun yang akan kukenakan besok."
Tunggu.
Apa? Besok
Besok?!
Astaga!

Aku baru menyadari bahwa besok adalah penyelenggaraan acara sekolah. Dan aku sama sekali belum mengetahui siapa pasanganku nanti. Aku benar-benar orang yang sangat pelupa. Ah, Michelle pasti akan ikut rungsing dengan sikapku.

Tak lama terdengar suara mesin mobil yang masuk ke dalam garasi rumahku. Aku mengintip di jendela, Mama.
Aku segera turun kebawah dan menyambutnya.

Benar seperti apa dugaanku. Ia datang membawa satu buah gaun yang.......memukau. Gaun itu sangat menangkap mataku. Seperti biasa, gaun selutut yang simple dan tidak banyak corak. Bukan model gaun itu yang membuatku terpukau. Tapi warnanya.

Aku tak tau jelas warna apa itu. Tapi yang jelas, warna itu jarang sekali terlihat. Mama terus menatapku dengan kebingungan. Menunggu responku terhadap gaun yang ia bawakan untukku.
"Bagaimana? Kamu nggak suka ya? Kalau kamu nggak suka masih ada...."
"Suka banget," Aku memotong ucapan Mama. "Warna nya bagus, Ma. Makasih."
Mama tersenyum puas. "Taruh ini dilemari kamarmu. Tadi Mama Katt bilang, besok acaramu jam 6 malam."
Aku terkejut bukan main, "Jam 6 malam?!"
Mama mengangguk santai, "Memang kenapa?"
Aku melipat kedua tanganku didepan dada, "Sekolah gak biasanya bikin acara semalem itu," Kataku, "Dan lebih anehnya lagi. Berpasangan dengan laki-laki."
Mama tersenyum memandangku, "Mungkin nanti ada sedikit...kejutan,"
Aku mengangkat alis, "Kejutan?"
"Sudah kamu jangan terus berpenasaran. Bawa itu ke kamar dan istirahat." Sahut Mama padaku. Aku menurut.

***

"Wah kalau soal itu aku nggak tau deh," Ucap Katt pelan. Kami sedang berbincang di Skype. Kebetulan Katt sudah berada dirumah sekarang.
"Mamaku bilang acara jam 6 malam?"
Katt mengangguk, "Besok sepertinya seru."
Aku menghela nafas, "Sepertinya tidak untukku."
"Why?"
"Aku belum menemukan pasangan..." Ucapku pelan.
"Astaga Ann.." Katt terlihat kewalahan, "Kau ini bagaimana. Terus besok kau akan mencari-cari dulu gitu?"
Aku mengangkat pundak, "Mau bagaimana lagi."
"Kalau besok aku ada waktu luang, aku bantu." Kata Katt padaku sambil tersenyum. Aku membalas senyumnya. "Makasih!"
"Sama-sama. Hey, ada cerita apa tadi?"
Aku terdiam sejenak, mengingat-ngingat kejadian yang kualami hari ini. Katt menatapku bingung setelah ia melihatku tersenyum sendiri.

What the hell was going with me.

Katt berusaha menegurku yang terlihat aneh dengan meninggikan suara panggilannya. "ANN?!"
"Hey tak usah berteriak," Sahutku, "Aku dengar."
"Kau terlihat aneh." Ucapnya jujur. "Ada apa sih? Kau jatuh cinta?"
Aku terkejut, "Apa? Tidak!"
"Lalu?"
Aku termenung sejenak, "Hanya saja....Ada beberapa hal yang lucu hari ini."
"Lucu? Tumben sekali! Biasanya tak ada kata lucu. Hanya ada kata menyebalkan dan 'lihat saja aku akan membalasnya'"
Aku merengutkan wajah pada Katt, "Kau ini. Kenapa sampai hafal begitu?"
"Karena ceritamu setiap hari tak lain dan tak bukan hanyalah itu Anneke Diana sayang.."
Aku hanya mengangguk pelan, "Aku hanya menuruti apa nasihatmu. Aku telah berfikir lama, sepertinya kata-katamu kemarin benar sekali. Hatiku tergerak untuk mengatakan maaf padanya tadi."
Katt terlihat terkejut. Aneh sekali-_- "Benarkah?! Kau melakukannya?"
Aku mengangguk, "Ekspresimu sepertinya terkejut sekali. Seperti baru mendengar satu dari seluruh keajaiban dunia."
Katt tertawa kecil, "Memang aku awalnya tak percaya tapi wajahmu meyakinkan. Ya bagus kalau kau melakukannya. Lalu, apa responnya?"
"Hanya senyum."
Katt menaikan alis, "Senyum?"
Aku mengangguk
"Astaga kukira ia akan mengatakan sesuatu yang manis," Ucap Katt. Lagi-lagi ngawur.
"Katt berhenti melantur." Ucapku, "Sekarang sudah jam sepuluh, aku tidur ya."
Katt mengangguk, "Aku juga. Sampai ketemu besok. Dandanlah yang cantik hingga semua orang terpana padamu." Ucapnya lagi terakhir kali. Dan itu benar-benar ngawur.

Yah tak jelas bagaimana aku bisa mendapatkan sahabat sengawur dirinya. Tapi terus terang saja, dia adalah sahabat terbaik diseluruh dunia untukku.

***

Tepat pukul empat sore, aku mulai dibuat berbeda. Aku duduk dengan manis didepan meja rias wajahku sementara dua orang pegawai butik Mama mendandaniku. Dan percaya atau tidak, dari tadi aku hanya berdoa untuk mendapatkan pasangan yang baik.

Dan kini. Pukul setengah lima. Aku telah siap. Rambut, tata rias wajah serta pakaian dan keselurahannya telah siap. Dan kini, saatnya untuk pergi kesekolah.

Ada satu yang membuatku sedih, yaitu Mama tak ada dirumah. Jadi aku harus pergi sendiri. Aku masuk kedalam mobil dengan perlahan. Pak supir andalanku langsung menyetir mobil dengan kecepatan standar. Dan beberapa menit kemudian, aku sampai.

Aku melihat orang-orang yang berjalan dengan gaun atau laki-laki dengan pakaian mereka yang mengenakan jas dan semacamnya. "Ann gak turun?"
Aku mengangguk dan membuka pintu. Seluruh tatapan mengarah padaku. Astaga, bodohnya aku, kenapa membuka pintu disaat semua orang sedang mengumpul. Dan kini, aku harus menanggung semuanya.

"Ann!"
Aku menoleh, Katt! Ah kau penolong kecanggunganku!
"Katt!" Katt terlihat manis dengan gaun berwarna merah mudanya. Aku selalu menyukai gayanya yang selalu terlihat fresh dan manis.
"Kau terlihat menarik," Bisiknya. "Kau juga." Balasku. "Bisakah bawa aku pergi dari sini? aku sangat canggung,"
Katt mengangguk dan menggandeng tanganku masuk kedalam halaman sekolah. Yang ternyata, acara sudah mulai.

Kini adalah sambutan dari kepala sekolah. Ia terlihat gagah pula. Namun aku tak mendengar semua ucapannya. Ketika aku datang, ia sudah selesai berbicara dan turun dari podium. Mungkin ini saatnya untuk mencari pasanganku.

Aku berjalan dengan celingak celinguk, aku sempat melirik kearah podium, Michelle, sedang berbicara. Aku terus berjalan kesana kemari. Dan yang kutemui adalah semua perempuan dan laki-laki yang telah menemukan pasangan. Pertanyaannya adalah, dimana pasanganku?!

"Dan saya ucapkan terima kasih untuk semua pihak yang bersangkutan terhadap acara ini. Saya ingatkan untuk semuanya segera menemukan pasangan kalian masing-masing...."
Itulah yang kudengar dari mulut Michelle. Mungkin ia melihatku ayng sedang kebingungan.

Aku menyerah. Aku sama sekali tak menemukan pasanganku. Bahkan aku sama sekali tak menemukan satu orang laki-laki yang sendiri. Mungkin hanya akulah orang aneh yang berdiri sendiri memasang tampang kebingungan.

Tak lama, Michelle berhenti berbicara. Ia menatap arah kiri, dan begitu juga semua orang. Tatapan mereka mengarah ke arah kiri. Seakan-akan mereka terhipnotis akan apa yang mereka lihat. Dan otomatis, mataku penasaran. Apa yang mereka lihat sampai semua orang menoleh?

Dan...

Aku kini mengerti mengapa mereka menoleh kekiri dan sama sekali tak mengalihkan pandangan apalagi para perempuan.

Seorang Greyson Michael Chance datang.

Ia mengenakan jas yang terbuka sedikit, dengan kemeja berwarna putih didalamnya yang terlihat. Dan celana jeans berwarna hitam serta sepatu converse favoritnya. Rambutnya diberi tatanan berjambul yang benar-benar sangat membuatnya terlihat sangat keren.

Aku mengalihkan pandanganku darinya. Aku yakin semua perempuan tak akan berhenti mengedip melihatnya.

***

Acara sudah berjalan selama beberapa menit dan aku belum juga menemukan pasanganku. Aku berjalan dengan menunduk dan...
BRUK!
Aku menabrak seseorang.
Aku menoleh. Aku menatap matanya. Aku melihat wajahnya.
Namun aku tau aku tak boleh terlihat terpana, "Use your eyes!"
Ia mengangkat alis, "That's your fault! You shouldn't look down when you're walking."
"If you know that I'm looked down then why are you can hit me?"
Ia tak menjawab karena tiba-tiba saja. Michelle datang.
"Hey! You two guys enjoy the party?"
"Party?" Ucap kami bersamaan
"Yes! Let's have fun. After this we have a games for couple a couple."
Aku terkejut bukan main. Aku dan Greyson saling menatap, "COUPLE?!"
"Yes you are." Ucap Michelle santai. "You guys don't realize it? You both are a couple!"

"WHAT?! YOU?!"

Kami saling berteriak satu sama lain, Michelle menatap kami dengan tatapan bingung.
"You still don't know about that? I mean, at first you both didn't ever knew that you two are a couple?"
Aku dan Greyson menggeleng.
"Ahh why from the beginning you are not looking?" Tanya Michelle sambil menghela nafas, "Okay so let me explaining this...Greyson, Ann is your couple. And Ann, kenapa kau tidak mencari pasanganmu dari awal?! Bukankah aku sudah mengingatkanmu berkali-kali?"
"Maaf Mich. Selama ini aku berusaha untuk mengingat semua kata-kata mu yang menyuruhku mencari pasanganku, tapi alhasil, semua kalimatku tak pernah tertempel dibenakku," Ucapku polos.
"Yasudah, yang penting sekarang kalian sudah bertemu. You both pick the same number."
"Why are you pick the same number?" Tanyaku dengan nada kesal, "I should ask you, why are you pick the same number like me? You follow me, right?"
"SSSSSHH!" Michelle melerai kami berdua yang mulai bertengkar, "Guys stop! Who can guess the two of you will choose the same number? Eleven, right?"
Ya. Aku memang memilih nomor itu. 11. Nomor itu berarti banyak untukku. Namun tanpa kuketahui, Greyson memilih nomor itu juga, mungkin nomor itu adalah angka favoritnya. Aku tidak tau. Yang jelas, ini sangat merungsingkan untukku.

"Okay, so this is the list of the events. I need you to save this, okay? And one more, you both do not have to fighting like you did as usual. Can you please?"
Aku dan Greyson saling bertatapan selama beberapa saat. Lalu kami mengangguk pelan. aku tak yakin anggukan ini akan menjawab semua pertanyaan Michelle.
"Okay that's what I want. So I have to go now, have fun!" Ucapnya seraya pergi menjauh. Aku berdiri mematung setelah melihat Michelle pergi. Sedangkan Greyson terus membaca semua list acara yang ia genggam.
"So many games," Ucapnya tiba-tiba.
"Really? Great! I love games." Sambarku sambil merebut list acara digenggamannya. Dan benar saja, banyak sekali permainan diacara kali ini. Aku membaca satu persatu acara dari jam per jam.
"Ah come on." Ia menarik tangan kiriku yang membuatku sedikit merasa terkejut. "Where we going?" Tanyaku padanya, ia menoleh sedikit, "Look at the first event," Tunjuknya pada kertas yang kugenggam, "First game in the school grounds."
Aku mulai paham dengan apa yang ia maksud. Waktu menunjukkan pukul 7 kurang lima menit. Lima menit lagi permainan pertama akan dimulai, untung saja kami telah sampai di halaman sekolah.

***

Permainan pertama bernama mencari orang-orang. Permainan ini cukup mudah, tapi akan terasa sulit jika tidak cekatan. Maksud dari permainan ini adalah, saat sang pemandu berkata, "1 orang" maka aku diharuskan untuk diam sebagai patung dengan gaya aneh. Kalau ia berkata "2 orang" aku harus mencari pasanganku. Dan harus pasanganku. Dan tebak, apa yang harus kami lakukan? Bergandengan.

Aku mendengarnya sudah terasa lemas. Aku berharap sang pemandu jarang berkata "2 orang". Jika "3 orang" kami boleh berpencar, setelah mendapatkan teman, kami saling merangkul. Yang terakhir, jika sang pemandu berkata "4 orang", kami harus mencari pasangan kami dan berpasangan dengan dua pasangan lain. Setelah mendapatkan kelompok, kami harus membuat segiempat yang entah bagaimana caranya.

Aku rasa permainan ini sangat mencondong kearah pasangan. Tapi tak apa, semakin sulit, semakin seru pula acara ini. Pemandu menghitung mundur, dan ia mulai menyebutkan angka sesukanya.
"Emm...2 person!"
Aku merasa sepertinya pemandu ini sengaja mengucapkan 2 orang terlebih dahulu. Baru saja aku mau berlari mencari Greyson, ia dengan cepat datang kepadaku.
"So fast." Ucapku padanya. Ia hanya tersenyum.
"Stop!" Sang pemandu mulai memeriksa satu persatu pasangan, apakah mereka benar-benar menggunakan nomor yang sama apa tidak. "Semuanya berpasangan!"
Aku merasa lega karna aku tak salah menarik pasangan. "Oke kita lanjut ya!"
Sang pemandu terlihat berfikir, "4 person!"
Aku menarik tangan Greyson dan datang pada Katt. Aku langsung menggenggam tangan Katt dan kami mulai membentuk formasi segiempat. "Kau datang tepat pada waktunya." Bisik Katt padaku. Ia terlihat terkejut aku menggandeng seseorang disebelahku. "Dia...Dia.."
Aku mengangguk, "Ya, kami memilih nomor yang sama."
Katt menutup mulutnya yang menganga karena terkejut, "Mungkin kalian jodoh." Ia berbisik padaku. Lagi lagi melantur.

"We have two volunteer who did not have a partner here!" Teriak sang pemandu, aku menoleh. Terlihat disana pasangan Jess dan Nico yang terlihat sedang maju kedepan. Mungkin mereka kalah cepat. Aku berharap pasangan selanjutnya yang kalah bukanlah aku. Karna jika sang pemandu berkata satu atau tiga (disaat kami boleh menyebar) jika pasangan kita salah/tak mendapat kelompok, maka tak hanya pasangan kita yang akan maju kedepan. Melainkan kita juga.

"Alone!"
Semua terlihat panik, tapi tidak denganku. Alone, artinya sendiri. Berati satu orang kan?
Aku menjadi patung dengan gaya aneh yang kusukai. Aku melirik Greyson yang sedang menjadi patung pula, dengan gaya yang lucu, bukan aneh. Ingin sekali-kali aku mencubit pipinya itu. Tapi terkadang aku ingin memukul wajahnya jika ia sangat menjengkelkan.

"Stop!" Pemandu berteriak, terlihat Viona yang masih kebingungan, ia tak menjadi patung ataupun diam dengan bergaya aneh, malah menggaruk garuk kepalanya. Dasar Viona.

Viona pun maju sebagai pasangan kalah kedua bersama Tim.

"Who wants to be the third couple on here?" Tanyanya seraya mengajak kami untuk terus bermain. "I want....3 person!"
Aku mengalihkan pandangan pada Jimmy yang terlihat sendiri. Aku menarik tangan Greyson dan datang pada Jimmy. Ia terlihat terkejut, "Kau cepat sekali." Ucapnya padaku, "Kalau nggak cepat, kami akan kalah." Tuturku padanya, "Kemana Lindsay?"
"Dia pergi meninggalkanku. Sepertinya ia terlalu panik," Jawabnya. Aku tersenyum.
"What's the next game after this?"
Aku mengangkat bahu, "The list in my pocket."

Tak ada yang kalah dalam 3 orang. Kami masih harus terus bermain hingga ada 3 orang pasangan yang kalah.
"2 person!" Greyson tak melepas genggamannya padaku, aku melepas genggamanku pada Jimmy dan membiarkannya datang pada Lindsay. "Stop!" Teriak sang pembina, "Don't move don't move..." Ia berjalan mengelilingi kami... "Nah!"
"Why are you alone?"
"I don't know where's my..."
"Come on! This is our third couple, where's your couple, girl?
Aku menatap perempuan itu dengan wajah ingin tertawa, taukah kalian siapa perempuan yang kumaksud? Katt!

***

"The next game is in canteen."
"Canteen?" Tanyaku aneh, "What we gonna do in canteen? Eating?"
"I guess so. Come on," Aku mengiktui Greyson dari belakang. Kami berjalan agak cepat karena sepertinya game kedua akan dimulai beberapa menit lagi.

"Welcome to the second game, in the canteen. You might be confused, why are the second game be held in here. And you might know the second game of all this events is eating."
Benar dugaanku. Makan.

Di game kedua ini, syarat dan permainan cukup sulit. Kami harus saling menyuapi satu sama lain dengan keadaan satu tangan terikat, serta menggunakan sumpit. Dan makanan harus habis dalam waktu yang telah ditentukan.

"Oh I don't have a good feeling for this game.." Rintihku pelan. "Don't worry, we can do this."
"Five four three two one, go!"
Pemandu acara telah memulai permainan, pertama giliranku menyuapi Greyson dengan sumpit. Sulit bagiku untuk menggunakan sumpit karena makanan gampang sekali terjatuh. Tapi sedikit sedikit, aku bisa menyuapinya. Yang tercepat, ialah yang menang.
"Come on! Chew it fast!"
Aku sengaja membuat mulut Greyson penuh dengan makanan, sekali-kali aku ingin menjahilinya dalam permainan. Tak ada salahnya, kan?
"How's the food?" Tanyaku pada Greyson yang berusaha untuk mengunyah makanan yang penuh didalam mulutnya. Ia hanya mengacungkan jempol padaku, aku tertawa melihat wajahnya yang susah payah mengunyah dan menelan dengan cepat.
"Hahahahaha your face!" Ucapku tak kuat menahan tawa, "Okay i give this again...Aaaa?"
Greyson menatapku dengan tatapan kesal dan menganga, aku memasukan makanan kedalam mulutnya. Ia termasuk orang yang cepat menurutku.

Greyson menghabiskan waktu lima belas menit untuk memakan makanan ini. Sekarang giliranku, aku tak tau rencana jahil balasan apa yang akan ia lakukan padaku.
"Open your mouth!"
Aku membuka mulutku. Dan tebak apa, ia memasukkan makanan dengan ukuran yang besar! Tentu saja aku merasa kewalahan.
"Open your mouth again!"
Aku menatapnya dengan tatapan terkejut. Yang benar saja, baru beberapa detik yang lalu ia memasukkan makanan kemulutku, sekarang sudah mau memasukannya lagi?
Aku melihat caranya menyumpit makanan, begitu cepat. Pantas saja.

Aku baru bisa menelan setelah beberapa menit lamanya aku mengunyah. "Wait!" Aku menghentikannya, "What?"
"I'm tired."
"After this we have a minute for break. Let's cotinue," Ia memasukkan makanan kedalam mulutku. Begitu juga seterusnya. Ia terus menyuapiku hingga hampir habis. Aku mulai mempercepat kunyahanku. Karena sejak daritadi, belum ada yang menekan bel, menyatakan bahwa mereka telah selesai.

"The last food!" Ia menyuapiku. Tapi kami terlambat. Ada yang menekan bel sebelum kami menekan. Yaitu pasangan George dan Risa. Mereka terlihat sangat cepat. Dan alhasil, kami kalah.

***

Waktu istirahat. Aku duduk disalah satu ayunan sambil menggenggam minuman yang kubeli. Tak lama ia datang dan duduk disampingku.
"Did you enjoyed the game?"
Aku mengangguk, "But not with that food. I feel totally full."
"You accidently did that to me. That was makes my stomach hurt."
Aku cemberut, "Same as you. You did the same. I'm tired of chewing. The food that you gave to me was so many,"
"Well you too. You gave me the food as fast as you accidently did."
Aku merengut kesal, "Don't you realize it that's so many times you have a prank on me and I never prank you back?"
"No you've prank me back. Don't you remember that day when you stepped on my foot?"
Aku merengutkan wajahku, "Well I never prank you back more than that..."
"It just fun for me to prank a girl like you."
Aku menoleh kearahnya, "What do you mean?"
"A weird little girl who love to write a diary. Isn't that sounds unique?"
Aku mulai kesal. Aku mencubit tangan kirinya dan bergegas pergi menjauhinya. Aku tak peduli aku akan dihukum karna tidak mempunyai pasangan. Jujur saja. Aku lebih suka menjauh darinya.

***

Game selanjutnya setelah istirahat adalah game berpasangan. Aku menghela nafas, aku saja tak tau dimana Greyson berada. Aku terus menjauh darinya sejak istirahat tadi. Bagaimana caranya aku mengikuti game ini tanpa pasangan?

Aku menunduk. Semua orang mulai mencari pasangannya masing-masing. Berbeda denganku. Namun tepat pada saat itu juga aku merasa, seseorang menggenggam tangan kananku. Aku menoleh dengan perlahan,

"Maybe this is weird. But...Can I be your special boy for tonight?"

Aku terkejut. Sungguh. Keterkejutanku ini benar-benar berbeda. Ini benar-benar sangat mengejutkanku. Bagaimana tidak? Aku benar-benar menjaga jarak dengannya sejak kejadian tadi. Tapi kenapa ia bisa muncul begitu saja?

"Can I?" Ulangnya lagi. Ia menatapku yang sedang membeku. Adakah seseorang yang dapat membantuku untuk berbicara sekarang?

"The game is getting start!!"
Sejenak setelah sang pemandu berteriak pada alat pengeras suara, tatapan kami terpecahkan. Aku dan Greyson langsung menggunakan alat yang telah disediakan. Alat ini cukup aneh, borgol. Apa maksudnya?

"Okay I'm going to check one of one all of you to make it sure that you're already handcuff your hands." Ucap sanga pemandu lagi. Tangan kananku memborgol tangan kiri Greyson. Ini semakin aneh.
sang pemandu datang kepada kami, "Where's the key?"
Aku dan Greyson menoleh, Greyosn memberikan kunci borgol. Dan sang pemandu pergi begitu saja. Sepertinya bukan hanya kunci borgol kami yang diambil.

"Okay. So this is the game..."
Sewaktu sang pemandu menjelaskan tentang apa game yang akan dipermainkan dan mengapa kita harus memborgol satu tangan kita dengan satu tangan pasangan, aku sangat menganga. Bayangkan saja, kunci borgol akan ditempatkan pada suatu tempat ayng tidak akan kami ketahui. Kami ahrus menutup mata selama beberapa menit, lalu membukanya kembali. Setiap pasangan mempunyai clue masing-masing untuk mendapatkan kunci borgol. Ini gila. Sungguh.

"The game started!"
Aku dan Greyson langsung berjalan mengikuti clue yang ada. Kami telah mendapatkan clue pertama, sebuah kertas yang ditempel disebuah dinding, bergambar sebuah tanda panah mengarah kekanan. Dan disana tercantum, 'Greyson-Ann' itu berarti kunci borgol kami mengarah kearah kanan!

Tanpa ba-bi-bu lagi kami langsung berlari pelan menuju arah kanan, serta mencari clue yang lain. "Where's the another clue?"
"There!" Ucapku sambil menunjuk ke madding sekolah. Kami melihatnya. Tapi upss, tak tercantum nama kami disana. alhasil, kami harus mencari lagi.

"Maybe in the schoolyard?" Usulku, "I think they put it on the canteen," Usulnya. Aku mengerutkan dahi, "Canteen? That's impossible," Kami mulai bertengkar lagi.
"Nothing is impossible. Come on!" Ia berlari agak cepat, sedangkan aku harus mengikuti langkahnya dari belakang. Oh kunci borgolku tersayang, cepatlah kau ditemukan.

Kami sampai dikantin. Tapi ternyata, kantin sangat sepi. "See?"
"Okay let's go to the schoolyard," Ia berbalik abdan dan berjalan cepat menuju halaman sekolah. Dan benar saja, halaman sekolah dipenuhi oleh orang-orang yang sedang berkumpul. Kami langsung ikut mengerubungi apa yang mereka lihat.
'Greyson-Ann' tercantum! Dan clue selanjutnya adalah,
naik keatas. Lantai dua.

Aku tak tau harus bicara apa tapi di game ini sangat menguras tenaga. Kami harus saling adu cepat karena siapa yang paling cepat menemukan kunci dan membuka borgol, ialah pemenangnya.

Kami sampai dilantai kedua. Aku dan Greyson terus berputar mengelilingi lantai dua, kelas per kelas, sudut per sudut kami lihat, namun tak satupun clue terlihat.
"Where's the next clue?"
"I don't know but this is makes me feel tired."
"Maybe in the bathroom, come on." Greyson menarik tanganku lagi yang membuatku harus terus berjalan. "Can we stop and take a rest for a while?"
Greyson menoleh, "Rest?"
"We can take a rest after finishing this game," Ia menarik tanganku lagi. "Fine. You go alone then!" Ia berjalan kearah kiri dan aku kearah kenan. Alhasil, tangan kami tertarik.
"Don't you remember that our hands cuffed?!"
Aku cemberut, "You forgot that too!"
"But I completely forgot! How could you did the same? Follow me again?"
Aku menaikkan alis, "Me? Follow you?" Aku mendekatkan diri padanya, "Never."
"Let's finish this game and our hands never be as one like this," Ucapnya menantang. Aku berjalan mendahuluinya, "Who scared." Aku bisa merasakan ia berjalan dibelakangku.

Kami berjalan menuju arah toilet, dan benar saja, ada satu papan yang berdiri disana. "This is the last clue, isn't it?"
Aku mengangguk, tertulis disana, 'Greyson-Ann' dan mengarah kekanan......Tunggu, kekanan? Dikanan hanyalah ada dua wastafel kosong. Mungkinkah kunci borgol ini diletakkan disana?
Dan, ya. Benar. Kunci borgol terletak di wastafel kedua, aku bersyukur karena kami telah menemukannya. Dan aku berharap kami adalah pasangan pertama yang menemukan kunci borgol dan melepaskan borgol dari tangan kami.

Dengan kekuatan super cepat, aku dan Greyson berlari turun kebawah, kami menghampiri pemandu game dengan cepat. "This is the key. We already found it, see?" Ucap Greyson sambil memperlihatkan kunci dan borgol. Sang pemandu tersenyum puas, "So the winner of this game,
Greyson Chance and his couple...Anneke!"

***

Hari ini penuh dengan kelelahan, tapi hari ini penuh juga dengan keseruan, kegembiraan, kecerian, dan kejutan.

Aku duduk disalah satu kursi kosong sambil menggenggam satu air putih ditangan kananku. Acara sudah selesai, games sudah dimainkan. Kini saatnya untuk pengumuan dari Kepala Sekolah untuk acara diluar sekolah.

"Terimakasih untuk semua yang telah berpatisipasi dalam acara sekolah ini. Kalian semua pasti tidak sabar untuk mengetahui acara apa yang akan diadakan diluar sekolah, bukan?" Ucapnya berbasa basi. Semua murid teriak girang.
"Jadi, pihak sekolah sudah memutuskan, kita akan mengadakan........Camping!"
Aku menganga. Camping? Bukankah itu acara yang sangat amat jauh? Maksudku, camping lebih sering diadakan dihutan-hutan, bukan?

