“Greyson, wake up!”
“yeah mom!”
Aku beranjak
dari kasurku yang empuk ini dan segera bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.
Oh ya,
perkenalkan, namaku Greyson, umurku 15 tahun. Aku sudah bisa naik mobil
sendiri. Jadi aku berangkat ke sekolah ya naik mobil sendiri. Aku meraih kunci
mobilku dan segera berangkat ke sekolah. Seperti biasa, aku berdiri sendiri di
balkon sambil memandangi ke bawah (lapangan) karena ruang kelasku adalah ruang
kelas 9G yang terletak di lantai 3.
Aku tersadar
dari lamunanku ketika Morgan, sahabat perempuanku datang.
“hey
Greyson, ngelamunin aku ya? Hahaha”
“ih.. enggak
kok. Lagi bosen aja”
“oh, yaudah
ya, mau pergi sama Taylor, bye!”
“bye”
Oh ya,
sebenernya aku menyimpan sedikit perasaan terhadap Morgan, namun kupikir ia
takkan pernah mengetahuinya. Ia sudah ada yang punya,. Aku pun memutuskan untuk
masuk ke dalam kelas. Oh ya, aku dikategorikan sebagai anak yang sangat pendiam
dan tertutup, maybe. Namun aku mempunyai banyak fangirls di sekolah. Aku pun
tak tau apa sebabnya, namun Morgan pernah bilang bahwa aku keren menurutnya.
Dan itu cukup membuatku tenang. Aku tidak mudah tertarik terhadap perempuan.
Karena aku sudah putus asa untuk mendapatkan Morgan. Jadi, lebih baik aku tidak
berpacaran dan menutup diriku dari perempuan.
Hari sudah
siang, dan saatnya untuk pulang. Para siswa berhamburan keluar dari kelas
masing-masing untuk segera pulang, namun aku tidak. Aku berlari ke ruang musik
secara mengendap-endap dan aku menguncinya. Aku memainkan lagu ciptaanku sendiri.
Karena sebetulnya, aku sangat menyukai musik dan aku telah menciptakan banyak
lagu walaupun tidak diketahui banyak orang. Mungkin yang tau tentang ini
hanyalah Morgan, Taylor, dan kedua orang tuaku. Oh iya, aku adalah anak
tunggal.
“Fire,,
burning me up desire… taking in me so much higher and leave me wholeee”
Aku pun
selesai menyanyikan laguku tersebut, Fire. Aku segera mengintip ke luar
jendela, untuk memastikan bahwa tidak ada guru yang lewat. Saat sedang
mengintip, aku sangat terkejut setelah mendapati ada seseorang yang mengintip
pula dari jendela tersebut. Kedua mata kami saling bertatapan. Aku menyukai
matanya. Matanya bewarna biru dan sangat indah menurutku. Aku segera berpaling
untuk membuang pandangannya. Aku segera membuka pintu ruang musik tersebut.
“hi Greyson”
sapa anak perempuan bermata indah tersebut.
“hi” jawabku
singkat lalu meninggalkannya.
“wait!”
ucapnya tiba-tiba sambil menahan tanganku.
“what?”
“my name is
Stella”
“so”
“nothing. I
hope we can meet again someday”
Aku hanya
tersenyum kaku sambil menatapnya. Ia pun masuk ke ruang musik tersebut. Tanpa
sengaja, aku terngiang dalam alunan suaranya yang merdu tersebut. Terdengarlah
suara anak perempuan yang sangat lembut dengan alunan pianonya. Aku
memberanikan diri untuk kembali mengintipnya. Ya, ia sedang memainkan lagu My
Way. Dan aku melihat matanya terus meneteskan air matanya. Aku merasa tak tega
dengannya, namun apa boleh buat? Aku tak mengenalnya.
Aku berjalan
menuju ke mobilku. Saat tengah berjalan, tiba-tiba anak perempuan bermata indah
tersebut memanggilku.
“Greyson!
Take care!”
Aku sedikit
menoleh dan tersenyum dingin, lalu melanjutkan perjalananku.
