“Greyson… kamu packing barang-barangmu sendiri ya… kita akan segera ke Washington besok lusa..”
“iya,
Staci..”
Hai,
perkenalkan, namaku Greyson Michael Chance yang biasa dipanggil sama enchancers
Greygrey hahaha. Aku berumur 15 tahun. Oh ya, aku itu penyanyi terkenal gitu,
jago main piano lagi :p . Selain mempunyai hobi bermain piano dan bernyanyi,
aku juga suka banget sama yang namanya charity. Pasti kalian udah tau ya kalo
hatiku ini baik banget :p #ehnggakdeng .
Oh iya, perempuan yang daritadi duduk di sebelahku ini yang daritadi sekalian nampak ini #eh itu namanya Staci Yamano, managerku yang paling cantik di dunia, tapi juga paling nyebelin. Walaupun yang nyebelin itu sebenernya aku sih :3 . Aku itu suka banget sama yang namanya pranks! Kalian pasti tau itu apa. Ya, sejenis ngejailin orang gitu deh. Si Staci ada sampe nyerah ngadepin aku. Karena aku itu anak yang bener-bener jail parah. Tingkat 8 kali ya. Hahaha udah ah ngocehnya, mau packing dulu nih, bye! #ehnggakdeng maksudnya mau siapin batere camera sama laptop, buat ngerekam sama nulis GSS ini :p .
Oh iya, perempuan yang daritadi duduk di sebelahku ini yang daritadi sekalian nampak ini #eh itu namanya Staci Yamano, managerku yang paling cantik di dunia, tapi juga paling nyebelin. Walaupun yang nyebelin itu sebenernya aku sih :3 . Aku itu suka banget sama yang namanya pranks! Kalian pasti tau itu apa. Ya, sejenis ngejailin orang gitu deh. Si Staci ada sampe nyerah ngadepin aku. Karena aku itu anak yang bener-bener jail parah. Tingkat 8 kali ya. Hahaha udah ah ngocehnya, mau packing dulu nih, bye! #ehnggakdeng maksudnya mau siapin batere camera sama laptop, buat ngerekam sama nulis GSS ini :p .
Tak terasa
hari ini sudah hari Kamis, dan tibalah saatnya aku harus berangkat ke
Washington buat meet&greet, photo party, dan charity. Oh ya, selain
ditemenin sama si Staci, mom juga ikut hloo…
Aku berjalan
santai sambil berakting sebagai orang biasa. Aku mengenakan kacamata hitam
supaya tidak dikenali oleh fans-fansku. Aku sedang terburu-buru, masalahnya._.
Pas lagi
jalan, aku terkejut bukan main. Karena tiba-tiba ada salah satu enchancer yang
mengenali aku dan dia teriak-teriak gitu. Menurutku sih dia cantik, tapi little
bit crazy deh. Aku berusaha melepaskan pelukannya, namun ia memelukku dengan
sangat erat. Dan akibatnya, banyak enchancers yang curiga dan akhirnya tau
bahawa aku adalah seorang Greyson Michael Chance. Mau kabur ya gimana, mau
marah ya gimana, lagipula mereka semua kan enchancers, fans sejatiku gitu.
Mereka semua pada minta foto sama tanda tanganku. Namun, dengan sangat
‘terpaksa’ dan ‘mepet’, aku menolak mereka semua. Aku benar-benar sedang
terburu saat ini. Sorry enchancers..
Aku terus
berjalan di kerumunan fans-fansku dengan bantuan kedua bodyguardku. Saat aku
berjalan, tiba-tiba ada seseorang yang menarik tanganku. Who is that? Okay, to
be continued. #ehnggakdeng .
Maksudnya,
tiba-tiba ada perempuan yang narik tanganku gitu. Dia kasihan banget. Wajahnya
pucet banget dan dia lumpuh. Dia jalannya pake kursi roda. Walaupun dia udah
diusir-usir sama bodyguardku, namun hatiku sedikit tergerak dan membiarkannya
berkata-kata sejenak.
“hi sweetie,
what’s your name? why you look so pale?” tanyaku kepadanya. Ia menangis gembira
sambil terus meneriakki namaku.
“ssshhtt…
jangan teriak-teriak dong” pintaku.
Ia tetap
menangis bahagia sambil terus menatapku.