Semua murid teriak kegirangan tetapi tidak denganku. aku hanya tersenyum melihat mereka semua bergirangan seperti ini. Bagaimana pun juga, aku harus ikut dalam acara sekolah ini.

***

Aku berdiri didepan gerbang sekolah, menunggu Pak Supir datang untuk menjemputku. Setengah jam berlalu, namun ia tak kunjung datang. Satu kata, kebiasaan.

Aku menyendiri didepan gerbang sambil memainkan ponselku. Tak lama aku merasa seseorang berdiri tepat disampingku. Aku menoleh.

Lagi lagi dia.

"Wanna ice cream?" Tawarnya tiba-tiba. Aku menatapnya bingung, tapi...
Siapa yang bisa menolak keenakan es lembut dan rasa manis dari es krim? Tentu saja aku menerima.
Ia membawaku kesuatu tempat yang menjual eskrim. Aku bahkan tak tau ada tempat menganggur seperti ini.

Setelah membeli es krim masing-masing, kami meninggalkan kedai es krim dan berjalan menuju sekolah. Dan tau tidak, kejahilannya muncul lagi.

Ia melapisi pipiku dengan eskrimnya. "Hahaha your face!" Ucapnya sambil tertawa tergelak. Siapa yang tidak kesal? Tentu saja aku membalasanya dengan porsi lapisan es krim yang lebih banyak. Ha. Ia kira aku tak bisa membalasnya? Tentu saja aku bisa!

Kami berhenti mengoleskan es krim satu sama lain ketika suara klakson mobil menghampiri kami. Itu supirku. Ia telah datang menjemputku.
"Bye, prankster." Ucapku dengan nada agak sengit dan meninggalkannya sendiri. Sepertinya kali ini ia harus menunggu lebih lama untuk supirnya yang tak kunjung datang.

***

"I'm home!" Ucapku lantang. Rumah sangat sepi. Tak ada suara satupun yang terdengar. Sepertinya Mama memang belum pulang. Aku segera naik dan masuk kedalam kamarku dan mengganti baju.
Sepuluh menit kuhabiskan untuk mengganti baju. Aku bercermin sejenak. Memastikan wajahku tak terlihat terlalu lelah. Aku memutuskan untuk tidur lebih awal malam ini, karena sepertinya aku butuh istirahat panjang.

Aku berjalan keluar dari kamar mandi setelah menghabiskan beberapa waktu untuk menggosok gigi dan buang air kecil serta mencuci wajahku. Aku berjalan pelan menuju kalender, entah ada apa yang membuatku ingin melihat ke kalender. Dan tebak, besok tanggal 9, dan besoknya lagi tanggal 10. Tanggal 10...tunggu. sepertinya ada suatu acara...

Oke. Aku ingat. acara dibutik Mama. Dan ia mengharuskanku untuk datang. Oh God.

***

Hari Sabtu memang hari bersantaiku. Aku menghabiskan waktu penuh seharian ini dirumah. Aku tak sempat bertemu Mama daritadi malam dan pagi ini, ia terlalu sibuk mengurus pekerjaannya. Yang mana akan mengadakan suatu acara besar besok. Aku sering merasa kesepian. Menjadi anak tunggal dan tidak mempunyai saudara kandung merupakan salah satu hal yang membuatku sering merasa kesepian.
Tapi walaupun begitu, aku harus tetap bersyukur karena aku bisa lahir didunia ini dan tumbuh hingga seperti sekarang.

Aku membuka laptopku karena sepertinya Katt menyuruhku untuk segera online Skype. Ia menyuruhku dengan sangat tergesa-gesa. Sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin ia katakan padaku.

Aku menunggu Katt untuk online sembari melihat lihat isi Twitterku. Tak lama terdengar suara bunyi, Katt. Ia menyapaku.
"Ann!"
Aku menjawab, "Ya?"
"Lebih baik kita video call." Sahut Katt. Aku menyetujuinya. Setelah terhubung, Katt langsung memasang wajah yang membuatku penasaran.
"Kemarin kau pulang jam berapa?" Tanyanya tiba-tiba. Aku mengerutkan kening, "Memangnya kenapa?"
"Tak apa. Hanya memastikan kau tak jatuh kedalam......" Kata Katt tak melanjutkan ucapannya. Aku mengerti apa maksudnya.
"Oh Katt," Rintihku pelan, "Tak akan. Tak akan mungkin."
"Hey mungkin saja!" Sahut Katt lebih keras, "Kupikir kalian cocok dan serasi. Jadiii apa salahnya?" Lagi lagi anak ini membuatku ingin mencubitnya keras-keras.
"Katt jika hanya itu yang mau kau katakan padaku, sebaiknya kita berhenti." Ucapku mulai kesal, namun Katt mencegahku dan segera minta maaf. Mungkin ia mengira aku akan marah padanya, faktanya, aku tak akan bisa marah pada orang yang kusayangi.

"Ann, aku hanya ingin memberi tau. Jam 2 nanti, kita harus pergi kesekolah." Kata Katt serius, aku melongo. "Kata Michelle ada sesuatu yang harus diberitahu untuk acara camping."
"Apa?!" Ucapku tak percaya, "Itu hanya sekedar informasi kecil, kenapa tak hari Senin saja?!"
"Entah," Katt menaikkan bahu. "Kau datang?"
"Umm sepertinya iya, aku tak mau mengecewakan teman sebangkuku." Jawab Katt, "Kau sendiri?"
Aku menaikkan bahu. "Tak ada hasrat sedikitpun untuk pergi kesekolah."
"Ah ayolaaah, hanya sebentar saja. Setelah itu, bagaimana kalau kita jalan bersama?" Ajak Katt sembari merayuku. Aku menggeleng, "Aku tak ingin pergi kemana-mana hari ini. Aku ingin istirahat, acara kemarin sungguh melelahkan." Jawabku. Katt mengangguk tanda mengerti, "Michelle bilang, semua orang wajib datang. JAdi, mau tak mau mungkin kau harus datang,"
Aku mendesah, "Alright. Aku akan datang, sebenatar saja kan? Hanya mengenai informasi?"
Katt mengangguk, "See you at school!"
"See ya." Balasku sambil mematikan video call. Aku melirik jam, jam setengah dua siang. Lebih baik aku berisap-siap sekarang dan segera bergegas kesekolah. Hhh, kuharap ini tak akan berlangsung lama.

***

Aku sampai disekolah. Sangat ramai. Aku baru tau ternyata semua murid disekolah ini rajin. Kukira tak akan ada yang datang. Ternyata dugaanku salah. Aku mencari cari kehadiran Katt, namun aku tak menemukannya. Kira-kira dimana ya anak satu itu?

Aku berdiri dibalkon tepat didepan kelasku. Aku melamun sambil memikirkan masa depanku. Kira-kira, jika sudah besar nanti apa yang akan terjadi padaku? Apakah akan ada banyak perbedaan dari diriku? Oh, itu pasti akan terjadi. Apakah aku akan satu sekolah lagi dengan Katt? Apakah aku dan Katt tetap menjadi sahabat?

"Hey!" Seseorang mengejutkanku dengan keanehannya. Aku menoleh, lagi lagi dia. Ia menyapaku dengan lantang sambil menepuk punggungku. Sungguh, aku tak bohong, tepukan punggungnya terasa sekali. Walaupun tak begitu sakit, namun kurasa ia menepuknya dengan penuh keanehan.
"Do you think who you are?!" Sapaku dengan nada tak baik sambil mengusap ngusap punggungku. "come uninvited, come to me and patted my back. So weird," Ejekku kesal. Ia hanya tersenyum tipis sambil terus bertatap lurus. Aku memandangnya dengan aneh, "Don't you hear me?"
Ia tak merespon lagi. Aku mendengus kesal dan memutuskan untuk menjauh darinya. Aku berjalan cepat menuju tangga. Selama berjalan, aku merasa aneh. semua orang menatapku dengan bingung, ada yang tertawa, ada yang senyum senyum seperti menahan sesuatu. Namun aku berusaha mengabaikannya.

Aku berjalan cepat turun kekantin dan mencari cari Katt. Aku berjalan terus menelusuri kantin, dan lagi lagi semua orang menatapku dengan aneh. Aku membalas tatapan mereka dengan kebingungan. Aku memutuskan untuk pergi menjauh dari sini dan mencari Katt diruang kesenian.

Aku masuk kedalam ruang kesenian, disana tak begitu ramai. Tapi sepertinya ada Katt, ia sering melukis sesuatu disini. Dan kau tau apa, lagi lagi semua orang disini menatapku dengan tatapan yang aneh. Aku berusaha mengabaikannya dan mencari Katt. Aku menemukannya sedang melukis. "Katt!" Teriakku lantang. Katt tersenyum melihatku.
"Katt, bisakah kau lihat ada apa dibelakangku?" Ucapku sambil berbalik badan. Katt terkejut, "Astaga!" Ucapnya sambil melepaskan sesuatu dari punggungku. Otomatis aku tentu ikut terkejut, aku berbalik badan dan menyambar satu kertas yang digenggam Katt. Dan kau tau, mengapa semua orang menatapku dengan bingung, mengapa semua orang tertawa, mengapa semua orang berusaha untuk menahan tawa dihadapanku. Karena ada SESEORANG yang menempelkan GAMBAR KONYOL diatas kertas dan itu ditempel di PUNGGUNGKU!!!

Tentu saja aku merasa sangat amat kesal. Aku berusaha mengingat kejadian yang kualami, dan ya. Siapa lagi kalau bukan dia? Dan dia satu satunya orang yang menepuk punggungku. Apalagi alasannya kalau bukan menempelkan gambar super konyol dan aneh ini?

Aku menggenggam gambar ini dan berlari keatas untuk menghampirinya. Dengan amarah yang meluap, aku menghampirinya dan langsung melemparkan gambar konyol itu. "YOU. Are the worst person THAT I EVER KNOW!" Ucapku dengan nada agak keras. "What do you mean about this? Ha? Do you think it's funny? Do you think it's funny to prank someone with this and receives all the laughter and bear the shame?! DO YOU THINK IT'S FUNNY?!!" Ucapku dengan kasar. Aku tau ini salah. Aku tau ini diluar batas. Aku tau seharusnya aku tak membentaknya. Aku tau seharusnya aku tak melakukan ini. Tapi sungguh, ini diluar batas. Ini benar-benar sangat mempermalukan.

Aku menairk nafas dalam-dalam dan menjauh darinya. Aku merasa lega karena telah mengatakan apa yang sedang kuredam. "I don't know what I got wrong with you. I also don't know why our attitude is always like this. I'm annoyed with your attitude that always got prank on me, especially with this. This is not funny. Not funny at all." Ucapku dengan pelan sambil menatapnya dalam. Aku dapat melihat matanya yang merasa bersalah. Namun aku tak peduli. Mungkin kita bukanlah teman yang baik, dan mungkin kita memang ditakdirkan untuk tak saling berteman. Aku tak tau harus berkata apalagi. Aku hanya bisa meredam emosiku saat ini. Aku tak akan membalasnya. Mungkin sudah cukup untuk saat ini. Mungkin kami memang bukanlah orang yang seharusnya bertemu. Bukan.

Aku merasakan seseorang menggenggam kedua bahuku. Aku menoleh sedikit. Itu Katt, ia berisik, "Ayo." Sambil mengajakku untuk menjauh dari kericuhan ini. Aku menurut sambil berjalan menunduk. Kat terus merangkulku dan menenangkanku. Sepertinya ia ada disaat aku meluapkan emosiku tadi.

Katt membawaku kekantin dan membelikanku beberapa minuman, ia mengelus bahuku pelan, "Sabar, Ann. Sabar." Ucapnya pelan. Aku menghembuskan nafas dan mengangguk pelan. "Aku tau bagaimana emosimu saat tadi, pasti sangat kesal. Mungkin setelah meluapkan emosimu seperti tadi, sekarang kau sudah merasa lebih baik." Tambahnya. Aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum.

***

"Camping akan dilaksanakan dua minggu kedepan. Camping ini bertujuan untuk meningkatkan keberanian, kekompakan, kebersamaan, serta untuk acara perpisahan kita dan sebagai kenang-kenangan. Dimohon semuanya untuk bisa hadir. Kami sudah survey tempat, dan memutuskan akan menginap selama 3 hari 2 malam. Pastikan kalian bisa mengikuti acara itu pada hari dan tanggal yang telah ditentukan." Jelas Michelle selaku wakil OSIS yang menjelaskan tentang acara camping. Selama ia berbicara, aku tak sepenuhnya mendengar. Hanya sedikit beberapa kalimat yang kudengar dan kuingat. Aku terus terusan melamun. Entah mengapa, perasaanku menjadi tidak enak. Sebenarnya, apa yang salah denganku? Kenapa aku menjadi seperti ini?

***

"Dear Diary...

Hey. Katakan, sudah berapa lama aku tidak bercerita padamu? Haha. Maaf aku meninggalkanmu selama dua hari ini. Bukannya aku lupa, tapi, memang aku tak sempat menulis. Banyak cerita yang ingin kuceritakan disini. Tapi sepertinya, akan kuceritakan sebisaku saja.

Oke, sewaktu acara sekolah. Aku sama sekali belum menemukan pasanganku sampai akhirnya aku menemukan satu orang laki-laki yang paling jahil dimataku itu, menjadi pasanganku. Aku tak menyangka semua ini akan terjadi. Jujur saja, aku gampang terpana oleh kekerenannya yang memang dapat menghipnotis seluruh wanita. Dan mungkin, termasuk aku.

Aku menjalankan semua games dengannya hingga pada games mencari kunci gembok. Kami memenangkan games itu dengan nilai terbaik dan tercepat. Aku cukup bangga, kukira kami tak akan meraih prestasi, ternyata tidak.

Semua berjalan baik-baik saja hingga pada hari ini ia membuat emosi ku meluap. Ia melakukan suatu jahilan yang tak wajar menurutku. Coba kalian pikir, apakah itu lucu, menempel gambar konyol pada seseorang yang tak bersalah, dan membiarkannya terbakar akan kemaluan diri sendiri yang bahkan ia pun tidak tau ada apa sebenarnya. Hingga seseorang tertawa pada dirinya sepanjang jalan. Apakah itu lucu? Bagiku tidak.

Dan kalian harus tau, itulah yang ia lakukan padaku hari ini.

Aku tak akan membalasnya. Sungguh. Aku tak ingin menjadi ratu jahil untuk angket tahun ini. (Memang sering ada angket dalam angkatan kami). Dan feelingku bersikeras raja jahil tahun ini tak lain dan tak bukan pasti Greyson.

Pasti.

Love,
Anneke♥"

Aku menutup buku diaryku dengan pelan serta menutup bolpoin yang kukenakan. Aku membuka laptopku dan memutuskan untuk bermain sejenak dengan jejaring sosialku. Mungkin dengan bermain sejenak, akan menghilangkan sedikit rasa unmood ku.

Aku membuka Twitter ku. Dan tak lama seseorang menyapa Skype ku. Aku membukanya. dan percaya atau tidak, itu dia.

Dia yang menyapaku.

"We need to talk."

Belum sempat aku menjawab, ia mengirimkan ajakan untuk video call. Apa boleh buat, aku harus mengangkatnya. Aku mengklik 'accept' dan terhubung sudah.

Terlihat disana wajahnya yang kelihatan............lelah. Aku menatapnya dengan bingung. Dan begitu juga sebaliknya.
"What's up?"
Ia memperbaiki posisi letak duduknya, menghembuskan nafas perlahan, lalu membuka mulut. "Okay, I'm sorry."
Aku terhenyak, ada sedikit rasa terkejut dalam hatiku. Ia, minta, maaf, padaku?
"Sorry?"
Ia mengangguk, "Will you forgive me?"
Aku terdiam sejenak, aku sudah membulatkan tekadku untuk tak membalasnya. Tentu saja aku memaafkannya.
Aku tersenyum, "Yes."
"Really?!" Tanyanya antusias, aku mengangguk, "Why?"
"That easy? Wow." Tambahnya lagi. Aku tersenyum kecil.
"You look tired," Ucapku santai. Maksudku, terlalu santai.
Sepertinya aku keceplosan.
"Yes," Jawabnya dingin, "Too tired." Lanjutnya. Ia menatapku, "You too,"
"Me?" Tanyaku aneh. Aku memang sedang tak enak badan hari ini. Sepertinya aku terlalu lelah. Dan sepertinya, ia mengetahui itu.
"Yes, are you sick or?" Tanyanya, "No. I'm fine. Just a little bit headache," Jawabku pelan.
"Oh okay." Tanggapnya lagi lagi dengan dingin. Aku memutuskan untuk membungkam. Tak ada satupun dari kami yang berbicara. Sampai akhirnya..
"I need to go to the bed." Ucapnya lesu, aku menatapnya. "Yes you are. Go then."
Ia mengangguk dan tersenyum tipis, "Good night."
"Good night too." Balasku sambil tersenyum, ia membalas senyumku, "Take care."
Aku mengangguk dan tersenyum. Kami mematikan video call. Sampai akhirnya aku menyadari sesuatu.

Tunggu, ia tadi mengatakan apa?
Take care?
Take care?
Apakah aku salah dengar atau?

***

"Ann, Ann, bangun!"
Suara Mama terdengar sekali ditelingaku. Aku berusaha untuk membuka mataku dengan pelan, terlihat cahaya dari jendela menyilaukan mataku.
"Bangun! Ini sudah jam 8 pagi. Kita harus buru-buru!"
Ucap Mama agak lantang. Aku mengangguk dan segera bangun untuk membersihkan tubuhku serta bersiap-siap untuk segera pergi ke acara launching butik Mama. Yang mungkin akan terdengar membosankan.

Beberapa menit kuhabiskan untuk membersihkan tubuhku. Kini saatnya berpakaian, sarapan, dan segera berangkat. Aku tak tau acara ini akan selesai pukul berapa, aku hanya berharap ini tidak akan lama.

Setelah selesai berpakaian, aku keluar dari kamar menuju ruang makan. Mama terlihat sibuk sambil terus menggenggam ponselnya. "Ann, cepat sarapan ya!" Sahutnya tanpa menoleh. Aku mengangguk pelan dan segera melahap sarapan pagiku.

Pukul 9, semua telah siap. Kami pun berangkat ke loksai. Selama di mobil, tak lain tak bukan kerjaanku hanyalah bermain ponsel, mendengarkan lagu dan melihat pemandangan diluar sana. Bukan merupakan hal yang membosankan untukku, aku suka melihat beberapa pemandangan indah. Sesekali aku sering memotretnya, untuk kujadikan kenang-kenangan atau koleksi album foto pemandanganku.

"Ann, kamu menjadi penyambut tamu bersama anak teman Mama nanti. Namanya Clara. Tamu berdatangan sampai kira-kira pukul sepuluh lewat. Setelah itu kamu bisa duduk dibangku penonton." Ucap Mama padaku. Aku mendengarnya sudah pegal duluan. Bagaimana rasanya menunggu dan menerima tamu yang berdatangan sampai pukul sepuluh. Semoga Clara bukan anak yang membosankan dan banyak berbicara.
"Kalau Mama manggil, kamu naik keatas panggung ya."
Aku menganga, "Ma? Maksudnya?"
"Ya nanti pasti ada sambutan. Kalau Mama manggil kamu, kamu naik."
Aku menghela nafas. Inilah salah satu bagian acara yang tak kusukai.

Kami sampai digedung acara. Aku dan Mama turun, Mama menggandengku masuk kedalam gedung sambil mencai dimana Clara berada. Sesekali Mama menyapa teman temannya yang ia kenal sambil sesekali memperkenalkanku. Sampai akhirnya, kami bertemu dengan satu orang perempuan tinggi dan satu orang perempuan yang sepantaran denganku. Ia terlihat cantik dengan dress selututnya berwarna merah.
Dan benar saja dugaanku. Itu Clara dan Ibunya.

Mama menghampirinya dan memperkenalkanku padanya. Serta Clara. Kami saling berkenalan satu sama lain. "Mama tinggal ya. Kalian mulai jaga dipintu saja. Sudah hampir banyak yang datang." Ucap Mama. Aku mengangguk.

Selama menunggu beberapa tamu yang datang, kami tak kehabisan topik untuk mengobrol. Clara termasuk anak yang sedikit bawel dan enak untuk diajak berbicara. Jadi mungkin aku tak akan merasa bosan untuk kali ini.

"Clara,"
Ia menoleh, "Ya?"
"Bisa kutinggal sebentar?"
"Kau mau kemana?"
"Toilet." Ucapku pelan. Clara mengangguk.
Aku berjalan pelan menuju toilet. Tak lama aku keluar dari toilet dan membasuh tanganku. Lalu aku keluar dan segera menghampiri Clara yang sedang berjaga sendirian. Aku tak enak meninggalkannya sendirian hanya untuk berlama-lama didalam toilet. Sembari aku berjalan, sekali kali aku melihat pakaianku yang kutakuti terkena air. Setelah merasa semuanya baik, aku kembali menoleh dan menatap kedepan.

Dan Oh Tuhan, tebak apa yang baru saja kulihat. Betapa terkejutnya aku ketika melihat................Melihat..............Melihat..............


Greyson.

Ya, ITU GREYSON!


"YOU?!" Ucapku dengan nada agak lantang, seluruh mata tertuju padaku. Ia menatapku dengan kebingungan yang besar, dan begitu juga aku.
Aku berjalan agak cepat dan menghampirinya, aku menarik tangannya dan membawanya kesuatu tempat dimana aku bisa berbicara dengannya.

Sampai disuatu tempat, aku melepas tangannya, "What are you doing in here?!" Tanyaku tanpa ba-bi-bu.
"I should ask you, what are you doing in here?"
"Oh please, so you don't know who's the woman who organize this event?" Tanyaku balik, ia menggeleng.
Aku mendesah pelan, "My Mom."
Ia menatapku dengan aneh, "Really? So your Mom is a designer?"
Aku mengangguk pelan, "Oh please come on why are you have to come to here?" Tanyaku lagi. Aku benar-benar tak tahan, tak disekolah, diruang musik, bahkan disini, aku selalu bertemu dengannya.
"You should thank me because I come to here so you got a friend to make you don't feel bored," Jawabnya sambil melirikku. Aku mendesah, "We better go from here now." Aku berjalan mengdahuluinya sambil berharap waktu akan cepat berjalan. Bahkan secepat mungkin dari yang kuduga. Oh Tuhan, tolong buat hariku ini bebas dari kejahilan jahilannya.

***

Clara tak berhenti berhenti menggoyang goyangkan tubuhku. Ia tak berhenti berceloteh. Ia bertanya padaku, darimana aku kenal dengan Greyson, kapan aku berkenalan, kenapa bisa aku kenal dengannya, dan apa hubunganku dengannya. Oh Clara, andaikan kau tau, Semuanya berubah begitu saja ketika ia memutuskan untuk berpindah diri ke Indonesia untuk melanjutkan sekolah. Aku berharap kami cepat-cepat lulus dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas masing-masing.

"Ann, pleaseee. Jika kau menjawab pertanyaanku aku akan berhenti berbicara, please please please." Mohonnya sambil menggoyang goyangkan bahuku.
"Clara, kalau pun aku jawab semua pertanyaanmu, tak ada gunanya. Lagipula untuk apa kamu terus memaksaku? Kau suka dengannya?" Tanyaku balik.
"Aku fansnya!!!" Jerit Clara dengan nada yang hampir memenuhi seluruh isi ruangan. Aku menggenggam tangganya erat, memberi isyarat untuk jangan berteriak. "Clara, ssttt!"
"Please, jawab pertanyaanku!"
Aku mendesah, "Oke, oke. Tapi berjanjilah padaku kau tak akan memberi tau pada siapapun."
"Pinky promise!" Ucapnya girang.
"Well, aku pun tak ingat ada berapa banyak dan apa saja pertanyaan yang kau ajukan padaku," Kataku sambil menyender pada kursi yang kududuki. "Darimana kau bisa kenal dengan Greyson?"
Aku berfikir sejenak, "Sebenarnya kami tak sempat berkenalan, hanya saja, waktu itu ia menolongku sewaktu aku jatuh. Awalnya aku tak sadar itu dia, tapi setelah sahabatku mengatakan bahwa aku baru saja menabrak seorang Greyson Michael Chance, itu membuatku ingin terjun dari gedung sekolah."
Clara terdiam sejenak sambil terus menatapku, "Kau dengan segampang itu percaya bahwa itu Greyson?"
Aku menggeleng, "Tentu saja tidak. Namun sahabatku terus meyakinkanku hingga akhirnya aku bisa yakin itu dia setelah melihatnya bermain piano diruang musik. Kau tau, aku sangat bingung kenapa ia bisa berada disekolahku tanpa kejaran satu fansnya yang sangat menggila itu." Jawabku, Clara terus menatapku, "Mungkin sewaktu pulang sekolah?"
Aku mengangguk, "Aku pernah melihatnya dikejar fans beberapa kali."
"Lalu, apa hubunganmu dengannya?"
Aku menatap Ann sejenak, lalu membuka mulut, "Tidak ada apa-apa. Bukan sahabat, bukan teman baik, bukan teman dekat. Bahkan kupikir kami bukan teman."
Ann mengerutkan keningnya, "Kenapa begitu? Kalian terlihat sangat akrab!"
Aku tersenyum tipis, "Kami sering bertengkar, ia sangat jahil. Dan kau tau, ia sangat dingin padaku."
"Dingin?" Ulang Clara
"Iya, dingin. Sifatnya sangat dingin."
"Tapi kau termasuk gadis yang beruntung." Ucap Clara tiba-tiba smabil tersenyum padaku, aku menatapnya dengan penuh kebingungan
"Kau beruntung karena kau mengenalnya begitu saja ketika ia menolongmu waktu jatuh, ia masih memberi perhatiannya padamu meskipun sifatnya yang dingin. Ia jahil denganmu mungkin itu bermaksud kau orang yang asyik, bukan ingin menjatuhkanmu dalam rasa malu yang besar,"
Aku menatap Clara dengan tatapan yang super duper bingung. Apa yang salah dengannya? Tunggu, mengapa tiba-tiba ia berkata seperti itu? Kenapa tiba-tiba wajah orang yang super jahil itu muncul dipikiranku?
"Tapi bayangkan. Jika orang itu telah mengerjaimu hingga semua orang yang kau lewati menertawakanmu, apakah kau masih mau menganggapnya teman?"
Clara terhenyak, namun ia masih membuka mulut, "Kau pasti pernah dikerjai dengannya hingga kau kesal."
Aku tak menjawab. Aku mengalihkan pandangan dari Clara.
"Tenang saja, seburuk apapun sifatnya dimatamu, Greyson itu termasuk orang yang lembut. Ia pasti akan minta maaf padamu. Bahkan untuk ribuan kali kata maaf, ia akan melakukannya. Aku kenal betul bagaimana sifatnya, apalagi sifat rasa sayangnya pada fansnya. Tenang saja, ia tak seburuk yang kau kira," Lanjut Clara. Aku terhenyak, astaga, apakah selama ini aku yang telah berburuk sangka padanya? Apakah maksud dari ini semua salahku?

***

Acara ini berlangsung sangat amat lama. Dan ini benar-benar menguras energi tubuhku. Aku duduk bersandar di kursi yang sama sambil menunggu Mama yang memang masih mengurus acara. Aku tak tau harus berbuat apa selain diam dikursi dan menunggu sampai acara benar-benar selesai.

Aku memutuskan untuk keluar dari dalam gedung untuk mencari angin segar. Clara sudah pulang terlebih dahulu karena ada acara lain yang harus ia datangi. Aku berjalan menuju pintu keluar dan duduk disalah satu kursi yang kosong. Hari ini penuh dengan bintang bintang yang bersinar, bulan yang menemani pra bintang menyinari malam hari yang terasa melelahkan ini. Aku menguap selama beberapa kali. Ingin rasanya menutup mata dan bermimpi sejenak untuk menghilangkan rasa kantuk yang sudah tak bisa kutahan, namun sepertinya tak mungkin aku tidur diluar dengan pakaian seperti ini.
"Don't have a friend, little girl?"
Aku terkejut dan reflek langsung menoleh kebelakang. Bayangkan jika kau lagi sendiri dan seseorang begitu saja berbicara disebelahmu, mungkin kau akan melakukan hal yang sama.
Aku tak menjawab sapaannya. Aku hanya tersenyum tipis melihat wajahnya terus menatap kedepan padahal mulutnya berbicara dan menyapaku. Ia terlihat terpana dengan bintang2 dan bulan di langit malam ini.
"Beautiful, isn't it?" Tanyaku. Ia mengangguk sambil terus menatap. Aku menguap lagi. Sepertinya rasa kantukku tak bisa diajak untuk kompromi, rasa kantuk malah semakin menghantuiku.
"Sleepy?"
Aku mengangguk, "This event makes me feel totally tired."
"I see," Jawabnya. Ia berjalan dari belakang kursi menuju depan kursi dan berdiri disampingku, "The sky looks so beautiful tonight."
Aku mengangguk, "Yeah. But not beautiful as this day..." Sambungku. Ia menoleh dan menatapku yang kuyakin terlihat sangat lelah.
"Hey, have you eat your dinner yet?"
Aku menggeleng. "Come on," Ia menarik tanganku dengan begitu saja lalu berjalan dan membawaku kesuatu tempat. Kenapa ia tau kalau aku merasa lapar?

Kami sampai sebuah restoran dekat gedung acara. Aku langsung memesan makanan dan begitu juga Greyson. Rasanya aku ingin cepat-cepat pulang, mengganti bajuku serta tidur. Aku sudah tak tahan dengan hari yang sangat melelahkan ini.
"You look so tired."
Aku mengangguk sambil menutup mulutku yang tak berhenti menguap. Tak lama sang pelayan datang membawa makanan yang kami pesan. Kami pun mulai makan.

Setelah menghabiskan makanan kami masing masing, kami saling mengobrol untuk menghilangkan rasa kantukku. Sesekali aku tertawa karena Greyson tak berhenti mengeluarkan leluconnya. Benar apa kata Clara, ia tak seburuk yang kukira.

Clara. Semua kalimat-kalimatnya terngiang-ngiang di benakku. Aku merasa bersalah saat ini, sepertinya memang aku yang tak tau apa itu bercanda. Atau mungkin aku yang terlalu sensitif. Aku bangun dari senderanku dan memberanikan diri untuk menatapnya.
"Greyson."
Ia menatapku
"Umm..Sorry."
Ia mengangkat alis, "For what?"
"Of what I did to you. I mean, I think this all my fault. I'm too sensitive this time and I can't handle that. Sorry," Ucapku padanya. Kupikir, tak ada salahnya untuk mengatakan sejujurnya. Aku memberanikan diri untuk menatapnya kembali dan ia tersenyum manis sambil terus menatapku. Astaga, somebody help me.
"You don't have to say sorry." Jawabnya sambil tersenyum. Ia memang dingin, tapi sifat jahilnya tak sedingin yang kukira. Thanks God, aku bisa mengatakan padanya apa yang seharusnya kukatakan.


Kami baru saja keluar dari restoran dan tebak, aku sudah tidak merasakan kantuk lagi. Sesuatu yang sangat ajaib untukku. Tak biasanya hanya dengan mengobrol rasa kantuk yang amat sangat berat itu hilang begitu saja.

Aku berjalan disampingnya sambil terus menjilat es krim yang kubeli dari restoran. Kami memutuskan untuk tak kembali ke gedung acara, mungkin ada baiknya untuk berjalan-jalan sejenak. Menghilangkan jenuh seharian penuh ini. Walaupun aku tak mengerti sebenarnya kita mau kemana, tapi entah mengapa, lama kelamaan aku merasa nyaman didekatnya.

Oh aku tau ini tidak normal.

Aku terus berjalan disampingnya. Sesekali aku menoleh, melihat wajahnya dari samping. Ia tak berhenti berbicara sejak tadi. Aneh. Tak biasanya ia seterbuka ini padaku. Mulutnya berceloteh seakan dipikirannya tak pernah kehabisan ide untuk topik bicara. Namun aku suka caranya yang seperti ini.

Setelah menghabiskan es krim ku, kami terus berjalan hingga angin kencang berhembus. Angin-angin malam ini sangat membuatku kedinginan. Sampai akhirnya, ia melepas jaket kulit coklatnya dan memberikannya padaku. Aku menoleh. Matanya menatapku seakan-akan ingin aku menerima jaket hangatnya tersebut. Aku tersenyum dan menerima jaketnya. "Thank you." Ucapku pelan. Ia mengangguk dan membalas senyumku. Sembari memakai jaket kulitnya, kami masih terus berjalan hingga kami sampai disatu tempat yang sepi.

Taman bermain!

Aku berjalan menuju taman bermain dan ia menuju taman bermain dan menduduki satu ayunan yang kosong, "Mind to encourage me?" Tanyaku padanya. Ia tertawa kecil dan menghampiriku serta mendorong perlahan ayunan yang kududuki. Tak lama ayunan berhenti dan ia pun berhenti mendorong. Ia berjalan menuju ayunan disebelahku dan mendudukinya. Aku menatapnya. Wajahnya terlihat sangat lucu dari samping. Oh, astaga.

"I miss my friends," Ucapnya pelan. Aku terus menatapnya dan menunggu ia untuk melanjutkan ucapannya, "I really miss them. I miss all the time I had with my friends."
"You will go back to home, right?"
Ia menoleh padaku dan mengangguk pelan, "But Indonesia is a great country. I love to stay in here." Lanjutnya. "But the traffic jam and the polution is not great at all,"
Ia menoleh padaku dan tersenyum kecil, "I hate traffic, but traffic in Jakarta can make me do more thing in the car," Jawabnya. Aku tersenyum. "You should learn Bahasa,"
"Bahasa?" Tanyanya dengan logat bahasa Indonesia yang sama sekali tak jelas. Aku tertawa kecil, "Indonesian language."
"I know." Lanjutnya, "I can do that. You will see,"
"Oh I can't wait for you to speak Indonesian. Your fans will love you more and more," Tambahku. Ia tertawa.
"It's fun to talk to you," Ucapnya tiba-tiba. Jujur saja, itu membuatku mematung.
"Are you come to the camping?"
Aku mengangguk, "Well I don't really like camping, but I think it's fun to do a camping with friends."
"I know. I always see you with Katt everyday. She's your best friend?"
Aku tersenyum lebar, "Yeah she is!" Jawabku girang, "You make me miss her."
"Oh sorry, I don't mean to do that," Katanya. "No problem. Oh, we need to go back. It's 9PM already. C'mon." Aku turun dari ayunan dan berjalan mendahuluinya. Kami mulai berjalan lagi menuju gedung. Oh God, why the hell he make me feel so comfort?

***

Kami sampai digedung and guess what? Acara sudah selesai! Akhirnya setelah penantian lamaku, acara ini usai sudah. Aku melihat Mama yang sibuk membereskan venue, membantu yang lainnya. "Greyson!" Teriak seorang wanita dari sana, Greyson menoleh, akupun juga.
"We need to go home now," Ucapnya. Mereka terlihat akrab, dan wow perempuan ini terlihat cantik.
"I will wait in the car okay?"
Greyson mengangguk. Wanita itu tersenyum padaku dan berlalu. "Who's her?"
"My sister." Jawabnya, oh, jadi perempuan itu adalah Kakaknya. Aku memang melihat mata mereka terlihat sama.
"I go home, Ann. See you tomorrow." Pamitnya. Aku mengangguk. Ia pergi menjauh dariku. Tunggu....sepertinya ada sesuatu yang tertinggal.
Jaket!

Aku berlari pelan menuju pintu keluar, aku mendapatinya sedang berjalan santai. "Greyson!"
Ia menoleh padaku, "Your jacket?"
"Just wear it. You need it more than me," Jawabnya. Suatu jawaban yang sangat bagus. Aku mengangguk, ia tersenyum dan melambaikan tangan padaku. Dan ia pun berlalu. Aku melihat mobil hitamnya berjalan keluar dari gedung acara. So, see you tomorrow, Greyson.

***

"Dear Diary...

Mungkin jika aku ceritakan padamu tentang apa yang baru saja terjadi hari ini, kau akan menganggap ini sebagai keajaiban dunia. Uh, aku saja menganggap hari ini seperti mimpi. Aku bertugas menjadi penerima tamu dia acara Mama yang sangat super melelahkan itu, hingga selesai. And guess what, aku bertemu dengannya.

Kau pasti mengerti apa maksud 'dengannya'.

Ia datang dengan seorang perempuan yang ternyata adalah Kakaknya. Kami sempat berpisah dalam acara, karena aku tak mau meninggalkan Clara. Clara, teman baru yang kutemui di acara Mama. Aku berbincang terus dengannya hingga ia menyadarkanku dengan kata-katanya,

"Kau beruntung karena kau mengenalnya begitu saja ketika ia menolongmu waktu jatuh, ia masih memberi perhatiannya padamu meskipun sifatnya yang dingin. Ia jahil denganmu mungkin itu bermaksud kau orang yang asyik, bukan ingin menjatuhkanmu dalam rasa malu yang besar,"

Astaga, semua kata-kata itu terus terngiang-ngiang didalam pikiranku. Hingga akhirnya, ia mengajakku untuk makan malam (bayangkan, makan malam.) Dan aku mengatakan permintaan maaf padanya.

Memang kedengarannya gila. Tapi saat itu ialah yang menemaniku saat Clara pulang, saat itulah ia yang mengajakku makan malam disaat aku belum makan dari siang, dan disaat itulah ia yang menghilangkan rasa kantukku yang sudah sangat berat dan sangat impossible untuk hilang.

Intinya, ialah orang yang menemaniku seharian ini.

Astaga, aku ini gila atau kenapa?

Perlahan aku membuka mataku yang terasa sangat berat ini. Aku melihat sekilas Mama yang datang ke kamar dan membuka gorden jendela kamar ku yang tadinya masih tertutup. Aku memutuskan untuk memaksakan diri untuk bangun tidur sebelum Mama berteriak dan membangunkanku untuk segera pergi ke sekolah.

Aku berjalan pelan menuju kamar mandi sambil membawa handuk yang akan kugunakan. Aku masuk kedalam kamar mandi dan membersihkan diri selama beberapa menit. Setelah merasa semuanya siap, aku keluar kamar untuk segera menyantap sarapan pagi.
"Selamat pagi," Sapa Mama hangat pagi ini untukku, aku tersenyum. "Sarapan sudah siap." Tambahnya. Aku mengangguk dan berjalan menuju meja makan serta menyantap sarapan pagiku.

Aku sudah selesai dan kini saatnya berangkat ke sekolah. Aku menoleh sebentar keluar, cuaca benar-benar sedang tak bersahabat. Mendung dan sangat gelap, angin berhembus kencang. Uh, cuaca seperti ini yang paling enak adalah tidur, atau menghangatkan diri dengan cokelat panas atau teh hangat. Umm. Tapi sayangnya, semua khayalan itu tak terkabulkan. Ini hari Senin dan saatnya pergi ke sekolah.

Selama diperjalanan aku tak mendengarkan lagu seperti hal biasa yang kulakukan. Aku terus memandang keluar jendela menatap cuaca yang terlihat sedang 'tak ceria' ini.

Aku sampai disekolah. Aku berjalan sepanjang koridor sekolah sambil mencoba untuk menghangatkan tubuhku yang sangat terasa dingin. Aku menaiki tangga menuju kelas dan menaruh tasku. Hari ini benar-benar dingin, matahari tak terlihat sama sekali. Aku berdiri didepan balkon sambil menunggu kedatangan Katt.

"Need a friend to talk?"
Aku menoleh terkejut, oh, so that's him. Orang yang kupikirkan sejak tadi malam. Ia menghampiriku dan berdiri disampingku. Sepertinya kami mulai menjadi teman baik.
"If you want to," Jawabku. Ia berpalih pandangan, "What are you looking at?"
"Nah I'm just waiting Katt to come," Jawabku, "I think today isn't a good weather for go to school."
Ia mengangguk tanda setuju, "At first I don't want to go to school." Ucapnya tiba-tiba, aku menatapnya bingung, "Why?" Ia tersenyum kecil tanpa menatapku, "I just wanna lay in my bed." Jawabnya sambil mengikuti alunan nada lagu Bruno Mars yang berjudul Lazy Song tersebut. Ya, itu adalah salah satu liriknya bukan? Aku tertawa mendengar jawabannya, dan aku pikir tak ada salahnya untuk melanjutkan liriknya.
"Don't feel like picking up my phone."
Ia tersenyum, "So leave a message at the tone,"
"Cause today I swear I'm not doing anything." Ucap kami bersama. Aku tersenyum mendengarnya, "Uh! I'm gonna kick my feet up, then stare at the fan, turn the TV on, throw my hand in my pants. Nobody's gonna tell me I can't." Lanjutnya sambil mengeluarkan sedikit gaya konyolnya. Aku tertawa lagi. Ia benar-benar punya banyak akal untuk membuat orang tersenyum atau bahkan tertawa.
"I'll be lounging on the couch, just chillin' in my snuggie click to MTV, so they can teach me how to dougie. Cause in my castle I'm the freaking man." Lanjutku, ia tertawa kecil, "Oh, yes I said it, I said it, I said it cause I can.." Ucap kami bersamaan. Suaranya terdengar begitu merdu. "Today I don't feel like doing anything. I just wanna lay in my bed. Don't feel like picking up my phone, so leave a message at the tone. Cause today I swear I'm not doing anything." Ucap kami bersamaan, "Nothing at all. Ooh, hoo, ooh, hoo, ooh, ooh-ooh." Diakhir lirik ia sangat membuatku terbahak-bahak dengan gaya konyolnya yang sangat membuatku terkocok. Ia seakan meniru gaya Bruno Mars di MV Lazy Song nya. "Okay stop it, I'm tired." Ucapku sambil berusaha untuk berhenti tertawa, ia melihatku sambil tertawa kecil. "We should sing together again sometimes," Ucapku ngawur. Aku bahkan tak tau mengapa tiba-tiba mulutku bisa berbicara kalimat macam seperti itu.
"Yeah we are, it sounds great." Dan bel pun berbunyi. Kami harus masuk ke kelas masing-masing. Aku baru menyadari, aku tak melihat sosok Katt. Apakah ia sudah datang?

***

"Dear Diary...

Kau tau. Aku merasa ceria hari ini. Walaupun cuaca hari ini tak sejalan dengan hatiku, namun ia telah membuatku tak merasa kesepian.

Pagi ini terasa sangat dingin dan aku menunggu didepan balkon menunggu kedatangan Katt. Dan Greyson datang dengan sifat dinginnya, menyapaku dan menawarkan diri menjadi teman mengobrol. Aku tak berfikir sampai kita menyanyikan lagu bersama-sama seperti itu. Ia mulai menyanyikan satu lirik Lazy Song, dan aku meneruskannya. Dan begitulah seterusnya sampai ia mengeluarkan gaya konyolnya yang membuatku tertawa terbahak-bahak.

Aku baru menyadari kalau aku dengannya berduet. Walaupun hanya bernyanyi lirik per lirik, itu sangat berkesan bagiku.

PS: Suaranya sangat membuatku terhenyak.

Love,
Anneke♥"

Aku menutup diary ku dan meletakkannya didalam tas. Aku keluar kelas dan pergi menuju kelas Katt, dan yeah, aku mendapatkannya sedang duduk tepat disamping Michelle.
"Katt!"
Ia dan Michelle menoleh, "Hey Ann!"
Aku menghampiri mereka berdua, "Dan hai Mich,"
"Hai Ann." Sapanya balik sambil tersenyum, "Aku tak melihatmu datang tadi pagi," Ucapku pada Katt, Katt tersenyum senyum sambil menatap Michelle, aku melihatnya dengan bingung, "Kenapa?"
"Tentu saja kau tak melihatku," Aku menaikkan alis, "Loh, memang kenapa?"
"Kau sedang asik bercanda dengan....."
Aku terkejut, "OKE STOP!" Cegahku, "Jangan dilanjutkan. Baik, baik aku mengerti, ia hanya bermaksud untuk menemaniku Kaaattt, ia bermaksud untuk menemaniku selagi aku menunggumuuuu!"
Katt tertawa kecil, "Tak apa. Aku senang kau dan dia akur," Ucap Katt, "Dan kupikir kalian berdua itu memang serasi." Sambung Michelle. Aku menatap mereka berdua dengan tatapan aneh, mereka berdua ini sebenarnya kenapa? Apa yang salah dengan pikiran mereka?
"Oh guys come on." Lirihku, "Eh aku harus pergi, mau memberikan pengumuman untuk camping, tiga hari lagi!" Sahut Michelle tiba-tiba, "Bye Katt and....Bye Ann!" Ucap Michelle jahil. Aku menatap Katt selagi ia melihat kepergian Michelle, "What?" Tanyanya bingung. Aku tak berkata apa-apa. Aku ingin Katt mengerti apa maksud tatapan tajamku ini padanya.
"Alright, okay okay. Maafkan aku, aku hanya bercanda Ann ayolaah," Ucapnya. Aku berhenti menatapnya, "Ayo." Aku menarik tangannya keluar dan membawanya ke depan balkon. And guess what, petir berbunyi keras. Aku langsung melangkah kebelakang, Katt berusaha untuk menenangkanku. Tidak. Tidak. Aku phobia terhadap petir. Aku sangat sangat phobia. Aku tak berani. "Ann Ann tenang," Katt terus berusaha menenangkanku yang sedang terlihat tegang. Jantungku berdetak kencang, oh aku memang tak suka petir. Sangat menakutkan untukku.

GLEGAAAAARRRR
Petir berbunyi lebih keras dari sebelumnya. Anak-anak perempuan disekolah berteriak terkejut, begitu juga aku. Aku menggenggam tangan Katt dengan erat, ia mulai merasa tanganku terasa dingin. "Ann tenanglah, petir akan hilang Ann tenang.." Katt mengelus elus pelan bahu dan lengan tanganku. Aku berusaha untuk tenang.
"Katt!"
Seseorang memanggil Katt dari kejauhan sana, seorang lelaki tinggi. "Bisa kesini sebentar?" Oh dan itu bukan murid. Itu guru.
"Mr.Arnold," Ucap Katt pelan, "Pergilah." Kataku tak yakin, Katt menatapku tak yain pula, "Kau serius? Aku tak mungkin meninggalkanmu dalam ketakutan seperti ini."
"Katt, itu guru dan ia wali kelasmu. Pergilah, aku tak apa. Sepertinya petir sudah berhenti menggelegar, kau pergi saja, nanti aku cari teman selagi kau pergi."
Katt menatapku, "Kau yakin?" Aku mengangguk, "I'm sure. Pergilah, ia menunggumu!" Katt pergi meninggalkanku dalam keadaan duduk didepan kelas. Aku memeluk kedua kakiku dan berharap petir tak datang kembali.

"Katt cepatlah datang," Bisikku pelan. Aku menunduk dan memeluk kedua kakiku sambil terus berharap agar tak ada lagi petir yang datang.

GLEGAAAAAAAAARRRRRR

TAPI DUGAANKU SALAH. Aku menahan teriakanku selagi anak perempuan lainnya berteriak, aku menunduk dan aku merasa nafasku tersengal-sengal. Tanganku mendingin, aku tak berani menangkat kepala, "Tolong jangan ada petir lagi tolong aku sedang tak ada teman, tolong jangan ada petir lagi." Bisikku, aku terus menunduk selagi berusaha untuk mengontrol nafasku. Sampai akhirnya aku merasakan sentuhan lembut dari tangan kiriku yang menggenggam erat tanganku. Aku enggan untuk mengangkat kepala, aku pikir itu pasti Katt. Tapi ia tak berkata apa-apa, sedangkan Katt pasti akan datang dengan tiba-tiba dan memelukku. Tapi ini?

Aku memberanikan diri untuk mengangkat kepalaku, masih dengan nafas yang tak terkendali, aku menoleh. And....

I got mini heart attack.

"I'm here. Don't worry."

Aku menatapnya dengan tatapan tak percaya. Mataku membulat. Masih dengan nafas yang tak terkendali. Aku menatapnya yang sedang berpandangan kearah langit. Matanya tak melirikku sama sekali. Namun genggaman tangannya lembut mencengkeram tanganku yang dingin. Aku merasakan getaran dalam tubuhku, aku bergemetar. Tapi setidaknya aku sudah merasa aman karena aku tak sendirian dalam keadaan ketakutan seperti ini.

"You..." Ucapku pelan. Dia menoleh menatapku, "Don't worry I'm here to stay with you until the lightning disappeared," Ucapnya sambil menatapku lekat-lekat. Ingin sekali aku lari kedalam pelukannya, karena hal ini biasa kulakukan jika aku sedang ketakutan. Biasanya aku memeluk Katt, atau Mamaku sendiri. Namun tak mungkin jika aku melakukan hal itu padanya. Tak mungkin.
Tangannya masih menggenggam tanganku yang terasa dingin. Aku mulai merasa keringat mengalir deras dalam tubuhku, aku berusaha untuk tak menghiraukannya. Langit semakin gelap, dan hujan belum juga turun, ini artinya masih akan ada petir yang datang.
Tak satupun dari kami saling bicara. Aku berusaha untuk tak mengatakan sepatah katapun, lagipula, mulutku kaku. Susah untuk mengeluarkan kata-kata.

Akhirnya keheningan pecah diantara kami, "So...You phobia against lightning?" Tanyanya, aku mengangguk pelan. Aku yakin ia merasakan tanganku yang makin mendingin. Tapi tidak dengan tangannya. Terasa hangat, dan sangat lembut. Ia mengulurkan tangan kirinya dan menggenggam tangan kananku, kini ia menggenggam kedua tanganku dan berusaha untuk menghangatkannya. Desaran darah mengalir deras pada tubuhku, namun aku berusaha untuk tetap rileks.
"Feel better?"
Aku mengangguk dan perlahan meluruskan kedua kakiku. Aku merasa sangat aman dan nyaman saat ini. Aku menarik nafas dalam-dalam. Terdengar rintik-rintik hujan yang membasahi atap, hujan pun turun. Dan semoga tidak dibarengi dengan suara gelegar petir.

Greyson terus menemaniku dan mengajakku berbicara. Ia terlihat tak dingin saat ini. Ia terlihat berbeda. Ia menemaniku sampai langit sedikit mencerah, dan setidaknya untuk memastikan bahwa tak akan ada lagi petir yang datang. Aku merasa Katt tak kunjung datang, "Pasti dia sengaja." Gumamku dalam hati.

Langit mencerah. Hujan tak lagi terdengar. Begitu pula dengan petir yang membuatku takut setengah mati. Aku sudah merasa tenang. Aku menoleh kearah Greyson yang sedang sibuk melihat pemandangan langit yang mencerah. Ia membantuku untuk berdiri dan melihat pemandangan dibawah. Lapangan terlihat basah total, pohon-pohon pun juga, tapi mereka terlihat menghijau. Hujan memang mempunyai banyak manfaat. Terlihat Michelle sedang sibuk menggenggam kertas kertas yang bertebaran kemana-mana dan berjalan menuju Kepala Sekolah yang sedang duduk disebelah podium. Aku mengerutkan dahi, ada pemberitahuan apa lagi?

Tak lama terdengar suara Michelle yang menyuruh semua murid untuk turun kebawah. Aku dan Greyson segera turun kebawah dan kami menyebar. Ia menghilang begitu saja sedangkan aku baru teringat bahwa aku belum mengucapkan kata terima kasih padanya.

Aku berbaris dibelakang Cynthia yang juga duduk sebangku denganku. Aku menoleh ke kanan dan kekiri mencari keberadaan Katt yang belum kelihatan juga, serta keberadaan Greyson yang tiba-tiba menghilang dari sampingku. Aku merasa aneh. Namun aku memutuskan untuk memfokuskan diri pada pengumuman ini.
Jadi inilah isi pengumuman, bahwa acara perpisahan diluar sekolah akan dimajukan. Yang tadinya 3 hari lagi, menjadi lusa. Atau dua hari mendatang. Tentu saja semua murid kegirangan. Aku hanya tersenyum mendengar pengumuman ini. Selebihnya, mereka memberi tahu lebih lanjut kemana kita akan pergi camping dan perlengkapan apa saja yang diwajibkan dibawa. Jam setengah 7 pagi kami diharuskan untuk berkumpul disekolah, dan untuk penempatan camping, dibagi menjadi tiga kelas. 9-A dengan 9-B dan 9-C, begitu pula seterusnya.

Dari pembagian kelas ini, aku menyimpulkan: Bahwa aku akan berada disatu penempatan dengan kelas Greyson.

***

Aku sampai dirumah dan membanting badanku dikasur. Aku merasa kepalaku agak berat, aku tak tau apa yang terjadi. Tapi aku langsung melupakan semuanya dan terlelap. Aku merasa seseorang mengelus elus rambutku perlahan dan memakaikanku selimut. Tubuhku merasa hangat. Tapi aku enggan untuk membuka mata. Aku terlalu lelah.

Aku terbangun dan rasanya sudah tak merasa pusing lagi. Aku melirik jam, jam 4 sore. Aku tidur terlalu lama. Aku turun dari tempat tidur dan memutuskan untuk menulis buku harian kesayanganku terlebih dahulu. Aku duduk di meja dan mulai membuka diary, serta mulai menulis.
"Dear Diary...

Hari ini aku dikejutkan dengan suara petir yang membuatku tak terkendali. Aku ketakutan setengah mati. Phobiaku yang sudah melekat dalam diriku sejak kecil ini muncul kembali. Petir tiba tiba menghadang ketika aku dan Katt memutuskan untuk keluar kelas. Awalnya aku merasa aman karena ada Katt, dan petir tak berhenti menggelegar. Aku meringkuk disampingnya yang tak henti-hentinya menenangkanku. Sampai akhirnya, Mr.Arnold (Guru serta wali kelasnya) memanggil Katt untuk menghadapnya. Aku merasa sedikit keraguan disana, begitu pula dengan Katt. Namun aku tak mungkin menyuruhnya untuk tak meninggalkanku dan menolak panggilan Mr.Arnold. Maka aku menyuruhnya untuk pergi dan yeah, aku sendiri.

Kau tau. Aku meringkuk dan memeluk kedua kakiku. Aku terus menunduk dan berharap tak ada lagi petir yang kencang. Sampai akhirnya, dugaanku salah. Petir masih menghantuiku dalam gelegaran yang kencang. Aku menahan jeritanku dan tak lama, aku merasa tangan kiriku menghangat. Ada seseorang yang tiba-tiba menggenggam tangan kiriku begitu saja. Awalnya, aku berfikir itu Katt. Namun, itu salah.

You know what I mean.

Aku merasa seperti bermimpi. Aku tak menyangka semua ini akan terjadi padaku. Selama hujan turun lebat, ia menemaniku sampai aku merasa tenang. Aku merasa aman, dan nyaman. Terlebih lagi, ia membantuku untuk menghangatkan tanganku yang beku kedinginan karena ketakutan. And guess what, darahku mengalir deras.

Please tell me that I’m not falling in love.

Love,
Anneke♥”
Aku menutup diary ku dan sejenak pikiranku berputar tentang apa yang baru saja terjadi tadi, maksudku, hari ini. Semua kejadian ini. Caranya menemaniku, caranya membuatku aman, nyaman, dan menghangatkan tanganku.

Aku baru menyadari, sepertinya aku berhutang budi padanya. Terlebih lagi, aku belum mengucapkan kata terima kasih.

***
Malam hari yang hangat. Aku mengerjakan tugas yang telah menunggu untuk dikumpulkan esok hari. Acara camping yang dimajukan itu membuatku sedikit tersiksa, karena para guru meminta kami untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan mengumpulkannya tepat esok hari.