Entah
mengapa? Apa yang terjadi pada diriku ini? Aku terus memikirkan tentangnya,
Stella. Mulai dari mata kita saling bertatapan, matanya bewarna biru tersebut,
suaranya yang merdu, tingkahnya yang terlihat dingin namun baik, dsb. Aku pun
tak tau mengapa.
-next
morning-
Wah, aku kok
bangunnya semangan banget ya? Apakah ini karena Stella? Ah sudahlah lupakan
saja. Aku segera pergi membersihkan diri dan sarapan. Dan ya, seperti biasanya,
aku segera berangkat ke sekolah dengan mobil pribadiku. Aku mengendarainya
cukup kencang karena masih sepi. Sesampainya di sekolah, aku segera berlari ke
kelas untuk meletakkan tas dan mengambil buku-bukuku dari loker. Setelah itu,
aku segera duduk di koridor sekolah lantai bawah.
“hi” sapa
seorang perempuan tiba-tiba sambil meraih pundakku. Aku yang semula hanya
terdiam sambil mendengarkan lagu dari iPhoneku, segera melepas earphone ku dan
menatapnya. Dia adalah Stella. Seperti biasanya, ia terlihat sangat cantik
dengan branded hair nya.
“oh hi”
jawabku singkat.
“you are so
cold”
“so are you”
“hahaha.
Need friend to talk?”
“no”
“urgh.”
“haha just
kidding”
Ia
melemparkan senyumannya yang sangat indah tersebut. Aku membalas senyumannya.
“you look so
beautiful today”
“and you’re
so handsome just like usual”
“thanks”
“no problem”
“uh..”
“what?”
“nothing”
“oh,
ngomong-ngomong kakak kelas berapa ya?”
“aku? Aku
kelas 9G”
“oh, aku
kelas 7D”
“wow, bagus
dong”
“bagus
apanya?”
“ah gapapa”
“yaudah”
“hey
Greyson!” sapa Morgan tiba-tiba yang membuatku sedikit terkejut.
“hi! Okay
Stella, I have to go now, bye!” ucapku cepat karena Morgan menarik tanganku
secara tiba-tiba.
“okay” aku
melihat Stella menjawabnya dengan nada yang lesu. Apa yang terjadi padanya
tiba-tiba? :O
Aku berlari
pelan, karena Morgan terus menarik tanganku.
“lepasin
aku! What’s going on?!” bentakku.
“nothing.
Why?”
“trus kenapa
kamu narik-narik aku kesini?”
“gakpapa.
Siapa dia?”
“itu
temanku. Itu bukan urusanmu!”
“ohya?! Oke,
kamu udah dapet teman baru sekarang. Yaudah, brarti kamu udah lupain aku. Oke,
kita putus!”
*putus dalam
arti sahabat, maksudnya*
“hey!”
Namun Morgan
tetap tak menghiraukan. Ia pergi.
Aku terdiam
dan termenung, sedikit sedih, atau mungkin sangat sedih. Ini lebih menyakitkan
dari yang dibayangkan sebelumnya. Harus diputus sahabat yang selalu ada bagiku.
Morgan, namanya. Aku sangat menyayanginya. Ia adalah the one and the only I
have in here. Dan sekarang? Aku merusak tali persahabatanku yang sudah terjalin
sejak lama. Hanya demi seorang perempuan yang tak dikenal, hanya demi seorang
perempuan yang sama sekali tak diketahui olehku. Aku hanya mengetahui namanya,
mungkin. Oh, dan kedua mata birunya yang amat indah tersebut. Sudahlah, ini sudah
terjadi. Dan ini sepenuhnya salahku, bukan salah Stella. Jadi aku tak boleh
mengungkapkan semuanya yang sudah terjadi kepada Stella. Aku tak mau membebani
pikirannya. Karena, aku baru bertemu dengannya kemarin. Ya, kemarin. Aku
berjalan menuju kelasku. Selama perjalanan, aku hanya dapat terdiam dan
termenung. Membayangkan apa yang sudah terjadi pagi ini. Yang secara otomatin,
akan merusak hari-hari indahku. Aa, mengapa hari ini harus ada?
Aku tak tau
apa yang sudah aku perbuat hari ini. Mengapa aku sedingin itu?! Tak kusangka
sebelumnya. I love her. Morgan, I love you. Aku sangat mencintai Morgan, namun
ia tak pernah mengetahui perasaanku yang sesungguhnya. Sekalipun tidak. Ia
hanya menganggapku sebagai sahabat, tidak melebihi batas, tidak lebih dari itu.
Mungkin aku
sudah gila. Mungkin aku sudah tidak waras. Namun kali ini aku benar-benar
bungkam. Aku tak mengeluarkan sepatah dua patah kata pun selama pelajaran. Aku
hanya terdiam.
Saat pulang
sekolah, aku membereskan buku-bukuku lalu memasukkannya ke dalam loker sekolah.
Saat sedang sibuk merapikannya, suara manis tersebut terdengar lagi.
“hi kak”
Aku menoleh
sedikit tanpa tersenyum (dengan wajah yang sungguh, super duper datar, maybe)
dan mendapati Stella sedang tersenyum ke arahku. Aku membalas senyumannya, lalu
berpaling kembali ke arah buku-bukuku. Aku menjawabnya, “oh Stella. Come!”
Aku
memandangnya dari sudut pandang (samping mata)ku dan aku melihatnya terus
berjalan mendekat ke arah ku. Tiba-tiba, *HUPP* ia memelukku. Aku hanya
terdiam. Aku bingung, apa yang ia lakukan?! Ia sungguh tidak sopan, menurutku. Tiba-tiba
ia melepaskan pelukannya dan menatapku dalam-dalam. Namun aku menghiraukannya.
Aku masih terlalu fokus dengan buku-buku yang berserakkan yang ada di hadapanku
sekarang ini. Tiba-tiba, ia memegang daguku dan menariknya. Ia mendekatkan
wajahnya ke arahku. Aku tau apa makasudnya. Secara tangkas dan cepat, aku
langsung melepaskan pelukannya dan mendorongnya. Ia tampak sedikit kecewa
bercampur sedih. Maafkan aku Stella, tapi I don’t like the way you kiss me.
Urgh.
“kak??
Uhm..”
“no problem”
jawabku tanpa memandangnya sedikit pun. Aku segera meninggalkannya. Aku sungguh
kesal dengansikapnya tadi. Selama di perjalanan, aku masih tidak mengerti.
Mengapa aku sedingin es? Mungkin aku adalah satu-satunya orang di dunia yang
memiliki watak sedingin ini.
Aku
termenung. Aku terdiam. Aku merebahkan tubuhku yang dingin ini ke kasur
empukku. Tanpa berganti pakaian seragam terlebih dahulu, aku terlelap dalam
dunia Oz. Aku terbangun, terbelalak, mendengar suara televisi yang dinyalakan.
Ia menyalakannya dengan sangat keras. Kupikir ia sengaja melakukannya. Ia
sungguh menyebalkan. Walaupun ia baik, namun ia pengganggu!
“itu pasti
Tanner!” gumamku.
Aku
mengucek-ucek mataku dan melihat ke arah jam dinding yang ada di dekat foto
keluargaku. 6 sore, itu lah yang tertera disana. Aku memutuskan untuk tidak
menyantap makan malam pada hari ini. Aku tidak merasa lapar. Dan aku sedang
tidak enak badan. Aku juga sedang bad mood hari ini. Aku segera mandi. Setelah
selesai, aku membuka twitterku. Terdapat 2 mentions disana. Ya, dia Stella.
@greygreyson
sorry for today. Hope you’ll forgive me very soon.
@greygreyson
kak? Are you upset?
Aku hanya
diam membacanya. Aku membalas satu dari dua mentionnya tersebut.
@sweetstella
nope. Okay.
Aku pun
segera mematikan twitterku dan kembali pergi tidur. Mungkin kalian akan mengira
aku adalah seekor singa masae, yang selalu mengisi waktunya dengan tidur,
tidur, dan tidur. Namun apa boleh buat? Inilah kenyataannya. Aku memang sangat
menyukai tidur dan terlelap dalam dunia Oz yang maya namun indah. Aku juga tak
tau mengapa aku seperti ini. Biasanya dikala aku sedih, aku slalu menyalakan
twitterku dan bermention ria dengan Morgan. Apakah ia yang menyebabkanku
seperti ini? Tenggelam dalam dunia kesedihan dan keputus asaan. Ternyata
‘galau’ itu sungguh tidak enak.
-next day-
Seperti
biasa, driving alone, walking alone, sitting alone. Aku duduk sambil
mendengarkan lagu The Beatles. Ya, aku penggemar beratnya, terutama John
Lennon. Mungkin kalian akan mengira aku sungguh jadul. Namun inilah kenyataan.
“hey!”
panggil seorang laki-laki ke arahku. Ia Justin! Well, sedikit perkenalan,
Justin adalah sahabat semasa TK ku. Dan tak disangka, aku bertemunya di sekolah
ini. Namun selama SMP, aku tak cukup dekat dengannya. Ia menjadi anak yang
sangat populer. Mungkin karena ia tampan, lebih tampan dariku, jauh lebih
tampan dariku, tepatnya. Namun aku tak peduli. Sekali sahabat, tetap sahabat
iya kan? Walaupun mungkin ia sudah tak menganggapku lagi.
“uhm.. what’s
up, bro?” balasku.
“nothing.
Long time we never meet. I miss you, bro!”
“hahaha it
has been 10 years ago”
“hahaha you
true! But, I have to go now with Selena my girlfriend. Bye!”
Aku pun
tersenyum dan kembali memasang earphone ku untuk mendengarkan lagu The Beatles.
-3 months-
Wah, tak
terasa sebentar lagi perpisahan. Dan sebelumnya, kami menghadapi ujian
nasional.
Aku
mengerjakan soal demi soal, lembar demi lembar dengan penuh kehati-hatian dan
ketelitian. Aku ingin memperoleh nilai yang terbaik.
“Grey, come
here” panggil Miss Vio yang cukup mengejutkanku pagi itu. Ya, UN sudah berakhir
and I did it! Aku berhasil mendapat nilai terbaik di sekolahku. Dan saatnya
bagi kami untuk mempersiapkan acara perpisahan sekolah.
“iya miss?”
“kamu ngisi
acaranya main piano ya”
“tapi miss??
Kenapa gak…” ucapanku terpotong oleh Miss Vio.
“Stella??
Dia besok duet sama kamu! Apa kamu gak tau?”
“gak tuh”
“yaudah. Ini
Cuma info aja. Makasih.”
“sama-sama”
Aku sempat
terkejut dan bingung bukan main. Kenapa Stella bisa ikut mengisi acara
perpisahan kelas 9 bersama denganku? Ah sudahlah, lupakan saja. Lagipula aku
masih kesal dengannya sejak kejadian tersebut. Ya,kejadian dimana Stella hampir
mencuri 1st kiss ku. Aku masih tak dapat melupakan hal tersebut.
That moment is still stuck in my head!
Miss Vio
meninggalkanku yang tengah masih berdiri terpatung. I can’t believe it!
Aku pulang
ke rumah. Namun entah mengapa, tiba-tiba hatiku terasa sangat berbunga-bunga.
What happened with me? Omg.
***
Aku mengisi
hari-hari terakhirku bersama Stella.
* hari-hari
sebelum perpisahan, maksudnya._.*
Aku terus
berlatih membawakan lagu ini. Lagu yang paling kusukai, A Thousand Years. Kami
membawakan lagu ini sambil bermain piano.
-skip-
-performance-
Wahh.. gak
disangka hari ini akan cepat datang! Hari ini adalah hari perpisahanku dengan
teman-teman,dan otomatis perpisahanku dengan Stella. Walaupun aku pernah
menolak kissnya, tapi entah mengapa aku merasa menyesal. Hari ini aku duet
dengannya, Stella. Ia didandani sedemikian rupa hingga ia terlihat sangat
cantik. Ia memakai dress bewarna merah muda dengan branded hairnya yang
dikesampingkan. Rambutnya bewarna coklat mengkilap, sama seperti rambutku.
Rambutku dibuat berjambul dan aku memakai shirt + jas bewarna hitam dan juga
celana panjang bewarna hitam. Aku dan Stella pun mulai berjalan bersama ke atas
panggung sambil bergandengan tangan. Sesampainya di panggung, kami memberi
hormat kepada para hadirin yang telah berkenan hadir pada acara perpisahan kami
ini (?).
Aku duduk di
sebuah kursi piano, bersebelahan dengan Stella. Aku memainkan chord dan Stella
memainkan melody. Suara kami terpadu menjadi suatu kesatuan yang dahsyat. Kami
berduet! Tak lupa, orang tua kami merekamnya. Sebagai kenang-kenangan, mungkin.
Setelah selesai berduet, kami berdua pun saling bertatapan sejenak, sebagai
tanda perpisahan. Aku menggandeng tangannya dan kami segera menuju ke bagian
muka panggung. Kami memberikan hormat kami secara bersamaan sambil tetap
berpegangan tangan.
Malam ini
menjadi malam yang spektakuler, namun cukup menyedihkan pula. Aku harus
meninggalkan teman-temanku dan juga, Stella. Namun sebelum kami berpisah, kami
sempat mengambil sebuah foto bersama. Kami berdua terlihat sangat menikmati
acara malam ini. Yeah, tonight was the most incredible night I ever knew.
***
-10 years
later-
Aku
berlari-lari sambil menyeret koperku. Aku takut sekali akan tertinggal kapal.
Aku memasukki pintu kapal dengan nafas yang tersengal-sengal. Aku segera menuju
ke kamar yang sudah aku pesan. Oh iya, hari ini aku akan berangkat ke London,
untuk memulai karierku disana. Aku sengaja mengendarai kapal, karena aku takut
akan ketinggian, dan aku phobia pesawat. Kurapikan tempat tidurku ini dan
kutata rapi pakaian-pakaianku ke dalam almari pakaian yang telah disediakan.
Aku tiduran sejenak, lalu berniat untuk berjalan-jalan sejenak.
“bagus
banget kapal ini” gumamku sambil berjalan-jalan.
Hari sudah
malam. Aku menuju ke ruang makan untuk menyantap makan malam kami. Aku duduk
dan mulai menyantapnya. Setelah selesai, aku berniat untuk berjalan keluar, ke
balkon kapal.
“tonight is
so cold” gumamku sambil memeluk tubuhku sendiri.
Aku duduk di
salah satu bangku yang disediakan. Ada 2 bangku disana. 1 di sisi kiri, 1 di
sisi kanan. Aku menduduki yang sisi kiri. Karena ada seorang perempuan yang
sedang duduk di bangku sisi sebelah kanan. Aku menatapnya. Wajahnya penuh
keputus-asaan. Seakan-akan, ia tak memikirkan hidupnya lagi. Apa yang terjadi
dengannya?
“hi girl”
sapaku, memberanikan diri.
“hi”
jawabnya datar.
“sepertinya
aku mengenalimu. Isn’t it?”
“we never
met before. Kbye.”
Perempuan
tersebut beranjak dari bangku tersebut dan berjalan secara perlahan menuju ke
dalam kapal. Aku mengejarnya. Karena aku tau bahwa aku pasti mengenalinya. Aku
menarik tangannya dan membalikkan tubuhnya. Aku memandangi tatapan matanya.
Tatapannya seperti… STELLA?!
“Stella?? Is
that you??” tanyaku.
“how can you
know my name?”
“aku Greyson
Stel, masa kamu lupa sih??”
Ia terdiam
sejenak sambil terlihat sedang berpikir keras.
“oh kak
Greyson!”
Aku terkejut
bukan main mendengarnya. Ternyata ia masih mengingatku. Wow. Aku memeluknya
dengan amat sangat erat. Aku sangat merindukannya. She’s the one who make me
like this, who always inspired me everytime I remember her.
“kak.. aku
kangen banget sama kamu…” ucapnya terharu.
“jangan
panggil aku kak, panggil aku Grey aja”
“iya kak,
uhm.. maksudnya Grey”
Aku
melepaskan pelukkannya dan menghapus air mata yang membasahi pipinya.
“don’t be
cry, sweetheart!” hiburku.
Ia terlihat
sedikit tersenyum. Ia menjadi sedikit dingin, menurutku. Sikapnya berubah pula.
“Stella? Are
you alright?”
“yeah”
Aku
tersenyum dan kembali memeluknya. Menghilangkan semua rasa rindu yang telah
kupendam selama 10 tahun ini.
“I miss you
so much! Boleh kita cerita-cerita sejenak?” tanyaku.
Ia tersenyum
sejenak dan mengangguk sebagai tanda persetujuan. Ia mulai menceritakan
kehidupannya. Aku sangat menikmati ceritanya. Aku melihat mulutnya yang tak
berhenti berceloteh, seakan-akan sulit untuk diberhentikan.
Waktu sudah
menunjukkan pukul 12 malam. Aku segera berpamitan dengannya, Stella untuk pergi
tidur.
“uhm… ini
udah jam 12 malam, aku tidur dulu ya. Besok temui aku disini, di tempat ini!”
pintaku.
Ia tersenyum
sejenak dan meng-iya-kan permintaanku.
Malam ini
sungguh mengejutkan. Aku bertemu dengan teman lamaku di kapal yang sama. Ia
terlihat semakin cantik, namun ia sedikit dingin. Dan aku merasa sangat nyaman
ketika berada di dekatnya.Apakah hal ini disebabkan karena aku menyukainya? Ah
kurasa tidak. Satu kali lagi, aku tidak akan tertarik pada wanita. Tak akan.
Lupakan dia, Greyson!
-next day-
Aku berlari
sekuat tenaga. Kami bermain kejar-kejaran. Walaupun umurku 25 tahun dan umurnya
23 tahun, namun kami masih menyukai permainan ini. Mungkin kedengarannya hal
ini sungguh konyol. Hingga aku mulai merasakan sesak nafas.
“Stel, aku
ke toilet dulu ya. Bentar aja kok”
“ada apa
emang?”
“uhm… gak
ada apa-apa”
“oke”
Aku pun
berlari meninggalkan Stella yang masih bingung karenaku. Ia terus menatapku
hingga aku masuk ke dalam kapal.
Aku berlari
kecil masuk ke toilet. Aku segera meraba kantungku dan mengambilnya. Ya, ini
adalah obat asma. Aku telah menderita penyakit ini sejak 3 tahun silam. Dan
penyakitku ini bukannya tambah sembuh, tapi bertambah parah. Aku segera
menyemprotkan obat tersebut ke dalam rongga mulutku dan segera memasukkannya
kembali ke dalam kantungku. Aku berjalan keluar dari toilet dan ke balkon,
tempat Stella menungguku. Aku melihat dari kaca jendela di belakang balkon. Aku
melihatnya ia sedang menangis. Sepertinya ia berubah. Ia seperti sedang mendapatkan
masalah yang amat sangat berat. Apakah aku perlu membantunya? Kurasa aku perlu.
“Stel? Kamu
kenapa?”
“uhm… gapapa
kak”
“udahlah,
kalo mau curhat gapapa kok”
“tapi…”
“ayo deh
curhat ke aku”
“uhm.. kak…
ini masalah cowok”
Jantungku
berdegup kencang. Aku merasa getar-getaran aneh di tubuhku. Walaupun aku yakin
ia tak mencintaiku, namun mengapa setelah ia mengatakan cowok aku langsung
seperti ini? Apakah ini sebuah pertanda? Kalau iya, baik atau buruk kah? Ah
lupakan. Aku tak mau memikirkannya lagi. Yang penting aku bisa membantu
menyelesaikan masalah yang dialami oleh Stella.
“iya gapapa.
Ada apa?”
“uhm..
sebenernya aku itu gak pernah tertarik sama cowok. Namun aku merasa ada hal-hal
aneh 7 tahun yang lalu, semenjak aku duduk di kelas 11.
Jantungku
berdegup semakin kencang. Apa yang terjadi padaku?
“terus?”
jawabku pelan.
“ya itu yang
aku bingung. Aku tak tau mengapa, namun ternyata ia menyukaiku”
Aku menghela
nafas sejenak dan berbisik, “ceritakanlah”
“ia
menembakku, dan aku menerimanya”
Terasa
seperti hujan pisau bagi hatiku. Entah mengapa, aku tak tau pasti.
“namun aku
tak mengerti”
“tak
mengerti bagaimana?”
“ia
berselingkuh. Lalu aku memutusnya”
“lalu?
Apakah itu masalahmu? Hanya masalah lelaki playboy seperti dia?”
“mungkin.
Namanya Jim. Aku sungguh mencintainya sampai sekarang. Walaupun sudah 7 tahun
silam. Tapi kurasa, rasa ini masih ada”
“maksudmu?
Kamu gak bisa move on, gitu?!” aku tak mengerti, namun tiba-tiba nadaku
meninggi.
“kak? Kenapa
kamu marah?” ia pun mengucapkannya sambil menangis.
“omg I’m
sorry sweetie, I didn’t mean to do that but..” aku mengucapkannya sambil
membersihkan air matanya yang terus membasahi pipinya. Aku juga menyingkirkan
rambutnya yang terurai menutupi wajah cantiknya.
“but what?!
I hate you!” ucapnya tiba-tiba. Aku terbelalak kaget mendengar ucapannya. Namun
aku berusaha untuk tetap tenang.
“sorry
sweetie” ucapku memohon.
Sepertinya
ia sudah tak dapat menahan emosinya. Ia benar-benar stress karena Jim. Lelaki
macam apa itu Jim? Sampai dia rela meninggalkan si cantik Stella demi wanita
lain. Dasar playboy!
Aku terus menenangkannya. Aku memeluknya, namun tak disangka ia melepaskan pelukanku secara kasar. Apakah segitunya ia marah kepadaku? Hanya karena masalah sepele? Ya ampun.
Aku terus menenangkannya. Aku memeluknya, namun tak disangka ia melepaskan pelukanku secara kasar. Apakah segitunya ia marah kepadaku? Hanya karena masalah sepele? Ya ampun.
“please
listen to me, sweetie!” aku terus meyakinkannya dengan 5 kata tersebut. Namun
ia tetap menghiraukanku. Omg.
“please
sweetie”
Stella pun
beranjak dari bangkunya dan berusaha melepaskan genggaman tanganku. Aku tidak
akan melepaskannya begitu saja. Karena, ia telah mencuri hatiku.
“let me go!”
“no! you
should be on my side, everytime” ucapku secara tak sadar.
Ia terdiam
sejenak, berusaha mencerna apa arti dari kata-kataku tersebut.
“ohh I see”
bisiknya tiba-tiba. Aku tersenyum sejenak dan memeluknya. Ia juga memelukku.
Jujur saja, aku bingung dengan tingkah polahnya. Baru saja ia marah, namun
sekarang ia tersenyum dan membalas pelukanku. Apakah ia sudah gila, atau
bagaimana? Walaupun ia gila, namun aku takkan melepaskannya begitu saja. Aku
menerimanya apa adanya. Itulah namanya cinta. Cinta sejati? Maybe. Tapi, who
knows? Kita takkan tau siapa yang akan menjadi milik kita selamanya. Seperti
halnya diriku. Aku tak tau apa yang akan terjadi di masa depan. Apakah aku akan
menjadi miliknya selamanya, atau tidak. Tetapi mungkin tidak. Ia masih
mencintai Jim. Dan aku mendengar kata-katanya langsung dari bibirnya. Ya, aku
tau. Aku tak sempurna. Aku tak se-sempurna Jim, baginya. Namun aku takkan
menyerah begitu saja. Aku akan terus mengejarnya, apa pun yang terjadi.
Aku masih
memeluknya. Dan aku pun berniat untuk memberinya sebuah ciuman. Ciuman yang
sangat berarti baginya, mungkin. Karena aku pernah menolak ciumannya. Dan
sebagai balasannya, aku akan memberikannya. Sebuah ciuman yang pastinya
merupakan ciuman pertamaku.
Aku
melepaskan pelukannya dan menatapnya dalam-dalam. Aku mulai meletakkan tanganku
di wajahnya, memegangi pipinya yang halus namun penuh dengan air mata. Sesekali
aku menoleh sedikit ke arah langit, terdapat sebuah bulan dan bintang-bintang
yang menyinari kami berdua. Kami berdua. Aku mendekatkan wajahku ke arah
wajahnya. Ia masih menatapku dengan penuh kebingungan. Aku tersenyum ke arahnya
dan wajahku semakin dekat dengannya. Saat bibir kami hampir bersentuhan,
tiba-tiba ada sesuatu yang bergetar di kantungku. Aku segera melepaskan
semuanya dan mengambil sesuatu yang ‘bergetar’ tersebut dari dalam kantungku.
‘Morgan
Nettleton’ tulisannya. Seketika raut wajahku berubah. Ekspresiku berubah 180˚.
“wait”
ucapku sambil berjalan menjauhinya. Ia terlihat kecewa melihatku yang berjalan
menjauhinya.
*otp*
“hello?”
“hi
Greyson!” *suara gila itu kembali terdengar*
“what?!”
ucapku kesal.
“nothing. I
miss you so much… how was your day??”
“stop it. I
won’t talk about this. Bye!”
“wait..”
Aku memotong
ucapannya dan segera mematikan teleponnya.
Aku berjalan
menuju balkon dan melihatnya. SESUATU YANG TAK PERNAH KULIHAT SEBELUMNYA.
Stella, ia..ia..ia… ia berdiri di tepi kapal.
“Stella!!”
teriakku.
Ia menghiraukannya,
namun aku melihat pipinya basah karena air mata.
“Stella…
waiiittt!!!” aku berlari sekencang mungkin menghampirinya dan *BYUUURRR*
Ya, aku
terlambat. Aku melihat Stella menceburkan dirinya ke dalam lautan luar yang
dingin tersebut.
“Stellaaaaa…..”
aku menangisinya dan berlari ke tepi kapal.
Aku ingin
menolongnya, tapi bagaimana caranya? Seketika muncul ide di kepalaku.
“aku akan
menyusulnya” gumamku pelan, lalu menceburkan diri ke lautan luas tersebut.
*BYUUURR*
Aku menyelam
mencari dimana keberadaan Stella. Di dalam pandangan buram nan biru ini, aku
melihat seorang perempuan yang tak sadarkan diri. Aku segera berenang
menghampirinya dan memeluknya erat. Aku dapat merasakan dekat jantungnya. Ia masih
hidup!
Aku segera
menggoyang-goyangkan pipinya, walaupun kami masih di dalam lautan.
Ia membuka
matanya perlahan dan tersenyum ke arahku.
Tanpa basa-basi
lagi, aku langsung memegangi kedua pipinya dan mencium bibirnya dengan lembut.
*masih di dalam lautan*
Aku dapat
merasakannya. This is my last first kiss.
Aku terus
menciumnya. Bibir kami terus bersentuhan. Hingga aku merasa jantungnya tak berdegup
lagu. Ia sudah tiada. Namun aku tak akan melepaskan ciumannya. Hingga aku sudah
tak kuat lagi. Namun aku tak kunjung melepaskan ciuman pertamaku ini. Dan hingga
akhirnya, aku tak dapat merasakan apa-apa lagi. Yang aku rasakan sekarang adalah,
sebuah ketenangan. Yeah, it was my last first kiss.
0 comments:
Post a Comment