“don’t be
cry like this. You’ll look more beautiful if you smile, okay?” hiburku.
Aku bingung,
karena ia tak menjawab apa-apa.
“are you
alright?” tanyaku lagi.
Namun ia
hanya terdiam sambil terus menangis. Aku semakin iba melihat keadaaannya. Aku
pun memeluknya sebagai tanda perpisahan. Karena pesawat yang aku tupangi akan
segera berangkat. Saat sedang memeluknya, seorang wanita sedikit tua berambut
panjang pirang menghampiriku.
“are you
Greyson Chance?” tanyanya tiba-tiba.
“yes, I am”
“omg!”
teriak wanita tersebut.
“uhm… by the
way, who is she? And why she didn’t answer all of my questions?”
“sorry
Greyson. Kamu itu adalah satu-satunya tokoh idola yang dia miliki. Oh ya,
namanya Julia. Dia itu udah ngefans banget sama kamu dari pertama kali dia liat
kamu di youtube, pas kamu nyanyiin paparazzi itu. Tiap dia liat kamu, dia slalu
nangis, walaupun gak ketemu secara langsung.”
Aku
tersenyum mendengar ucapan wanita tersebut.
“tetapi
mengapa ia tak menjawab perkataanku?” tanyaku.
“oh masalah
itu, dia bisu”
Hatiku
semakin iba mendengar perkataan wanita tersebut.
Betapa
kasihannya Julia. Ia lumpuh dan bisu.
“she had
cancer too” lanjut wanita tersebut.
Rasanya
mataku terperas-peras air matanya. Namun aku tetap menahan isakku ini.
Masih
beruntung baginya karena ia masih bisa melihat dan mendengar orang lain. Namun
tetap saja tidak enak.
*PESAWAT
MENUJU WASHINGTON AKAN SEGERA DIBERANGKATKAN 10 MENIT YANG AKAN MENDATANG. PARA
PENUMPANG YANG BELUM MEMASUKKI PESAWAT DIHARAP SEGERA MASUK KE PESAWAT KARENA
PESAWAT AKAN SEGERA LEPAS LANDAS*
“oh no, I
have to go now sweetie, what do you think?” tanyaku kepada Julia yang daritadi
masih menatapku sambil menangis.
“ouoouhoouuu”
jawabnya sambil terus menangis dan memperagakan bahasa isyarat kepada wanita
tersebut.
“oh okay.
Greyson, she wants to take a photo with you. And f you don’t mind, she want to
get your hand-sign”
“oh of
course!” jawabku sambil bersujud di belakang kursi rodanya dan memeluknya dari
belakang. Aku melihat Julia terus berusaha menghapuskan air matanya dengan
kedua tangannya. Aku pun mengeluarkan tissue dari kantungku dan membantunya
untuk membersihkan air matanya. Ia tersenyum melihatku dan aku membalas
senyumannya.
*jepret!!*
Ya, gambar
kami berhasil diambil.
“here is
it!” ucap wanita tersebut yang kemungkinan adalah ibunya sambil menunjukkan
hasil pemotretannya.
“it looks
great!” pujiku sambil memandangi foto tersebut.
Julia
tersenyum melihatku dan kembali mengeluarkan bahasa isyaratnya. Namun kali ini
aku memahami apa artinya. Artinya yaitu “I love you”. Aku tertawa melihatnya sambil
mencubit pipinya. Aku melihat ia terlihat kesakitan sambil memegangi pipinya
sambil tersenyum. Aku membalas isyarat tersebut yang berarti “I love you”
kepadanya. Dan aku memberinya a great hug!
“ok sweetie,
this is for you” ucapku sambil menyerahkan 1 album Truth Be Told yang sudah
kutanda tangani. Sebenarnya album tersebut akan kusumbangkan kepada enchancers
yang ada di Washington. Namun aku memberikan 1 albumku tersebut untuk Julia, my
true enchancer.
“bye
sweetheart!” teriakku sambil melambaikan tangan ke arahnya. Ia juga melambaikan
tangannya sambil terus memeluk albumku tersebut.
-skip-
Wahh…
akhirnya aku sampai juga di Washington! Wow…
“Greyson,
habis ini kamu istirahat, lalu besok ada acara meet&greet dan photo party.
Siap-siap ya, jangan sampai kecapekan bahkan sakit” jelas mom.
“iya mom,
Grey tidur dulu ya”
Aku pun
sudah sampai hotel dan segera membersihkan diri, makan, dan tidur. Malam
harinya, Staci mengajakku untuk berkeliling di kota ibukota ini. Aku juga
membeli berbagai macam camilan untuk cadangan selama di Washington. Aku juga
mendatangi salah satu mall nya, dan aku juga banyak bertemu dengan fans-fansku
disini. Aku sangat mencintai fans-fansku! I’d married to my fans!
Setelah
bosan berbelanja, aku pun memutuskan untuk kembali ke hotel untuk segera
beristirahat.
-next day-
“Greyson
wake up! Jadwal kamu hari ini padet banget hlo!” teriak mom dan Staci yang
berhasil membangunkanku dari dunia Oz. uh.
“iya iya gak
usah teriak-teriak gitu kali”
Aku pun
segera berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Aku pun segera masuk
ke mobil dan sarapan di mobil. Saat sampai di gedung meet&greet, dengan
bantuan bodyguard ku, aku berhasil masuk sampai ke backstage.
Saat di
backstage, aku sudah dikerubungi para enchancers. Ada yang minta foto, tanda
tangan, dsb. Dan aku hanya meng-iya-kan lucky enchancers saja hahaa. Setelah
mereka semua disuruh keluar sama bodyguard, aku pun memakan sebuah roti supaya
perut kenyang hati senang :p . saat sedang makan, tiba-tiba iPhone Staci
berbunyi.
*otp Staci*
“hello?”
“Staci! I’m
Ruth (ibu Julia). I just want to tell you that Julia will be on there,
Washington! We’ll go to there today!”
“omg!
Really?? Meet us on Hard Rock Hotel!”
“of course!
Julia can’t be patient to meet you guys! Hahaha”
“hahaha
okay, thanks for the information! Meet you later!”
“bye!”
-call ended-
“Greyson..”
panggil Staci tiba-tiba. Aku yang masih sibuk menelan rotiku ini hanya
mengangguk sebagai tanda bahwa aku ingin mengetahui kabar baik apa yang Staci
dapatkan dari telepon.
“what?”
ucapku pelan.
“Julia will
meet us later!”
“later?!
Omg!” aku langsung tersedak ketika mendengar ucapan Staci tersebut. Bahkan aku
tak tau mengapa aku bisa tersedak mendengarnya. Hahaha.
“yeah!”
“okay.”
Jawabku lalu langsung meraih segelas air putih di atas meja kecil di sebelahku.
“okay, now
is the show time!” teriakku pura-pura acuh. Padahal dalam lubuk hati yang
paling dalam, aku tak sabar menemui Julia.
“okay then”
jawab Staci datar.
Aku keluar
dari backstage dan memasukki panggung. Yaaa,, teriakan-teriakan khas tersebut
terdengar nyaring di telingaku. Aku mulai menyapa fans-fansku dengan kata-kata
yang cukup romantis, yang membuat mereka tak henti-hentinya berteriak. Apa pita
suaranya gak putus ya? :O
“okay fans,
I’ll sing you a romantic song, hahaha I bet you guys have known about this
song! Okay, I’ll sing You Might Be The One!”
Para
enchancers berteriak-teriak tidak karuwan. Namun aku hanya acuh sambil terus
memainkan piano dengan jemari ku sambil bernyanyi. Menikmati suasana ini. Stay
enjoy!
Setelah
selesai dengan acara meet&greet ini, aku segera kembali ke backstage dan
menemui mom. Mom memberiku segelas air putih dan membersihkan keringatku.
“Grey, after
this you will do a photo party”
“okay”
Aku masuk ke
dalam mobilku dan menuju ke tempat dimana aku akan mengadakan acara photo
party. Tak lupa, aku mandi dulu dan mengganti pakaianku.
Ya, seperti
sebelumnya, ya begitulah keadaannya. Aku meladeni para enchancers yang hendak
berfoto denganku. Dan akhirnya hari melelahkan ini pun berakhir! Thanks God.
“okay Grey, c’mon
go back to Hard Rock and sleep well, dear!”
“okay mom”
Aku tertidur
di perjalanan. Namun anehnya, sesampainya di hotel, aku tak dapat tidur.
Aku masih
terbayang-bayang mengenai Julia.
Aku pun
terbangun dari ranjang dan bertanya, “Staci, where is Julia?”
“hahaha
don’t be worry about that. Do you want to see her now?” tawar Staci.
Oh ya, waktu
itu mom udah tidur, tinggal aku sama Staci.
“no problem.
Do you know where is she?”
“ofc, why
not?”
“oh ya, tapi
sebelumnya nih aku mau tanya.”
“tanya apa
Grey? Tanya aja gapapa”
“gini hlo,
kok mamanya Julia bisa tau nomormu?”
“oh masalah
itu mah sepele. Pas kamu sama Julia lagi ngobrol-ngobrol tuh, si mamanya Julia
minta nomorku dan aku kasih deh dia.
“wow cool”
“hahaha”
“noleh
jalan-jalan?”
“boleh, tapi
di sekitar hotel aja ya, jangan jauh-jauh. Butuh bodyguard?”
“nggak deh”
“oke, cepet
ya!”
“iya iyaaa”
Aku berjalan
keluar dari kamarku. Aku menengok ke arah jamku. Ini pukul 11 malam. Orang
bodoh macam apa yang akan keluar dari hotel membahayakan dirinya sendiri hanya
demi mencari seorang wanita yang tak ia kenal? Ya itulah aku. Entah mengapa aku
mempunyai firasat bahwa Julia ada di hotel ini juga. Aaaa dan firasat ini terus
menghantuiku. Karena aku tak dapat menahannya, maka aku memutuskan untuk
mencarinya di bagian administrasi.
Setelah
sampai di dekat taman belakang, aku melihat ada seorang perempuan sedang duduk
diatas kursi rodanya sambil menangis. Aku penasaran lalu berjalan mendekatinya.
“Julia, is
that you?” sapaku.
Ia
membalikkan badannya dan terkejut bukan main melihatku.
“hey don’t
be like that, hahaha, I’ve already miss you, Julia! How was your day?”
Ia tak
menjawab apa-apa. Julia hanya menganggukkan kepala dan tersenyum ke arahku. Ia
memelukku.
Aku dapat
merasakan Julia yang sangat bahagia dapat bertemu denganku. Ya aku dapat
merasakannya. Sesuatu yang baginya mustahil menjadi kenyataan. Ia dapat bertemu
denganku dan berbincang-bincang secara langsung.
Malam ini
sungguh dingin. Malam ini berbeda dari malam biasanya. Aku melihat wajah Julia
yang terlihat pucat dan kedinginan. Ia menggigil. Aku melepaskan jaketku dan
memakaikannya ke tubuh Julia dan aku memeluknya, supaya tubuhnya lebih hangat.
“Julia, apa
kamu lihat bintang yang ada disana itu?” tanyaku sambil menunjuk ke arah
bintang yang paling besar, kejora.
Julia
mengangguk pelan sambil melihat ke arah bintang-bintang.
“kurasa kau
sepertinya”
Julia
melepaskan pelukanku dan ia menatapku dalam-dalam. Matanya seakan-akan
bertanya-tanya kepadaku mengenai apa maksud dari kalimatku tersebut. Aku
tersenyum kecil dan menjawab, “you’re beautiful”. Raut wajah Julia pun berubah
menjadi tertawa. Aku terus bercanda dengannya malam itu. Malam yang sangat
indah bagi kita berdua.
“oh wait!
It’s already 2am! Aku harus charity besok! Aku balik dulu ya, mau aku anterin?”
tawarku.
Julia
mengangguk pelan tanda setuju. Aku pun mendorong kursi rodanya menuju lift. Dan
tak disangka, kamarnya ternyata hanya terletak di sebelah kamarku. Kamar kami
bersebelahan! Omg.
“good night,
honey!” ucapku sambil membuka kamarku. Julia tersenyum dan masuk ke dalam
kamarnya juga.
“wah.. si
Staci sama mom udah pulas nih” desahku.
Aku pun
segera menuju ke toilet untuk mencuci wajah, tangan, dan kakiku. Setelah itu
aku langsung pergi tidur.
-skip-
Waduh! Aku
bangun kesiangan! Jadwal charity itu jam 8 pagi, tapi aku baru bangun jam
setengah 9 yaampun!
Dengan
sangat terpaksa, aku langsung mandi dan tidak sempat sarapan.
Setelah
sampai di tempat diadakannya charity tersebut, betapa terkejutnya aku mendapati
Julia disana.
Semua
anak-anak disana menyambutku dengan keceriaan, kecuali Julia. Ia terlihat
murung dan pucat. Dan ia hanya terdiam saja.
“hi guys!”
aku mulai membuka acara. Rangkaian acara demi acara telah kami lewati. Dan
sekarang saatnya aku memberikan sumbangan berupa dana kepada mereka. Setelah selesai,
aku langsung menghampiri Julia. Aku merasa iba melihatnya. Ia tak mempunyai
teman satu pun. Tak ada orang yang mau menerimanya, selain aku.
“Julia? I
have a plan for you!”
Ia menatapku
kebingungan. Walaupun ia tak dapat berbicara, namun aku masih dapat
berkomunikasi dengannya melalui ekspresi wajahnya yang ia tunjukkan kepadaku.
Ya, wajahnya menunjukkan ekspresi bingung. Oleh karena itu, aku mengetahui apa
yang menjadi maksudnya.
“jadi gini
hlo. Aku ngerasa kasihan sama kamu”
Ia terus
menatapku dalam dengan ekspresi ‘kepo’nya.
“jangan
menatapku seperti itu” ucapku sambil menunjuk ke arah wajahnya. Ia tertawa
kecil dan kembali menatapku.
“gimana kalo
aku yang ngajarin kamu berbicara? Aku yakin kamu pasti bisa kok”
“ouoooouu”
jawabnya. What?! Ekspresinya menunjukkan wajah orang tidak terima.
“apa kamu
menolaknya?”
Ia berpikir
sejenak lalu memelukku sambil tertawa.
“hahaha
you’re too funny, sweetie <3”
Ia
melepaskan pelukannya dan mulai memegangi pipi kiriku. Aku hanya terdiam. Aku
bingung melihat tingkah lakunya yang aneh tersebut. Namun kurasa aku menyukai
gayanya!
“sorry
sweetie. Will you come back to hotel?”
Ia tak
menganggukkan kepalanya, namun ia menggelengkannya dengan ekspresi sedih.
“so? Where
will you stay?”
Ia menunjuk
ruangan tempat kami sedang berkomunikasi sekarang ini.
“it’s okay.
But I have to go now. Take care!”
Aku berjalan
meninggalkannya dan menemui Staci.
“Greyson,
besok kita balik ke New York” ucap Staci.
“what?! Aku
gak mau!”
“hlo, kan
kita Cuma rencana buat ke sini 2 hari aja, gak lebih!”
“tapi.. aku
sudah berjanji dengan Julia!”
“berjanji
apa?”
“berjanji
untuk mengajarinya berbicara!”
“hahaha
that’s too impossible” ledek Staci.
“nooo!!
Nothing’s impossible, okay?”
“pokoknya
kita harus balik ke New York besok”
Aku tak
menjawab perkataan Staci tersebut. Aku tengah berpikir bagaimana caraku
melarikan diri untuk membantu Julia mengajarinya berbicara? Oke, aku punya ide!
-tomorrow-
“ayo Grey,
pesawat akan tiba disini 15 menit lagi. Siap-siap dulu ya…”
“iya. Tapi,
aku mau ke toilet dulu” alasanku. Walaupun sebenarnya aku tidak berminat untuk
pergi ke toilet. Namun itulah rencanaku kemarin.
“jangan
lama-lama!”
Aku langsung
berlari menuju ke toilet dan menemui temanku yang tinggal di Washington untuk
menyamar menjadi seorang Greyson Michael Chance.
“thanks
Tim.. if you need the ticket for the plane, I’ll buy it for you!”
“okay
Greyson, you’re really my bestfriend”
“hahaha of
course, Tim. Now it’s the time! Kamu nyamar jadi aku, dan aku bakal kabur ke
tempat charity kemarin!”
“okay”
Kami pun
menjalankan rencana kami.
Tim memakai
pakaianku dan kacamata hitamku dan aku memakai pakaian Tim dan kacamata
hitamnya dan segera berlari keluar dari bandara dan menaiki taxi.
“pak, ke
tempat Charity House (tempat Greyson ngadain charity sebelumnya) ” pintaku
kepada si sopir.
“oh iya”
Selama
perjalanan, aku hanya melihat-lihat ke luar jendela sambil menikmati
pemandangan yang ada. Pemandangan di Washington sungguh indah. Apalagi di
perjalanan menuju ke Charity House. Jalanannya menanjak dan sepanjang jalanan
kami hanya dikelilingi oleh hutan yang sepi. Sungguh indah.
“ini pak
uangnya”
Aku pun
segera turun dari taxi dan memasukki Charity House tersebut. Lagi-lagi aku
melihat Julia sedang termenung di halaman depan. Aku segera berlari ke arah
belakang Julia dan menutup kedua matanya.
Ia memegang
kedua tanganku yang sedang menutup matanya tersebut. Ia menaikkan tangannya
yang semula memegangi tanganku ke arah pipiku. Aku pun mengejutkannya dari
belakang.
“nah!”
Ia terkejut
lalu tertawa. Ia mencubit pipiku.
“hey you!
Watch up!” godaku.
Julia hanya
tertawa mendengar ucapan-ucapanku.
“I love the
way you smile and laugh”
Ia kembali
menunjukkan ekspresi bingungnya.
“because it
makes your face more beautiful, princess”
Ia terkejut
dan tersenyum bingung.
“hahaha jangan
buang-buang waktu”
Aku langsung
mendorong kursi rodanya di dekat sawah. Aku mulai mengajarinya berbicara secara
perlahan. Aku tak peduli lagi dimana aku harus berteduh setiap malam, mencari
makan, dll. Yang aku pikirkan hanyalah bagaimana cara mengajari Julia
berbicara. That’s all.
“aku..”
ucapku.
“a.. ak..
aku” tiru Julia.
“cinta”
ucapku.
“cii..cinntaa..”
ulangnya.
“kamu”
ucapku.
“ka.. kamu…”
ulangnya lagi.
“yeay!!”
teriakku kegirangan, walaupun aku hanya baru mengajarinya berkata 3 patah kata
tersebut. Aku juga menyuruhnya untuk mengulangi kata-kata yang sudah aku
ajarkan kepadanya setiap hari. Ia dengan antusiasnya terus berlatih. Ia adalah
anak yang pandai menurutku. Ia sangat mudah diajari. Tak butuh waktu yang lama
maka kemungkinan Julia sudah dapat menguasai cukup banyak kosakata. Aku sangat
senang mengajarinya berbicara. Aku rasa ia adalah anak yang menyenangkan. Namun
ada satu hal yang membuatku bingung. Mengapa mereka semua tak mau berteman
dengan Julia? Ini sungguh aneh.
Selama aku
mengajari Julia untuk berbicara, ponselku tak pernah berhenti bergetar. Semua
panggilan tersebut adalah dari Staci, Mom, Tanner, Alexa, dan dad, serta Tim.
Namun aku menghiraukannya. Untuk sementara waktu ini, aku hanya akan
memfokuskan diri untuk mengajari Julia berbicara sampai bisa. Aku tak akan
membuka twitter dan meng-update status *dengerin tuh enchancer! :p* terlebih
dahulu. Aku hanya ingin mendengar suara indah milik Julia. Dan aku harap
kalimat pertama yang berhasil ia ucapkan adalah kalimat untukku.
Saat sedang
mengecek ponselku dan menghapus semua notifications yang masuk, tiba-tiba Julia
berkata. Sungguh, suara yang amat indah!
“Greyson, I
love you!” ucapnya yang sekaligus menjadi kalimat pertama yang berhasil ia
ucapkan sendiri, tanpa bantuanku. Tak kusangka, harapanku menjadi kenyataan!
Kalimat pertama Julia ia tujukan untukku. Hanya untukku!
“I love you
too, Julia” jawabku santai.
Ia tersenyum
dan tertawa.
“thank..
thank you Grey!” gumamnya sambil memelukku. Walaupun ucapannya masih sedikit
kurang jelas, namun aku tau apa maksudnya.
-skip-
Hari-hari
terus berlalu. Dan selama ini pula, sang pemilik Charity House mengijinkanku
untuk tinggal bersama.
Pada suatu
sore yang cerah, aku mengajak Julia berjalan-jalan. Oh iya, Julia sudah cukup
lancar dalam hal berbicara. Aku mendorong kursi rodanya menuju ke suatu tempat.
Ia terlihat cantik sore itu. Rambutnya ia tali di belakang namun ia gerai.
Setelah sampai di suatu tempat di bawah pohon, aku segera menggendong Julia
untuk ikut duduk di pohon (ranting pohonnya tidak tinggi). Saat sedang
menggendongnya, ada suatu insiden kecil. Julia terlepas dari gendonganku. Hal
ini menyebabkan aku ikut terjatuh bersamanya, dan ia menjatuhiku. Aa. Kami
bertatap-tatapan sejenak. Lalu ia tersenyum dan mulai membuang pandangannya. Ia
berusaha untuk duduk sendiri tanpa bantuan. Namun sesekali aku membantunya
apabila ia terlihat kurang seimbang. Setelah selesai, aku kembali
menggendongnya untuk duduk di ranting pohon tersebut berdua. Aku merangkul
pundaknya dan ia meletakkan kepalanya di pundakku.
“what will
we do, Grey?” tanyanya.
“uhm… you
will see!” godaku sambil tersenyum melihatnya. Ia juga tersenyum.
“okay,
sunset is coming!” teriakku yang menyebabkan ia terbangun dari pundakku. Kami terus
melihat matahari terbenam. Namun sebelum matahari sepenuhnya terbenam, aku
segera membalikkan tubuhku ke arahnya. Aku juga membalikkan tubuhnya ke arahku.
Kami berdua saling bertatapan. Dan kami pun berciuman tepat saat matahari
terbenam.
***
Penyakit
kanker Julia bertambah parah. Aku tak tau mengapa, namun dokter bilang kanker
Julia sudah menyebar.
“Julia..
please don’t leave me alone, I love you so much!” teriakku sebelum Julia
memasukki ruang operasi.
“I know
Grey… doakan aku ya”
“pasti Jul!
remember, I LOVE YOU!”
Julia hanya
membalasnya dengan senyuman. Oh iya, Julia sudah bisa berbicara sekarang. Hanya
dengan waktu kurang lebih 5 bulan, ia sudah dapat berbicara dengan cukup
lancar. She’s fucking adorable!
Aku terus
berjalan-jalan mondar-mandir menunggu hasil operasi Julia.
“gimana
dok?!” teriakku langsung setelah dokter keluar.
“operasinya
berhasil, namun ia masih kritis. Mungkin dia bisa koma selama beberapa bulan”
“koma?!”
“iya, sabar
ya”
Dokter pun
meninggalkanku. Aku segera menuju ke ruang ICU dan melihat Julia yang sedang
terbaring di atas ranjang putih dengan berbagai macam alat medis di tubuhnya.
“Julia..
please wake up…” bisikku berulang-ulang di dekat telinga kirinya.
Ini sudah
sekitar 2 bulan namun Julia belum juga sadarkan diri.
“JULIA!!”
bisikku terus menerus.
Tak
kusangka, panggilanku yang kali ini didengar olehnya. Ia mulai menggerakkan
sedikit lebih sedikit jemarinya dan ia membuka matanya perlahan. Ia yang masih
sangat lemah, ia menatapku.
“Julia kamu
sadar! Aku panggil dokter dulu ya!” teriakku kegirangan.
“no Greyson
NO!” jawab Julia sambil menarik tanganku.
“Julia?” aku
mulai meneteskan air mataku. Ia membersihkan air mataku yang ada di kedua pipi
chubby ku ini :3 .
“Grey,.”
“iya Jul?”
“aku udah
gak kuat lagi” desah Julia.
“jangan
bilang begitu! Dokter bilang kalo operasimu berhasil, jadi jangan netiv gitu
dong!”
“Grey, tapi
aku udah gak kuat..” desahnya lagi.
“Jul, jangan
tinggalin aku…” aku meneteskan air mataku terus menerus. Sedangkan Julia masih
memegangi pipi kiriku.
“jaga diri
baik-baik yah..” desahnya lagi.
“Julia…”
“good bye,
My Greyson Michael Chance…”
“good bye,
Julia!”
Dan *TITTT*
Julia pun menghembuskan nafas terakhirnya. Dan aku masih teringat tentang
kenangan kami berdua. Saat pertama kali kami bertemu di bandara, saat di hotel,
saat charity, hingga aku mengajarinya berbicara. Ia memberikan kalimat pertama
dan kalimat terakhirnya untukku. Well, this is my love story, and it starts
naturally.
-THE END-
0 comments:
Post a Comment