Tak lama tugasku selesai. Aku memutuskan untuk mematikan laptopku sampai mendengar Skype ku berbunyi. Seseorang menyapaku. Kulihat namanya, mataku membulat, aku membuka isi chat dan yeah, itu dia.

Aku membalas sapaannya, dan seperti biasa, ia mengajakku untuk melakukan video call. Tentu saja aku menerima, kupilih jawaban “Answer” dan terlihat wajahnya yang dingin menatap layar laptop, ia melambai pelan dan aku membalas lambaiannya. “How are you?”
Aku tertawa kecil, “We had just met at school today, and you ask me how I was?” Ia balas tertawa, “Yeah. Just want to know,” Jawabnya santai. “I’m fine thanks, and you?” Dia mengangguk pelan, “Me too.” Aku mulai berfikir mungkin ini saatnya untuk mengatakan kata terima kasih. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan, “Why did you disappear when we would gather in the field?” Aku menggerutu pelan. Apa yang hendak kukatakan dari dalam hati tak sesuai dengan yang keluar dari mulutku. “Kebiasaan.”Gumamku dalam hati. “Oh, sorry. I was…I was…What?” Jawabnya dengan tidak jelas. Aku bahkan tak mengerti. “Okay nevermind. Forget about it. Thank you.” Ucapku dengan lega, dia mengangkat alis, “I didn’t got it.” Ucapnya, aku menghela nafas, “I just want to say, thank you. You just helped me today,” kelegaan langsung menghampiri diriku. Ia menampilkan ekspresi mengerti dan tersenyum, “It’s alright. Your welcome,”
Aku mengangguk lega sambil melirik jam, jam 8 malam. Waktunya untuk makan malam sebelum Mama meneriakkan namaku dari luar. “I have to go now,” Ucapnya tiba-tiba. Hebat sekali, ia bisa mencuri ideku yang bahkan baru saja ingin kukatakan terlebih dahulu. Aku menatapnya dengan heran, “I have to go too.”
Ia tersenyum memandangku dan melambaikan tangan, “Alright, hun. See you tomorrow.” Aku membalas senyumnya, “Bye.” dan sambungan mati. Aku bangkit dari kursiku dan melangkah berjalan. Sejenak aku berhenti melangkah tepat didepan pintu. Aku seperti baru mendengar sesuatu yang mengejutkan. Pikiranku berputar dan berusaha mengingat terhadap apa yang baru saja kudengar.


Tunggu, tadi itu dia bilang apa? Dia memanggilku apa?

Aku berbalik badan dan menutup mulutku yang menganga dengan tangan kananku. "Hun." Itu bukanlah panggilan ejekan, bukan nama lain yang sering ia berikan padaku, dan lebih jelasnya lagi, itu bukan namaku.

Tapi panggilan sayang.

***

Aku mengikat tali sepatuku dan berjalan menjauh dari rumah. Hari ini hari terakhir sekolah karena besok camping diluar sekolah akan segera dilaksanakan. Aku masuk ke dalam mobil dan seperti biasa aku menghabiskan waktu perjalanan kesekolah dengan mendengarkan lagu. Aku merasa ponselku bergetar, ada pesan masuk, aku membacanya.
Ternyata dari Katt.
“Hey Anneke Diana, uh sangat berat untuk mengatakan ini. But yeah, aku harus mengatakannya. Well, aku tidak bisa masuk hari ini karena ada acara keluarga mendadak. Kau pasti tau bahwa hal ini sering terjadi, bukan? Aku mau minta tolong, bisakah kau sampaikan pesan ini pada Kristine?”
Aku menghela nafas panjang, lagi-lagi satu hari penuh tanpa kehadiran Katt. Ya, memang keluarga sering sekali mengadakan acara mendadak. “Hhh, lagi-lagi satu hari tanpamu. Oke, nanti kukatakan padanya.” Balasku. Tak lama ponselku bergetar lagi, “Hihi besok kita akan menghabiskan waktu bersama :P thank you hun. See you tomorrow!”
‘Hun.’ Pekikku pelan dalam hati. Aku jadi teringat akan kalimatnya yang membuat hatiku bergetar. Awalnya aku sungguh sungguh tak menyadarinya, tapi entah mengapa, tiba-tiba kalimat-kalimatnya seakan terulang dalam pikiranku dan mengingatkanku bahwa ia baru saja mengatakan hal itu.

Aku melamun selama beberapa menit, memikirkan kejadian tadi malam yang sangat sangat aneh. Oke. Baiklah. Ini tidak masuk akal. Oh, bisakah aku berhenti memikirkan hal semacam ini? Apa maksud dari panggilannya? Ia bermaksud untuk menarik perhatianku? Untuk membuatku jatuh cinta padanya?
Aku tak pernah berfikir sampai situ tapi aku mulai menebak bahwa mungkin itu salah satu alasannya.

Lamunanku terpecahkan ketika Pak Supir kesayanganku mengguncang-guncangkan lututku mengingatkan bahwa aku telah sampai disekolah. Lamunan ini menghabiskan waktu perjalananku dari rumah hingga sekolah. Aku berterima kasih dan segera masuk keluar dari mobil dan berjalan masuk kesekolah.

Aku bertemu dengan beberapa karibku dan membalas sapaan mereka. Serta menyapa beberapa guru yang kusukai. Aku berjalan menaiki tangga sambil menunduk. Aku mengangkat kepalaku untuk meluruskan pandanganku kedepan. Tapi sayangnya, pandanganku terhalang karena aku menabrak seseorang.

Untungnya aku tak jatuh, ataupun buku yang kugenggam tak jatuh. Aku menoleh keatas, aku sedikit merasa terkejut namun aku berusaha untuk tetpa tenang. “Hey” Sapaku sebisa mungkin, ia mengangguk, “Hey”
Otakku mulai mencari-cari ide untuk berbicara dengannya, “How are you today?” Tanyaku. Aku merasa itu pertanyaan ngawur.
“I’m good. You?”
Aku mengangguk, “Me too.” Kini mulai terjadi keheningan diantara kami. Aku paling tidak suka saat-saat ini, saat dimana membuatku merasa tegang. ‘Ayolah, cari sesuatu yang bisa kau katakan.’ Gumamku dalam hati. Tapi rasanya, otakku buntu.

“Can I ask you something?” Ucapku tiba-tiba. Ia berjalan kearah balkon dan aku mengikutinya dari belakang, aku berdiri tepat disampingnya. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, sangat perlahan agar ia tak mendengarnya. “What did you mean calling me like that at the last night?”
Ia terdiam namun tak lama ia menoleh, dan ia tersenyum. Senyuman maut. Yang bisa membuat semua perempuan pingsan salam sekejap. Aku menguatkan diriku untuk terus menatap mata coklatnya hingga ia menjawab pertanyaanku.
“What?” Tanyaku tak tahan,
“Do you like it?” Tanyanya balik. Aku mengangkat alis, “I’m confused.”
“Why?” Tanyanya santai. Tapi aku tau ia menyimpan candaan dalam ucapannya.
“You suddenly calling me like that, how can I not confused?”
Ia tersenyum lagi, “Just forget it. It’s just a joke,” Jawabnya. “But you like it, isn’t it?” Tanyanya. Dan kini saatnya aku dibuat tujuh keliling, dan seketika mulutku menjawab, “Not really.”
Ia mengubah posisi badannya, yang awalnya bertatapan lurus kedepan, kini berhadapan denganku, benar-benar berhadapan.
“And how about if I called you…sweetheart?”
Ia berjalan tersenyum menjauhiku dan meninggalkanku yang sedang mematung. Darahku mengalir deras, sepertinya aku telah menanyakan pertanyaan yang salah besar. Aku berusaha untuk menenangkan diri dan tak pernah menanyakan hal itu lagi padanya. Aku berjalan kekelas masih dengan keadaan yang tak menormal.

***

Aku menutup dengan keras novel yang sedang kubaca. Ini sudah jam 2 lewat, dan Pak Supir belum juga menjemputku. Ini benar-benar kebiasaannya. Aku merasa jenuh dan tak tau harus melakukan apa. Aku yakin semua anak pasti sudah sampai dirumahnya masing-masing.

Aku menuruni tangga dengan cepat dan berjalan dengan langkah yang cepat pula menuju gerbang. Seketika langkahku terhenti ketika mendengar dentuman suara piano dan alunan nada suara yang indah membuatku terhenyak. Aku berhenti tepat didepan ruang musik dan mengintip, itu Greyson. Dia masih ada disini.

Ia tampak spektakuler. Ia dengan guru musikku, Mr.Bruise yang tak bosan bosannya menemani dan memberikan komentar untuk Greyson, berdiri disampingnya. Aku mengintip dipintu selama beberapa menit. Mataku terpukau akan talentanya. Hingga akhirnya aku merasa terkejut karena seseorang menepuk bahuku.
"Apa yang kau lakukan disitu?" Aku menoleh, Mrs.Georgia dengan anehnya berdiri dibelakangku. "Kau punya urusan dengan Mr.Bruise?"
Aku menggeleng, "Tidak, Mrs."
"Ada apa ini?" Aku melihat Mr.Bruise berdiri didepan pintu menghadapku. Tamatlah riwayatku. Aku akan ketahuan mengintip. Oh, maksudku mengintip Greyson menunjukkan talentanya, bukan memperhatikan Mr.Bruise.

"Tidak ada apa-apa, Mr." Jawabku buru-buru. "Dia mengintip didepan pintu," Sahut Mrs.Georgia tepat dibelakangku. Dia adalah salah satu guru yang sering kukesali.
"What's going on?" Terdengar suara dari belakang Mr.Bruise dan ia menghampirinya. Aku tak tau harus berbicara apa. Mr.Bruise menjelaskan apa yang terjadi, "Maybe she want to join." Sahut Greyson sambil menarik tangan kananku. Aku merasa lega karena bisa menjauh dari penjaga perpustakaan tersebut.

Mr.Bruise berbincang sejenak dengan Mrs.Georgia lalu menutup pintu kembali. Mr.Bruise mendekat kearahku dan berbicara pada Greyson, "So, Greyson. Do you know that Ann is great at playing the guitar?" Pekiknya sambil merangkulku. Aku tersentak kaget. "Oh yeah I know. I ever saw her played the guitar, it was great," Jawabnya. Aku menatapnya lekat-lekat, dan begitu juga dengan dirinya. Mr.Bruise menggoncang-goncangkan tubuhku dan membuatku mengalihkan pandangan, "Kau belum pulang?"
Aku menggeleng, "Supirku memang terkadang bisa diandalkan, tapi terkadang, ia payah." Ucapku dengan nada kesal. Mr.Bruise tertawa kecil. "Ann will watching you in here while you playing again. You ready?" Greyson menatapku sejenak dan mengangguk. Aku melihatnya dengan seksama, aku mendengar setiap suara indahnya yang mengisi seluruh ruangan. Ditambah dengan dentuman suara pianonya yang menambah keindahan suaranya. Aku terhenyak.

Tak lama ia berhenti menyanyi dan tepukan tanganku serta Mr.Bruise menghampirinya, "Thank you thank you." Ucapnya dengan senyuman lebar. Wajah Mr.Bruise tampak sangat sumringah, ia juga sempat bersorak.
"You looks very very amazing, Greyson!" Pekik Mr.Bruise yang membuat Greyson merasa tersanjung. Aku tersenyum.

"Ahh...I have to go now." Ucap Mr.Bruise sambil melihat jam tangannya. "So, Greyson thank you so much for today," Ia berjabat tangan dengan Greyson. Mr.Bruise menghampiriku dan menepuk pundakku, "Saya duluan, Ann." Ucapnya. Aku mengangguk.

Greyson berdiri dari kursi piano nya dan membereskan barang-barangnya yang berserakan, serta memasukannya kedalam tas. ku terdiam melamun, sampai akhirnya satu kalimat darinya memecahkan kelamunanku.
"Where's your driver?"
Aku mengangkat bahu, "He must have forgotten again," Jawabku. Ia terdiam lalu menarik tangan kananku, "C'mon." Aku terpekik sejenak, lalu ia membawaku sampai ke depan gerbang sekolah. Kami keluar dari sekolah dan Greyson masih menggandengku dan entah mau membawaku kemana.

"Where we going?"
Ia menjawab dengan dingin, "You will know."
Aku terdiam dan membiarkannya membawaku ketempat yang entah dimana berada.
Tak lama ia melepas tanganku. Aku mulai melihat ia membawaku ke suatu tempat. Taman bermain.

Ini memang terdengar kekanak-kanakan, tapi percaya atau tidak, aku masih menyukai taman bermain.

Mukaku berseri-seri. Aku melepaskan genggaman tanganku dengannya dan berjalan mendahuluinya menuju taman bermain. Aku melihat beberapa anak-anak dan remaja sebaya denganku sedang bermain di sekitar sini. Mataku tertuju pada satu ayunan kosong yang bergoyang terkena angin, aku terpekik pelan kearah ayunan tersebut dan Greyson datang untuk mendorongku.
Aku menoleh kebelakang sejenak untuk melihat wajahnya sambil melemparkan senyum, ia membalas senyumku sambil terus mendorongku perlahan. Tak lama yunan bergerak kencang, dan inilah saat-saat yang paling kusukai.

Aku merasa kedua telapak tangannya tak menyentuh pergelangan ayunan. Aku menoleh kebelakang. Ia menghilang. Oh, tidak lagi. Aku turun dari ayunan ini dan berjalan disekitar untuk mencarinya, "Greyson?" Pekikku pelan. Tapi tak terdengar sekecilpun suaranya. Aku mulai berjalan menjauh, dan aku mulai berfikir bahwa ia menjahiliku, "Oh come on, this is not funny." Ucapku dengan nada kencang. Aku berdiri didepan semak-semak dan melihat pemandangan didepanku. Sepi, hanya terdengar suara angin yang berhembus. Taman juga semakin sepi. Aku jadi merasa kesepian.

Aku berbalik badan dan aku merasakan keterkejutan yang amat sangat membara, "Ice cream?"
Ia berdiri didepanku sambil menggenggam dua es krim dan menatapku yang sedang berusaha mengontrol nafas. "Kau ini suka sekali mengangetkan orang ya?" Tanyaku padanya sambil merebut satu es krim dari tangannya. Wajahnya terlihat kebingungan, "Sorry but what did you said?"
Aku memandangnya dan baru menyadari bahwa ia belum sepenuhnya menguasai bahasa Indonesia. "Nothing, I didn't said anything."
"Oh come oon." Ia mengikutiku berjalan dari belakang, "You said something bad about me."
Aku menatapnya sinis, "I said no. I didn't said anything," Ia menghela nafas, "Alright." Ucapnya sambil menjilat es krim yang ia genggam. Kami duduk berduaan sambil menikmati es krim kami masing-masing. "Still want to play?" Tanyanya. Aku baru menyadari bahwa es krimnya telah habis. Aku menggeleng, "I think it's time to go home."
"But your driver hasn't arrived yet." Ucapnya sambil melongok ke gerbang sekolah, melihat apakah ada mobil atau tidak. Aku bersender di kursi yang kududuki, ia menatapku sejenak dan tiba-tiba menoleh kearah ponsel yang digenggamnya. Tak lama ia menarik tanganku, "Come on.""
"Where we going?" Tanyaku dengan nada lelah,
"Home of course."

***

Aku tak menyangka ini akan terjadi. Tapi ini memang terjadi. Supirku mendadak sakit dan tak bisa menjemputku. Jadi, satu-satuya cara yang bisa membawaku pulang adalah, dengan mobil Greyson ini.

Ia menyuruh supirnya untuk mengantarku terlebih dahulu. Namun aku sempat memperingatkannya karena dirumahku banyak sekali remaja perempuan yang sering main keluar rumah. Aku takut ia mengenali Greyson dan akan segera menyerbunya. Ia mengangguk setuju, dan mobil telah berjalan selama lima belas menit menuju rumahku.

Aku tak pernah lepas dari lagu jika sedang berada didalam mobil. Tapi ini tidak. Aku menghabiskan waktu dengan terus berbincang dan bertukar pikirannya dengannya tentang kehidupan kami. Keluarga kami. Teman-teman, dan yang lainnya. Termausk hobby dan lagu favorit kami.

Aku cukup merasa senang untuk hari ini. Mobil tepat berhenti didepan pagar rumahku, aku bergegas untuk turun. "Thank you for today." Ucapku sambil tersenyum, ia mengangguk dan membalas senyumku. "See you tomorrow," Ucapku, "See ya"

Aku turun dna menutup pintu mobil dan masuk ke dalam rumah. Rumah terlihat sepi. Dan memang terlalu terlihat sepi. Aku membuka sepatuku dan masuk ke dalam rumah. Aku segera masuk ke kamar dan membereskan barang-barangku untuk dibawa esok hari. Aku mulai membuka lemari, memilih milih pakaian, dan memasukkannya kedalam tas. Sampai akhirnya aku merasakan saku kemejaku bergetar, telpon. Pasti dari Katt.

Dan tebakanku benar.

Aku menekan tombol answer, "Halo Kattreina Natasha. Kau tau, aku merindukanmu walaupun tak bertemu satu hari saja." Ucapku terburu-buru. Terdengar suara tertawa kecil dari Katt, "Halo juga Anneke Diana, aku merindukanmu lebih dari aku merindukan Hazzle." Balasnya. Hazzle ada kucing peliharannya, yang sangat lucu namun terkadang sering membuat onar. "Wow aku lupa kau masih memeliharanya, bagaimana kabar Hazzle?"
"Dia ada dirumah nenekku, dan yah sepertinya ia lebih suka tinggal disana." Jawabnya, "Hey bagaimana harimu?"
Aku tersenyum pelan, "Hari ini tidak membosankan."
"Woow ada apa? Sesuatu yang menghiburmu?"
"Menemaniku, lebih tepatnya." Jawabku, "Ia membawaku ke taman bermain sepulang sekolah tadi. Setelah aku ketahuan mengintip ketika ia sedang berlatih bersama Mr.Bruise,"
Katt berdehem sejenak, "Sepertinya sangat menyangkan. Aku lebih baik tidak mengganggu..." Aku memotong ucapannya, "Sssst Katt! Walaupun begitu, tetap saja hari ini aku merasa kesepian." Pekikku, "Kau sudah membereskan barang-barang untuk besok?"
"Semuanya sudah siap," Jawabnya, "Tinggal berangkat. Kau?"
"Belum semua, baru pakaian. Aku tak ingat harus membawa aplagi. Obat-obatan sepertinya aku tidak perlu,"
"Bawa saja obat sakit kepala atau perut, siapa tau kau membutuhkannya." Usul Katt dan aku menyetujuinya. "Kalau begitu, aku akan membereskan semuanya. See you tomorrow!"
"Oke, see you!" Dan sampai situ lah percakapan kami terputus. Aku meletakkan ponselku dikasur dan berjalan menuju lemariku, memilih pakaian-pakaian yang akan kubawa dan memasukkannya kedalam tas.

***

Waktu memang berjalan sangat cepat. Aku bangun lebih pagi dari biasanya. Semua perlengkapan telah siap, dari pakaian, beberapa makanan ringan, obat-obatan, dan yang lainnya. Semua barang ini tak terlalu berat, karena memang aku tak begitu banyak membawa barang.

Hari ini tampak cerah, matahari mulai muncul menyinari bumi, dan sekolah sudah penuh dengan anak-anak dan beberapa bus yang siap mengantar kami ke lokasi camping. Aku datang dan menyapa beberapa anak yang kukenal. Beberapa anak dari mereka mengatakan aku tampak berbeda. Ya. Aku memang berbeda. Aku membiasakan diri menggerai rambutku atau mengikat satu kebelakang. Tapi sekarang, aku mengepangnya.

Memang aku jarang sekali melakukan perubahan di rambutku. Aku berjalan melihat lihat se detail mungkin, mencari keberadaan Katt yang entah berada dimana. Sampai akhirnya, Michelle, menyuruh kami berkumpul dilapangan untuk memberikan pengarahan sedikit.

Aku berbaris tepat dibelakang Cynthia. Lagi. Dan aku memperhatikan betul betul apa yang dikatakan Michelle. Tak lama seseorang menggenggam tangan kananku, "Hey, mencariku?" Aku menoleh. Katt tampak manis dengan potongan rambut barunya dan dimodifikasi dengan ikatan setengah. Aku tersenyum menyambutnya.

***

Kami berada di bus dan dalam perjalanan menuju lokasi. Aku menikmati pemandangan bersama Katt, kelas kami berada didalam satu bus yang sama. Sesekali kami memfoto pemadangan yang terlihat indah. Para guru-guru pasti sengaja memilih pemandangan yang indah untuk acara camping. Alam.

Akhirnya kami sampai di lokasi. Lokasinya tidak sangat buruk. Memang terlihat seperti hutan karena lokasi kami dikelilingi pohon. Namun tempat ini sudah dipastikan sangat aman dari binatang-binatang buas dan semacamnya. Aku menyukai tempat ini. Aman, nyaman, tenang, udara sejuk dan tidak terlalu panas. Disini sangat tenang dan sunyi, hanya terdengar suara burung-burung yang bernyanyi dan berjalan kesana kemari. Tempat ini hijau, sungguh sangat hijau.

Aku turun dari bus. Katt meninggalkanku karena dipanggil oleh wali kelasnya. Aku memandang sekelilingku, aku terpana. Rasanya seperti berada di alam lain, pikirku.
"Amazing, isn't it?"
Aku terpekik dan menoleh, aku melihatnya yang sedang menatap kedepan, memandang seluruh pemandangan disekitarnya. Mata coklatnya terlihat berbinar, ia pasti sama terpesonanya denganku.
"I'm gonna love this place." Ucapku pelan, tak lama, Mrs.Oliv memanggil namanya dari kejauhan, menyuruhnya untuk berkumpul. "I have to go." Ucapnya pelan seperti berbisik, sebelum ia berjalan menjauhiku, ia memasukkan sesuatu kedalam tanganku dan menyuruhku untuk menggenggamnya. Ini kertas. Ia tak berkata apa-apa sampai ia pergi meninggalkanku dan menghampiri Mrs.Oliv.

"Ann!" Sahut seseorang, Mr.Nick memanggilku, dan ialah wali kelasku, "Ayo berkumpul untuk membagi tempat." Aku mengangguk dan segera mengikutinya dari belakang. Seraua berjalan, aku membuka kertas yang ia berikan padaku tersebut, yang sudah terlihat sangat lecek. Untung saja tak ada yang robek.
Aku membukanya perlahan, dan aku membaca tulisan tangannya,

"You look cute with that hair braids, hun."

Aku mematung. Seakan baru saja membaca sesuatu yang mengejutkan. Aku berhenti berjalan mengikuti Mr.Nick yang menyadari bahwa aku berhenti. "Ann?" Aku menoleh, "Kau baik-baik saja?"
Aku mengangguk, "Aku baik." Jawabku dengan nada datar. Kuremas lagi kertas yang membuatku terpatung ini dan kumasukkan kedalam saku celanaku. Aku mengikuti Mr.Nick yang berjalan menuju suatu tempat.

Ternyata ia membawaku ke tempat camping kelasku. Tenda sudah dipasang, dan berbagai macam lainnya. Aku menoleh ke kanan dan kekiri, kanan adalah kelas Greyson, yang masih membereskan barang-barang. Kiriku adalah kelas Katt. Yang sepertinya sibuk dengan membuat makanan.

Aku menghampiri Cynthia dan mengajaknya untuk tidur bersama didalam tenda. Satu tenda berisi 3 atau maksimal 4 orang anak. Perempuan dan laki-laki dipisah. Cynthia sudah mengajak Wendy, dan dia menyuruhku untuk mencari satu teman lagi supaya adil. Aku menurut, dan memutuskan untuk mengajak Viska, teman dekatku selain Cynthia.

Kami berempat menempati salah satu tenda. Setelah menaruh barang-barang. Mr.Nick menyuruhku untuk mencari air bersama Viska untuk persediaan. Aku menurut dan membawa wadah untuk menampung air. Kami mengikuti beberapa anak yang sejalan untuk mencari air. Selama berjalan, aku tak kehabisan kata pada Viska untuk mengajaknya mengobrol. Dia sedikit pendiam, namun aku suka berbincang dengannya.
"Kau yakin ini jalan untuk mencari air?" Tanyanya, Viska mengangguk. "Kita coba saja mengikuti mereka, lihat. Mereka semua membawa wadah yang sama." Jawab Viska meyakinkan. Ternyata itu benar, kami sampai disebuah sungai yang sangat jernih dan bersih. Ada keran yang mengalir pula. Aku dan Viska memutuskan untuk mengambil air dari keran.

Aku mengantri dan Viska masih disampingku. Tak lama giliran kami untuk mengambil air, aku mengisi air secukup mungkin dan kami membawa wadah itu bersamaan. Senang bisa semakin akrab dengannya.

***

"Dear Diary...

Sudah lama sekali aku tidak bercerita disini, ya kan?

Well, hari hari panjang dan kenangan berjalan seiring waktu. Aku sedang melakukan acara camping. Kau tau, tempatnya sangat indah. Aku sampai terpesona. Aku tak bisa mengalihkan pandangan dari lingkungan yang sedang kupijak ini. Udara sejuk, tenang, damai, tentram, hijau. Semuanya sempurna.

Ya. Semuanya sempurna sampai ia memasukkan gumpalan kertas kedalam telapak tanganku dan menyuruhku menggenggamnya. Aku membukanya setelah ia pergi menjauh. Dan aku membacanya.

Kau mungkin tak akan percaya jika aku menceritakan ini.

Aku memang sengaja mengepang rambutku. Aku memang jarang sekali berganti mode dalam rambut. Dan aku memang sangat-sangat terkejut ketika ia mengatakan...

You look cute with that hair braids, hun.


Isn't that sound surprising?

Love,
Anneke♥"

Aku menutup diary ku dengan perlahan serta menutup bolpoinku dan langsung memasukkannya kedalam tas. Aku menopang daguku dengan tanganku sambil memandang teman-teman yang sedang berjalan kesana kemari. Kami telah membereskan barang-barang, membagi tempat, menyiapkan makanan, dan semacamnya. Untuk malam ini, banyak acara-acara penting dan kami harus berkumpul bersama kelas yang lainnya. Tapi untuk besok, kami dibebaskan untuk bermain. Dan tentu saja ada batas tempat yang harus kami patuhi.

Sore pun menjelang, setelah membersihkan diri dengan air yang amat sangat jernih dan dingin, aku membawa diriku kembali ke tenda. Cynthia, Viska dan Wendy masih mengantri. Mereka menyuruhku untuk kembali ke tenda terlebih dahulu untuk menghangatkan tubuh.

Aku mengenakan pakaian yang jauh lebih tebal dan panjang hari ini. Angin berhembus dingin menusuk tubuhku yang masih menggigil pula. Aku berjalan menjauh dari tenda sambil mengangin anginkan rambutku supaya cepat kering. Aku berjalan menoleh ke tenda Katt, Katt tidak terlihat disana. Pasti ia sedang mengantri untuk mandi.

Aku menoleh ke tenda Greyson. Ia terlihat baru datang dengan keadaan rambut yang masih terlihat basah. Ia tampak menggigil. Ia menghampiri teman-temannya dan bisa kudengar ada sedikit tawaan yang muncul dari mulutnya.

Aku mengalihkan pandangan dan berjalan menjauh. Aku berjalan ke suatu tempat yang belum melanggar batas kejauhan. Batas kejauhann ditandakan dengan pita bergaris merah yang mengelili pohon. Artinya batas kami berjalan hanya sampai disitu saja. Aku berjalan dengan hati-hati dan sesekali mataku berteiliti untuk mencari pita merah. Tak lama aku menemukan kursi dengan sekumpulan bunga bunga yang mengitari kursi tersebut. Belum ada pita merah, jadi aku memutuskan untuk duduk di kursi itu sejenak, sambil memandangi pemandangan yang kian hari makin terlihat semakin indah.

Aku memutuskan untuk kembali ke dalam tenda untuk mengambil kamera ku. Aku berjalan dengan sedikit cepat dan belum melihat tanda-tanda Cynthia, Viska dan Wendy. Aku merogoh tasku dan mengambil kameraku. Aku membawanya menuju tempat tadi. Dan betapa terkejutnya diriku ketika aku menemukannya dirinya sedang duduk sambil memotret pemandangan sekitar. Pemandanga disekitarnya.

Ia sedang sibuk memotret sampai akhirnya menyadari aku yang sedang berdiri menatapnya dari jarak yang tidak terlalu jauh. Ia menatapku dan melemparkan senyum, "What are you doing there?"
Aku membuyarkan lamunanku dan mencoba untuk menjawab, "Um..Nothing. I'm just...What are you doing here?" Tanyaku aneh. Ia menjawab dengan santai, "I just found this place and interesting to take some picture. You?"
"So do I." Jawabku. Aku berjalan menghampirinya dan meletakan kameraku disebelahnya. Aku tidak duduk, tapi aku melihat seekor kupu-kupu dengan sayap indahnya terbang melewatiku. Ia sedang berhenti disatu bunga. Aku menghampirinya dengan perlahan, menglurukan jariku, berusaha untuk menarik perhatiannya. Dan yap, kupu-kupu itu mempercayaiku.

Aku berjalan menghampiri Greyson, "Isn't that beautiful?" Tanyaku sumringah. Greyson mengangguk dan tersenyum, "Beautiful butterfly. Let me portrait it," Sahutnya. Aku mengangguk dan menjulurkan jariku pelan. Tepat didepan lensa kameranya. Ia terlihat handal. Dan setelah mendengar bunyi dari kamera yang ia gunakan, aku menurunkan pelan jariku. Greyson menjulurkan kameranya padaku, "Great." Pujiku. HAsil potretannya keren.
"Once again," Ucapnya. Aku menurut dan mengulurkan lagi jariku didepan lensanya. Namun tak lama ia melepas kameranya dan menurunkan jariku, "I mean, not only the butterfly. But with you." Katanya pelan. Aku baru mengerti. Aku meletakkan jari telunjuk dibawah daguku dan tersenyum. Ia memperlihatkan lagi hasil potretannya. Aku tersenyum melihatnya.

"You want to try?" Aku menjulurkan jari telunjukku padanya, tapi ia terlihat menghindar, "I'm afraid it's will fly." Ucapnya. Aku tak memaksanya, namun ia memberanikan diri untuk menyentuh sayap kupu-kupu yang sangat indah itu dengan penuh kelembutan. Setelah jarinya menjauh, aku memutuskan untuk membiarkannya terbang. "It's time to fly," Ucapku sambil bangkit untuk berdiri. Kuulurkan tanganku keatas dan kupu-kupu itu terbang dengan bebasnya menuju langit. Aku melihatnya terbang menjauh dari kami dan aku baru menyadari bahwa sebentar lagi matahari tenggelam.
"Sunset?" Tanyaku pelan sambil menghadap kearah langit. "Yes, almost." Jawabnya. Ia menyuruhku duduk disebelahnya dan aku menurut. Ternyata dia baru saja memotretku tadi. Ia memotretku ketika aku sedang mengulurkan tangan keatas membiarkan kupu-kupu itu terbang. Terlihat juga kupu-kupu dengan leluasanya terbang keatas dari tanganku. Aku terpukau.
"Thank you." Sahutku pelan. Kami bertatapan selama beberapa menit, sampai akhirnya aku terpekik melihat matahari dengan sinarnya mulai terbenam. "Oh, look!" Ucapku sambil menunjuk kearah sang surya. Greyson terpekik, "It's time to countdown!" Aku mengangguk dan kami mulai berhitung, "Ten...Nine.." Ucap kami bersamaan. Mata kami tertuju pada sang surya yang semakin terlihat tenggelam, "Eight, seven, six.." Kami bertatapan sejenak, "Five, four, three.." Kami bertatapan lagi, dan kali ini dengan senyuman, "Two......One!" Kami terpekik dan matahari pun tenggelam. Aku merasa senang dapat melihat matahari terbenam dalam jarak yang tidak terlalu jauh.

***

Kami memutuskan untuk kembali ke tenda masing-masing. Aku berjalan disamping Greyson dan sebentar lagi kami akan berpisah arah. Tepat pukul delapan malam nanti, kami diharuskan untuk berkumpul. Namun untuk sekarang, kami diberikan waktu untuk makan malam bersama kelas masing-masing.

"It's fun." Ucapku, ia tersenyum. "I'm glad you like it." Aku membalas senyumnya, "Of course I like it." Dan sekarang waktunya kami untuk berpisah, aku tersenyum menghadapnya, menatap mata coklatnya yang terlihat gelap. "See ya." Aku berjalan menjauh. Namun aku merasakan tanganku tertarik, ia berbisik, "See you at 8 pm, sweet. Braids your hair."

Aku terpatung. Namun aku memunculkan senyum dari bibirku. Aku tersenyum memandangnya yang juga tersenyum terhadapku. Ia melepaskan genggaman tangannya dan pergi meninggalkanku.

Aku berjalan menuju tenda dan menghampiri Cynthia, Viska dan Wendy yang sedang berbincang. Mereka menyapaku dengan riang, aku membalas sapaan mereka dan memutuskan untuk bergabung.
"Kau kemana saja?" Tanya Wendy sambil membereskan barangnya yang terlihat berserakan. "Melihat matahari terbenam." Jawabku. "Kau baru selesai atau sudah daritadi?"
"Baru saja selesai," Jawab Wendy. Aku mulai mengepang rambutku sedangkan yang lainnya mulai memperhatikan caraku mengepang. "Sebaiknya kita segera berkumpul, makan malam akan segera dimulai," Saran Cynthia. Kami semua setuju dan segera berkumpul diluar tenda untuk makan malam. Waktu menunjukkan pukul 15 menit, masih ada beberapa waktu untuk menyiapkan diri sebelum berkumpul bersama kelas yang lain.

Aku duduk disalah satu tempat dan diapit oleh Cynthia dan Viska. Tak lama wali kelas kami membagikan makanan yang telah disediakan. Kami berdoa bersama dan mulai makan. Acara ini tak berlangsung lama. Kami melihat jam, waktu menunjukkan pukul 8 kurang 10 menit. Kini saatnya untuk pergi ketempat berkumpul. Kami tak tau tempat itu terletak dimana, Mr.Nick dan guru guru yang lain merahasiakannya. Aku berdiri membantu yang lain membereskan tempat makanan dan membuangnya ke tempat sampah. Aku menoleh dan tepat saja ketika aku menoleh aku melihat Greyson sedang menoleh kearah yang sama. Ia tersenyum. Dan tentu saja aku membalas senyumnya.

Aku menggenggam satu lampion, dan begitu juga yang lain. Mr.Nick, Mr.Arnold dan Mrs.Oliv memimpin jalan sesuai dengan kelas masing-masing. Aku sempat melihat Katt yang terlihat sangat sumringah tersenyum padaku. Rasanya kangen juga tidak mengobrol bersamanya seharian ini.

Kami sampai ditempat yang dimaksud. Sudah ada tiga kelas yang lain. Aku melihat ada setumpuk kayu bakar yang siap untuk dibakar. Kami duduk dengan formasi bundar, mengelilingi sang api unggun yang hendak dinyalakan. Kali ini aku duduk disamping Viska. Aku melihat Mr.Nick menyalan api unggun, dan kini sekelilingku sudah terlihat terang. Mr.Nick menggenggam mikrofon dan mulai merancang kata-kata untuk membuka acara. Aku tidak terlalu mendengarkan ucapannya. Namun aku mengambil kesimpulan bahwa acara api unggun ini akan diisi dengan berbagai kegiatan menarik. Seperti main game mencari barang, bermain truth or dare, dan yang lainnya.

Kegiatan per kegiatan pun kami lakukan bersama. Canda tawa menghiasi waktu api unggun ini. Kini saatnya untuk kembali ke tenda masing-masing. Sebelum kembali ke tenda, kami berdoa bersama. Setelah itu barulah kami kembali ke tenda masing-masing sesuai dengan kelas.

Selama perjalanan menuju ke tenda, tak sedikit dari kami yang terus membicarakan acara api unggun. Termasuk aku. Menurutku acara itu seru, menyenangkan, dan menghibur. Aku mulai berfikir bahwa berada disini selama 3 hari 2 malam tak akan menjadi hal yang buruk.

***

Pikiranku membuyar. Mimpiku hilang begitu saja dan aku memasuki dunia nyata. Aku mencoba untuk membuka mataku sejenak. Mencoba menjernihkan pandangan dan pikiranku. Aku mulai membuka mata dengan sepenuhnya, aku melihat kesamping, Cynthia dengan Viska dan Wendy masih terbaring lelap. Tunggu, masih terbaring lelap?

Aku memutuskan untuk membuka sedikit jendela tenda dan melihat langit. Aku terkejut. Kulirik jam tangan yang tak kulepas selama tidur, waktu menunjukkan pukul 3 pagi dan aku sudah membuka mata selebar mungkin. Dan sangat tidak mungkin untukku untuk bisa terlelap lagi..

Aku tak tau harus melakukan apa. 'Pukul 3 pagi, gelap, sepi, dingin, dan belum ada matahari terbit.' Gumamku dalam hati. Namun aku coba untuk memberanikan diri keluar tenda, aku membawa lampionku dan berjalan pelan mengelilingi sekitar tenda. Aku menoleh kearah pohon-pohon yang terlihat sangat gelap dan mengerikan. Udara semakin dingin, bahkan sangat dingin. Aku telah mengenakan sweaterku dan sepertinya ini tidak cukup, aku kembali ke tenda untuk mengambil jaketku dan aku keluar lagi. Kugenggam lampion yang menjadi penerangan paling terang ini dan kubawa untuk menerangi kegelapan. Aku duduk tepat didepan garis batas kelasku dan kelas 9-A. Kulirik sejenak kelas 9-A yang terlihat sangat sunyi, begitu juga 9-C, kelas Katt. Aku memeluk kedua lututku sambil berusaha menghangatkan tubuh. Aku merasa ada gelitikan kecil yang menggelitik leherku, ada seseorang yang memainkan rambutku. Aku terkejut dan tentu saja aku panik. Reflek aku langsung menghadap ke belakang. Dan rasanya seperti tenang. Semua keterkejutanku seakan sirna begitu saja ketika aku melihat senyumnya yang tertuju padaku. "Calm down," Sahutnya sambil tertawa kecil, "It's me." Aku tersenyum kecil. "Why are you not going to sleep?" Tanyanya, "Awakened?" Aku mengangguk, "Yes. And you?" Ucapku berbalik tanya, "I'm a night owl," Jawabnya santai sambil berdiri dan mengulurkan tangannya padaku untuk membantuku berdiri. Aku menyambut tangannya dengan baik. Kami berjalan keluar dari perbatasan, dan ia mengajakku untuk berjalan keliling sejenak, karena aku phobia pada kegelapan, maka ia memutuskan untuk berjalan tak jauh dari tenda.

Aku merasa senang karena tak hanya aku yang membukakan mata pada jam 3 pagi ini. Kami mendapatkan tempat yang nyaman (Tak jauh dari tenda tentunya) untuk berbincang selagi menunggu sang surya surya terbit. Aku sesekali memandang wajahnya yang terlihat dingin, dan mendengarkan ucapan ucapan kata-katanya yang sama. Entah mengapa aku sudah sangat terbiasa dengan sifatnya yang sedemikian rupa, padahal aku tak biasa seperti ini. Maksudku, laki-laki yang bersifat dingin dan cuek, siapa yang gampang terbiasa dengan itu?

Aku terus mendengarkan mulutnya yang saat ini sedang berceloteh dan bercerita tentang teman-temannya di tempat ia tinggal. Oklahoma. Ia menceritakan keasyikannya tinggal di Oklahoma, teman-teman yang sangat ia rindukan, dan semacamnya. Hingga akhirnya aku baru menyadari bahwa pikiranku buyar. Telingaku tak mendengar apa-apa, dan aku sadar bahwa aku telah memasuki dunia mimpiku.

***

Mataku terbuka sedikit demi sedikit. Menyadari bahwa aku terlelap dalam posisi duduk adalah hal yang baru untukku. Aku melihat matahari tampak cerah namun belum cerah sepenuhnya. Aku merasa ada sesuatu yang membuatku nyaman. Aku mencoba untuk membuka mata lebih lebar, dan mencoba untuk mencernihkan pikiranku. Dan akhirnya aku baru menyadari bahwa aku tertidur tepat pada pundak kiri Greyson.

Kepalanya bersandar pada kepalaku. Aku bisa merasakan itu. Aku belum berani untuk melepas sandarannya, ia terdengar sangat pulas, aku melirik jam, jam enam lebih lima belas menit. Pukul tujuh, kami diharuskan untuk mandi dan bersiap siap untuk kegiatan berikutnya. Aku belum mau beranjak. Aku merasa berada dalam kenyamanan yang menyelimutiku. Aku tak tau apa maksud dari semua rasaku ini, tapi yang pasti, caranya ia tidur sungguh menggemaskan.

Aku memutuskan untuk bergerak. Aku mengangkat kepalaku perlahan, dan aku menopang kepala Greyson tepat di pundak kananku. Tidak ada salahnya untuk bergantian, bukan? Sesekali aku bersandar pada kepalanya. Aku memandang sang surya sang semakin tinggi dan semakin cerah. Udara pagi yang segar kuhirup sebanyak-banyaknya dan warna hijaunya tumbuh-tumbuhan serta pepohonan mulai terlihat. Aku menyukai pemandangan ini. Aku melirik jam lagi, jam setengah tujuh. Aku belum berani membangunkannya, ia terlihat sangat lelah, dan aku tau ia sangat mengantuk.

Tak lama ia bergerak dan aku memutuskan untuk diam. Ia bergerak dan menguap, sesekali ia mengusap-usap matanya yang sedang mencoba untuk melihat sekeliling. Ia terbangun, dan menoleh padaku. Aku melemparkan senyum pertama, "Good morning," Sapaku, ia membalas senyumku dengan suaranya yang masih terdengar lesu, "Morning too."

Ia bangun tepat pada pukul tujuh kurang 10 menit dan aku memutuskan untuk kembali ke tenda. Begitu juga ia. Mr.Nick menyuruh kami untuk membersihkan tubuh dan segera melakukan aktivitas selanjutnya. Kami akan melakukan berbagai macam aktivitas panjang untuk hari ini. Aku membawa perlengkapanku dan bersiap-siap untuk mengantri. Dan tanpa kusadari, Katt menggenggam tangan kiriku. "Anneke Diana! Selamat pagiiii." Sapanya riang, seperti biasa. Aku tersenyum bahagia menatapnya, "Pagiii. Kau terlihat ceria hari ini," Ucapku. Kami memutuskan untuk mengantri bersama. Aku merasa sangat amat senang bisa berbincang dengannya lagi. Setelah kami selesai membersihkan diri, Katt memutuskan untuk 'mampir' ke tendaku sejenak. Untuk melihat kondisi tenda kelasku juga tentunya.

"Tenda kelas mu rapi ya," Sahutnya, aku tersenyum, "Begitulah. Ya kami berusaha untuk menjaga kebersihan di tempat ini." Jawabku, "Kelasmu sepertinya juga bersih," Katt mengangguk, "Kelas 9-A sangat kompak. Kau tau?" Ucapnya tiba-tiba, "Kelas 9-A lhoo." Godanya sambil menyenggol bahuku. Aku tau apa maksud dari ucapannya. "Katt, ayolah, kami hanya berteman."
"Aku rasa ia mempunyai rasa lebih dari teman."
Aku menatap Katt lekat-lekat, Katt menatapku serius, "Maksudku, kalian." Aku menatapnya semakin lekat, "Kami hanya berteman itu saja." Ucapku mencoba untuk jujur.
"Kau mendapat sesuatu darinya?" Tanyanya sambil merogoh diary dari tasku, "Misalnya ucapan manis?"
Aku mengangguk, "Ya. Dia....Dia sangat manis," Jawabku jujur. Katt mulai menampilkan senyum dari wajahnya. "Ceritakan padaku tentang apa yang kau dapatkan dari kemarin,"
Aku mencoba untuk jujur pada Katt karena hanya ialah satu-satunya sahabat yang dapat kupercayai. Katt terdengar terkejut dan sesekali tersenyum menggoda padaku. Aku menceritakan keseluruhannya. Hal-hal yang membuatku tersenyum, membuatku terpatung, membuatku merasa......nyaman.
Katt menjadi pendengar yang baik meskipun sesekali ia sering menggodaku dengan berdehem, atau tersenyum mencurigakan. Ia memang senang menggodaku untuk dalam hal bercanda. Aku tau itu.
Selesai bercerita, aku menunggu pendapat Katt. Aku melihat dari mimik wajahnya yang terlihat ia tau apa maksud dari semua ceritaku. "Dari semua ceritamu, aku mengambil kesimpulan." Ucap Katt berhenti. Ia menyila kakinya dan menatapku serius. "Apa?" Tanyaku.
Ia tersenyum kecil padaku, matanya berbinar menatapku dalam, "Dia menyukaimu."

Aku menatap Katt dengan ketidak percayaan yang menyelimuti tubuhku. Aku tak menyangka ia akan berkata seperti itu. Maksudku, aku pun tak berfikiran sampai sana, kenapa ia bisa menjawab seperti itu? Kenapa Katt bisa berpendapat begitu?
“Kenapa kau bisa berpendapat seperti itu?” Tanyaku. Katt menyila kakinya, “Yah, dari semua cerita yang kudengar, aku menyimpulkan seperti itu.” Jawabnya. Katt menatapku, dan aku berbalik menatapnya. “Kau menyukainya juga?”
“Aku…Aku tak tau.” Jawabku bingung, “Aku belum bisa mengutarakan semuanya.”
“Aku mengerti.” Jawab Katt, “Pesanku, jangan sampai kau masuk ke lubang yang sama seperti dulu,” Sarannya, aku mengangguk. “Try to follow what your heart says,”

***

Aktivitas hari ini, kami akan menjelajahi hutan untuk beberapa jam. Untuk melihat pemandangan lain dan beradaptasi dengan lingkungan luar. Aku berdiri disamping Wendy sambil berbincang. Entah sampai kapan kami akan berhenti berjalan dan kembali ke tenda. Tapi yang jelas, aktivitas ini tidak membuatku bosan.

Aku melihat keatas, pohon yang tinggi, hijau, dan ada yang berbuah. Ada pula burung yang membuat sarang sebagai tempat tinggal mereka. Sesekali burung itu terbang ke pohon satu dan pohon yang lain, mereka bernyanyi sekali dua kali, membuatku semakin terkagum-kagum dengan pemandangan ini. Diujung sana, terlihat ada pohon yang terlihat sunyi dan daunnya jatuh berguguran. Namun tak lama datang satu kupu-kupu dan teman-temannya yang mengikuti dari belakang. Mereka berputar memutari pohon tersebut. Seakan berniat untuk menghiasi pohon yang terlihat sunyi itu. Aku tersenyum melihat kedua binatang bersayap tersebut yang saling menghiasi.

Aku menoleh kedepan, dan kulihat pandangan lurus kedepan yang mengarahkan kami kesuatu tempat. Ditempat aku berpijak, aku sering menginjak daun-daun kering dan ranting pohon yang berjatuhan. Sesekali Wendy berpekik padaku karena ia melihat sungaiu jernih yang mengalir dengan lancarnya. Dan melihat air terjun kecil yang mengalir deras serta jernih pula, ia juga sering berpekik padaku karena melihat sesuatu yang dimatanya mengagumkan. Tak sedikit dari kami yang memfoto ada berfoto bersama pemandangan ini.

Kurasa kami telah berjalan jauh dari tenda. Aku sama sekali tak melihat pita merah yang mengartikan kami tidak boleh berjalan melewati batas itu. Namun tak lama kami berhenti berjalan dan Mr. Nick berbalik badan, “Oke. Waktunya kembali. Kita sudah berjalan jauh sekali. Tak lama lagi matahari akan semakin tinggi. Lebih baik kita kembali ke tenda,” Sahutnya. Sebenarnya ada rasa tak rela dalam hatiku untuk kembali ke tenda. Ya karena semua ini. Semua pemandangan, burung-burung yang bernyanyi, kupu-kupu yang berterbangan, pohon-pohon yang hijau, suara aliran air jernih sungai yang bergemericik, udara segar yang dapat kuhirup walaupun siang hari pun, serta keadaan tempat yang tenang. Aku suka tempat yang enak dan indah untuk dilihat serta tenang seperti ini. Apalagi aku sudah jarang berpijak pada tempat seperti ini. Namun bagaimana lagi, Aku tak ungkin menyangkal Mr. Nick hanya karena kemauanku sendiri. Aku pun ikut berbalik badan dan berjalan kembali menuju tenda.

Sampai ditenda, Mr. Nick menyuruh kami untuk memasak makan siang karena memang sekarang sudah waktunya makan siang. Aku membantu untuk membuat makan siang. Sesekali aku menoleh ke kelas Katt, 9-C, dan sesekali aku menoleh ke kelas 9-A. Saat aku menoleh kekanan, aku tak menyangka bahwa mataku bisa bertemu dengan matanya secara kebetulan. Aku melemparkan senyum padanya, dan ia membalas senyumku. Dengan satu tambahan.

Ia mengedipkan mata kanannya.

Aku tak tau apa maksudnya namun aku tertawa melihat kedipannya. Secara, aku belum pernah melihat atau mendapatkan kedipan mata lucu darinya. Aku berbalas berkedip padanya dan tersenyum. Dan aku bisa membuatnya tertawa karena itu. Sampai akhirnya, Rick, temannya memanggilnya dari kejauhan. Ia pun menjauh dari pandangan mataku.

Aku pun berhenti menoleh dan kembali pada pandangan awalku. Sejenak, kalimat dari mulut Katt kembali muncul dalam benakku. Maksudku, aku tak pernah berpikiran sejauh itu. Dan aku tak tau harus berkata apa saat Katt mengucapkan kalimat itu. Dan aku pun tak mengerti apa yang kurasakan sebenarnya.

Senang? Bahagia? Bingung? Tidak percaya?

Cynthia menyenggol bahuku dengan sengaja untuk membuyarkan lamunanku. “Kenapa melamun?” Tanyanya. Aku hanya menjawab dengan senyuman. “Hey bisakah kau kerjakan sebentar? Aku mau ke tenda. Hanya untuk beberapa menit.” Ucapku. Cynthia mengangguk dan mengerjakan pekerjaanku sejenak. Aku berlari masuk kedalam tenda dan membuka buku harianku, Diaryku.
“Dear Diary..

Entah apa yang harus kukatakan, tapi semua ini membingungkan.

Semua ini benar-benar membuatku bingung. Maksudku, ya. Aku mengerti apa maksud dari Katt mengatakan itu. Dan aku benar-benar tka pernah berpikir sampai sejauh itu. Yang kupikirkan saat ini adalah, apakah benar apa yang dikatakan Katt?

Lalu bagaimana perasaanku?

Aku sendiri tidak tau.

Aku, aku belum bisa mendeskripsikan bagaimana perasaanku. Setelah semua yang terjadi, setelah semua yang kurasakan, setelah semua yang kualami, aku merasa nyaman berada didekatnya. Walaupun dulu kami bermusuhan. Dan aku menganggapnya sebagai musuh jahatku. Oke, itu terdengar kejam.

Yang jelas, aku belum tau harus mengatakan apa.

Katt bilang, aku harus mengikuti apa kata hatiku. Sedangkan aku merasakan kebingungan penuh. Jadi apa yang harus kuikuti? Kebingungan?

I am 100% confused.

Love,
Anneke ♥”

Aku menutup buku harianku dan memasukannya kedalam tas. Aku duduk sejenak sambil berusaha untuk melupakan sejenak akan apa yang baru saja dikatakan Katt. Lalu aku memutuskan untuk keluar dan kembali ke pekerjaanku.

***

Senja pun tiba. Sang surya sebentar lagi akan tenggelam dan bergantian dengan bulan dan bintang yang akan menerangi malam hari. Aku berjalan-jalan sambil mengulurkan tanganku pada bunga-bunga yang bermekaran. Aku sendirian. Berjalan dengan santai dan tenangnya. Apakah terdengar aneh?

Aku sengaja untuk menyendiri sore ini karena aku benar-benar ingin merasakan ketenangan tempat ini. Aku berjalan menjauhi tenda dan aku belum merasa jauh dari tenda. Jadi aku berjalan dengan santainya. Aku mengulurkan tanganku kebawah, merasakan bunga-bunga yang bermekaran ini menggelitik telapak tanganku. Sesekali aku menoleh kesana dan kemari, memperhatikan burung-burung yang menyambutku dengan nyanyiannya, dan kupu-kupu yang berpijak pada satu bunga dan bunga yang lain. Apa yang mereka lakukan? Tentu saja menghisap nektar.

Kini aku mengulurkan kedua tanganku kebawah, sambil berjalan dan menghirup udara penjang, dan menghembuskannya dengan panjang pula. Aku memetik satu atau dua bunga dan menggenggamnya untuk menjadi teman perjalananku sore ini. Aku melihat sang surya yang semakin lama turun dan menghilang. Aku melihat sunset untuk yang kedua kalinya.

Aku terus berjalan dan berjalan. Sampai akhirnya aku mengikuti sang kupu-kupu yang mencuri pandangan mataku. Sayapnya, warnanya, sangat memukau. Dan tentu saja, aku, penggemar berat kupu-kupu tertarik untuk mendekatinya. Memang tak gampang, kau harus mendekatinya dengan penuh kelembutan dan ketenangan, jangan tergesa-gesa. Agar ia mempercayaimu dan mau berpijak ditangan atau bahumu.

Aku mengikuti sekumpulan kupu-kupu yang makin lama makin berkumpul menjadi banyak. Aku terus berjalan mengikuti mereka. Berjalan terus dan menerus. Sampai akhirnya, aku melihat mereka berpijak di beberapa bunga. Aku tersenyum. Aku melirik jam, dan aku tau aku sudah lumayan lama menjauh dari tenda hingga aku tak melihat waktu.

Dan aku baru menyadari, seberapa jauh aku telah berjalan?

Aku berbalik badan dan mulai menyadari bahwa aku sudah benar-benar jauh dari tenda. Yang awalnya aku hanya berniat untuk berjalan tidak sampai sejauh ini, malah menjadi kebalikan. Aku tka tau arah mana yang kugunakan untuk kembali ke tenda. Rasa panic dan keringat mulai mendatangiku. Aku berjalan atau bahkan berlari mencari-cari jalan, tetapi jalan yang kulewati selalu salah. Langit mulai gelap. Dan tebak, aku masih terjebak.

Aku menggeser beberapa dedaunan yang menghalangi perjalananku dengan tegesa-gesa, daun daun kerng dan ranting terdengar sangat berisik ketika aku berlari. Aku mungkin telah menghabiskan waktu banyak untuk mencari jalan untuk kembali. Dan lebih parahnya lagi, aku tak menemukan jalan kembali sama sekali. Keringat dingin mengucur deras ditubuhku, aku tak tau harus berbuat apa. Aku tak mungkin berteriak, karena mereka pasti tak akan mendengarku. Langit mulai gelap dan pemandangan indah ini berubah pula menjadi gelap. Aku tak suka gelap, dan parahnya, aku tak membawa penerangan satu pun.

Udara dingin mulai menusuk tubuhku dan keringat dingin tak henti-hentinya mengucur pada tubuhku. Detak jantungku berdetak 3 kali lepat kencangnya. Aku terus berjalan kesana kesini dan memutar memori otakku untuk mengingat kembali pada jalan mana aku menuju kesini. Tapi percuma. Pada saat panik, otak sangat susah untuk diajak berfikir. Apalagi mengingat sesuatu yang kau alami. Dan inilah yang sedang kurasakan, aku hanya mengingat beberapa langkah dari sini menuju tengah jalan, dan sisanya? Tak ada yang kuingat.

Aku berusaha untuk tenang, walaupun aku tau aku tak akan bisa. Aku mengambil ranting dari tanah yang kupijak sebagai alat bantu, dan aku mulai berjalan. Aku dapat merasakan jantungku berdetak cepat, aku terus berusaha untuk tenang, tenang, dan tenang. Aku berjalan perlahan, dan perlahan menelusuri jalan. Dan percuma. Langkahku terhenti. Aku tak ingat. Jalanan ini terasa asing sekali di mataku. Walaupun aku tau aku melewati jalan ini tadi.

Aku duduk bersandar dipohon besar, ini belum larut malam, jadi belum terlalu gelap. Walaupun begitu, aku tetap tidak suka dengan kegelapan. Aku berusaha untuk mengingat terus dan terus, dan aku terus mendorong pikiranku untuk berfikir optimis. Bahwa tidak aka nada hal aneh yang terjadi padaku. Tidak akan ada…

Aku bersandar cukup lama, namun detak jantungku belum menormal. Aku memutuskan untuk kembali berjalan, karena aku merasakan sesuatu yang aneh berbisik ditelingaku. Aku mulai panik, bahkan sangat panic. Aku berdiri dan berlari menjauhi tempat aku bersandar, seketika keadaan terasa semakin aneh dan sangat sunyi. Hanya terdengar suara angin yang semakin dingin menusuk kulitku. Aku berlari dari kegelapan hutan dengan perasaan kepanikan setengah mati. Aku lari tanpa memperdulikan kemana tujuan aku berlari. Aku merasa semak-semak hutan terasa mencurigakan, dan difikiranku mulai bermunculan feeling bahwa ini adalah hutan. Dan pasti ada binatang. Binatang.

Hal itu pula yang membuatku semakin terus memperkencang langkah kakiku, aku terus berjalan menelusuri jalan entah kemana, aku berlari menunduk, aku tak mau menatap kebelakang ataupun kesamping, aku memfokuskan jalan. Nafasku mulai tersengal-sengal dan detak jantungku memompa dengan sangat kencang dan cepat. Aku terus berlari sampai aku menyadari bahwa aku menabrak sesuatu dengan sangat keras. Sesuatu itu menangkapku, menggenggam lengan tanganku dengan kencang, dan tentu saja, aku berteriak.

Aku memejamkan mataku seketika aku berteriak. Namun tangan kuat it uterus mencengkeram kedua lengan tanganku yang membuatku tak bisa bergerak. Aku membuka mataku perlahan dan meyakinkan pikiranku bahwa aku tak menabrak sesuatu yang besar atau menyeramkan, aku menabrak seseorang. Seseorang yang berusaha menenangkanku dan menyanyakan keadaanku tapi semuanya terdengar buyar didalam telinga dan benakku.

Aku menatap orang yang baru saja kutabrak, ia menopang badanku yang jatuh menabraknya dan aku belum bangkit, ia menatapku dengan penuh kekhawatiran. Tanpa berfikir panjang, aku masuk kedalam dekapannya dan aku yakin ia bisa merasakan desaran darah yang mengalir deras dalam tubuhku serta detakan jantung yang kencang.

Aku melihat sekelilingku. Kerumunan orang mengerumuniku, menanyakanku, memberiku ketenangan, dan lainnya. Begitu juga Katt, yang tak henti-hentinya bertingkah panik terhadapku. Aku bergantian memeluknya. Ia mengelus rambutku dengan lembut, “Ann, kau membuat kami semua khawatir. Kau kemana? Habis darimana?”
Aku tak menjawab, aku bahkan tak melepaskan pelukanku. Tubuhku masih gemetar dan keringat masih mengucur dalam diriku. Tak lama Katt melepaskan pelukannya, Greyson datang padaku dan menggenggam tangan kiriku, “Where have you been? Where do you going? How can you be so far?” Tanyanya. Aku berusaha untuk mengontrol nafas ku yang masih tersengal-sengal padahal aku sudah minum banyak air. “I…I..” Jawabku terbata-bata. Otakku masih belum bisa untuk merangkai kata-kata dan menjawab semua pertanyaan yang datang padaku. Aku tau aku terlalu panik dan terkejut. Seketika para guru datang menghampiriku, membantuku berjalan, membersihkan keringat yang mengucur deras pada tubuhku, dan menyuruhku mengganti pakaian. Aku menurut dan segera mengganti pakaianku yang basah ini. Dan mereka menyuruhku untuk tidur lebih awal dan tidak mengikuti aktivitas selanjutnya.

Jam menunjukkan pukul delapan malam. Aku telah membuat semua guru serta para murid mengalami kekhawatiran yang besar. Aku tau aku salah, dan aku tak akan mungkin bisa tidur dalam pikiran yang terngiang-ngiang tentang kesalahan yang kuperbuat. Aku berharap mereka belum memberi tau hal ini pada Mama.

Aku keluar dari tenda dan melihat sekerumunan guru sedang berdiskusi. Aku yakin mereka membicarakanku. Beberapa dari mereka memaksaku untuk istirahat, karena detak jantungku berdetak terlalu cepat dan tak menormal. Namun aku sudah merasa lebih baik, dan memohon pada mereka untuk ikut acara selanjutnya. Yaitu api unggun malam terakhir.
Ya. Ini adalah malam terakhir kami berada disini. Malam terakhir yang mengerikan, bagiku. Aku yakin jika aku tidak tersesat seperti itu, aku pasti sudah bersenang-senang bersama yang lainnya. Aku tak menyangka ini bakal terjadi. Akhirnya para guru mengizinkanku, dan mereka mengubah jam acara. Kami berjalan menuju tempat api unggun dan memulai acara. Aku duduk diantara Wendy dan Viska. Wendy terus merangkulku, mungkin ia masih berpikir bahwa pikiranku masih melayang kemana-mana. Mungkin karena aku terlalu panik. Tapi jujur saja, keadaan semua ini membuatku merasa jauh lebih baik.

Mr. Nick mengatakan bahwa hal yang tidak diinginkan pun terjadi. Hal yang seharusnya tidak terjadi malah terbalik dan itu menimpa diriku. Mr. Nick tidak menyalahkanku, ia hanya berkata dan memberi pesan pada kami semua. Termasuk aku. Dari semua ucapan moralnya, aku mendapat ide. Aku mengangkat tangan kananku, Mr. Nick menoleh padaku, “Ada apa, Ann?”
“Boleh aku berbicara?”
Mr. Nick menoleh pada guru lain. Mereka mengangguk. Aku berdiri dan menerima mikrofon yang digenggam Mr. Nick dan aku mulai berbicara.

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya pula. Aku berusaha untuk mengontrol diriku sebaik mungkin. Kudekatkan mikrofon yang kugenggam ke mulutku, dan aku mulai berbicara.
“Teman-teman,” Sapaku pelan. Kini aku tak tau apa yang harus kubicarakan. Tapi yang jelas, aku hanya ingin meminta maaf.
Aku mulai menjelaskan pada mereka bagaimana cerita hingga aku bisa tersesat hingga jauhnya. Aku tau aku dalam keadaan tak sadar waktu itu, aku terlalu terpana dengan kupu-kupu yang mencuri pandanganku. Aku menjelaskan semua kejadian yang kualami hingga aku tersesat dan tak ingat arah kembali. Mereka mulai mengerti dengan ceritaku. Dan aku berharap, tak ada satupun dari mereka yang mengira aku mengada-ngada.

“Once again, I’m really sorry guys.” Ucapku berkali-kali. Aku mengucapkan kata maaf pada teman-temanku, dan terutama pada guruku. Aku berharap pula mereka dapat memaafkanku karena aku telah membuatnya khawatir setengah mati. Aku merasa lega karena dapat mengatakan ini secara umum didepan mereka semua. Dan aku merasa pikiranku tak lagi terasa gelisah.

***

Aku tak dapat memejamkan mataku untuk malam ini. Entah mengapa, walaupun aku terlah terjebak ditengah hutan hingga malam tiba, aku masih sangat terkagum-kagum dengan alam ini. Terdengar aneh. Dan mungkin terdengar aku tak mempunyai rasa kapok. Tapi jujur saja, tempat ini menghipnotis diriku untuk bermalam lebih lama lagi disini.
Aku duduk tepat diatas ujung bukit kami mendirikan tenda. Aku menatap kelangit, melihat pemandangan langit pada malam hari. Bintang terlihat sangat banyak mala mini, dan bulan terlihat ikut mencerahkan malam bersama para bintang. Aku tersenyum dan memperhatikan terus bintang yang berkelap-kelip. Sesakali aku merasa angin dingin yang menusuk kulitku, namun aku mulai terbiasa dengan semua ini. Aku menidurkan tubuhku diatas rumput dengan tanganku sebagai topangan kepala. Kini langit terlihat jauh lebih luas. Aku semakin tak mau berpindah dari tempat ini. Angin malam menyerang ketika aku sedang serius menatap para bintang yang menerangi malamku. Aku terbangun dan menyadari bahwa jaket dan sweater ku sudah tidak ampuh lagi untuk menahan rasa dingin yang menyerka. Aku menggosok kedua tanganku untuk menghangatkan tanganku yang terasa sangat dingin. Dan aku mulai merasa tubuhku menghangat. Bahkan sangat hangat. Terasa seperti…seperti…

“Greyson?”

Senyumnya membuyarkanku. Tatapan mata coklatnya mengalihkanku. Rambutnya yang tertiup angin semakin membuatnya terlihat sangat…sangat..

“What are you doing in here?”
Aku berhenti menatapnya, “Oh, I can’t sleep.”
“So how are you feeling?” Tanyanya lagi sambil duduk sila disampingku, “Better?”
“Much better,” Jawabku, “Why are you not going to sleep?”
“I don’t know,” Jawabnya santai, “My eyes don’t want to close.”
Aku tertawa kecil mendengar jawabannya. “I wonder if I didn’t come back,” Ucapku, “Will you miss me?”
“I will be the first and the longest person who misses you.” Jawabnya. Aku tertawa.
“Earlier, I had been thinking that I will never come back. I got lost. Very lost.” Kataku, “And I don’t know how to come back.”
“But you come back, right?”
“Yeah.” Jawabku, “It’s all because I ran.”
“Good runner,” Pujinya, “So do you.” Aku memujinya balik. “Oh look at the sky!”
“Can you count how many they are?”
Aku tertawa, “You must be kidding me right?”
“No I’m serious.” Ucapnya dengan nada serius namun itu malah membuatku makin tertawa. “How about your senior high school?”
Ia menoleh, “What do you mean?”
“Will you come back to US?”
Ia menghela nafas, “I think so.” Dan aku merasakan ada rasa kecewa dalam diriku..
“Having a one year school in Indonesia? What do you feel?”
“It’s great. It’s wonderful. I'm so happy. I love Indonesia.” Jawabnya dengan muka bahagia, aku tersenyum mendengar jawabannya yang mengartikan bahwa ia suka tinggal disini. “And it’s amazing. Especially when I meet you.”

***

Kuhembuskan nafasku dengan lega, kugenggam dan kugendong ransel yang terasa sangat berat dipunggung dan bahu ku. Tenda sudah dirapikan. Kami sudah membersihkan sekeliling hutan, kami juga sudah membereskan semua perlengkapan kami. Bus sudah datang, dan inilah, saat kami untuk kembali.

Aku berdiri ditengah kedua pohon yang tinggi dan cerah. Udara segar masuk kedalam hidungku, dan aku menghirup nafas sebanyak-banyaknya. Aku ingin mengucapkan kata selamat tinggal sebelum aku pergi meninggalkan tempat ini. Kutatap seluruh pemandangan hutan yang amat kusukai ini, dan aku tersenyum. Melihat para burung terbang kesana kemari, dan kupu-kupu yang mengelilingi pohon dan sesekali berterbangan didepan wajahku. Senyum mengambang kembali diwajahku.

“Tempat yang amat sangat kusukai,” Pekikku pelan sambil menopang satu burung kecil yang berdiri dijari tanganku. “Kalian semua membuat hari-hariku terasa menyenangkan.” Ucapku, “Walaupun aku sempat tersesat.” Aku menerbangkan burung itu dan aku merasa rambutku menggelitik. Seseorang memainkan rambut kepanganku. Aku menoleh. Ia berdiri dibelakangku dan menatapku balik. Aku teringat dengan ucapannya tadi malam. Salah satu alasan bahwa aku mengantuk karena aku tidak bisa tidur semalaman. Karena kata-katanya terus terbayang-bayang dipikiranku. Aku tersenyum dan kami berdua memandangi pemandangan hutan selama sejenak. Keheningan terjadi diantara kami, hanya terdengar suara angin yang bertiup, suara gemercik air sungai, serta suara burung yang bernyanyi.

“It’s hard to let go.” Katanya sambil mengubah posisi menjadi disampingku. “I will never forget this place.”
“Me too,” Tambahku. “It feels like, I don’t want to go home.” Lanjutku, “I want to stay.”
“I feel the same as you.” Ucapnya, aku terpekik sejenak, dan menoleh kebelakang, para bus sudah berbaris dengan rapi dan saatnya kami untuk naik. “Well, it’s time to say goodbye.”
Aku dan Greyson saling tersenyum dan menatap hutan indah ini untuk terakhir kalinya. Dalam hati, aku berharap agar aku bisa kembali kesini.

Aku berjalan disamping Greyson menuju bus. Bus kami tentu saja berbeda, dan sebelum kami berpisah arah, ia masih terus berceloteh padaku. “Hey, before we parted, do you want to know the another amazing thing besides this place?”
Aku menaikkan alis dan mengangguk, “What’s it?”
“Before I answer, would you smile once to me?”
Aku tersenyum padanya dan ia membalas senyumku, “That’s it the amazing one.”

Ia meninggalkanku begitu saja setelah mengatakan hal tersebut. Aku terdiam sejenak, berusaha mencerna semua kalimat-kalimatnya, jadi, maksud dari hal menakjubkan lain selain ini adalah, senyumku?

He did it again.

Dan tanpa disadari, aku tau pipiku memerah.

***

Aku duduk menyender dikursi bus yang kududuki. Aku duduk tepat disamping jendela dan Cynthia, yang akan menghabiskan waktu perjalanan pulang bersama ku. Sebelum bus berjalan, Mr. Nick datang dan mengabsen kami semua, setelah bus yang paling petama berjalan, setelah itu giliran kami menyusul.

Aku menoleh ke jendela dan kutatap hutan yang menakjubkan ini untukterakhir kalinya. Senyum mengambang diwajahku karena aku baru saja mengalami pengalaman yang sangat menyenangkan. Aku terus menatap jendela sampai pandangan terasa jauh, saat itu pula Cynthia menepuk pundakku.
"Sangat tidak rela untuk pergi ya?" Tanyanya membuka pembicaran. Aku tersenyum sebelum menjawab. "Begitulah." Jawabku, "Tempat ini terlalu menakjubkan sehingga sulit untukku menjauh dari sini."
"Aku juga merasakan hal yang sama denganmu," Tambahnya. "Banyak kenangan yang kita lalui bersama disini." Cynthia menyenderkan tubuhnya. Aku mengalihkan pandangan dan menatap jendela. Kami sedang dalam perjalanan. Aku teringat sesuatu. Kubuka ranselku, kucari barang berharga milikku, dan kubuka.

Diary.

Aku membuka tutup bolpoin dan mulai menulis,

"Dear Diary...

Kini saatnya aku untuk kembali. Rasanya, aku sangat tidak ingin pulang dan bermalam dihutan lagi. Tempat itu akan menjadi kenangan yang amat indah untukku. Semua hal yang kulewati, yang kualami, bahkan waktu aku tersesat, termasuk hal baru untukku. Walaupun aku tau, itu hal yang amat mengerikan.

Aku tak menyangka bahwa tak hanya diriku yang merasa ingin berlama-lama ditempat menakjubkan itu lagi. Cynthia merasakan hal yang sama, Katt, dan Greyson.

Greyson.

Ia sering menemaniku akhir-akhir ini. Melihat bintang, berjalan-jalan memandang kupu-kupu,melihat matahari terbit atau tenggelam. Mengucapkan kata selamat tinggal bersama. Ia selalu ada disampingku, walaupun aku tau ia sering muncul tiba-tiba. Tapi, itu tak menjadi masalah bagiku. Justru aku malah merasa.....Nyaman.

Aku baru menyadari bahwa hari ini pipiku cukup bersemu karenanya. Sifatnya yang dingin ternyata tidaklah sedingin yang selama ini kukira. Ia sangat...."

Tanganku berhenti menulis. Sejenak aku merasa tergerak untuk menoleh ke jendela. Kulihat tatapan matanya yang menatap ku. Kutatap lagi matanya yang telihat terkena sinar matahari yang menerangkan warna matanya sehingga warna cokelat terlihat pekat mewarnai bola matanya. Aku terpukau. Ia tak berpaling padaku yang masih terus memandang matanya yang terkena sinar matahari. Tak lama, ia melemparkan senyum padaku. Aku membalas senyumnya dan melambaikan tanganku.

Busku berjalan lebih cepat mendahului busnya yang sejak tadi bersampingan. Aku menghela nafas dan meneruskan tanganku untuk menulis,

"Manis."

Kututup buku harianku dan ku masukan kembali kedalam ransel. Aku menghempaskan tubuhku seraya menikmati perjalanan kembali.

***

Aku terbangun. Aku mengucek kedua mataku dan berusaha untuk melihat sekeliling. Bus tidak bergerak. Mesin dimatikan. Beberapa murid turun dari bus dan begitu juga Cynthia. Aku mulai berfikir pasti kita sedang berhenti disalah satu rest area. Aku melirik jam tanganku, pukul delapan malam. Dan kami belum sampai dirumah.

Macet. Itulah yang menyebabkan aku dan yang lainnya belum sampai atau kembali ke rumah masing-masing. Aku turun dan mencari yang lainnya. Semua bus berhenti dan tak sedikit dari kami yang turun pula. Aku melihat Katt yang sedang berjalan memainkan ponselnya, dengan riang, aku menghampirinya.
“Katt!”
Ia menoleh padaku dan tersenyum. Aku menghampirinya dan langsung memeluknya. Rasanya seperti berhari-hari kami tidak bertemu. Ia membalas pelukanku dan tersenyum.
“Kenapa kau baru turun?”
“Aku…Ketiduran.” Jawabku, Katt tersenyum tidak heran. “Memangnya sudah berapa lama kita turun?”
“Lumayan lama. Sekitar, 20 menit.” Jawab Katt sambil melirik jam tangannya, “Kau mau ke kamar kecil?”
Aku menggeleng, “Aku hanya ingin menghirup nafas udara luar karena berjam-jam dibus.” Sahutku, “Kira-kira berapa jam lagi kita sampai?”
Katt menaikkan pundaknya, “Entah. Aku belum menanyakan itu pada Michelle,” Tukas Katt, “Kita terjebak macet yang sangat lama.”
Aku mengerti. Waktu yang kuhabiskan untuk tidur ternyata dihabiskan oleh kemacetan perjalanan. “Sepuluh menit lagi kita kembali ke bus,” Ucap Katt, “Kau mau membeli sesuatu?”
Aku menggeleng dan kami berjalan bersama menuju bus. Tak lama, kami berjalan dengan arah yang berbeda.

Aku berjalan menuju kursiku dan mendapati Cynthia sedang menggenggam kameranya, “Hey.”
“Ann!” Sapanya riang, “Kemana saja kau?”
“Aku tadi turun untuk buang air kecil,” Jawabnya, “Kau sendiri?”
“Hanya mencari udara segar.” Jawabku sambil melihat foto-foto yang sedang dilihat Cynthia, “Siapa itu?”
“Oh! Itu Riko dari kelas 9A, ia memintaku untuk memfotonya.” Jawabnya, “Lihat apa yang ku potret untukumu,”
Aku melihat hasil potretan Cynthia yang menunjukkan diriku sedang menunduk, tampaknya aku sedang tertawa. Mataku terpaku ketika melihat orang disampingku yang ikut terpotret pula. Ia sedang menghadap padaku sambil tersenyum. Greyson. Aku ingat saat itu, ia menceritakan sesuatu yang pernah ia alami dan ia menceritakan itu padaku. Dan tentu saja, hal itu sangat lucu sehingga aku tertawa.
“Keren.” Ucapku, “Terima kasih,” Sambungku sambil tersenyum. “Kapan foto ini kau ambil?”
“Saat kau tak menyadari, tentunya.” Jawab Cynthia. “Aku suka ekspresi kalian berdua difoto itu. Kau boleh mengambilnya jika kau mau.” Kata Cynthia lagi. Aku mengangguk.

***

Aku bersandar dikursi yang kududuki sambil menatap jalan raya di jendela. Aku mendengarkan kumpulan lagu untuk menghilangkan rasa bosanku. Waktu menunjukkan pukul 9 malam, dan kami belum juga sampai.

Bus berhenti lagi karena terhalang oleh kemacetan. Aku menoleh kesamping, Bus 1 tepat berada disampingku. Bus 1?

Aku bisa melihat wajah Greyson yang terlihat bosan bukan main. Aku tau ia pasti sangat tidak menyukai kemacetan. Dan Nampak dari wajahnya, ia terlihat sangat lelah.
Mata kami bertemu, dan kami saling melemparkan senyum. Tak lama ia menunduk, aku terus menatapnya. Dan ia menunjukkan sesuatu dari tangannya,
“Traffic :s”
Ia mencoba berbincang denganku dengan kertas. Aku mengambil buku dari ranselku dan menyobek beberapa kertas, dan menuliskan balasanku
“Bored. Isn’t it?”
Ia menulis lagi,
“Totally bored.”
Aku tersenyum melihat jawabannya,
“I’m sure that we will arrive in a moment.”
Aku memperlihatkan jawabanku, dan ia kembali menulis,
“Smile.”
Aku menaikkan alis kananku, Greyson memandangku terus tanpa memperdulikan pandanganku yang kebingungan.
“Mean?”
Ia kembali menulis,
“Smile first and I will explain it to you.”
Aku membaca jawabannya dan tersenyum heran, ia membalas senyumku sambil memperlihatkan deretan giginya yang terlihat rapi, “Thanks, that’s mean a lot.”
Aku mengerutkan dahi, “What’s wrong about my smile?”
“Nothing.” Jawabnya santai. Aku menulis lagi,
“Then?”
Ia tersenyum dan menatapku cukup lama, dan ia menulis kembali. Tak lama aku merasa bus bergerak dan kami berjalan. Aku meninggalkan bus Greyson terlebih dahulu. Dan aku meninggalkan ia sebelum percakapan kami selesai.

***

Kuhempaskan tubuh yang terasa berat ini di ranjang kesayanganku. Tubuhku terasa sangat pegal dan kurasa ini saat yang tepat untuk kembali terlelap. Aku sampai dirumah pukul setengah sebelas malam, dan tentu saja semua ini terasa sangat melelahkan. Kutarik selimut hingga menutupi tubuhku, aku mulai memejamkan mataku hingga aku meninggalkan dunia nyata dan masuk ke dalam dunia mimpi.

***

Aku merasa sinar matahari menyilaukan wajahku. Kubuka mataku perlahan, kutatap sekeliling kamarku. Aku mencoba untuk menjernihkan mata dan pikiranku sejenak setelah pergi tidur dengan waktu yang lama. Aku beranjak dari ranjangku menuju kamar mandi dan segera membasuh serta membersihkan tubuhku. Tak lama aku keluar, membereskan ranjangku, dan mengambil ponselku.

‘1 new message’ tertera dilayar ponselku. Aku menekan tombol ‘open’ dan menunggu pesan masuk untuk terbuka,

‘Nothing to do? Meet me at the park near the school, 10 AM. I’m waiting.’

Aku memandang layar ponselku dengan tatapan tercengang. Taman, dekat sekolah, pukul 10 nanti?
***
Aku menendang setiap kerikil yang menghalangi kakiku untuk melangkah berjalan. Aku memandang sekitar pemandangan yang kutelusuri. Sesekali aku merasakan sinar matahari yang menyinari kulitku selama perjalanan ini. Hari ini memang cuaca cerah dan bagus untuk menghabiskan waktu diluar rumah.

Aku sudah dekat dengan taman tempatku bertuju. Aku melihat sekilas wajahnya yang sedang sibuk memainkan ponselnya dikursi panjang. Aku tersenyum dan menghampirinya.
"I'm sorry I'm late." Sahutku sambil berdiri dibelakangnya. Ia menoleh ke belakang dan menatapku, "No problem. To be honest, we're not going to spend more time in here. I have the other place to go," Jawabnya sambil berdiri. Aku mengerutkan dahiku, "Where we going?" Ia tersenyum padaku, "Just follow me."

Aku menyetujuinya dan mengikutinya dari belakang, dan merubah posisi menjadi disampingnya. Aku mulai mengerti arah kemana kami akan berhenti.

Sekolah.

Sekolah? Terdengar aneh bukan? Untuk apa ia mengajakku ke sekolah? Belajar? Mengerjakan tugas bersama?

Kami sampai disekolah dan ia membawaku ke suatu tempat. Suatu tempat favorite nya, dan favorite ku.

Ruang musik.

Aku mulai mengerti maksud dari tujuannya membawaku ke sekolah. Aku tersenyum dan melihatnya berjalan ke arah alat musik kesayangannya. Piano.
"Come on," Ia menyuruhku duduk disampingnya. Aku tersenyum dan duduk disampingnya. Tak lama jari-jari ajaibnya mulai menekan tuts tuts piano dan membuat rangkaian nada yang indah bagi siapapun yang mendengarnya. Jari-jarinya terlihat handal dan lincah. Aku menyukai caranya menguasai semua yang ia pegang. Tak lama, mulutnya mulai mengeluarkan nyanyian yang tak kalah indahnya.

Ia berhenti bernyanyi dan aku baru menyadari bahwa ia telah selesai menunjukkan bakatnya padaku. Aku tersenyum dan melemparkan senyumku padanya, dibarengi dengan tepukan tangan. Ia tersenyum kembali, "Thanks." Aku mengangguk dengan pelan.
"Oh, you need this." Ucapnya tiba-tiba sambil memberiku sebuah gitar berwarna putih dengan hiasan gambar sayap kupu-kupu yang menghiasi gitar. Aku terpukau.
"Where...Where did you got this?" Tanyaku sambil menggenggam gitar yang ia berikan.
"Surprise," Sahutnya tiba-tiba padaku. "You like it?"
Aku mengangguk mantap, "Not only like. I love it." Ia tersenyum, "I'm glad you love it," Ucapnya, "Well, it's your turn now." Sambungnya. Apa? Giliranku? Untuk apa? Bernyanyi & memainkan gitar? Didepannya?
Tunggu. Ini gila.

Aku terkejut dan mencoba untuk mencari alasan yang bagus untuk menolak, "What? I mean, what's the meaning of 'your turn'?" Kataku pura-pura tidak tau. Greyson mendekatkan wajahnya padaku, dan menatapku lekat-lekat, "This guitar will not playing by itself, right?"
Aku mulai mengerti bahkan sangat mengerti. Aku menarik nafas panjang, dan mulai memetik senar gitar yang kugenggam. Nada yang dihasilkan sangat lembut, pikiranku sesekali melayang memikirkan darimana ia mendapatkan gitar ini.

Dan tentu saja aku memikirkan kenapa ia memberikan ini padaku.

"I can play one of your songs," Kataku padanya, "You wanna hear?"
"Of course." Jawabnya riang. Aku meletakkan jari-jariku pada senar gitar, dan aku mulai membuat nada seirama dengan salah satu lagunya yang menjadi favoritku.

Home is in your eyes.

Aku mencoba untuk tidak menatap wajahnya sewaktu aku bernyanyi dan memainkan gitar ini dengan penuh keberanian, tapi jika aku menatap wajahnya, pikiranku bisa buyar begitu saja. Matanya, senyumnya, wajahnya, yang membuatku sulit untuk berkata-kata.

"Cause home is in your eyes.." Kalimat akhir lagu kuucapkan. Dan aku mulai memberanikan diri untuk mengangkat wajahku dan menatapnya. Matanya tertuju padaku dan itu membuatku terkejut. Aku tersenyum, "What?" Tanyaku dengan nada tertawa kecil. Ia membalas senyumku, "That's so cool." Aku mengangguk, "I'm happy you like it,"
"Well of course I like it." Sahutnya, "More than like, I think."
Aku menatap mata coklatnya, yang semakin lama semakin lekat menatap mata hitamku yang tak bisa lepas pula dari bola mata indahnya. Entah mengapa berada didekatnya membuatku nyaman. Walaupun aku tau, ini aneh.
"Black eyes," Sahutnya, "Dark brown eyes." Balasku. Ia tersenyum. Dan aku membalas senyumnya. Aku mengalihkan pandangan ke gitar yang ia berikan, "Where did you get this?"
"It's from my uncle," Jawabnya, "I know you can play guitar well so I give it to you," Aku tersenyum kecil. "Thank you very much. I love this," Ucapku. Ia mengangguk, "Anytime." Balasnya sambil berdiri dari kursi piano. Aku merasa saku celanaku bergetar, pasti ponselku. 1 pesan masuk tertera dalam layar ponsel. Dan aku membukanya.

Dan betapa terkejutnya aku ketika membaca pesan itu.

Aku berlari kecil menghampiri Greyson yang sedang memainkan bass drum, dan ia membaca pesan yang baru saja kubaca.

"From: Mr. Nick

Hi Anneke, how are you today? I hope everything's ok. Well, I want to ask something. Are you free tomorrow? My sister's getting married, and she need a singer for her wedding. So, I guess you and Greyson would be like to come. Do a duet, I mean. What do you think?'

Aku dan Greyson saling bertukar pandang satu sama lain. Kami saling melemparkan tatapan kebingungan. "Wait, I didn't really catch it. He mean, he want us to do a duet?"
Aku mengangguk, "For his sister wedding." Ucapku sambil menduduki salah satu kursi. "What do you think?"
"About what?" Tanyanya sambil tersenyum cerah padaku, "Accept it or not?"
Ia berjalan kearahku dan menduduki kursi kosong tepat disampingku, "Duet with you?" Ia tersenyum, "Would be the most fun thing of my life. Accept it."

***

"Jadi?"
Aku dan Greyson saling bertatapan.
"Kami menyetujuinya."
Senyuman merekah dalam wajah Mr. Nick. Kami sedang berada di ruang musik bersamanya, ia memutuskan untuk ke sekolah menemui kami serta mengambil barangnya yang tertinggal. "Glad to know that you guys, accept it. Thank you," Ucap Mr. Nick sambil menjabat tangan ku, lalu Greyson. "Before you perform, I need you guys to practice first. You can use the music room tomorrow," Kata Mr. Nick. Aku dan Greyson mengangguk tanda mengerti. "And, come to my house tomorrow to see my sister's wedding venue and of course the stage." Ucapnya sambil berhenti sejenak, "Ann, you know where's my house, right?" Aku mengangguk, Mr. Nick tersenyum, "Greyson, you just need to follow where she's going tomorrow. So you will not get lost." Saran Mr. Nick. Aku bisa melihat wajahnya yang masih terlihat ceria. "I know. I will follow her tomorrow, everywhere she go."
Aku tercengang. Aku menoleh dan menatapnya, aku baru menyadari bahwa ia juga menatapku.
"Even if she going to the toilet?"
Tentu saja aku langsung tertawa mendengar pertanyaan Mr. Nick yang terdengar sangat konyol. Begitu juga Greyson. "If she don't mind," Sahutnya. "Hey!" Aku merengutkan dahi. Mr. Nick tertawa melihat ekspresi wajahku. "That's all I want to say. Don't forget to choose the right song you will sing. Good luck," Mr. Nick berjalan menuju pintu keluar, "See you guys tomorrow!"

Suasana menjadi hening sejenak setelah Mr. Nick keluar dari ruang musik. Namun tak lama ia berdiri dan mengajakku untuk berdiskusi. "So what do you want to sing?" Tanyanya sambil menggenggam sebuah bolpoin dan kertas, "I don't have any idea," Jawabku, "I never doing a duet before,"
"So this is will be your first duet?" Tanyanya, aku mengangguk. "Okay then. Let's search a duet song that easily to sing," Sarannya. Aku hanya bisa menurut. Kami menghabiskan waktu selama beberapa menit lamanya, untuk berdiskusi dan berbincang membicarakan lagu yang kami sarankan satu sama lain. Tapi kami belum menemukan satupun lagu yang cocok. Aku terus mengeluarkan ide lagu yang kuhafal dan kuketahui, dan kusukai tentunya.

Sampai kami menghabiskan waktu sebanyak 45 menit, kami menemukan lagu yang pas untuk kami nyanyikan.
.

***

"Dear Diary...

Aku berharap aku tidak menyetujui lagu yang salah. Maksudku, lagu yang kami putuskan adalah salah satu lagu favoritku. Dan kupikir, itu juga lagu kesukaannya. Jika tidak, ia tak akan menyetujuinya.

Tapi tunggu. Ini adalah pertama kalinya aku duet dengan seseorang. Dan pertama kalinya aku bernyanyi didepan orang banyak. Awalnya, aku sempat ragu akan tawaran Mr. Nick. Tapi percayalah, kalimat yang keluar dari mulutnya saat itu membuatku amat sangat yakin.

"Would be the most fun thing of my life. Accept it."

***

Aku bangun lebih pagi dari biasanya. Aku keluar dari kamar dan tak melihat sosok Mamaku pagi ini. Ia terlalu sibuk, menurutku. Aku berjalan menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri dipagi hari. Waktu 20 menit kuhabiskan dan aku memutuskan untuk bersegera menuju taman bermain dekat sekolah. Kami memutuskan untuk tak segera latihan, kami memilih untuk pergi kerumah Mr. Nick terlebih dahulu. Jadi kami mempunyai banyak waktu untuk latihan.

Aku berjalan menuju taman dan aku belum melihat sosoknya bahkan dari kejauhan sekali pun. Aku telah mengirimnya pesan singkat, namun ia belum juga membalasnya. Aku menduduki salah satu ayunan sambil mengayun-ayunkan perlahan. Aku baru menyadari bahwa pagi ini terlihat sedikit lebih gelap. Aku berharap hari ini cuaca akan cerah. Aku terus berandai-andai sampai tiba-tiba aku merasa pandanganku gelap. Hanya terlihat beberapa cahaya dari sela-sela jari tangan yang menutupi kedua mataku. Seseorang menutup kedua mataku. Aku tau itu.

Kuulurkan tanganku kedepan dan aku mulai mengarahkan kedua tanganku kearah dua tangan yang menutupi pandanganku. Aku mencoba untuk menebak melalui sentuhan tangannya. Pikiranku mencoba mencerna sentuhan tangan ini, bukan, ini bukan Greyson.

Lalu siapa?

"Ini siapa? Ayolah." Bujukku lagi. Aku benar-benar tak mengenali sentuhan tangannya. Tak lama aku memaksa tangannya untuk membuka pandanganku. Setelah cukup lama mengerang, akhirnya ia mengalah dan ia membuka mataku. Aku menoleh.

"Mike?!" Mataku terpana melihat Mike, teman sekelasku sewaktu aku duduk dibangku TK, kini berdiri tegap didepanku dengan postur tubuh yang tinggi. "Ini benar kau, Mike?"
Mike tersenyum lebar padaku, "Tentu saja ini aku, Ann." Jawabnya. Aku membalas senyumnya dan memeluknya. Entah mengapa aku merasa sangat merindukannya karena kami sudah bertahun-tahun tidak bertemu. "Darimana kau tau aku ada disini?"
Mike mengangkat bahu, "Kebetulan, rumah Pamanku dekat dari sini. Aku sering melihatmu berjalan ke taman ini." Jawabnya, "Kau terlihat berbeda ya."
Aku tersenyum, "Begitu juga kau, lihat, kau tinggi sekali!" Pekikku, ia tertawa kecil. "Senang bisa bertemu denganmu lagi." Ucapnya, aku mengangguk, "Senang bisa bertemu denganmu juga. Sering-seringlah berkunjung kerumah Pamanmu, jadi kita bisa bermain bersama." Kataku sambil menepuk bahu Mike. Ia tersenyum dan mengangguk, "Aku harus menjemput adikku," Ucapnya tiba-tiba sambil melihat jam ditangannya, "Aku harus pergi sekarang. Sampai ketemu lain hari, Ann!" Pekiknya dan berjalan menjauh dariku. Aku melambaikan tangan padanya sebelum ia benar-benar menghilang dari pandanganku. Tak lama, ia sudah pergi menjauh, aku menoleh sedikit, aku merasa mataku terdiam begitu saja ketika melihatnya berdiri dibelakang semak-semak sambil memainkan ponselnya.
"Greyson?"
Ia menoleh, "Hey." Jawabnya. Dingin.
"What are you doing there?" Tanyaku sambil menghampirinya. "Nothing," Jawabnya tanpa melihat selirik pun padaku. "Let's go to Mr. Nick's house,"
"What happened?" Tanyaku sebelum kami naik ke dalam mobil. Namun ia tak menjawab pertanyaanku dan langsung berjalan meninggalkanku begitu saja.

***

Kejadian ini sepertinya terulang lagi. Aku, dan Greyson, seperti dulu. Dingin, tanpa kata, tidak ada canda dan tawa. Dulu, jika kejadian seperti ini, aku merasa biasa aja, aku merasa tak ada sesuatu yang salah. Tapi sekarang? Semuanya berbalik.

Kuulurkan tanganku pada bahu kanannya, "What happened?" Bisikku pelan, "Did I just do something wrong?" Tanyaku lagi. Tapi tetap saja ia terdiam tanpa kata padaku. Aku jadi merasa aneh.

Tak lama kami sampai dirumah Mr. Nick. Rumahnya tampak terlihat ramai dengan hiasan-hiasan dekorasi ruangan yang tampak mewah. Aku datang menghampiri Mr. Nick yang sedang sibuk mengatur dekorasi. "Mr?"
"Oh hello guys!" Sahutnya girang sambil tersenyum. Tanpa ba-bi-bu lagi, Mr. Nick memperkenalkan aku dan Greyson pada adiknya, Nikki. Yang sedang mencoba mengenakan gaun pengantinnya.
"Oh so this is Anneke, and this is... Greyson?" Tanyanya seketika tidak percaya karena melihat Greyson. Aku bisa melihat itu dari caranya berbicara & matanya.
"Oh guys I'm Nikki. I want to thank you because you want to help me for the wedding," Ucapnya. Aku dan Greyson mengucapkan kata sama-sama secara berbarengan. Nikki tersenyum pada kami, dan tak lama seseorang dari luar ruangan memanggilnya. "Oh wait a moment guys," Kata Nikki pada kami. Ia berjalan menuju pintu dibantu oleh perancang busananya, namun tiba-tiba ia berhenti tepat didepan pintu sebelum ia keluar,
"Oh you guys looks cute together."
Aku dan Greyson saling bertatapan.
"That's what I mean!" Pekiknya sambil berjalan keluar. Aku mendapati apa yang diucapkan Nikki. Dia-bilang-kami-terlihat-lucu-bersama.

Suasanya terdengar hening. Seperti saat saat tadi. Aku berusaha untuk duduk disamping Greyson dan terus menanyakan apa yang terjadi.
"What's wrong with you?" Tanyaku lagi. Dan ia terus membungkam.
"Tell me, is that I just did something wrong?"
Tanyaku lagi. Dan dia masih juga membungkam. Aku mulai menyerah.
"Well, I'm sorry if I did something wrong to you. Even tough I don't know what I did, I just want to say sorry." Ucapku, "If you ask me why did I say sorry, because...I don't know I just feel I did something wrong, so yeah." Lanjutku. Aku mengusap lembut pundak kiri Greyson. Dan aku mencoba untuk melepasnya. Aku berdiri dan meninggalkannya diruangan untuk merenung. Belum sempat aku memutar kenop pintu, ia mulai berbicara.
"Is that, that boy, you liked?"
Aku menoleh. That boy?
"That boy?" Tanyaku mencoba mengingat, "Mike?"
Ia tak bergumam, aku tersenyum lebar dan tertawa kecil, "Mike is my childhood friend!" Sahutku padanya. "Well when I was kindergarten, Mike was the first person I knew. He's my classmate." Jelasku, "We had not met for years. He moved to Bali. And I don't even know when he come to here." Sambungku. Aku kembali duduk disampingnya.
"So that's the reason why you becoming so cold?"
Ia tersenyum. Dan kau tau? Entah mengapa terasa sangat lega dalam hatiku setelah melihat senyumnya.
Dan sejenak, muncul pemikiran di benakku, pemikiran yang benar-benar aneh, namun ini masuk akal. Bahkan aku baru menyadari, bahwa ia

Cemburu?

"Jealous?" Tanyaku padanya. Ia menoleh padaku dan menatapku lekat-lekat. Aku tak tau bahwa pertanyaanku yang terakhir menimbulkan kekesalan baginya. Tapi ternyata, ia mengulurkan tangannya kedepan dan berlipat di leher dan punggungku.

Tentu saja aku membalas pelukannya.

***
Menghabiskan waktu bersamanya bukanlah hal yang buruk, untukku. Aku telah menghabiskan waktu seharian ini bersamanya, dirumah Mr. Nick, ditaman, dan sekarang, di ruang musik sekolah.

Kami telah menghabiskan waktu cukup banyak untuk latihan hari ini. Aku merasa puas dengan apa yang kami hasilkan yang ternyata tidak sia-sia. Aku berharap, besok aku dapat memberikan yang terbaik. Bersamanya.

Aku memutuskan untuk berjalan pulang. Entah ada apa dengannya, yang tiba-tiba ingin mengantarkanku pulang. Aku menyetujuinya karena tak ada salahnya mencari teman berbincang. Aku berjalan menelusuri jalan bersamanya, sampai aku menyadari aku berada didepan gerbang rumah.
"Thank you so much for today," Ucapku.
Ia tersenyum, "You're welcome, Lady. Have a comfort rest." Balasnya. Aku membuka gerbang rumah dan sebelum menutupnya, ia mencegahku.
"Hey, I want to tell you something."
Aku terhentak, "What?"
Ia terdiam sejenak dan berusaha mengingat-ngingat sesuatu dalam pikirannya. Aku menatapnya dengan penuh kebingungan. Namun tak lama, ia tersenyum, dan mulutnya mulai berbicara,
"Aku menyukai senyummu."

Aku terhentak dan terpatung. Aku menahan pagar yang hendak kututup dan kugeser lagi ke samping. Aku keluar dari dalam garasi dan menghampirinya,
"What..." Tanyaku tidak percaya, "Kau...Kau.." Ia mengangguk, "I've learned Indonesian for many times. I followed your advice," Ucapnya lagi. Entah mengapa aku merasa senang karena ini. Aku tersenyum di hadapannya, "Kau hebat." Ucapku dengan perlahan, ia tersenyum, "Begitu juga kau. Terima kasih,"

***
Aku bangun pagi-pagi dengan senyum yang mengembang diwajahku. Aku melirik jam, sekarang pukul setengah tujuh pagi dan Mamaku sudah meninggalkan rumah untuk bekerja. Aku berusaha untuk memakluminya dan memahami tentang pekerjaannya yang dari kemarin tak pernah berhenti.

Aku mengenakan pakaian yang telah kusiapkan sejak tadi malam. Dan aku segera bersiap-siap karena pukul setengah 8 aku sudah harus berada dirumah Mr. Nick. Aku mempercepat sarapanku dan segera bergegas. Aku tak pergi bersama dengan Greyson, kami akan langsung bertemu disana. Selama di perjalanan, yang kulakukan hanyalah berlatih dan berlatih dengan suaraku. Aku berharap keteganganku takkan mengganggu penampilanku nanti. Tak lama aku sampai dirumah Mr. Nick yang terlihat megah dengan berbagai hiasan mengelilingi rumahnya. Aku turun dan segera masuk ke dalam. Mr. Nick menyambutku dengan gagahnya,
"Terima kasih suda mau datang, Ann." Sapanya dengan senyum bahagia, aku membalas senyumnya, "Sama-sama, Mr. kemana Nikki?" Tanyaku, "Oh, dia sedang bersiap-siap di kamarnya. Kau boleh kesana jika kau mau." Jawab Mr. Nick. Ia membawaku sampai didepan pintu kamar Nikki, aku memutar kenop pintunya, dan pintu pun terbuka. Mataku membulat melihatnya yang terlihat begitu cantik dengan gaun putih dan make up nya yang terlihat tidak begitu menyolok namun menarik.

Tak lama kulihat seseorang yang datang dengan memakai tuxedo hitam dan jeans, ia mengenakan kemeja putih pula. Aku tersenyum melihatnya datang. Setelah Mr. Nick memberi sambutan, ia menghampiriku,
"Kita akan tampil paling pertama," ia berbisik ditelingaku dengan bahasa Indonesia nya yang fasih dan lucu.
"Benarkah?" Tanyaku sedikit gerogi, "Maksudmu, kita opening?"
Ia mengangguk mantap. Aku melirik jam, acara akan dimulai pada pukul 9 pagi. Dan sekarang jam 9 kurang 10 menit.

10 menit lagi aku bernyanyi.

***
Aku duduk dengan nyaman dan dengan mikrofon yang berdiri didepanku. Sesekali aku menggenggamnya dan aku berusaha untuk mengontrol diriku. Ia duduk tepat disampingku namun dengan piano kesayangannya. Tak lama, jemarinya mulai menekan tuts tuts piano yang berirama merdu, dan mulutnya mulai menyanyikan lagu yang kami setujui.

A whole new world.

Mr. Nick menyuruh kami untuk menyanyikan lagu yang sedikit lebih terasa romantis karena ini adalah acara pernikahan. Dan di pikiranku serta pikirannya tak ada lagu lain selain lagu tersebut.

Tak lama lirik berganti dan berganti, kini giliran aku menyanyi,
Aku menarik nafas sedalam-dalamnya, dan mulutku mulai bernyanyi. Menyanyikan lagu sesuai yang ada didalam benakku. Sesekali aku menoleh, melihatnya yang terus melemparkan senyum padaku, seakan senyumnya berbicara mengatakan, "Kau pasti bisa."

***
Ada yang aneh dengan Katt. Dari kemarin, ia sama sekali tak menghubungiku. Aku telah mengiriminya beberapa pesan singkat padanya, namun ia tak membalasnya. Biasanya, jika ia tak mempunyai pulsa atau ada gangguan lain, ia memberi tauku lewat Skype. Namun aku telah menunggu semalaman, ia tak kunjung online. Dan tak ada leave message yang tertinggal untukku darinya.

Aku semakin merasa aneh. Aku tak mau kehilangan sahabatku satu-satunya. Aku mengeluarkan barang yang paling kucintai dari tas kecilku, diary.

"Dear Diary,

Katakanlah. Sudah berapa hari aku melupakanmu? Haha, tidak-tidak. Aku masih mengingatmu sampai sekarang. Entah mengapa hari ini aku sangat merasakan kerinduan yang mendalam pada Diary ku ini. Namun, aku mempunyai banyak cerita yang harus kutulis.

Pertama, aku berhasil melakukannya. Aku berhasil bernyanyi dengan cukup baik hari ini. Setidaknya, aku tak mengacaukan acara pernikahan Nikki, dan setidaknya, aku terus menyanyikan lagu itu tanpa kesalahan pada lirik. Ini duet pertamaku, dan aku membuatnya terasa begitu terkesan. Oh ya, kau tau, Greyson bisa berbahasa Indonesia dengan baik! Aku senang mendengar suara aksen Indonesia nya yang terdengar fasih dan lucu.

Kedua, aku merasa sangat aneh pada Katt. Ia menghilang dari kemarin dan kemarin dariku. Aku tak merasa punya kesalahan padanya, tapi ia sama sekali tak terlihat. Aku telah mengirimkannya pesan, namun ia juga tak membalas. Bahkan di Skype pun, tak ada leave message yang tertinggal.

Aku hanya berharap Katt tidak pergi dari kehidupanku.

Love,
Anneke♥"

Aku tak langsung menutup diaryku seperti biasanya, aku membuka lembaran kertas berikutnya dan menyadari bahwa tinggal 2 lembar kertas yang tersisa. Wow, aku baru menyadari bahwa secepat ini aku menulis.
Aku membuka lembaran terakhir aku menulis dan menuliskan dibawah kalimat akhir,
'PS: diary ini tinggal 2 lembar kertas lagi! Apa kira-kira yang akan kuisi ya?'

Aku menutup Diarky ku dan merenung kembali. Kuraih ponsel yang kuletakkan disaku celana ku, dan aku mengetik dengan cepat,
"Katt sebenarnya kau ini kenapa? Apakah aku membuat kesalahan padamu? Tolong katakan padaku, jangan seperti ini."
Sent. Aku menunggu jawabannya yang biasanya datang dalam 5 menit, tapi sampai 20 menit pun, ia tak kunjung membalas. Aku mengirimkannya satu pesan singkat lagi,

"Besok aku akan kerumahmu."

***
Aku mengendarai sepedaku dengan kecepatan sedang dan mengarah kerumah Katt. Hari ini hari Senin dan memang diliburkan, hari Senin Katt tidak mengikuti les atau bimbngan belajar apapun. Aku yakin dia ada dirumahnya.

Aku sampai didepan pagar rumahnya dan seketika Pak Karyo, penjaga rumahnya membukakan pagar untukku. Ia telah mengenalku sejak aku berteman dengan Katt. Aku mengetuk pintu rumahnya dan keluarlah satu orang wanita yang terlihat sedang bekerja.
"Maaf, Katt ada?"
"Dia pergi bersama teman-temannya."
Teman-teman? Siapa?
"Siapa saja?"
"Wah saya kurang tau," Jawabnya kebingungan, "Namamu Anneke?"
Aku mengangguk, "Ia menitipkan ini pada saya dan menyuruh saya memberikan ini padamu."
Aku menerima selembar kertas yang dilipat-lipat itu. Setelah mengucapkan kata terima kasih, aku meletakkan surat itu didalam saku celanaku, dan pergi dengan sepedaku menuju taman.

***

Aku duduk disalah satu ayunan yang kosong. Sepi. Hanya terdengar suara angin yang berhembus dan membunyikan daun-daun. Aku sengaja tak mengajak siapa-siapa hari ini. Niatku adalah berbicara serius dengan Katt, namun ia malah pergi meninggalkanku dengan teman-teman barunya.

Kubuka lipatan kertas itu dan mulai kubaca,
"Untuk Anneke,

Entah mengapa aku harus mengatakan ini. Well mungkin karena aku sudah tidak tahan untuk menahannya. Semuanya simple saja, aku merasa tidak nyaman akhir-akhir ini. Dan setelah kucari tau dari mana asal usul ketidaknyamananku, kurasa karena kau. Entah mengapa sepertinya berteman denganmu membuatku sering bermalas-malasan. Seperti harus membuka Skype, membalas pesan singkatmu dengan cepat, dan menelponmu, atau semacamnya. Aku jadi gampang malas dan sepertinya berteman denganmu membawa pengaruh buruk untukku. Aku sengaja menjauh agar kau bisa lebih cepat melupakanku. Maksudku, persahabatan kita yang bagiku TIDAK ADA ARTINYA. Ups.

Oke. Segini saja. Aku yakin kau bisa mempunyai sahabat baru yang lebih bisa mengerti & sabar menghadapimu. Sampai jumpa lain waktu.

-Katt. Sahabatmu. Dulu."

Air mata mengalir deras dari kedua mataku dan membasahi kertas yang kugenggam ini. Semua kalimat, isi dan kata-kata yang ada didalam kertas ini benar-benar membuat hatiku teriris. Semua ini terlalu dalam untukku. Oh Katt, kenapa kau harus melakukan ini padaku. Aku tak pernah menyuruh ia harus online Skype dan memberitauku kalau ia tak bisa membalas pesan singkatku. Semua itu berjalan begitu saja. Dan aku tak pernah pula memaksa ia membalas pesan ku selama 5 menit atau pula menelponku.

Aku tau memang aku membiarkan semua ini terjadi. Aku tau ini salahku. Aku memang tak bisa menjadi sahabat baik Katt walaupun Katt adalah sahabat terbaikku dalam seumur hidup. Air mata kembali mengalir deras. Tak lama genggaman tanganku mengepal dan kertas tersebut ku remas-remas hingga tak tau lagi bagaimana bentuknya.

Aku menghapus air mataku dan memutuskan untuk tinggal sejenak di taman bermain sampai perasaanku memulih. Aku terus melamun ditemani dengan angin bergerimih disekelilingku tanpa memedulilkan suara ponselku yang selalu berbunyi. Aku tak peduli.

Tak lama aku merasa seseorang datang dan menghampiriku. Tunggu, ia tak menghampiriku, ia duduk disampingku.
Aku tak menoleh dan memberikan senyum seperti biasanya, aku terdiam. Pandanganku terus kedepan dan tanpa berkata sedikit pun.
"Kau baik-baik saja?"
Aku menjawab dengan senyuman kecil dan tipis, tanpa menoleh.
"Kau butuh sesuatu untuk menenangkan pikiranmu?"
Aku menggeleng dan menunduk. Tak lama ia pergi dan aku bahkan tak memedulikan kemana ia pergi meninggalkanku. Aku terus melamun ke depan, dan tak lama ia kembali dengan dua tangan yang penuh dengan es krim.
"Es krim bisa mendinginkan perasaanmu." Ia memberikan satu es krim di tangan kanannya padaku, namun aku tak kunjung menerimanya.
"Ann..." Ia meletakkan kedua es krim nya dan duduk disampingku, "Tolong katakan padaku, kau baik-baik saja?"
Aku tersenyum kecil, memastikan padanya bahwa aku baik, aku kuat.
"Ann, aku tak suka orang yang sering berbohong," Sahutnya lagi, "Kau baik-baik saja?"
Kupaksakan diriku untuk menoleh dan menatapnya, "Aku baik-baik saja." Ucapku dengan cepat dan lirih. Aku langsung mengalihkan pandanganku darinya.
"No you're not." Ia mengelusus pelan pundak kiriku dengan lembut. Aku terdiam. Walaupun aku menyadari bahwa air mata menggenang di mataku. Hanya ia yang ada disampingku saat ini. Hanya dia yang mengerti. Hanya dia.

Namun aku tetap terdiam. Entah mengapa tak ada sepatah kata pun yang ada dalam otakku untuk berbicara.

Tak lama tangannya turun dari bahuku dan menjalar pada tanganku. Jemarinya masuk kedalam sela2 jari tangan kiriku. Aku masih terdiam, namun aku mendengar mulutnya berkata,
"To be honest with you, I don't have the words to make you feel better, but I do have the arms to give you a hug, ears to listen to whatever you want to talk about. And I have a heart, a heart that's aching to see you smile again."

Aku duduk di pinggir atas ranjangku dalam keadaan memeluk kedua lututku dengan erat. Aku menunduk dan aku terus terisak. Aku merasa sangat jatuh. Aku telah menghabiskan banyak air mata hari ini, dan kurasa hari ini adalah hari terburukku. Buruk.

Aku mengubah posisi dudukku menjadi di pinggir ranjang. Ku lepaskan pikiran yang sangat menggangu dalam pikiranku ini, aku menghembuskan nafas panjang selama beberapa kali dan berusaha untuk menjernihkan isi pikiranku. Aku berdiri dan membawa diriku ini untuk keluar kamar.

Mamaku, seperti biasa belum pulang. Aku semakin heran dengannya. Sesibuk apakah ia sampai ia lupa denganku? Semua ini aneh. Aku jadi merasa kesal. Aku turun dan meneguk segelas air putih yang kuminum dengan tergesa-gesa. Aku duduk di kursi meja makan dan pikiranku mulai melamun. Disaat seperti ini, disaat aku jatuh, aku terdiam, aku sedih, aku berubah, dan air mata mengalir deras dari mataku, hanya satu orang yang selalu berada disisiku. Walaupun aku harusnya berfikir bahwa ada dua orang, tapi satu dari dua orang tersebut mengatakan bahwa aku bukanlah sahabatnya. Aku mencoba untuk mengerti walaupun aku sama sekali tak memahami apa yang ada dipikiran Katt selama ini. Sehingga bisa berkata seburuk itu padaku. Aku mulai membuang pikiran itu jauh-jauh dan mulai memikirkannya. Caranya ia menghiburku, mengajakku bicara.

Dan caranya mengucapkan kalimat manis di telingaku.

Aku masih ingat jemari nya yang masuk ke sela-sela jariku dengan lembut, mencoba untuk menenangkanku disaat seperti ini. Aku tersenyum tipis. Matahari sudah terbenam sejak tadi, dan aku baru mengeluarkan senyum pada malam hari. Aku merasa sangat berbeda hari ini. Dan aku mulai merasa bersalah telah mendiamkannya sejak tadi karna sikapku yang aneh.

Aku berjalan menuju kamarku dan mencari ponselku. Kuketik kalimat yang ingin kukatakan padanya, dan kukirim langsung setelah aku merasa selesai. Aku mengatakan bahwa aku minta maaf aku tak memerdulikannya tadi. Dan aku tau, dia pasti mengerti.

10, 20, 30 menit, kupandang ponselku. Ku tatap lekat-lekat pula. Tak ada satu pun pesan masuk balasan darinya. Aku mulai bingung, namun aku memaksa pikiranku untuk tetap berfikir positif. Mungkin ia ketiduran? Mungkin saja. Jadwalnya pasti ketat dan ia bisa saja kelelahan.

Maka aku memutuskan untuk terlelap dan menunggu hari esok.

***

Kubuka mataku perlahan, dan ku gerakkan tanganku sedikit demi sedikit. Aku mengulurkan tanganku dan mencari letak ponselku. Aku melihat layar ponselku dan, belum juga ada balasan yang datang darinya.

Aku bangkit dari tempat tidur dan mencoba untuk menelponnya. Satu panggilan, dua panggilan, ia tak mengangkat. Aku mulai merasa aneh. Kulirik jam, ini menunjukkan pukul 10 pagi. Dan tak mungkin jika ia belum bangun.

Aku memutuskan untuk menelponnya sekali lagi. Dan alhasil, ia mengangkatnya.
"Greyson?" Tanyaku, ia tak menjawab. "Greyson? Is that you?"
Dan ia tak menjawab lagi
"Okay listen, I just wanna say I'm sorry because........"
"Just stay away from me."
Aku tercengang. Aku belum selesai bicara dan ia....
"What?"
"Stay away from me."
"Wait, what? Why?!"
Ia terdiam dan kini aku hanya bisa mendengar suara nafasnya.
"Do I did something wrong?"
"You don't have to know. Jauhi aku. Pergi jauh-jauh." Sambungnya, "If you are clever, you will stay away from me and don't come back."
Hatiku terasa tercabik-cabik mendengarnya. Aku berusaha menahan keguncangan ini dan terus bertanya.
"But why? I mean, what's the reason?"
"Just stay away from me!"
"I won't." Bantahku. "I don't wanna do that,"
"Listen. YOU need to STAY AWAY from me. Are you want me to do that? Menjauhi mu terlebih dahulu?"
Aku terdiam, aku merasa air mata telah menumpuk pada mataku, aku menarik nafas dalam-dalam dan menghebuskannya,
"We need to talk. Meet me at the park. Now. Or I will never to do that."

***

Aku sudah tak sabar ingin mengetahui KESALAHAN apalagi yang telah kuperbuat sampai membuatnya terasa begitu benci padaku. Jujur saja, ini semua terasa seperti 100 pedang menusuk hatimu. Aku tak tau harus berfikir tentang apalagi, Katt, Ibuku, dan sekarang dia.

Aku sampai di taman dan mendapatinya telah duduk di taman terlebih dahulu. Aku menghampirinya dan kami tak menyapa sama sekali. Tidak seperti biasanya. Dan aku mulai merasa, ini semua seperti mulai dari awal. Ia yang dingin dan tak memerdulikanku. Inilah dia.

"I just need you to stay away from me, is that so much hard?"
Aku menarik nafas, "It's hard." Ucapku, "And it's hurt to know that someone you will never forget has forgotten you already."
Ia terdiam dan tak menoleh padaku sama sekali. Aku bahkan tak berani untuk duduk disampingnya. Aku hanya berdiri. Menyerong kekiri dari hadapannya.
"You have to forget about me." Ucapnya dengan nada dingin. "You have to."
"But why?" Ucapku dengan nada tinggi, "Apakah aku melakukan sesuatu yang salah?"
"Tidak." Ucapnya, "Kau akan tau nanti. Yang jelas, sebelum kau mengetahuinya, jauhi aku." Sambungnya, "Just pretend that we will never meet or know each other."
Aku sudah tak dapat berkata-kata lagi. Tangisanku pecah begitu saja didepan hadapannya. Aku berbalik badan dan berjalan pergi, tak lama hatiku tergerak untuk berhenti dan bertanya padanya untuk pertanyaan terakhir.
"Can I get a last hug?"
Aku menatapnya lekat-lekat walaupun dari kejauhan. Kupandang wajahnya yang dingin, namun tatapannya kosong. Sama sekali kosong. Aku dapat melihat wajahnya yang berbeda. Tak seperti biasanya. Ia terdiam cukup lama hingga aku melihat bibirnya mulai berucap,
"No. Just go."

***

Aku berjalan dengan langkah lesu dan menjauhi rumah. Aku berjalan terus namun tidak menuju rumah. Sesekali kakiku menendang kerikil-kerikil yang menghalangi langkahku. Matahari tak secerah biasanya dan langit mulai terlihat gelap. Aku tau ini akan turun hujan. Tapi siapa peduli? Tak ada yang memedulikanku. Aku terus berjalan dan menunduk. Tanganku terus menyeka air mata yang jatuh ke pipiku. Aku terus membisikkan pada diriku untuk selalu menjadi gadis yang kuat. Tapi alhasil, aku tetap saja bisa rapuh.

Kuhentikan langkahku sejenak, angin mulai berhembus menusuk kulitku, dan rintik rintik air tak lama ikut menyusul dan membasahi kulitku sedikit demi sedikit. Tak lama, hujan pun turun dan aku mulai basah. Basah kuyup.

Mungkin orang-orang akan kebingungan melihatku yang hujan-hujanan seperti ini. Mungkin orang lain akan mencari tempat berteduh sampai hujannya berhenti. Mungkin mereka berfikir aku bodoh. Aku tidak waras. Tapi mungkin mereka tak tau seperti apa perasaanku saat ini. Aku sengaja menunggu suasana seperti ini. Kau tau kenapa?

Because when it's raining, nobody can see you crying. You will be able to crying as many as you want.

***

Pukul 4 sore. Dan aku belum sampai dirumah. Seharian ini aku menghabiskan diri dengan merenung, menyendiri, dan menghabiskan air mata. Aku sedang berada ditaman bermain biasa tempat aku dan Greyson beriang bersama. Aku merindukan tempat ini. Aku mendorong diriku untuk menggerakan ayunan. Perasaanku mulai sedikit membaik. Aku menghentikan ayunan ini sejenak, dan melihat sekumpulan anak kecil yang riang sedang bermain bersama teman-temannya. Tak lama aku melihat seorang penjual es krim datang dan tentu saja para anak kecil dengan riang menyambutnya. Aku tersenyum kecil. Aku terus menatap mereka sampai akhirnya sang penjual menyadari bahwa aku terus menatapnya. Ia mengambil sesuatu dari kotak es krimnya dan membawa satu buah es krim ditangan kanannya. Ia menghampiriku.

Persis seperti yang dilakukan Greyson. Aku mencoba untuk tetap tenang kali ini.

"Kau sendirian saja?" Tanyanya, "Sedang sedih ya?"
Aku tersenyum pelan. Ia mengulurkan es krimnya padaku, "Es krim atau coklat bisa melembutkan perasaan hati mu." Sahutnya, aku menerima es krim pemberiannya, "Terima kasih." Ucapku pelan. "Sama-sama, sepertinya kau sedang diterpa masalah besar? Bukan begitu?"
Aku hanya tersenyum sebagai jawaban pertanyaannya, ia mengangguk paham, "Ooh aku mengerti. Aku bisa melihatnya dari matamu," Ucapnya, "Kau tampak sangat sedih."
Aku mulai merasakan dernyitan dalam hatiku. Semua kalimat ucapannya sangat benar, aku memang sangat sedih saat ini, dan aku tak mungkin berbohong akan itu.
"Kalau kau sedang sedih, jangan ragu-ragu untuk menahan air matamu," Ucapnya tiba-tiba. Aku menoleh.
"Air mata juga dapat membuat perasaan seseorang menjadi tenang, kan? Jujur saja, walaupun aku laki-laki, tapi jika sedang ada masalah besar dan sangat membuatku terjatuh, aku menangis." Katanya, "Laki-laki juga punya perasaan, kan?"
Aku tersenyum dan mengangguk. "Tapi usahakan untuk jangan bersedih larut-larut. Tidak baik. Karna mungkin orang yang membuatmu tersedih tak tau apa makna dan arti dari senyum ceria mu." Ucapnya lagi, "Jadi, tetap tersenyumlah selagi kau masih bisa tersenyum."
Aku tersenyum mendengar ucapan-ucapannya, aku merasa jauh lebih baik, "Terima kasih."
"Sama-sama. Aku senang bisa membantu."

***

Aku sampai dirumah dengan tatapan buyar. Semua orang dirumahku tak memperhatikanku sama sekali. Mereka terlihat sangat sibuk. Apalagi Mamaku. Bahkan pembantuku pun juga tak terlihat. Ia mendapat tugas dari Mama untuk menjadi asistennya selama 3 hari. Dan jadilah, aku sendiri. Jatuh. Menyedihkan. Dan rapuh pula.

Hari sudah gelap dan malam hari pun tiba. Aku duduk dilantai dan kembali memeluk kedua lututku. Aku menunduk. Pikiranku melayang tak menentu dan perasaanku campur aduk. Just imagine, those nights when you just break down, realizing how lonely you are, and that nobody even cares.

That's what I feel.

Aku bangun dengan muka yang menyeramkan, pikiran yang melayang entah kemana, dan keadaan tubuh yang lesu. Aku berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku dan melaksanakan aktivitas hari ini. Aku bahkan tak tau apa yang harus kulakukan hari ini. Tak ada teman satupun yang dapat kuajak untuk melaksanakan aktivitas bersama. Selesai mandi, aku bergegas memakai pakaianku dan mencari dimana Mamaku. Sudah lima hari ini, kami satu rumah namun tak pernah bertemu. Aku semakin bingung dengannya. Ia pulang malam seketika aku sudah tidur, dan pergi pagi-pagi disaat aku belum bertemu dengannya. Tak lama aku merasakan kepedihan dalam hatiku, aku duduk di pinggir tempat tidur dan kembali menitikkan air mata. Entah mengapa ini semua membuatku bingung, sepertinya aku baru saja melakukan kejahatan yang besar, sehingga semua orang menjauhiku. Aku bangkit dari tempat tidur dan memutuskan untuk menjernihkan pikiranku dengan berjalan-jalan sejenak. Seharian ini.

***

Kakiku terus menendang kerikil kerikil kecil yang menghalangi langkahku untuk berjalan. Sesekali aku menoleh keatas dan kesamping, melihat betapa sunyinya hari ini. Kemana semua orang? Langit terlihat cerah. Namun tak secerah hariku dan perasaanku hari ini. Aku dapat mendengar suara angin yang berhembus ditelingaku dan menusuk kulitku. Sesekali suara mesin motor dan mobil yang lewat disampingku ikut mengejutkanku. Aku menghiraukan semua yang kudengar dan kulihat hari ini. Pikiranku kosong. Aku memang butuh waktu sendiri saat ini.

Kulihat taman bermain yang biasanya kutempati bersama Greyson untuk bermain bersama, kini terlihat sepi dan sunyi, tak ada satu orang pun yang berhenti dan menghabiskan waktu disana. Kecuali aku. Aku berjalan menuju taman dan duduk disalah satu ayunan. Aku kembali menggoyangkan tubuhku kedepan kebelakang sampai gerak ayunan ku meninggi. Aku berganti permainan, aku berjalan menuju perosotan dan mulai bermain sendirian. Hampir semua permainan aku mainkan dengan keadaan yang aneh, yaitu, aku terus menangis.

Aku duduk di kursi panjang melihat langit yang sangat biru dan cerah. Matahari ikut pula menerangi hariku pada hari ini. Aku melirik jam tanganku, waktu menunjukkan pukul 11 dan aku kehabisan ide akan kemana tujuanku setelah ini. tak lama aku mendapatkan satu ide. Aku berjalan menjauh dari taman menuju jalan raya. Aku memberhentikan satu taksi dan menaikinya, berjalan menjauh dari rumah, ke satu tempat yan kusukai.

Ice skating.

***

Aku mengencangkan sepatuku. Memastikan semuanya sudah terpakai dengan aman dan nyaman. Aku telah mengenakan jaket tebal dan sarung tangan pula. Kini, saatnya aku meluncur.

Aku tak terlalu baik dalam hal bermain ice skating, namun aku sangat menyukainya karena dapat membuatku senang walaupun hanya sesaat. Ternyata ideku ini tak sia-sia. Aku bahkan tersenyum, dan tertawa. Walaupun aku tetap menyendiri disaat ini. Sesekali aku menghela nafas panjang untuk menghirup udara lega dan kuakhiri dengan senyuman. Senyum. Hanya itu yang dapat kulakukan saat ini.

Aku merasa sudah cukup lama aku bermain. Aku memutuskan untuk berhenti dan meneruskan perjalananku. Aku terus menelusuri jalan entah kemana. Aku belum mendapatkan ide. Aku melirik jam, sekarang pukul setengah tiga. Perjalanan dari taman menuju tempat ice skating memang memakan waktu yang lama. Sudah sore, dan aku belum mau pulang. Bahkan jika aku bisa, aku ingin untuk tidak kembali ke rumah. Walaupun hanya sekali.

Namun aku mengurungkan niatku tersebut. Aku merasa aku terlalu nekat, lagipula, tak ada tempat tinggal yang bisa kutempati. Katt? Tidak. Rumah nenek? Jauh. Greyson? Oh tolonglah. Sangat tidak mungkin. Aku tak mungkin menyewa hotel atau rumah tempat singgah hanya untuk semalam. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap berjalan, sampai malam.

***

Aku benar-benar kehabisan ide, tak ada lagi tempat yang bisa kukunjungi untuk mengisi hariku untuk hari ini. Aku menghela nafas beberapa kali. Aku telah menghabiskan waktu cukup lama untuk ini. duduk, diam, melamun, tersenyum sejenak, menunduk, dan meneteskan air mata.

Aku memeluk kedua lututku dan berharap otakku memunculkan satu ide cemerlang untukku. Tempat yang sepi, berisi dengan kenangan manis, dan tempat yang dapat membuatku tenang pula.

Aku ingat. Ya, aku ingat satu tempat.
Tanpa ba-bi-bu lagi, aku menggerakkan kakiku untuk berjalan menuju tempat tersebut. Tempat ini jarang sekali didatangi orang, bahkan disaat hari libur seperti ini.

Aku berjalan dan membuka gerbang sekolah yang tak dikunci. Ada Pak Waru, penjaga sekolah yang sedang membersihkan sekeliling. Aku memberi senyum tipis padanya dan berjalan menjauhinya. Aku menelusuri koridor sekolah dengan perlahan dan berdiri didepan pintu. Perlahan tangan kananku mendekat dan menyentuh kenop pintu, ku genggam kenop pintu dan kuputar perlahan. Aku memberi sedikit dorongan pada pintu agar terbuka, dan,

“HAPPY BIRTHDAY!!!!”

Aku terkejut bukan main.

“HAPPY BIRTHDAY ANNEKE, HAPPY BIRTHDAY ANNEKE, HAPPY BIRTHDAY HAPPY BIRTHDAY HAPPY BIRTHDAY ANNEKE!!”

Aku baru menyadari bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku! Pikiran yang membuatku jatuh dan terbalut dalam kesedihan yang mendalam bahkan tak dapat mengingatkanku pada hari ulang tahunku. Ini semua jauh dari pikiranku.

Mama, Katt, Michelle, bahkan Mr. Nick pun ada didalam ruangan ini. Ruangan ini telah dirancang sebaik mungkin. Mulutku langsung memancarkan senyum secara otomatis dan membawa diriku masuk ke dalam ruangan. Mama mendekatiku dan memberiku pelukan serta ucapan, dilanjutkan dengan Katt. Katt! Oh, Katt.
“Katt kau sungguh benar-benar jahat. Kau adalah orang terjahat yang pernah ku kenal,” Ucapku dengan nada membual. Ia tertawa dan memelukku, “Maafkan aku. Aku hanya bercanda. Lupakan surat itu, oke? Itu semua hanya kebohongan yang kubuat. Kau tetap sahabatku. Bahkan untuk selamanya!” Ia mempererat pelukannya padaku. Aku sangat sangat sangat merasa lega. Seakan semua pikiran yang menjatuhkanku hilang begitu saja dari pikiranku. Dan senyum kebahagiaan yang menggantikannya.

Aku terus mendapatkan ucapan ucapan dari semua orang yang hadir. Teman sekelasku, teman sebangkuku, Cynthia, dan yang lainnya. Semua ada disini. Mereka telah merencanakan semuanya tanpa sepengetahuanku. Tapi aku merasa masih ada yang mengganjal dalam hatiku. Ada seseorang yang tak terlihat dalam mataku dan apa hanya karena aku tak melihatnya? Atau, karena ia benar-benar serius dalam ucapannya kemarin?

“Mencari seseorang ya?” Senggol Katt padaku. Aku tersenyum kecil padanya, “Tidak aku hanya…”
Aku merasa tatapanku gelap dan hilang, semuanya gelap dan tak ada yang terlihat. Aku merasa seseorang menutup mataku. “Katt, Katt? Katt jangan jahil. Ayolah, Katt.” Sahutku padanya. Namun ia tak kunjung membuka tangannya dari pandanganku.
“I bet you’re looking for me,” Bisiknya pada telingaku. Serasa jantungku berhenti berdetak. Darahku berhenti mengalir begitu saja. Mulutku kembali membuat lengkungan senyuman dan tak lama ia membuka tangannya dari mataku. Aku membalikkan badan. Dan ia melempar senyuman padaku,
“Happy birthday, sweetheart.” Ucapnya dengan nada khasnya sambil memberikan sebuket bunga padaku. Aku menerimanya dengan senyum yang mengembang cerah,
“Just because you’re here and call me like that, doesn’t mean I forgive you.” Ucapku dengan nada bercanda dan diakhiri dengan tawa. Ia ikut tertawa. Tak lama acara pun dimulai. Aku mengharapkan sebuah permohonan dan meniup lilin. Kuakhiri dengan senyuman pada semua orang yang ada disini.

***

“Oh come on,” Ia menggerutu, “Forgive me.”
Aku menggeleng dan terus menolak. Ia telah mengerjaiku, dan kini giliranku untuk membalas.
“Aku hanya mengikuti apa kata Katt, ia menyuruhku untuk melakukan hal yang sama.” Ucapnya meyakinkanku, “Kumohon.”
Aku tersenyum kecil, “Akan kumaafkan jika kau mentraktirku es krim.” Ucapku, “Deal?”
“Deal!” Ia tersenyum dan berlari kecil menuju tukang es krim. Tak lama ia datang dan memberikanku satu es krim. “Sekarang aku dimaafkan?”
Aku tersenyum, ‘Tentu.”
Sembari berjalan, aku dan dirinya terus bertukar cerita dan candaan bersama, aku sangat merasakan kenangan kembalinya sifat dulu ia yang sangat kusukai. “Kelihatannya kau suka sekali es krim ya.” Ucapnya, “Selain rasanya enak, dapat membuat perasaanmu tenang kan?”
Aku mengangguk, “Sangat tenang.”
“Bagaimana dengan ini?” Ia mencolek sedikit es krimnya dan mengoleskan colekan itu pada pipiku. Aku merasa tertantang. “Ngajak perang ya…” Aku berlari mengejarnya sambil membawa es krimku. Sesekali aku berhasil mencolek sedikit es krimku pada wajanya, dan tangannya. Tapi tetap saja ia yang menang.
“Cukup. Aku belepotan es krim.” Sahutku pelan, “Ayo kita cuci muka dulu,” Aku berjalan didepannya dan menuntunnya di tempat keran air. Aku mencuci wajahku yang penuh dengan es krim yang terasa dingin. Ia melakukan hal yang sama disampingku. Tak lama aku mendapatkan ide, sembari aku membasuh wajah, aku mencipratkan sedikit air padanya dan membuat pakaiannya sedikit membasah. Aku tertawa kecil.
“Masih ingin bermain rupanya,” Ucapnya dan ia membalas cipratan air padaku. Tentu saja aku berlari menjauh dan ia mendapatkanku. Kami jadi perang air. Aku terus membalasnya dengan beberapa cipratan air yang membuat kami jadi basah-basahan. Aku tertawa riang melihat ekspresinya yang terkejut karena kebasahan.

***

“Kau suka bunga yang kuberikan?”
Aku mengangguk, “Itu indah. Terima kasih.”
“Glad you like it.”
“Apa yang kau rasakan ketika aku menjauhimu?”
Aku terdiam sejenak, “Kata-katamu sangat tajam dan menusuk, menurutku.”
Ia tersenyum tipis, “Aku tau itu.”
Aku berjalan mendahuluinya, tiba-tiba otakku berputar tentang apa yang dikatakannya waktu itu. Entah mengapa pikiranku terus berputar pada saat yang tak mau kuingat,
“Not talking to you for a day it’s killing me.”
Aku berhenti. Langkahku berhenti. Sejenak telingaku terus terngiang ngiang dan seakan terus merekam ulang ucapan terakhirnya. Ia menghampiriku dan menatapku dalam. Aku memberanikan diri untuk menatap mata coklatnya itu.
“Let’s go,” Ia meraih tangan kiriku dan membawaku kesuatu tempat. Kami terus berjalan hingga berhenti di suatu tempat yang terasa sangat tentram.
Aku duduk disampingnya. Tatapannya lurus menghadap kedepan, ia tak menoleh, tiba-tiba pikirannya terlihat kosong. Aku menyentuh pundaknya, ia menghela nafas.
“I need someone to talk,”
“I’m always here for you.” Ucapku, “What’s wrong?”
“I..I like someone. I like her so much,”
Aku merasakan guncangan dalam hatiku. Tunggu. Aku ini kenapa?
“Talk to her,”
“I don’t know, she won’t ever like me.”
“Hey, don’t say like that.” Ucapku, “You’re amazing.”
Ia tersenyum dan menoleh padaku, “I just want her to know about what I feel.”
Aku semakin terguncang, “Then tell her.”
“I tell her daily.”
“Daily?” Tanyaku kebingungan, ia mengangguk. “What should I do?
“Just follow your heart.” Ucapku dengan tenang.
“What do you think my hearts says?”
Aku menaikkan alisku, “I…don’t know. I’m not your heart.”
“But you’re most of it.”
Aku membeku. Aku terpatung. Sejenak kami menjadi sunyi. Aku kehabisan kata-kata untuk menjawab. Tak lama ia tertawa, “Don’t be so serious. Kidding.”
Aku membalas tawaannya. Hanya bercanda.
“I will tell her right now. But I need to practice. Let’s do it with you,”
Aku tersenyum kecil, “Alright,” Aku membenarkan posisi letak dudukku. Entah mengapa semua ucapannya membuatku sedikit agak bersedih. Oke, aku tau ini gila. Abaikan. Abaikan.
“I love you.” Ucapnya dengan penuh tatapan dan perasaan, aku tersentak, “I love you too.” Balasku, “Isn’t that easy? Now go and tell her, come on!” Aku berdiri dan menarik tangannya, aku akan mendukungnya. “Wait, no, just don’t.” Ia mencegahku. Tangannya mencengkeram lenganku. Aku berbalik,
“I just did.”
Aku menatapnya dengan ketidak percayaan yang membara. Tapi ia menatap mataku dengan serius, aku terus membalas tatapannya.
“If you ask me how many times you’ve crossed my mind. I will say once. Because you never left. I never think you’re pretty, but you’re beautiful. I don’t want to be with you forever, but I need to be with you forever. I won’t cry if you leave, I’d die. And if you asked me to choose you or my life, I’d say my life.” Ia berhenti sejenak, “Because YOU are MY life.”
“I know this is might be weird for you. But just don’t think like that. Aku tau kau pernah membenciku dulu, dan kita sering sekali bertengkar. Saling menjahili, dan aku terus bersikap dingin padamu. Tapi hanya untuk memberitahumu, kau selalu membuatku penasaran. Dan tanpa disadari, you are the one who caught my heart. You are the one who I mean. Who I looking for.” Genggamannya masih terasa lembut ditanganku. Keringat mengucur pada diirku dan jantungku berdetak seribu kali lebih cepat dibanding biasanya.
“Dear Anneke Diana, over the 6896723 million people in the world. I found you. And I choose you.”
Senyum mengembang ceria di wajahku, walaupun rasa canggung tak kunjung berhenti padaku, aku merasakan kebahagiaan. Aku merasakan kebahagiaan karena perasaanku terbalas olehnya.
“Did you know that when a penguin find it’s mate, they stay together forever?”
Aku mengangguk.
“So would you be my penguin?”
Aku tersenyum dilanjutkan dengan tawaan kecil yang bersamaan, “Dear Greyson Michael Chance, do you know that you are the one who always I’m thinking at?” Tanyaku padanya, ia tersenyum. “Sure then. I will be your penguin.”
Ia tersenyum lebar dan membawa diriku padanya. Pelukannya ini sangat membuatku merasakan kebahagiaan yang mendalam. “Thank you.” Bisikku padanya. Ia mempererat pelukannya padaku. Aku semakin tak ingin melepasnya.
“I’d hug you all day if I could.” Sahutnya padaku. Aku tersenyum.

***
“Dear the beloved diary..

WOW! just WOW! Halaman terakhir dengan cerita akhir yang mengejutkan dan membahagiakan. Aku sangat amat merasakan kebahagiaan. Setelah tau semua orang yang menjauh dariku hanyalah tipuan semata mereka karena aku, berulang tahun, membuatku yakin, bahwa aku tak hidup sendiri. Aku mempunyai beberapa orang yang kusayang disekitarku. Walaupun semua kerjaan mereka membuatku sangat terbalut dalam kesedihan yang mendalam.

Aku merasa sangat dibalut dengan kebahagiaan setelah aku tau bahwa perasaanku terbalaskan. Greyson. Satu orang yang selalu dalam pikiranku, benakku, dan salah satu alasan dalam senyumku. Walaupun pada awalnya terdapat banyak kejadian yang membuatku sangat membencinya, tapi ternyata semua itu berbalik. I’m in love with him. I am.

Setelah semua ucapan manis dan pengakuannya padaku, and yes, I’m his penguin. Haha. Aku tak bisa membohongi perasaanku bahwa aku mencintainya. Ialah yang telah mencuri hatiku selama ini. he are. Senyum terus mengembang dalam diriku saat ini. Terimakasih Tuhan atas semua kebahagiaan, semua keluargaku, dan Greyson, you own my heart.♥

Oh, halaman terakhir! Dan tentu saja buku harianku yang sangat kusayangi ini. Aku menyayangimu selalu. Curahan hatiku selama ini, terima kasih untuk terus berada disisiku. Kau tak akan tergantikan. Dan aku akan tetap menulis buku harian!


Big and much loooooooove,
Anneke Diana.♥”


Benci bisa menjadi cinta. Isn't that true?


***The End***

0 comments:

Post a Comment

 

SimpleTeen(•”̮ •)з Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting