Red Bobblehead Bunny

Thursday, April 11, 2013

Natural Love

Posted by Feren Marcelina at Thursday, April 11, 2013

“Greyson… kamu packing barang-barangmu sendiri ya… kita akan segera ke Washington besok lusa..”
“iya, Staci..”
Hai, perkenalkan, namaku Greyson Michael Chance yang biasa dipanggil sama enchancers Greygrey hahaha. Aku berumur 15 tahun. Oh ya, aku itu penyanyi terkenal gitu, jago main piano lagi :p . Selain mempunyai hobi bermain piano dan bernyanyi, aku juga suka banget sama yang namanya charity. Pasti kalian udah tau ya kalo hatiku ini baik banget :p #ehnggakdeng .
Oh iya, perempuan yang daritadi duduk di sebelahku ini yang daritadi sekalian nampak ini #eh itu namanya Staci Yamano, managerku yang paling cantik di dunia, tapi juga paling nyebelin. Walaupun yang nyebelin itu sebenernya aku sih :3 . Aku itu suka banget sama yang namanya pranks! Kalian pasti tau itu apa. Ya, sejenis ngejailin orang gitu deh. Si Staci ada sampe nyerah ngadepin aku. Karena aku itu anak yang bener-bener jail parah. Tingkat 8 kali ya.  Hahaha udah ah ngocehnya, mau packing dulu nih, bye! #ehnggakdeng maksudnya mau siapin batere camera sama laptop, buat ngerekam sama nulis GSS ini :p .
Tak terasa hari ini sudah hari Kamis, dan tibalah saatnya aku harus berangkat ke Washington buat meet&greet, photo party, dan charity. Oh ya, selain ditemenin sama si Staci, mom juga ikut hloo…
Aku berjalan santai sambil berakting sebagai orang biasa. Aku mengenakan kacamata hitam supaya tidak dikenali oleh fans-fansku. Aku sedang terburu-buru, masalahnya._.
Pas lagi jalan, aku terkejut bukan main. Karena tiba-tiba ada salah satu enchancer yang mengenali aku dan dia teriak-teriak gitu. Menurutku sih dia cantik, tapi little bit crazy deh. Aku berusaha melepaskan pelukannya, namun ia memelukku dengan sangat erat. Dan akibatnya, banyak enchancers yang curiga dan akhirnya tau bahawa aku adalah seorang Greyson Michael Chance. Mau kabur ya gimana, mau marah ya gimana, lagipula mereka semua kan enchancers, fans sejatiku gitu. Mereka semua pada minta foto sama tanda tanganku. Namun, dengan sangat ‘terpaksa’ dan ‘mepet’, aku menolak mereka semua. Aku benar-benar sedang terburu saat ini. Sorry enchancers..
Aku terus berjalan di kerumunan fans-fansku dengan bantuan kedua bodyguardku. Saat aku berjalan, tiba-tiba ada seseorang yang menarik tanganku. Who is that? Okay, to be continued. #ehnggakdeng .
Maksudnya, tiba-tiba ada perempuan yang narik tanganku gitu. Dia kasihan banget. Wajahnya pucet banget dan dia lumpuh. Dia jalannya pake kursi roda. Walaupun dia udah diusir-usir sama bodyguardku, namun hatiku sedikit tergerak dan membiarkannya berkata-kata sejenak.
“hi sweetie, what’s your name? why you look so pale?” tanyaku kepadanya. Ia menangis gembira sambil terus meneriakki namaku.
“ssshhtt… jangan teriak-teriak dong” pintaku.
Ia tetap menangis bahagia sambil terus menatapku.
“don’t be cry like this. You’ll look more beautiful if you smile, okay?” hiburku.
Aku bingung, karena ia tak menjawab apa-apa.
“are you alright?” tanyaku lagi.
Namun ia hanya terdiam sambil terus menangis. Aku semakin iba melihat keadaaannya. Aku pun memeluknya sebagai tanda perpisahan. Karena pesawat yang aku tupangi akan segera berangkat. Saat sedang memeluknya, seorang wanita sedikit tua berambut panjang pirang menghampiriku.
“are you Greyson Chance?” tanyanya tiba-tiba.
“yes, I am”
“omg!” teriak wanita tersebut.
“uhm… by the way, who is she? And why she didn’t answer all of my questions?”
“sorry Greyson. Kamu itu adalah satu-satunya tokoh idola yang dia miliki. Oh ya, namanya Julia. Dia itu udah ngefans banget sama kamu dari pertama kali dia liat kamu di youtube, pas kamu nyanyiin paparazzi itu. Tiap dia liat kamu, dia slalu nangis, walaupun gak ketemu secara langsung.”
Aku tersenyum mendengar ucapan wanita tersebut.
“tetapi mengapa ia tak menjawab perkataanku?” tanyaku.
“oh masalah itu, dia bisu”
Hatiku semakin iba mendengar perkataan wanita tersebut.
Betapa kasihannya Julia. Ia lumpuh dan bisu.
“she had cancer too” lanjut wanita tersebut.
Rasanya mataku terperas-peras air matanya. Namun aku tetap menahan isakku ini.
Masih beruntung baginya karena ia masih bisa melihat dan mendengar orang lain. Namun tetap saja tidak enak.
*PESAWAT MENUJU WASHINGTON AKAN SEGERA DIBERANGKATKAN 10 MENIT YANG AKAN MENDATANG. PARA PENUMPANG YANG BELUM MEMASUKKI PESAWAT DIHARAP SEGERA MASUK KE PESAWAT KARENA PESAWAT AKAN SEGERA LEPAS LANDAS*
“oh no, I have to go now sweetie, what do you think?” tanyaku kepada Julia yang daritadi masih menatapku sambil menangis.
“ouoouhoouuu” jawabnya sambil terus menangis dan memperagakan bahasa isyarat kepada wanita tersebut.
“oh okay. Greyson, she wants to take a photo with you. And f you don’t mind, she want to get your hand-sign”
“oh of course!” jawabku sambil bersujud di belakang kursi rodanya dan memeluknya dari belakang. Aku melihat Julia terus berusaha menghapuskan air matanya dengan kedua tangannya. Aku pun mengeluarkan tissue dari kantungku dan membantunya untuk membersihkan air matanya. Ia tersenyum melihatku dan aku membalas senyumannya.
*jepret!!*
Ya, gambar kami berhasil diambil.
“here is it!” ucap wanita tersebut yang kemungkinan adalah ibunya sambil menunjukkan hasil pemotretannya.
“it looks great!” pujiku sambil memandangi foto tersebut.
Julia tersenyum melihatku dan kembali mengeluarkan bahasa isyaratnya. Namun kali ini aku memahami apa artinya. Artinya yaitu “I love you”. Aku tertawa melihatnya sambil mencubit pipinya. Aku melihat ia terlihat kesakitan sambil memegangi pipinya sambil tersenyum. Aku membalas isyarat tersebut yang berarti “I love you” kepadanya. Dan aku memberinya a great hug!
“ok sweetie, this is for you” ucapku sambil menyerahkan 1 album Truth Be Told yang sudah kutanda tangani. Sebenarnya album tersebut akan kusumbangkan kepada enchancers yang ada di Washington. Namun aku memberikan 1 albumku tersebut untuk Julia, my true enchancer.
“bye sweetheart!” teriakku sambil melambaikan tangan ke arahnya. Ia juga melambaikan tangannya sambil terus memeluk albumku tersebut.
-skip-
Wahh… akhirnya aku sampai juga di Washington! Wow…
“Greyson, habis ini kamu istirahat, lalu besok ada acara meet&greet dan photo party. Siap-siap ya, jangan sampai kecapekan bahkan sakit” jelas mom.
“iya mom, Grey tidur dulu ya”
Aku pun sudah sampai hotel dan segera membersihkan diri, makan, dan tidur. Malam harinya, Staci mengajakku untuk berkeliling di kota ibukota ini. Aku juga membeli berbagai macam camilan untuk cadangan selama di Washington. Aku juga mendatangi salah satu mall nya, dan aku juga banyak bertemu dengan fans-fansku disini. Aku sangat mencintai fans-fansku! I’d married to my fans!
Setelah bosan berbelanja, aku pun memutuskan untuk kembali ke hotel untuk segera beristirahat.
-next day-
“Greyson wake up! Jadwal kamu hari ini padet banget hlo!” teriak mom dan Staci yang berhasil membangunkanku dari dunia Oz. uh.
“iya iya gak usah teriak-teriak gitu kali”
Aku pun segera berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Aku pun segera masuk ke mobil dan sarapan di mobil. Saat sampai di gedung meet&greet, dengan bantuan bodyguard ku, aku berhasil masuk sampai ke backstage.
Saat di backstage, aku sudah dikerubungi para enchancers. Ada yang minta foto, tanda tangan, dsb. Dan aku hanya meng-iya-kan lucky enchancers saja hahaa. Setelah mereka semua disuruh keluar sama bodyguard, aku pun memakan sebuah roti supaya perut kenyang hati senang :p . saat sedang makan, tiba-tiba iPhone Staci berbunyi.
*otp Staci*
“hello?”
“Staci! I’m Ruth (ibu Julia). I just want to tell you that Julia will be on there, Washington! We’ll go to there today!”
“omg! Really?? Meet us on Hard Rock Hotel!”
“of course! Julia can’t be patient to meet you guys! Hahaha”
“hahaha okay, thanks for the information! Meet you later!”
“bye!”
-call ended-
“Greyson..” panggil Staci tiba-tiba. Aku yang masih sibuk menelan rotiku ini hanya mengangguk sebagai tanda bahwa aku ingin mengetahui kabar baik apa yang Staci dapatkan dari telepon.
“what?” ucapku pelan.
“Julia will meet us later!”
“later?! Omg!” aku langsung tersedak ketika mendengar ucapan Staci tersebut. Bahkan aku tak tau mengapa aku bisa tersedak mendengarnya. Hahaha.
“yeah!”
“okay.” Jawabku lalu langsung meraih segelas air putih di atas meja kecil di sebelahku.
“okay, now is the show time!” teriakku pura-pura acuh. Padahal dalam lubuk hati yang paling dalam, aku tak sabar menemui Julia.
“okay then” jawab Staci datar.
Aku keluar dari backstage dan memasukki panggung. Yaaa,, teriakan-teriakan khas tersebut terdengar nyaring di telingaku. Aku mulai menyapa fans-fansku dengan kata-kata yang cukup romantis, yang membuat mereka tak henti-hentinya berteriak. Apa pita suaranya gak putus ya? :O
“okay fans, I’ll sing you a romantic song, hahaha I bet you guys have known about this song! Okay, I’ll sing You Might Be The One!”
Para enchancers berteriak-teriak tidak karuwan. Namun aku hanya acuh sambil terus memainkan piano dengan jemari ku sambil bernyanyi. Menikmati suasana ini. Stay enjoy!
Setelah selesai dengan acara meet&greet ini, aku segera kembali ke backstage dan menemui mom. Mom memberiku segelas air putih dan membersihkan keringatku.
“Grey, after this you will do a photo party”
“okay”
Aku masuk ke dalam mobilku dan menuju ke tempat dimana aku akan mengadakan acara photo party. Tak lupa, aku mandi dulu dan mengganti pakaianku.
Ya, seperti sebelumnya, ya begitulah keadaannya. Aku meladeni para enchancers yang hendak berfoto denganku. Dan akhirnya hari melelahkan ini pun berakhir! Thanks God.
“okay Grey, c’mon go back to Hard Rock and sleep well, dear!”
“okay mom”
Aku tertidur di perjalanan. Namun anehnya, sesampainya di hotel, aku tak dapat tidur.
Aku masih terbayang-bayang mengenai Julia.
Aku pun terbangun dari ranjang dan bertanya, “Staci, where is Julia?”
“hahaha don’t be worry about that. Do you want to see her now?” tawar Staci.
Oh ya, waktu itu mom udah tidur, tinggal aku sama Staci.
“no problem. Do you know where is she?”
“ofc, why not?”
“oh ya, tapi sebelumnya nih aku mau tanya.”
“tanya apa Grey? Tanya aja gapapa”
“gini hlo, kok mamanya Julia bisa tau nomormu?”
“oh masalah itu mah sepele. Pas kamu sama Julia lagi ngobrol-ngobrol tuh, si mamanya Julia minta nomorku dan aku kasih deh dia.
“wow cool”
“hahaha”
“noleh jalan-jalan?”
“boleh, tapi di sekitar hotel aja ya, jangan jauh-jauh. Butuh bodyguard?”
“nggak deh”
“oke, cepet ya!”
“iya iyaaa”
Aku berjalan keluar dari kamarku. Aku menengok ke arah jamku. Ini pukul 11 malam. Orang bodoh macam apa yang akan keluar dari hotel membahayakan dirinya sendiri hanya demi mencari seorang wanita yang tak ia kenal? Ya itulah aku. Entah mengapa aku mempunyai firasat bahwa Julia ada di hotel ini juga. Aaaa dan firasat ini terus menghantuiku. Karena aku tak dapat menahannya, maka aku memutuskan untuk mencarinya di bagian administrasi.
Setelah sampai di dekat taman belakang, aku melihat ada seorang perempuan sedang duduk diatas kursi rodanya sambil menangis. Aku penasaran lalu berjalan mendekatinya.
“Julia, is that you?” sapaku.
Ia membalikkan badannya dan terkejut bukan main melihatku.
“hey don’t be like that, hahaha, I’ve already miss you, Julia! How was your day?”
Ia tak menjawab apa-apa. Julia hanya menganggukkan kepala dan tersenyum ke arahku. Ia memelukku.
Aku dapat merasakan Julia yang sangat bahagia dapat bertemu denganku. Ya aku dapat merasakannya. Sesuatu yang baginya mustahil menjadi kenyataan. Ia dapat bertemu denganku dan berbincang-bincang secara langsung.
Malam ini sungguh dingin. Malam ini berbeda dari malam biasanya. Aku melihat wajah Julia yang terlihat pucat dan kedinginan. Ia menggigil. Aku melepaskan jaketku dan memakaikannya ke tubuh Julia dan aku memeluknya, supaya tubuhnya lebih hangat.
“Julia, apa kamu lihat bintang yang ada disana itu?” tanyaku sambil menunjuk ke arah bintang yang paling besar, kejora.
Julia mengangguk pelan sambil melihat ke arah bintang-bintang.
“kurasa kau sepertinya”
Julia melepaskan pelukanku dan ia menatapku dalam-dalam. Matanya seakan-akan bertanya-tanya kepadaku mengenai apa maksud dari kalimatku tersebut. Aku tersenyum kecil dan menjawab, “you’re beautiful”. Raut wajah Julia pun berubah menjadi tertawa. Aku terus bercanda dengannya malam itu. Malam yang sangat indah bagi kita berdua.
“oh wait! It’s already 2am! Aku harus charity besok! Aku balik dulu ya, mau aku anterin?” tawarku.
Julia mengangguk pelan tanda setuju. Aku pun mendorong kursi rodanya menuju lift. Dan tak disangka, kamarnya ternyata hanya terletak di sebelah kamarku. Kamar kami bersebelahan! Omg.
“good night, honey!” ucapku sambil membuka kamarku. Julia tersenyum dan masuk ke dalam kamarnya juga.
“wah.. si Staci sama mom udah pulas nih” desahku.
Aku pun segera menuju ke toilet untuk mencuci wajah, tangan, dan kakiku. Setelah itu aku langsung pergi tidur.
-skip-
Waduh! Aku bangun kesiangan! Jadwal charity itu jam 8 pagi, tapi aku baru bangun jam setengah 9 yaampun!
Dengan sangat terpaksa, aku langsung mandi dan tidak sempat sarapan.
Setelah sampai di tempat diadakannya charity tersebut, betapa terkejutnya aku mendapati Julia disana.
Semua anak-anak disana menyambutku dengan keceriaan, kecuali Julia. Ia terlihat murung dan pucat. Dan ia hanya terdiam saja.
“hi guys!” aku mulai membuka acara. Rangkaian acara demi acara telah kami lewati. Dan sekarang saatnya aku memberikan sumbangan berupa dana kepada mereka. Setelah selesai, aku langsung menghampiri Julia. Aku merasa iba melihatnya. Ia tak mempunyai teman satu pun. Tak ada orang yang mau menerimanya, selain aku.
“Julia? I have a plan for you!”
Ia menatapku kebingungan. Walaupun ia tak dapat berbicara, namun aku masih dapat berkomunikasi dengannya melalui ekspresi wajahnya yang ia tunjukkan kepadaku. Ya, wajahnya menunjukkan ekspresi bingung. Oleh karena itu, aku mengetahui apa yang menjadi maksudnya.
“jadi gini hlo. Aku ngerasa kasihan sama kamu”
Ia terus menatapku dalam dengan ekspresi ‘kepo’nya.
“jangan menatapku seperti itu” ucapku sambil menunjuk ke arah wajahnya. Ia tertawa kecil dan kembali menatapku.
“gimana kalo aku yang ngajarin kamu berbicara? Aku yakin kamu pasti bisa kok”
“ouoooouu” jawabnya. What?! Ekspresinya menunjukkan wajah orang tidak terima.
“apa kamu menolaknya?”
Ia berpikir sejenak lalu memelukku sambil tertawa.
“hahaha you’re too funny, sweetie <3”
Ia melepaskan pelukannya dan mulai memegangi pipi kiriku. Aku hanya terdiam. Aku bingung melihat tingkah lakunya yang aneh tersebut. Namun kurasa aku menyukai gayanya!
“sorry sweetie. Will you come back to hotel?”
Ia tak menganggukkan kepalanya, namun ia menggelengkannya dengan ekspresi sedih.
“so? Where will you stay?”
Ia menunjuk ruangan tempat kami sedang berkomunikasi sekarang ini.
“it’s okay. But I have to go now. Take care!”
Aku berjalan meninggalkannya dan menemui Staci.
“Greyson, besok kita balik ke New York” ucap Staci.
“what?! Aku gak mau!”
“hlo, kan kita Cuma rencana buat ke sini 2 hari aja, gak lebih!”
“tapi.. aku sudah berjanji dengan Julia!”
“berjanji apa?”
“berjanji untuk mengajarinya berbicara!”
“hahaha that’s too impossible” ledek Staci.
“nooo!! Nothing’s impossible, okay?”
“pokoknya kita harus balik ke New York besok”
Aku tak menjawab perkataan Staci tersebut. Aku tengah berpikir bagaimana caraku melarikan diri untuk membantu Julia mengajarinya berbicara? Oke, aku punya ide!
-tomorrow-
“ayo Grey, pesawat akan tiba disini 15 menit lagi. Siap-siap dulu ya…”
“iya. Tapi, aku mau ke toilet dulu” alasanku. Walaupun sebenarnya aku tidak berminat untuk pergi ke toilet. Namun itulah rencanaku kemarin.
“jangan lama-lama!”
Aku langsung berlari menuju ke toilet dan menemui temanku yang tinggal di Washington untuk menyamar menjadi seorang Greyson Michael Chance.
“thanks Tim.. if you need the ticket for the plane, I’ll buy it for you!”
“okay Greyson, you’re really my bestfriend”
“hahaha of course, Tim. Now it’s the time! Kamu nyamar jadi aku, dan aku bakal kabur ke tempat charity kemarin!”
“okay”
Kami pun menjalankan rencana kami.
Tim memakai pakaianku dan kacamata hitamku dan aku memakai pakaian Tim dan kacamata hitamnya dan segera berlari keluar dari bandara dan menaiki taxi.
“pak, ke tempat Charity House (tempat Greyson ngadain charity sebelumnya) ” pintaku kepada si sopir.
“oh iya”
Selama perjalanan, aku hanya melihat-lihat ke luar jendela sambil menikmati pemandangan yang ada. Pemandangan di Washington sungguh indah. Apalagi di perjalanan menuju ke Charity House. Jalanannya menanjak dan sepanjang jalanan kami hanya dikelilingi oleh hutan yang sepi. Sungguh indah.
“ini pak uangnya”
Aku pun segera turun dari taxi dan memasukki Charity House tersebut. Lagi-lagi aku melihat Julia sedang termenung di halaman depan. Aku segera berlari ke arah belakang Julia dan menutup kedua matanya.
Ia memegang kedua tanganku yang sedang menutup matanya tersebut. Ia menaikkan tangannya yang semula memegangi tanganku ke arah pipiku. Aku pun mengejutkannya dari belakang.
“nah!”
Ia terkejut lalu tertawa. Ia mencubit pipiku.
“hey you! Watch up!” godaku.
Julia hanya tertawa mendengar ucapan-ucapanku.
“I love the way you smile and laugh”
Ia kembali menunjukkan ekspresi bingungnya.
“because it makes your face more beautiful, princess”
Ia terkejut dan tersenyum bingung.
“hahaha jangan buang-buang waktu”
Aku langsung mendorong kursi rodanya di dekat sawah. Aku mulai mengajarinya berbicara secara perlahan. Aku tak peduli lagi dimana aku harus berteduh setiap malam, mencari makan, dll. Yang aku pikirkan hanyalah bagaimana cara mengajari Julia berbicara. That’s all.
“aku..” ucapku.
“a.. ak.. aku” tiru Julia.
“cinta” ucapku.
“cii..cinntaa..” ulangnya.
“kamu” ucapku.
“ka.. kamu…” ulangnya lagi.
“yeay!!” teriakku kegirangan, walaupun aku hanya baru mengajarinya berkata 3 patah kata tersebut. Aku juga menyuruhnya untuk mengulangi kata-kata yang sudah aku ajarkan kepadanya setiap hari. Ia dengan antusiasnya terus berlatih. Ia adalah anak yang pandai menurutku. Ia sangat mudah diajari. Tak butuh waktu yang lama maka kemungkinan Julia sudah dapat menguasai cukup banyak kosakata. Aku sangat senang mengajarinya berbicara. Aku rasa ia adalah anak yang menyenangkan. Namun ada satu hal yang membuatku bingung. Mengapa mereka semua tak mau berteman dengan Julia? Ini sungguh aneh.
Selama aku mengajari Julia untuk berbicara, ponselku tak pernah berhenti bergetar. Semua panggilan tersebut adalah dari Staci, Mom, Tanner, Alexa, dan dad, serta Tim. Namun aku menghiraukannya. Untuk sementara waktu ini, aku hanya akan memfokuskan diri untuk mengajari Julia berbicara sampai bisa. Aku tak akan membuka twitter dan meng-update status *dengerin tuh enchancer! :p* terlebih dahulu. Aku hanya ingin mendengar suara indah milik Julia. Dan aku harap kalimat pertama yang berhasil ia ucapkan adalah kalimat untukku.
Saat sedang mengecek ponselku dan menghapus semua notifications yang masuk, tiba-tiba Julia berkata. Sungguh, suara yang amat indah!
“Greyson, I love you!” ucapnya yang sekaligus menjadi kalimat pertama yang berhasil ia ucapkan sendiri, tanpa bantuanku. Tak kusangka, harapanku menjadi kenyataan! Kalimat pertama Julia ia tujukan untukku. Hanya untukku!
“I love you too, Julia” jawabku santai.
Ia tersenyum dan tertawa.
“thank.. thank you Grey!” gumamnya sambil memelukku. Walaupun ucapannya masih sedikit kurang jelas, namun aku tau apa maksudnya.
-skip-
Hari-hari terus berlalu. Dan selama ini pula, sang pemilik Charity House mengijinkanku untuk tinggal bersama.
Pada suatu sore yang cerah, aku mengajak Julia berjalan-jalan. Oh iya, Julia sudah cukup lancar dalam hal berbicara. Aku mendorong kursi rodanya menuju ke suatu tempat. Ia terlihat cantik sore itu. Rambutnya ia tali di belakang namun ia gerai. Setelah sampai di suatu tempat di bawah pohon, aku segera menggendong Julia untuk ikut duduk di pohon (ranting pohonnya tidak tinggi). Saat sedang menggendongnya, ada suatu insiden kecil. Julia terlepas dari gendonganku. Hal ini menyebabkan aku ikut terjatuh bersamanya, dan ia menjatuhiku. Aa. Kami bertatap-tatapan sejenak. Lalu ia tersenyum dan mulai membuang pandangannya. Ia berusaha untuk duduk sendiri tanpa bantuan. Namun sesekali aku membantunya apabila ia terlihat kurang seimbang. Setelah selesai, aku kembali menggendongnya untuk duduk di ranting pohon tersebut berdua. Aku merangkul pundaknya dan ia meletakkan kepalanya di pundakku.
“what will we do, Grey?” tanyanya.
“uhm… you will see!” godaku sambil tersenyum melihatnya. Ia juga tersenyum.
“okay, sunset is coming!” teriakku yang menyebabkan ia terbangun dari pundakku. Kami terus melihat matahari terbenam. Namun sebelum matahari sepenuhnya terbenam, aku segera membalikkan tubuhku ke arahnya. Aku juga membalikkan tubuhnya ke arahku. Kami berdua saling bertatapan. Dan kami pun berciuman tepat saat matahari terbenam.
***

Penyakit kanker Julia bertambah parah. Aku tak tau mengapa, namun dokter bilang kanker Julia sudah menyebar.
“Julia.. please don’t leave me alone, I love you so much!” teriakku sebelum Julia memasukki ruang operasi.
“I know Grey… doakan aku ya”
“pasti Jul! remember, I LOVE YOU!”
Julia hanya membalasnya dengan senyuman. Oh iya, Julia sudah bisa berbicara sekarang. Hanya dengan waktu kurang lebih 5 bulan, ia sudah dapat berbicara dengan cukup lancar. She’s fucking adorable!
Aku terus berjalan-jalan mondar-mandir menunggu hasil operasi Julia.
“gimana dok?!” teriakku langsung setelah dokter keluar.
“operasinya berhasil, namun ia masih kritis. Mungkin dia bisa koma selama beberapa bulan”
“koma?!”
“iya, sabar ya”
Dokter pun meninggalkanku. Aku segera menuju ke ruang ICU dan melihat Julia yang sedang terbaring di atas ranjang putih dengan berbagai macam alat medis di tubuhnya.
“Julia.. please wake up…” bisikku berulang-ulang di dekat telinga kirinya.
Ini sudah sekitar 2 bulan namun Julia belum juga sadarkan diri.
“JULIA!!” bisikku terus menerus.
Tak kusangka, panggilanku yang kali ini didengar olehnya. Ia mulai menggerakkan sedikit lebih sedikit jemarinya dan ia membuka matanya perlahan. Ia yang masih sangat lemah, ia menatapku.
“Julia kamu sadar! Aku panggil dokter dulu ya!” teriakku kegirangan.
“no Greyson NO!” jawab Julia sambil menarik tanganku.
“Julia?” aku mulai meneteskan air mataku. Ia membersihkan air mataku yang ada di kedua pipi chubby ku ini :3 .
“Grey,.”
“iya Jul?”
“aku udah gak kuat lagi” desah Julia.
“jangan bilang begitu! Dokter bilang kalo operasimu berhasil, jadi jangan netiv gitu dong!”
“Grey, tapi aku udah gak kuat..” desahnya lagi.
“Jul, jangan tinggalin aku…” aku meneteskan air mataku terus menerus. Sedangkan Julia masih memegangi pipi kiriku.
“jaga diri baik-baik yah..” desahnya lagi.
“Julia…”
“good bye, My Greyson Michael Chance…”
“good bye, Julia!”
Dan *TITTT* Julia pun menghembuskan nafas terakhirnya. Dan aku masih teringat tentang kenangan kami berdua. Saat pertama kali kami bertemu di bandara, saat di hotel, saat charity, hingga aku mengajarinya berbicara. Ia memberikan kalimat pertama dan kalimat terakhirnya untukku. Well, this is my love story, and it starts naturally.

-THE END-

0 comments:

Post a Comment

 

SimpleTeen(•”̮ •)з Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting